Anda di halaman 1dari 29

ETIKA PENELITIAN DI BIDANG KEDOKTERAN

Penelitian adalah usaha untuk membuktikan suatu hipotesis dengan syarat-syarat yang ditentukan
atau untuk mencari sesuatu yang tidak diketahui. Penelitian telah dilakukan selama berabad-abad sesuai
dengan sifat manusia yang selalu ingin tahu. Hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan terus berkembang
dengan pesat, khususnya pengetahuan di bidang kedokteran.
Suatu penelitian pada dasarnya mempunyai tujuan :
 Untuk memajukan pengetahuan dalam ilmu kedokteran, yaitu dalam hal terapi, diagnosis, dan lain-
lain yang tentunya amat berfaedah bagi kesejahteraan hidup umat manusia
 Untuk kemajuan dalam bidang penelitian

A. Perkembangan Etika Penelitian Kedokteran di Dunia


Sebenarnya norma etik kedokteran sudah ada sejak dahulu. Norma yang tertua yang diketahui
adalah sumpah dokter Hindu yang ditulis pada tahun 1500 SM. Tema yang terpenting dari sumpah
ini adalah penderita yang sedang diobati jangan dirugikan. Seribu tahun kemudian, muncul
sumpah Hippocrates yang menyatakan bahwa seorang dokter primum non nocere (yang pertama
dan terutama adalah jangan menyakiti).
Walaupun sudah ada etika penelitian ini, masih saja ditemukan berbagai penyimpangan norma
etika. Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Nazi. Saat itu, penelitian dilakukan oleh dokter-
dokter Nazi terhadap para tahanan Perang Dunia II, misalnya mereka mencoba ketahanan manusia
bersuhu O0 Celcius yang pada hakikatnya dilandasi oleh tujuan politik dan Chauvinisme.
Untuk menghindari terjadinya penyimpangan tersebut, pada tahun 1946 di Nuremberg disusun
aturan permainan dalam melakukan percobaan pada manusia, yang dikenal sebagai “Nuremberg
Code”. Salah atu pernyataan pentingx di dalamnya adalah keharusan adanya persetujuan informed
consent dari subjek penelitian.
Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya menghasilkan Deklarasi Helsinki
I. Deklarasi ini merupakan satu rangkaian peraturan yang menjadi panduan untuk dokter dalam
melakukan penelitian klinis. Kebijaksanaan diserahkan pada peneliti sendiri dan tidak diharuskan ada
pihak lain yang mengawasinya. Peneliti harus membuat keputusan sendiri apakah penelitiannya
menyimpang atau tidak dari norma etik yang telah digariskan itu. Karena tidak ada pengawasan,
masih sering terjadi penyimpangan dari norma etik.
Pada tahun 1975, pada World Healthy Assembly yang ke-20 di Tokyo, telah dibuat revisi dari
Deklarasi Helsinki I, yang disebut Deklarasi Helsinki II. Perubahan yang penting dalam Deklarasi
Helsinki II adalah peraturan yang mengharuskan protokol penelitian pada manusia ditinjau dahulu
oleh suatu panitia untuk pertimbangan, tuntutan dan komentar. Selain itu, harus dicantumkan pada

1
protokol itu, adanya pertimbangan etik dan hasil penelitian tidak boleh dipublikasikan jika tidak ada
ethical clearance. Dengan demikian, mulailah dibentuk Panitia Etik PenelitianKedokteran di
berbagai institusi.
Pada tahun 1976, The Medical Research Council of Canada membentuk Working Group of
Human Experimentation, yang bertugas meninjau peraturan lama dan membuat rekomendasi. Dalam
laporannya, ternyata terdapat variasi yang luas antara panitia institusi yang satu dengan yang lain.
Ada yang hanya sekedar membentuk panitia itu sebagai satu keharusan dengan tugas minimal, tetapi
ada institusi yang panitianya mempunyai tugas mengawasi penelitian sampai di luar institusinya
sendiri, misalnyadi fakultas lain untuk penelitian yang menyangkut manusia. Akhirnya, Working
Group merekomendasikan supaya di tiap institusi dibentuk suatu panitia pusat yang anggotanya
terdiri dari ilmuwan dan bukan ilmuwan yang dapat menilai norma etik di dalam masyarakat. Orang-
orang ini biasanya diambil dari staf non medic institusi tersebut. Working Group juga membuat
panduan-panduan untuk tugas panitia local dan tugas utama untuk meninjau segi etik suatu penilitian
dibebankan pada panitia lokal sendiri.

B. Perkembangan Etika Penelitian Kedokteran di Indonesia


Pada tahun 1982, KPPIK FKUI membentuk suatu panitia kecil untuk membahas masalah etik
penelitian dan merumuskan pedoman bagi peneliti. Hasil panitia itu ialah dikeluarkannya buku
pertama yang berjudul Kode Etik Penelitian yang memakai Deklarasi Helsinki sebagai dasarnya.
Setelah itu, pada akhir tahun 1984, Dekan FKUI meresmikan Panitia Etik Penelitian FKUI yang
pada permulaannya bertugas mengeluarkan ethical clearance bagi usulan penelitian jika diperlukan.
Pada awal tahun 1985, Panitia Etik Penelitian ini, melalui KPPIK, mengadakan suatu forum
diskusi sehari tentang etik penelitian yang mendapat perhatian besar sekali. Forum diskusi ini yang
pada permulaannya diselenggarakan bagi para peneliti di lingkungan FKUI saja, akhirnya dihadiri
oleh banyak peneliti bidang kedokteran dari institusi lain. Kumpulan makalahnya diterbitkan sebagai
buku Naskah Lengkap Forum Diskusi Kode Etik Penelitian Kedokteran.
Karena ingin mengajak masyarakat peneliti yang lebih luas lagi, Panitia Etik Penelitian FKUI
meminta pada CHS untuk mengadakan lokakarya yang kemudian diselenggarakan pada tahun 1986.
Lokakarya ini dihadiri oleh dekan fakultas kedokteran dari seluruh Indonesia, baik negeri maupun
swasta. Dalam lokakarya ini telah dicapai kata sepakat untuk membentuk Panitia Etik Penelitian di
Fakultas Kedokteran masing-masing perguruan tinggi. Sebagai hsil lokakarya ini, pada tahun 1987
diterbitkan buku Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia.

