Anda di halaman 1dari 11

Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SEBOPSORIASIS

Oleh :

Ratna Selviana
1710029027

Pembimbing :

dr. Daulat Sinambela, Sp. KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Sebopsoriasis merupakan gabungan dari psoriasis dan dermatitis seboroik,


skuama yang biasanya kering menjadi agak lunak dan berlokasi pada tempat seboroik
(kel. Sebasea). Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik
residit, khas ditandai adanya bagian kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas
tegas. Bagian atasnya tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada daerah
tubuh yang sering terkena trauma kulit, yaitu kepala, bagian ekstensor dari
ekstremitas, dan region sakralis. Luas kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi yang
lokalisata dan terpisah sampai tersebar mengenai seluruh kulit1.
Psoriasis sering ditemukan mengenai pada satu sampai tiga juta orang di
Amerika Serikat. Penyakit paling sering timbul pada orang muda berusia kurang dari
20 tahun, tetapi dapat terjadi pada semua golongan umur. Pria dan wanita terkena
dalam jumlah yang sama. Sekitar 30% pasien mempunyai riwayat keluarga Psoriasis.
Epidemiologi penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kesakitan
yang berbbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada bangsa yang berkulit hitam
seperti Afrika jarang ditemukan. Jika dihitung berdasarkan dari total penduduk, angka
kesakitan penyakit ini di Amerika dilaporkan sebesa 1 %, Jerman 1,3 %, Denmark
1,7%, Inggris 1,7% dan Swedia 2,3 %. Sedangkan di Indonesia belum didapatkan
data angka insidensi yang jelas untuk penyakit ini. Penyakit ini tampak sebagai plak
tebal eritema dan papula-papula yang tertutup oleh sisik yang seperti perak. Plak ini
biasanya terdapat di kepala, lutut dan siku. Psoriasis merupakan penyakit yang
diturunkan, meskipun cara penurunan penyakit ini belum dimengerti sepenuhnya.
Riwayat keluarga dapat ditemukan pada 66% pasien psoriasis2.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pramuka 2, Sempaja
Pekerjaan : Karyawan Swasta

B. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 30 April 2019
 Keluhan Utama:
Kulit kepala terasa tebal dan gatal

 Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien perempuan 22 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RS AWS dengan
keluhan kulit kepala terasa tebal dan gatal sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan tersebut
sudah dirasakan 10 tahun yang lalu dan mulai mengganggu sejak 1 tahun terakhir.
Awalnya muncul bercak kecil seperti ketombe di kulit kepala bagian atas yang
semakin meluas ke bagian kulit kepala lain. Keluhan lain adalah terdapat bercak
kemerahan dibelakang telinga kanan pasien dan diselangkangan pasien. Pasien juga
mengatakan bahwa rambutnya mnegalami kerontokan. Sebelumnya pasien belum
pernah memeriksakan keluhannya tersebut. Pasien hanya mencoba menggonta-ganti
shamponya tetapi keluhan tidak berkurang.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


- Pasien mengalami penyakit kulit 4 tahun yang lalu karena alergi udang
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat merokok (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti ini

 Riwayat Obat-obatan
Pasien tidak ada mengonsumsi obat-obatan apapun

C. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Nadi : 82 x/menit regular, adekuat
Pernafasan : 20 x/menit regular
Suhu : 36,4°C
Kepala/Leher/Punggung/Perut : Dalam batas normal
Pembesaran Kelenjar : Tidak ada
Berat Badan : 46 kg
Tinggi Badan : 150 cm

 Status Dermatologis
Lokasi : Pada kulit kepala dan belakang telinga kanan
Efloresensi : Tampak bercak eritematosa difus dengan skuama halus
diatasnya
D. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Usulan pemeriksaan penunjang : pemeriksaan histopatologi

E. Diagnosis Banding
1. Sebopsoriasis
2. Dermatitis Seboroik

F. Diagnosis Kerja : Sebopsoriasis

G. Penatalaksanaan

1. Non medikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyebab, gejala, dan pengobatan
sebopsoriasis
- Menjelaskan pasien untuk menghindari cahaya matahari, sinar ultraviolet
yang berlebihan
- Hindari stress fisik dan jiwa
- Menjelaskan kepada pasien agar perlunya kontrol penyakit atau observasi
lebih lanjut
2. Non medikamentosa
A. Sistemik
Anti histamine : cetirizine 1x10 mg bila pasien merasa gatal
B. Topikal
Kortikosteroid : Desoximethason 0,25%
Anti fungal : Ketokonazole 2 %

H. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad Cosmeticam : Dubia ad Bonam
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien perempuan 22 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RS AWS dengan
keluhan kulit kepala terasa tebal dan gatal sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan tersebut
sudah dirasakan 10 tahun yang lalu dan mulai mengganggu sejak 1 tahun terakhir.
Awalnya muncul bercak kecil seperti ketombe di kulit kepala bagian atas yang
semakin meluas ke bagian kulit kepala lain. Keluhan lain adalah terdapat bercak
kemerahan dibelakang telinga kanan pasien dan diselangkangan pasien. Sebelumnya
pasien belum pernah memeriksakan keluhannya tersebut. Pasien hanya mencoba
menggonta-ganti shamponya tetapi keluhan tidak berkurang. Riwayat penyakit
keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat alegi pasien memiliki alergi terhadap udang.
Riwayat trauma dan merokok disangkal. Riwayat pengobatan tidak ada sebelulmnya.
Menurut teori sebopsoriasis adalah psoriasis yang berbatas pada daerah seboroik
(gland. Sebasea). Psoriasis sendiri adalah dermatosis kronis residif dengan gambaran
klinis yang khas yaitu adanya makula eritematosa yang berbentuk bulat lonjong,
diatasnya ada skuama tebal , berlapis-lapis, dan berwarna putih transparan seperti
mika yang berbatas pada daerah seboroik (gland. Sebasea).1 Secara epidemiologi
terdapat perbedaan anatas dermatitis seboroik dengan psoriasis. Hal itu bisa dilihat
dari usia saat timbul lesi, jenis kelamin, ras dan genetic. Pada dermatitis seboroik
mempunyai 2 masa puncak yaitu pada 2-10 minggu pertama kehidupan (bayi) dan
pada dekade keempat sampai ketujuh dari kehidupan (dewasa). Angka kejadian yang
tinggi pada dermatitis seboroik berhubungan dengan jumlah dan aktivitas dar kelenjar
sebasea. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi antara minggu kedua hingga kesepuluh
dan sering didapatkan 2-10 minggu pertama kehidupan . kelenjar sebassea aktif pada
bayi yang baru lahir akibat stimulasi hormone androgen dari ibunya, kemudian
kelenjar tersebut menjadi tidak aktif sampai pubertas. Psoriasis dapat terjadi pada
berbagai usia antara 15-30 tahun.9
Efloresensi kulit pasien ini berupa bercak eritematosa difus dengan skuama
halus diatasnya. Menurut teori sebopsoriasis adalah berupa plak eritem dengan
skuama yang berminyak yang terdapat pada area seboroik (kepala, glabella, lpatan
hidung, area sekitar mulut, dada, dan area lipatan. Sebopsoriasis merupakan
modifikasi dermatitis seboroik pada pasien yang memiliki latar belakang genetik
psoriasis dan tipe ini relatif tidak berespon terhadap terapi. Sedangkan dermatitis
seboroik tipe pityriasis steatoides ditandai dengan lesi kulit yang berwarna
kekuningan, eritema ringan sampai berat, infiltrate beradang yang ringan, berminyak,
bersisik tebal dan berkrusta.9 Lesi psoriasis bila dilakukan pemeriksaan histopatologi
ditemukan parakeratosis dan akantosis.1
Pada pasien didiagnosis banding dengan dermatitits seboroik. Berdasarkan
teori sebopsoriasis. Predileksinya sama dengan dermatitis seboroik yaitu pada daerah
seboroik (gland. Sebasea). Tetapi dermatitis seboroik berbeda karena skuamanya
berminyak kekuningan, sedangkan sebopsoriasis skuama putih kering2,5.
Penatalaksanaan umum pasien ini secara non medikamentosa adalah
menjelaskan kepada pasien mengenai penyebab, gejala, dan pengobatan
sebopsoriasis, menghindari cahaya matahari, sinar ultraviolet yang berlebihan, hindari
stress fisik dan jiwa, serta menganjurkan pasien agar perlunya kontrol penyakit atau
observasi lebih lanjut. Untuk terapi medikamentosa diberi cetirizine 1x10 mg,
desoximethasone 0,25%, dan ketoconazole 2%. Menurut teori pengobatan sistemik
adalah:
a. Kortikosteroid: obat ini digunakan pada psoriasis eritrodermik dan psoriasis
pustule generalisata. Dosis pemberian 40-60 mg prednisolone sehari, jika telah
sembuh dosis di turunkan perlahan.
b. Obat sitotoksik (metotreksat) : obat ini dapat menghambat mitosis sel epidermis
tanpa menganggu fungsi sel. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kerja
penghambatan kompetitif dihidrofolat reduktase, sehingga mengakibatkan
pengurangan sintesis DNA. Dengan menghambat mitosis, obat ini efektif untuk
mengobati lesi psoriasis. Penderita biasanya senang dengan obat ini karena tidak
perlu mempergnakan salep atau krim yang dioleskan. Kerugian obat ini adalah
psoriasis dapat mengalami relaps setelah obat dihentikan dan mempunyai efek
samping. Pengobatan dengan metotreksat hanya boleh diberikan pada penderita
psoriasis yang tidak memberikan hasil memuaskan dengan topical atau dengan
PUVA. Walaupaun obat ini tidak bersifat kuratif, MTX tetap merupakan obat