C. Prinsip-Prinsip Etika Penelitian Ilmiah

2
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos. Istilah etika bila ditinjau dari aspek etimologis memiliki
makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pandangan
Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas moralitas
masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk
melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk
merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya
perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam ranah penelitian
lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian.
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah
(scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang
dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek
penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004).
Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama
yang perlu dipahami oleh pembaca, yaitu:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang
terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan
bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan
yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari:
a. penjelasan manfaat penelitian
b. penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan
c. penjelasan manfaat yang akan didapatkan
d. persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan
dengan prosedur penelitian
e. persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja
f. jaminan anonimitas dan kerahasiaan.
Namun kadangkala, formulir persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi
subyek itu sendiri terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena terdapat perbedaan
pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek (Sumathipala & Siribaddana, 2004).
Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya prosedur penelitian (Syse, 2000).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and
confidentiality)

3
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu
termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang menginginkan
informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar
individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai
identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk
menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding
(inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip
keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan
memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta
perasaan religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip
keterbukaan, yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori,
namun yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di
antara anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan
penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan,
kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian,
peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan
yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and
benefits) (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004)
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan
hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di
tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek
(nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stres
tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera,
kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.

D. Persyaratan Penelitian Kedokteran


Secara hukum, penelitian medis pada manusia tidak boleh diadakan jika tidak memenuhi dua
criteria yang mutlak diperlukan, yaitu :
1. Kriteria Kepatutan
Untuk memenuhi kriteria ini harus dipenuhi 13 syarat, yaitu :

4
 Ada harapan bahwa penelitian itu akan memberikan pandangan baru yang tidak dapat
diperoleh dengan cara lain
 Arti penelitian itu harus sebanding dengan resiko yang dihadapi orang percobaan (Deklarasi
Helsinki)
 Kepentingan orang percobaan selalu dipertimbangkan di atas kepentingan ilmu pengetahuan
(Deklarasi Helsinki)
 Penelitian tersebut harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan atas penelitian
laboratorium maupun penelitian hewan percobaan dan juga harus didasarkan atas
pengetahuan yang cukup dari kepustakaan ilmiah (Deklarasi Helsinki)
 Bentuk dan cara pelaksanaan penelitian tersebut harus jelas dan tertulis, dan harus dinilai oleh
sebuah panitia yang independen (Deklarasi Helsinki)
 Penelitian tersebut harus dilaksanakan oleh peneliti yang berkualitas baik dan harus diawasi
seorang dokter (Deklarasi Helsinki)
 Penelitian dengan manusia memberlakukan standar profesi yang tertinggi dan bukan standar
profesi dari dokter dengan pengetahuan dan kemampuan yang rata-rata (de gemiddelde
bekwame arts)
 Pada penelitian dengan manusia, secara hukum peneliti selalu bertanggung jawab penuh
secara pribadi
 Integritas psikis dan fisik orang percobaan harus dijaga dan dilindungi (Deklarasi Helsinki)
 Rahasia orang percobaan harus dijunjung tinggi
 Penderitaan rohani dan fisik orang percobaan harus dibatasi secara maksimal
 Harus dilakukan usaha pencegahan kerugian, invaliditas, dan kematian orang percobaan
 Tiap penelitian harus diakhiri jika ternyata ada kemungkinan kerugian invaliditas dan
kematian (Deklarasi Helsinki)

Ketigabelas syarat di atas berlaku untuk penelitian dengan pasien maupun orang percobaan
yang bukan pasien. Khusus untuk penelitian klinik (penelitian dengan pasien) terdapat beberapa
syarat khusus, yaitu sebagai berikut :
 Penelitian terhadap pasien sebaiknya hanya diperbolehkan atas dasar indikasi medis. Hal ini
diperlukan untuk perlindungan hukum.
 Penelitian terhadap pasien tanpa dasar indikasi medis dengan persetujuan pasien hanya dapat
dilaksanakan jika dokter penelitinya bukan dokter yang merawat pasien itu (Deklarasi
Helsinki)

5
 Penelitian terhadap pasien harus mempunyai nilai diagnostic dan nilai teraupetik untuk yang
merawat pasien itu (Deklarasi Helsinki)
 Penelitian terhadap pemakaian suatu obat dan atau suatu prosedur dengan tujuan hanya untuk
memperoleh informasi ilmiah tidak diperbolehkan
 Dalam pelaksanaan penelitian, tiap pasien harus yakin bahwa metode diagnostik dan
terapeutik yang terbaik adalah yang digunakan (Deklarasi Helsinki)
 Jika dalam pelaksanaan penelitian ada resiko tertentu, maka dokter yang merawat yang
merangkap sebagai peneliti harus berkonsultasi dengan tim penasehat.
 Jika ada pasien yang tidak memberi persetujuan untuk mengikuti suatu penelitian, maka hal
itu sama sekali tidak boleh mempunyai dampak negatif terhadap hubungan dokter-pasien
(Deklarasi Helsinki)
 Pasien yang sedang dalam keadaan koma tidak boleh menjadi objek percobaan
 Pasien yang sedang dalam fase terakhir hidup tidak boleh menjadi objek percobaan
 Pasien yang punya penyakit tidak dapat disembuhkan sebaiknya tidak dijadikan objek
percobaan
2. Kriteria Persetujuan
Dari sudut hukum, dituntut agar objek percobaan, pasien maupun bukan pasien , mengerti
inti atau esensi penelitian tersebut, dan mengerti resiko yang mungkin akan timbul. Seandainya
objek percobaan tidak mengerti esensi dan resiko penelitian, ia tidak boleh diikutsertakan dalam
penelitian tersebut. Suatu persetujuan baru dinyatakan sah menurut hukum jika informasi telah
diberikan kepada objek percobaan yang ada hubungannya dengan penelitian. Orang ini bisa
dokter yang merawatnya, jika ia tidak merangkap sebagai peneliti (Deklarasi Helsinki).
Informed consent termasuk dalam kriteria persetujuan. Jadi, dalam melakukan suatu
pekerjaan yang menggunakan manusia sebagai subjeknya, diperlukan informed consent.
Pokok-pokok informed consent dalam uji klinik yang diberikan pada objek adalah
sebagai berikut :
 Suatu keterangan mengenai tindakan yang akan dilaksanakan dan tujuan dari tindakan
tersebut, termasuk penentuan dari tindakan berupa penelitian
 Suatu keterangan mengenai perasaan tidak enak yang mungkin akan menyertai tindakan atau
resiko yang akan terjadi
 Sebuah keterangan mengenai keuntungan yang dapat diharapkan dari uji klinik
 Sebuah keterangan mengenai tindakan pengganti (alternatif) yang dapat menguntungkan
pesert penelitian

6
 Kesediaan untuk member keterangan dan menjawab pertanyaan mengenai tindakan dalam
penelitian
 Keterangan bahwa peserta dalam penelitian dapat menarik persetujuannya, menghentikan
keikutsertaannya dalam setiap waktu tanpa keragu-raguan.

E. Penelitian yang Membutuhkan Ethical Clearance


Pada dasarnya seluruh penelitian/riset yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian
harus mendapatkan Ethical Clearance , baik penelitian yang melakukan pengambilan spesimen,
ataupun yang tidak melakukan pengambilan spesimen. Penelitian/riset yang dimaksud adalah
penelitian biomedik yang mencakup riset pada farmasetik, alat kesehatan, radiasi dan pemotretan,
prosedur bedah, rekam medis, sampel biologik, serta penelitian epidemiologik, sosial dan psikososial.

F. Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes


Salah satu tugas pokok Badan Litbangkes adalah menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
kesehatan untuk menunjang program Departemen Kesehatan. Untuk itu dalam rangka perlindungan
manusia sebagai subyek penelitian dan pengembangan kesehatan, sejak tahun 1991 dibentuk “Panitia
Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes” berdasarkan SK Kepala Badan Litbangkes No.
04/BPPK/AK/1/1991. Panitia tersebut bertugas melakukan review usulan penelitian kesehatan yang
memerlukan surat izin etik (ethical clearance), selanjutnya sejak tahun 2001 disebut sebagai Komisi
Etik Badan Litbangkes.
Susunan anggota bersifat multidisiplin yaitu adanya anggota dari berbagai bidang ilmu kelompok
medis/ klinis maupun dari kelompok non-medis antara lain dari bidang hukum, sosial budaya yang
terkait, dari kelompok yang peduli terhadap kepentingan masyarakat dan dari kelompok awam
(layperson). Komposisi keanggotaan mempertimbangkan juga keseimbangan usia dan gender; adanya
perbedaan latar belakang, sosial-budaya dan agama yang dapat mempengaruhi sudut pandang.
Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes terdiri atas
3. Penasehat,
4. Ketua
5. Sekretaris
6. Anggota
7. Sekretariat

7
Untuk kegiatan kesekretariatan dibantu oleh beberapa staf dari Sekretariat Badan Litbangkes.
Komisi Etik ini disahkan dengan surat keputusan Kepala Badan Litbangkes yang
ditinjau/diperbaharui setiap tahunnya.

G. Tanggung Jawab dan Tugas Komite Etik Penelitian Kesehatan


Komisi Etik membahas usulan-usulan penelitin biomedis yang menggunakan manusia sebagai
subyek penelitian, baik untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh unit-unit penelitian di
lingkungan Badan Litbangkes, ataupun kegiatan penelitian yang dimonitor oleh Badan Litbangkes.
Komisi Etik akan bertemu secara rutin minimum sekali setiap bulannya untuk membahas usulan
penelitian yang memerlukan ethical clearance , baik yang telah dikeluarkan (pada bulan tersebut :
ethical review dilakukan oleh 2 – 3 orang anggota Komisi Etik) maupun yang memerlukan
pengambilan keputusan oleh sebagain besar anggota Komisi Etik (bagi kasus-kasus tertentu yang
memerlukan pertimbangan / review oleh lebih dari 3 orang anggota : ‘kasus berat’). Persetujuan
ethical clearance diambil berdasarkan suara terbanyak dari anggota yang hadir dalam rapat tersebut.
Rapat dianggap sah jika dihadiri minimal setengah jumlah anggota ditambah 1 orang.
Semua penelitian yang sedang berjalan di tiap Puslitbang, yang telah mendapatkan ethical
clearance dari Komisi Etik Badan Litbangkes, akan dipantau oleh anggota Komisi Etik yang ada di
Puslitbang bersangkutan dan akan direview paling sedikit satu kali setiap tahun dan mungkin
frekuensi review bertambah bila dianggap perlu oleh Komisi karena keadaan darurat.
Ketua Komisi Etik bertanggung jawab atas jalannya rapat pertemuan Komisi. Jalannya rapat serta
hasil rapat pertemuan akan dicatat oleh sekretaris pertemuan yang merupakan seorang staf atau
petugas dari Sekretariat Badan Litbangkes. Sekretaris tersebut juga menerima laporan penelitian
selama penelitian sedang berjalan sampai penelitian selesai.
Rapat pertemuan Komisi Etik dihadiri oleh seluruh anggota Komisi Etik, para peneliti yang
penelitiannya akan dibahas (jika perlu), dan dapat pula dihadiri oleh ahli-ahli tertentu yang diundang
untuk memberi pandangan sebagai nara sumber, tetapi yang mempunyai hak suara untuk memberikan
keputusan hanya anggota Komisi Etik.
Anggota Komisi Etik tidak terlibat dalam salah satu usulan penelitian yang akan dibicarakan.
Jika salah satu anggota secara langsung atau tidak langsung terlibat dengan suatu usulan penelitian,
maka anggota tersebut tidak berhak memberikan suara (abstain) dalam pemungutan suara mengenai
usulan penelitian yang bersangkutan.
Komisi Etik mempunyai tugas :
1. Melakukan review dari protokol penelitian yang akan dibahas dengan benar sesuai ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan.

8
2. Membahas hasil review
3. Meneliti isi informed consent (persetujuan bagi subyek penelitian) beserta naskah penjelasan
untuk mendapatkan persetujuan dari subyek penelitian.
4. Memberikan ethical clearance untuk semua penelitian yang memerlukannya.
5. Mengevaluasi pelaksanaan penelitian yang terkait dengan etik
6. Menghadiri rapat rutin Komisi Etik setiap bulannya dan pada waktu-waktu tertentu yang
dianggap perlu.

Tugas sekretariat Komisi Etik :


Untuk melaksanakan kegiatan kesekretariatan, Komisi Etik Badan Litbangkes dibantu oleh
Sekretariat Komisi Etik yang bertugas :
1. Menerima berkas usulan/pengajuan Ethical Clearance dan memeriksa kelengkapan berkas usulan
tersebut, lalu mencatat hasilnya pada form check list.
2. Bertanggung jawab dalam kegiatan surat menyurat yang berhubungan dengan kegiatan Etika
Penelitian Kesehatan di Badan Litbangkes
3. Bertanggung jawab dalam pengarsipan usulan penelitian yang mengajukan ethical clearance
mulai dari masuknya ke Badan Litbangkes, selama proses di Komisi Etik, review ulangan jika
penelitian itu berjalan lebih dari setahun
4. Mengurus penyelenggaraan rapat dan pertemuan Komisi Etik.
5. Sebagai fasilitator antara peneliti dan anggota Komisi Etik.
6. Membuat laporan tentang kegiatan Komisi Etik, termasuk laporan tertulis dari setiap
rapat/pertemuan Komisi Etik (Notulen), laporan triwulan kegiatan komisi etik (berikut
rekapitulasi ethical clearance yang telah dikeluarkan) .