yang bermanfaat terhadap psoriasis dan dapat diberikan secara oral maupun
melalui injeksi.
Metotreksat dapat diberikan dengan cara:
1) Dosis setiap hari, 2,5-5 mg/hari selama 14 hari dan selanjutnya dapat diberikan
dengan dosis bertahan (maintenance) 1-2 mg/hari
2) Dosis tunggal 25 mg dan diikuti dengan 50 mg setiap minggu berikutnya
3) Dosis tunggal 25 mg per injeksi/minggu, disusul dengan 50 mg setiap minggu
berikutnya
Pengobatan dengan MTX hendaknya diberikan pada penderita dengan
fungsi ginjal yang baik. Penderita anemia dan gangguan fungsi sumsum tulang
serta penderita penyakit infeksi sebaiknya jangan diobati dengan MTX. Sebelum
dan selama pengobatan, harus dirawat benar-benar kemungkinan timbulnya efek
samping obat dengan memeriksa darah, fungsi hati, dan ginjal. 3,4
Pengoabatan Topical
a. Steroid topical: tidak dapat menyembuhkan psoriasis secara tuntas, tetapi dapat
meredakannya. Ada risiko timbulnya brittle psoriasis, akan tetapi jika digunakan
untuk penyakit yang dalam keadaan stabil dan pada kulit kepala serta daerah
fleksor, obat-obatan ini dapat bermanfaat
b. Antifungal topical: antifungal topical meiliki manfaat yang bervariasi, tergantung
seberapa banyak jamur Malassezia berkontribusi dalama keadaan tersebut.
Kombinasi terapi kortikosteroid topical dan shampoo ketoconazole lebih efektif
dibandingkan dengan hanya ketoconazole saja.
c. Preparat ter: mempunyai efek anti radang. Ada 3 jenis ter : fosil seperti iktiol;
kayu seperti oleum kadini dan oleum ruski; dan batubara seperti liantral, likuo
karbonisdetergens
d. Ditranol (antralin): sangat efektif digunakan tapi dapat mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrsi 0,2-0,8%. Dalam bentuk pasta/salep. Penyembuhan selama 3
minggu. Bekerja paling baik dalam bentul pasta laser (tepung, zink oksida, asam
salisilat dalam paraffin lunak putih)
e. Pengobatan dengan penyinaran: sinar UV dapat menghambat mitosis sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Digunakan sinar UV antifisial:
sinar A yaitu UVA, dapat digunakan secara tersendiri atau kombinasi dengan
psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan PUVA, atau bersama-sama dengan
preparat Ter yang terkenal sebagai pengobatan cara Goeckerman
Pengobatan cara Gockerman: menggunakan Ter yang berasal dari
batubara yang ditambahkan minyak. Ter tersebut bersifat fotosensitif dan
dioleskan 2-3 kali sehari, lama pengobatan 4-6 minggu, penyembuhan terjadi
setelah 3 minggu, kecuali preparat ter juga digunakan ditranol.1,3
Prognosis sebopsoriasis cukup baik, walaupun cenderung residit bila
pengobatannya tidak adekuat dan karena merupakan penyakit autoimun6-11.
Perjalanan penyakit menuju perburukan atau dalam hal ini kematian sangat
jarang ditemukan7. Perjalanan penyakit ke arah mortalitas pasien sendiri baik
karena melihat keadaan umum dari pasien tidak tampak sakit berat dan belum
ditemukan adanya komplikasi yang bermakna dan telah dilakukan diagnosi
dengan tepat dan terapi yang tepat. Secara fungsional penderita dapat bekerja
sehari-hari seperti sebelumnya mengingat kondisi pasien tidak menunjukkan
tanda-tanda perburukan. Dari segi kosmetik kemungkinan untu terjadi rekurensi
kembali akan terjadi jika pengobatan tidak adekuat
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. 2010. Dermatitis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin, edisi kelima. Jakarta. FK UI. Hal 189-202
2. Murtiastutik D dkk. 2009. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. FK
Unair. Surabaya. Hal 131-136
3. CDA. 2009. Management of Scalp Psoriasis. Canadian Guidelines for the
Management pf Plaque Psoriasis. Canada. P : 71-74
4. Ortigosa JS, Regana MS, Millet PU. 2009. An Update on Scalp Psoriasis.
Actas Dermosifiliogr: Barcelona, Spain. P : 536-43
5. Riveira-Munoz E, He SM, Escaramis G, et al. 2011. Meta-Analysis Confirms
the LCE3C_LCE3VB Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several;
Ethnic Groups dan Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest Dermatol. P :
229-56
6. Gelfand JM, Troxel AB, Lewi Jd, Kurd SK, Shin DB, Wang X, et al. 2007.
The risk of mortality in patient with psoriasis: result from a population-based
study. Arch Dermatol. 143 (12) : 1493-9
7. Harding A. 2013. Extent of Psoriasis tied to risk of comorbidities. Reuters
Health Information
8. Yeung H, Takeshita J, Mehta NN, et al. 2013. Psoriasis Severity and the
Prevalence of Major Medical Comorbidity: A Population-Based Study. JAMA
Dermatol
9. Astindari, Sawitri, Sandhika W. 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan
Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologis.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 26 No. P : 72-78

Anda mungkin juga menyukai