H. Pengajuan Ethical Clearance


Usulan ethical clearance diserahkan kepada sekretariat Komisi Etik Penelitian Kesehatan.
Kelengkapan berkas terdiri dari :
1. Surat usulan dari institusi
2. Protokol penelitian
3. Daftar tim peneliti
4. CV peneliti utama
5. Surat persetujuan pelaksanaan penelitian dari scientific board (PPI)
6. Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penel
7. Ethical Clearance dari institusi lain (bila ada)

9
8. Kuesioner / pedoman wawancara (bila ada)
Catatan : Seluruh berkas dibuat rangkap 3.
Selain penelitian dari Puslitbang di lingkungan Badan Litbangkes, Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Bdan Litbangkes juga menerima permohonan E.C dari instansi lain.

I. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penelitian Etik Penelitian Kesehatan


a. Surat usulan dari institusi tempat peneliti bekerja, bila usulan berasal dari luar institusi Badan
Litbangkes yang memiliki Komisi Etik Institusi, maka usulan harus berasal dari Komisi etik
institusi tersebut (bukan dari peneliti utama/pimpinan insitusi).
b. Surat rekomendasi dari Panitia Pembina Ilmiah
c. Protokol penelitian meliputi tujuan dan manfaat, metodologi yang menjelaskan secara terperinci
mengenai : tata cara pengambilan sample (darah/urine/spesimen lainnya), tujuan pemeriksaan,
intervensi yang diberikan, serta manfaat bagi responden (bila ada uji klinik/ pengambilan
sample), jumlah biaya yang diperlukan dalam penelitian tersebut.
d. Daftar tim peneliti, beserta keahliannya
e. Curriculum vitae peneliti utama atau Ketua Pelaksana, untuk melihat apakah kemampuan
peneliti utama atau ketua pelaksana sudah sesuai dengan apa yang akan dikerjakan.
f. Keterangan pembiayaan, untuk melihat apakah sudah etis bila suatu penelitian dilihat dari
jumlah biaya dan hasil yang akan didapat.
g. Ethical clearance dari institusi lain (bila ada).
h. Penjelasan dan Informed Consentdalam 1 lembar / tidak terpisah
Izin atau persetujuan dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam penelitian,
dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan saksinya,
disebut informed consent.

Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai berikut :
1. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu, termasuk
penelitian eksperimen.
2. Penjelasan tentang penelitian.
3. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian
4. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai peserta sukarela
penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan.
5. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika subyek
berpartisipasi dalam penelitian.

10
6. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi dalam
penelitian ini.
7. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek, jika
subyek mengalami resiko dalam penelitian.
8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis sunyek.
9. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada subyek, jika
subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian.
10. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyek dapat
menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian
tersebut.
11. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan untuk
meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian
sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada sanksinya.
12. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan
dilaksanakan.
13. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam penelitian
tersebut

KODE ETIK PENELITIAN KESEHATAN


1. Pendahuluan
Kode etik penelitian kedokteran, yang diberi nama Nuremberg Code, pada awalnya dibentuk
sebagai akibat dari berbagai percobaan tidak berperikemanusiaan oleh para dokter NAZI terhadap
para tahanan Perang Dunia II. Salah satu yang penting dalam kode tersebut adalah keharusan adanya
persetujuan informed consent dari orang sebagai subyek penelitian.
Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya yang ke 18 telah mengeluarkan
peraturan-peraturan yang dituangkan ke dalam Deklarasi Helsinki I. Baik dalam Neurenberg Code
maupun dalam Deklarasi Helsinki I, para peneliti dihimbau untuk memperhatikan dan mematuhi
peraturan-peraturan penelitian yang disetujui bersama. Peneliti harus dapat membuat keputusan
sendiri apakah penelitiannya menyimpang atau tidak dari norma etik yang telah digariskan. Karena
tidak ada pengawasan maka banyak penelitian yang dirasakan masih menyimpang dari norma-norma
kode etik. Untuk menghindari hal tersebut di atas maka pada tahun 1975 dalam World Health
Assembly ke 20 di Tokyo telah dibuat Deklarasi Helsinki II sebagai hasil revisi dari Deklarasi
Helsinki I. Perubahan yang penting adalah adanya peraturan yang mengharuskan semua protokol
penelitian yang menyangkut manusia, harus ditinjau dahulu oleh suatu Komisi khusus untuk

11
dipertimbangkan, diberi komentar dan mendapatkan pengarahan (consideration, comments and
guidance). Selain itu pada protokol juga harus dicantumkan adanya pertimbangan etik. Deklarasi
tersebut telah disempurnakan kembali oleh World Medical Assembly, tahun 1983 di Venesia, tahun
1985 di Hongkong dan di Edinburg, Scotland tahun 2000
Di Indonesia standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia sebagai subyek
didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah satu dasar falsafah bangsa Indonesia,
Pancasila. Hal tersebut kemudian diatur dalam UU Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih lanjut diatur
dalam PP no 39/ 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dalam Bab IV diuraikan
tentang perlindungan dan hak-hak manusia sebagai subyek penelitian dan sanksi bila
penyelenggaraan penelitian melanggar ketentuan dalam PP tersebut.
Dengan demikian semua penelitian yang menyangkut manusia harus didasari oleh moral dan
etika Pancasila, disamping pedoman etik penelitian yang telah disetujui secara internasional. Adalah
menjadi kewajiban kita semua bahwa penelitian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dari
segi ilmiah, moral dan etika yang berdasarkan Ketuhanan dan Perikemanusiaan.

2. Penelitian yang membutuhkan Ethical Clearance


Pada dasarnya seluruh penelitian/riset yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian
harus mendapatkan Ethical Clearance , baik penelitian yang melakukan pengambilan spesimen,
ataupun yang tidak melakukan pengambilan spesimen. Penelitian/riset yang dimaksud adalah
penelitian biomedik yang mencakup riset pada farmasetik, alat kesehatan, radiasi dan pemotretan,
prosedur bedah, rekam medis, sampel biologik, serta penelitian epidemiologik, social dan
psikososial.

3. Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes


Salah satu tugas pokok Badan Litbangkes adalah menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan kesehatan untuk menunjang program Departemen Kesehatan. Untuk itu dalam
rangka perlindungan manusia sebagai subyek penelitian dan pengembangan kesehatan, sejak tahun
1991 dibentuk “Panitia Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes” berdasarkan SK Kepala Badan
Litbangkes No. 04/BPPK/AK/1/1991. Panitia tersebut bertugas melakukan review usulan penelitian
kesehatan yang memerlukan surat izin etik (ethical clearance), selanjutnya sejak tahun 2001 disebut
sebagai Komisi Etik Badan Litbangkes.
Susunan anggota bersifat multidisiplin yaitu adanya anggota dari berbagai bidang ilmu
kelompok medis/ klinis maupun dari kelompok non-medis antara lain dari bidang hukum, sosial-
budaya yang terkait, dari kelompok yang peduli terhadap kepentingan masyarakat dan dari kelompok

12
awam (layperson). Komposisi keanggotaan mempertimbangkan juga keseimbangan usia dan gender;
adanya perbedaan latar belakang, sosial-budaya dan agama yang dapat mempengaruhi sudut
pandang.
Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes terdiri atas
1. Penasehat
2. Ketua
3. Sekretaris
4. Anggota
5. Sekretariat
Untuk kegiatan kesekretariatan dibantu oleh beberapa staf dari Sekretariat Badan Litbangkes.
Komisi Etik ini disahkan dengan surat keputusan Kepala Badan Litbangkes yang
ditinjau/diperbaharui setiap tahunnya.

4. Tanggung Jawab dan Tugas Komisi Etik Penelitian Kesehatan


Komisi Etik membahas usulan-usulan penelitin biomedis yang menggunakan manusia sebagai
subyek penelitian, baik untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh unit-unit penelitian di
lingkungan Badan Litbangkes, ataupun kegiatan penelitian yang dimonitor oleh Badan Litbangkes.

13
Komisi Etik akan bertemu secara rutin minimum sekali setiap bulannya untuk membahas
usulan penelitian yang memerlukan ethical clearance , baik yang telah dikeluarkan (pada bulan
tersebut : ethical review dilakukan oleh 2 – 3 orang anggota Komisi Etik) maupun yang memerlukan
pengambilan keputusan oleh sebagain besar anggota Komisi Etik (bagi kasus-kasus tertentu yang
memerlukan pertimbangan / review oleh lebih dari 3 orang anggota : ‘kasus berat’). Persetujuan
ethical clearance diambil berdasarkan suara terbanyak dari anggota yang hadir dalam rapat tersebut.
Rapat dianggap sah jika dihadiri minimal setengah jumlah anggota ditambah 1 orang.
Semua penelitian yang sedang berjalan di tiap Puslitbang, yang telah mendapatkan ethical
clearance dari Komisi Etik Badan Litbangkes, akan dipantau oleh anggota Komisi Etik yang ada di
Puslitbang bersangkutan dan akan direview paling sedikit satu kali setiap tahun dan mungkin
frekuensi review bertambah bila dianggap perlu oleh Komisi karena keadaan darurat.
Ketua Komisi Etik bertanggung jawab atas jalannya rapat pertemuan Komisi. Jalannya rapat
serta hasil rapat pertemuan akan dicatat oleh sekretaris pertemuan yang merupakan seorang staf atau
petugas dari Sekretariat Badan Litbangkes. Sekretaris tersebut juga menerima laporan penelitian
selama penelitian sedang berjalan sampai penelitian selesai.
Rapat pertemuan Komisi Etik dihadiri oleh seluruh anggota Komisi Etik, para peneliti yang
penelitiannya akan dibahas (jika perlu), dan dapat pula dihadiri oleh ahli-ahli tertentu yang diundang
untuk memberi pandangan sebagai nara sumber, tetapi yang mempunyai hak suara untuk
memberikan keputusan hanya anggota Komisi Etik.
Anggota Komisi Etik tidak terlibat dalam salah satu usulan penelitian yang akan dibicarakan.
Jika salah satu anggota secara langsung atau tidak langsung terlibat dengan suatu usulan penelitian,
maka anggota tersebut tidak berhak memberikan suara (abstain) dalam pemungutan suara mengenai
usulan penelitian yang bersangkutan.
Komisi Etik mempunyai tugas :
1. Melakukan review dari protokol penelitian yang akan dibahas dengan benar sesuai ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Membahas hasil review
3. Meneliti isi informed consent (persetujuan bagi subyek penelitian) beserta naskah penjelasan
untuk mendapatkan persetujuan dari subyek penelitian.
4. Memberikan ethical clearance untuk semua penelitian yang memerlukannya.
5. Mengevaluasi pelaksanaan penelitian yang terkait dengan etik
6. Menghadiri rapat rutin Komisi Etik setiap bulannya dan pada waktu-waktu tertentu yang
dianggap perlu.

14
Tugas sekretariat Komisi Etik :
Untuk melaksanakan kegiatan kesekretariatan, Komisi Etik Badan Litbangkes dibantu oleh
Sekretariat Komisi Etik yang bertugas :
1. Menerima berkas usulan/pengajuan Ethical Clearance dan memeriksa kelengkapan berkas usulan
tersebut, lalu mencatat hasilnya pada form check list.
2. Bertanggung jawab dalam kegiatan surat menyurat yang berhubungan dengan kegiatan Etika
Penelitian Kesehatan di Badan Litbangkes
3. Bertanggung jawab dalam pengarsipan usulan penelitian yang mengajukan ethical clearance
mulai dari masuknya ke Badan Litbangkes, selama proses di Komisi Etik, review ulangan jika
penelitian itu berjalan lebih dari setahun
4. Mengurus penyelenggaraan rapat dan pertemuan Komisi Etik.
5. Sebagai fasilitator antara peneliti dan anggota Komisi Etik.
6. Membuat laporan tentang kegiatan Komisi Etik, termasuk laporan tertulis dari setiap
rapat/pertemuan Komisi Etik (Notulen), laporan triwulan kegiatan komisi etik (berikut
rekapitulasi ethical clearance yang telah dikeluarkan) .

5. Pengajuan Ethical clearance


Usulan ethical clearance diserahkan kepada sekretariat Komisi Etik Penelitian Kesehatan.
Kelengkapan berkas terdiri dari :
1. Surat usulan dari institusi
2. Protokol penelitian
3. Daftar tim peneliti
4. CV peneliti utama
5. Surat persetujuan pelaksanaan penelitian dari scientific board (PPI)
6. Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penelitian)
7. Ethical Clearance dari institusi lain (bila ada)
8. Kuesioner / pedoman wawancara (bila ada)

Seluruh berkas dibuat rangkap 3.


Selain penelitian dari Puslitbang di lingkungan Badan Litbangkes, Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Bdan Litbangkes juga menerima permohonan E.C dari instansi lain.

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian etik penelitian kesehatan:

15
a. Surat usulan dari institusi tempat peneliti bekerja, bila usulan berasal dari luar institusi Badan
Litbangkes yang memiliki Komisi Etik Institusi, maka usulan harus berasal dari Komisi etik
institusi tersebut (bukan dari peneliti utama/pimpinan insitusi)
b. Surat rekomendasi dari Panitia Pembina Ilmiah.
c. Protokol penelitian meliputi tujuan dan manfaat, metodologi yang menjelaskan secara terperinci
mengenai : tata cara pengambilan sample (darah/urine/spesimen lainnya), tujuan pemeriksaan,
intervensi yang diberikan, serta manfaat bagi responden (bila ada uji klinik/ pengambilan
sample), jumlah biaya yang diperlukan dalam penelitian tersebut.
d. Daftar tim peneliti, beserta keahliannya
e. Curriculum vitae peneliti utama atau Ketua Pelaksana, untuk melihat apakah kemampuan
peneliti utama atau ketua pelaksana sudah sesuai dengan apa yang akan dikerjakan.
f. Keterangan pembiayaan, untuk melihat apakah sudah etis bila suatu penelitian dilihat dari
jumlah biaya dan hasil yang akan didapat.
g. Ethical clearance dari institusi lain (bila ada).
h. Penjelasan dan Informed Consent dalam 1 lembar / tidak terpisah
Izin atau persetujaun dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam penelitian,
dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan saksinya, disebut
informed consent.
Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai berikut :
1. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu, termasuk
penelitian eksperimen.
2. Penjelasan tentang penelitian.
3. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian
4. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai peserta sukarela
penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan.
5. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika subyek
berpartisipasi dalam enelitian.
6. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi dalam
penelitian ini.
7. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek, jika
subyek mengalami resiko dalam penelitian.
8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis subyek.
9. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada subyek, jika
subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian.

16
10. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyek dapat
menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian
tersebut.
11. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan
untuk meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi
kemudian sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada
sanksinya.
12. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan
dilaksanakan.
13. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam penelitian
tersebut .

Kode etik Penelitian Pada Manusia


Prinsip dasar
1. Riset biomedis yang dilakukan pada manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang
telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang
memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah.
2. Rencana dan pelaksanaan setiap prosedur percobaan pada subyek manusia harus dirumuskan
secara jelas dalam suatu protokol penelitian untuk diajukan kepada panitia Independen yang
khusus ditunjuk untuk memberi pertimbangan, ulasan, dan bimbingan.
3. Riset biomedis dengan subyek manusia hanya boleh dilakukan oleh orang yang secara ilmiah
memenuhi syarat dan di bawah pengawasan seorang tenaga medis yang mempunyai kompetensi
klinis. Tanggung jawab atas manusia yang diteliti harus selalu terletak pada tenaga medis yang
kompeten dan bukan pada subyek riset itu, meskipun ia telah memberi persetujuannya.
4. Riset biomedis pada manusia tidak dapat dilakukan secara sah kecuali bila kepentingan tujuan
penelitian itu sepadan dengan risiko terkait yang akan dihadapi subyek.
5. Setiap proyek riset biomedis yang melibatkan subyek manusia harus didahului dengan penilaian
yang cermat mengenai risiko yang dapat diramalkan dalam perbandingan dengan manfaat yang
dapat diharapkan bagi subyek tersebut ataupun bagi orang lain. Kepentingan subyek harus selalu
lebih diutamakan daripada kepentingan ilmiah dan masyarakat.
6. Hak subyek riset untuk melindungi integritas dirinya harus dihormati. Harus dilakukan setiap
upaya pencegahan untuk menghormati kebebasan pribadi subyek dan memperkecil pengaruh riset
atas integritas fisik dan mental serta atas kepribadiannya.

17
7. Para dokter tidak boleh terlibat dalam proyek riset yang menggunakan subyek manusia, kecuali
bila mereka yakin bahwa bahayanya dapat diramalkan. Para dokter harus mengehentikan setiap
penyelidikan bila ditemukan bahwa bahayanya melebihi manfaat yang mungkin diperoleh.
8. Dalam publikasi riset, dokter harus melaporkan hasil yang akurat. Laporan penelitian yang tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertera dalam Deklarasi Helsinki seharusnya tidak diterima
untuk dipublikasikan.
9. Dalam setiap riset pada manusia, setiap calon subyek harus diberi penjelasan secukupnya tentang
tujuan, cara, manfaat yang diharapkan, bahaya yang mungkin dihadapinya serta keadaan kurang
menyenangkan yang mungkin timbul. Subyek harus diberitahu bahwa ia bebas untuk tidak ikut
serta dalam studi tersebut, dan bahwa ia juga bebas untuk membatalkan persetujuannya untuk
berpartisipasi. Kemudian dokter itu harus mendapat persetujuan subyek yang diberikan secara
bebas, sebaiknya secara tertulis.
10. Dalam memperoleh persetujuan setelah penjelasan, dokter hendaknya amat berhati-hati, kalau
subyek bergantung padanya atau bila calon subyek mungkin memberi persetujuannya di bawah
paksaan. Dalam hal ini, persetujuan yang berdasarkan penjelasan itu hendaknya diperoleh melalui
seorang dokter lain yang tidak ikut serta dalam penelitian dan yang benar-benar bebas dari
hubungan resmi ini.
11. Bila subyek secara hukum tidak mampu untuk memberikan persetujuan setelah penjelasan,
persetujuan itu hendaknya diperoleh dari wali yang sah menurut perundang-undangan negara
masing-masing. Bila keadaan fisik atau mental subyek tidak memungkinkan untuk memberi
persetujuan setelah penjelasan atau bila calon subyek masih di bawah umur, izin diminta dari
keluarga yang bertanggung jawab yang dapat menggantikan persetujuan calon subyek sesuai
dengan hukum negara itu. Kalau anak di bawah umur itu ternyata dapat memberi persetujuan,
maka persetujuannya hendaknya diperoleh juga selain persetujuan walinya.
12. Protokol riset harus selalu mencantumkan suatu pernyataan tantang pertimbangan etik yang
berhubungan dengan riset, dan menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang tertera pada Deklarasi
Helsinki telah dipenuhi.

Kode Etik Penelitian Pada Masyarakat


1. Penelitian di masyarakat atau lapangan hanya boleh dilakukan apabila telah melalui suatu
penelitian klinis dengan hasil yang memuaskan.
2. Rencana penelitian (desain dan protokol) harus dikembangkan dan dipersiapkan secermat
mungkin. Selain meliputi metodologi penelitian, juga cara pemantauan sehingga bila terjadi hal
yang tidak diinginkan, dapat cepat diketahui.

18
3. Penelitian harus dikoordinasi dan dilaksanakan oleh suatu tim peneliti yang terdiri dari beberapa
ahli. Selain ahli klinik, perlu pula diikutsertakan ahli penelitian di masyarakat seperti ahli
epidemiologi dan ahli biostatistika.
4. Perlu lebih ditekankan adanya suatu Panitia Etik selain dari tim pelaksana penelitian. Panitia ini
harus terdiri dari beberapa orang ahli yang cukup dihargai integritasnya. Sebaiknya ada pula
seorang anggota yang dianggap merupakan seorang tokoh atau wakil masyarakat dan cukup
memahami ruang lingkup penelitian.
5. Harus ada fasilitas medik yang dengan mudah dan cepat dapat memberikan pertolongan kepada
orang yang diteliti apabila timbul hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Karena penelitian kedokteran di masyarakat cenderung menggunakan orang yang lebih awam atau
kurang pendidikan sebagai subyek penelitian maka perlu lebih dijaga kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan mereka sebagai manusia percobaan tersebut. Selain adanya Panitia Etik,
penjelasan dan keterbukaan mengenai penelitian dan kemungkinan-kemungkinan adanya risiko
harus lebih ditekankan untuk diberikan kepada orang-orang yang ikut dalam penelitian yang
bersangkutan.
7. Evaluasi dan pemantauan penelitian harus dilakukan secara rutin dan tidak hanya pada waktu
akhir. Hasil-hasil yang dicapai harus dipresentasikan di depan para ahli pada waktu tertentu.
8. Pertimbangan risk-benefit dalam penelitian kedokteran di masyarakat menjadi lebih penting.

Kode Etik Penelitian Pada Hewan


1. Pengembangan pengetahuan baru untuk terus memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan manusia
dan hewan memerlukan percobaan pada hewan.
2. Dimana mungkin berbagai metode seperti analisis statistik, model matematis, simulasi komputer
dan sistem biologi in vitro harus digunakan untuk melengkapi percobaan pada hewan dan
mengurangi jumlah hewan yang digunakan.
3. Tidak ada percobaan pada hewan yang boleh dilakukan tanpa pertimbangan yang cukup
mengenai relevansinya terhadap kesehatan manusia atau hewan.
4. Jumlah hewan yang digunakan tidak boleh melebihi jumlah minimal yang dibutuhkan untuk
mendapat hasil yang sahih.
5. Spesies hewan yang digunakan untuk percobaan harus ditingkat filogeni serendah mungkin yang
masih memenuhi syarat untuk percobaan.
6. Bilamana penggunaan hewan percobaan sangat digunakan untuk penelitian, para peniliti dan
personalia laboratorium lainnya harus memandang hewan itu sebagai mahluk yang mempunyai

19
perasaan, dan harus menganggap sebagai suatu keharusan etis untuk menghindarkan atau
mengurangi sampai sedikit mungkin rasa tidak enak, penderitaan atau nyeri.
7. Walaupun relatif sedikit yang diketahui mengenai persepsi nyeri pada hewan, peneliti harus
bertindak berdasarkan anggapan bahwa prosedur yang dapat menimbulkan nyeri fisik pada
manusia dapat menimbulkan rasa nyeri yang sederajat pada hewan vertebrata.
8. Percobaan pada hewan yang diperkirakan akan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa
nyeri atau penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang
memadai dan dibawah anestesia sesuai dengan praktek kedoktera hewan yang lazim. Nyeri pasca
bedah harus dicegah atau dikurangi dengan analgetika.
9. Pembedahan atau tindakan lain yang menyakitkan tidak boleh dilakukan pada hewan yang hanya
sekedar dilumpuhkan dengan pelemas otot saja, tetapi tidak dianestesi.
10. Pada akhir percobaan, hewan yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik, penderitaan, rasa
tidak enak, cacat yang tidak dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak.
11. Prosedur yang dapat menimbulkan nyeri atau penderitaan pada hewan yang tidak di anestesi tidak
boleh digunakan untuk pendidikan atau demonstrasi, kecuali dengan anestesia.
12. Kondisi kehidupan hewan yang dipelihara untuk tujuan biomedik haruslah sehat dan nyaman,
sebaiknya di bawah pengawasan dokter hewan yang berpengalaman dalam pengetahuan tentang
hewan laboratorium. Perawatan kedokteran hewan harus tersedia sesuai dengan kebutuhan.
13. Bila tujuan penelitian memerlukan dipenuhinya ketentuan butir VII, VI-II atau IX, keputusan
tidak boleh diambil hanya oleh peneliti yang langsung terlibat, tetapi juga oleh suatu tim penilai
yang sesuai, dengan memperhatikan butir III dan IV.
14. Percobaan pada hewan hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi dan
pengalaman keilmuan yang sesuai dan di bawah pengawasan direktur suatu institusi atau
departemen yang menggunakan hewan.
15. Direktur suatu institusi atau departemen yang menggunakanhewan bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa peneliti dan tehnisi laboratorium hewan mempunyai mempunyai kualifikasi
dan pengalaman yang cukup pada waktu bekerja, atautelah disusun rencana yang memadai dalam
latihan mereka, dan mereka juga didorong untuk menunjukkan perhatian yang layak terhadap
hewan yang mereka pelihara.
16. Pertimbangan utama, ialah bahwa laboratorium yang dipersiapkan untuk digunakan sebagai
subyek eksperimen harus mendapat perhatian dan perawatan yang layak untuk kesenangan dan
kesehatannya, semua ini merupakan tugas manusia terhadap semua mahluk yang berperasaan.

ETIKA PENELITI

20
Peneliti ialah insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan. Tugas
utamanya ialah melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah. Kreativitas
peneliti melahirkan bentuk pemahaman baru dari persoalan-persoalan di lingkungan keilmuannya dan
menumbuhkan kemampuan-kemampuan baru dalam mencari jawabnya. Pemahaman baru, kemampuan
baru, dan temuan keilmuan menjadi kunci pembaruan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Kode Etika Peneliti

Kode Etika Peneliti adalah acuan moral bagi peneliti dalam melaksanakan hidup, terutama yang
berkenaan dengan proses penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. lni menjadi
suaru bentuk pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Perilaku Peneliti Tidak Jujur

Perilaku tidak jujur mencakup baik perilaku tidak jujur dalam penelitian maupun perilaku curang
sebagai peneliti. Batasan ini tidak dapat dikenakan pada hal-hal: kejadian yang sejujurnya keliru;
pertikaian pendapat sejujurnya; perbedaan dalam penafsiran dara ilmiah, dan; selisih pendapat berkenaan
dengan rancangan penelitian. Perilaku peneliti tidak jujur tampak dalam bentuk:

(i) pemalsuan hasil penelitian (fabrication) yaitu mengarang, mencatat dan atau mengumumkan hasil
penelitian tanpa pembuktian telah melakukan proses penelitian;
(ii) pemalsuan data penelitian (falsification) yaitu memanipulasi bahan penelitian, peralatan, atau
proses, mengubah atau tidak mencantumkan data atau hasil sedemikian rupa, sehingga penelitian
itu tidak disajikan secara akurat dalam caratan penelitian
(iii) pencurian proses dan/atau hasil (plagiat) dalam mengajukan usul penelitian, melaksanakannya,
menilainya dan dalam melaporkan hasil suatu penelitian, seperti pencurian gagasan, pemikiran,
proses dan hasil penelitian, baik dalam bentuk data atau kata-kata, termasuk bahan yang diperoleh
melalui penelitian terbatas (bersifat rahasia), usulan rencana penelitian dan naskah orang lain tanpa
menyatakan penghargaan
(iv) pemerasan tenaga peneliti dan pembantu peneliti (exploitation) seperti peneliti senior memeras
tenaga peneliti yunior dan pembantu penelitian untuk mencari keuntungan, kepentingan pribadi,
mencari, dan/atau memperoleh pengakuan atas hasil kerja pihak lain

21
(v) perbuatan tidak adil (injustice) se.sama peneliti dalam pemberian hak kepengarangan dengan cara
tidak mencantumkan nama pengarang dan/atau salah mencantumkan urutan nama pengarang sesuai
sumbangan intelektual seorang penel,iti .. Peneliti juga melakukan perbuatan tidak adil dengan
me.mpublikasi data dan/atau hasil penelitian tanpa izin lembaga penyanaang dana penelitian atau
menyimpang dari konvensi yang disepakati dengan lembaga penyandang dana tentang hak milik
karya intelektual (HAKi) hasil penelitian
(vi) kecerobohan yang disengaja (intended careless) dengan tidak menyimpan data penting selama
jangka waktu sewajarnya, menggunakan data tanpa izin pemiliknya, atau tidak mempublikasikan
data penting atau penyembunyian data tanpa penyebab yang dapat diterima; dan
(vii) penduplikasian (duplication) tf'muan-temuan sebagai asli dalam lebih dari satu saluran, tanpa ada
penyempurnaan, pembaruan isi, data'dan tidak merujuk publikasi sebelumnya

Moralitas Peneliti Dipertanyakan

Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku tidak jujur dan tidak tampak (intangible)
dalam pikiran yang bertentangan dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan
penelitian ilmiah. Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal integritas peneliti,
yaitu keteguhan hati untuk berpendirian tetap mempertahankan nilai-nilai baku penelitian ilmiah.
Moralitas peneliti dipertanyakan juga mencakup kehidupan pribadi yang merendahkan martabat peneliti
sebagai manusia bermoral, yang dalam masyarakat tidak dapat diterima keberadaannya, seperti budi
pekerti rendah, tindak tanduk membabi buta, kebiasaan buruk yang merusak suasana dan pergaulan
ilmiah.

Kode etik peneliti

Peneliti ialah insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan. Tugas
utamanya ialah melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah. Kreativitas
peneliti melahirkan bentuk pemahaman baru dari persoalan-persoalan di lingkungan keilmuannya dan
menumbuhkan kemampuan-kemampuan baru dalam mencari jawabnya. Pemahaman baru, kemampuan
baru, dan temuan keilmuan menjadi kunci pembaruan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Ilmuwan dan peneliti berpegang pada nilai-nilai integritas, kejujuran dan keadilan. Integritas
peneliti melekat pada ciri seorang peneliti yang mencari kebenaran i1miah. Dengan menegakkan

22
kejujuran, keberadaaan peneliti diakui sebagai insan yang bertanggungjawab. Dengan menjunjung
keadilan, martabat peneliti tegak dan kokoh karena ciri moralitas yang tinggi ini.

Penelitian ilmiah menerapkan metode ilmiah yang bersandar pada penalaran ilmiah yang teruji.
Sistem ilmu pengetahuan modern merupakan sistem yang dibangun atas dasar kepercayaan: Bangunan
sistem nilai ini berrahan sebagai sumber nilai obyektif karena koreksi yang tak putus-putus yang
dilakukan sesama peneliti.

Sesuai dengan nilai-nilai tersebut seorang peneliti memiliki empat tanggungjawab, yaitu:

(1) terhadap proses penelitian yang memenuhi baku ilmiah;


(2) terhadap hasil penelitiannya yang memajukan ilmu pengecahuan sebagai landasan kesejahteraan
manusia;
(3) kepada masyarakat ilmiah yang memberi pengakuan di bidang keilmuan peneliti tersebut itu sebagai
bagian dari peningkatan peradaban manusia, dan;
(4) bagi kehormatan lembaga yang mendukung pelaksanaan penelitiannya.Kode Etika Peneliti adalah
acuan moral bagi peneliti dalam melaksanakan hidup, terutama yang berkenaan dengan proses
penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. lni menjadi suatu bentuk
pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Etika peneliti dalam penelitian

1. Peneliti membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah untuk memajukan ilmu pengerahuan,
menemukan teknologi dan menghasilkan inovasi bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan
manusia.
2. Peneliti melakukan kegiatannya dalam cakupan dan barisan yang diperkenankan oleh hukum yang
berlaku, bertindak dengan mendahulukan kepentingan dan keselamatan semua pihak yang terkait
dengan penelitiannya, berlandaskan tujuan mulia berupa penegakan hak-hak asasi manusia dengan
kebebasan-kebebasan mendasarnya
3. Peneliti mengelola sumber daya keilmuan dengan penuh rasa tanggung jawab, terutama dalam
pemanfaatannya, dan mensyukuri nikmat anugerah tersedianya sumber daya keilmuan baginya

Etika peneliti dalam berperilaku

23
1. Peneliti mengelola jalannya penelitian secara jujur, bernurani dan berkeadilan terhadap lingkungan
penelitiannya
2. Peneliti menghormati obyek penelitian manusia, sumber daya alam hayati dan non-hayati secara
bermoral, berbuat sesuai dengan perkenan kodrat dan karakter obyek penelitiannya, ranpa
diskriminasi dan tanpa menimbulkan rasa merendahkan martabar sesama ciptaan Tuhan
3. Peneliti membuka diri terhadap tanggapan, kritik, dan saran dari sesama peneliti terhadap proses dan
hasil penelitian, yang diberinya kesempatan dan perlakuan timbal balik yang setara dan setimpal,
saling menghormati melalui diskusi dan pertukaran pengalaman dan informasi ilmiah yang obyektif.

Etika peneliti dalam kepengarangan

1. Peneliti mengelola, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiahnya secara


bertanggungjawab, cermat, dan seksama
2. Peneliti menyebarkan informasi tertulis dari hasil penelitiannya, informasi pendalaman ilmiah
dan/atau pengetahuan baru yang terungkap dan diperolehnya, disampaikan ke dunia ilmu
pengetahuan pertama kali dan sekali tanpa mengenal publikasi atau berganda atau diulang-ulang
3. Peneliti memberikan pengakuan melalui: (i) penyertaan sebagai penulis pendamping; (ii) melalui
pengutipan pernyataan atau pemikiran orang lain; dan atau (iii) dalam bentuk ucapan terima kasih
yangtulus kepada peneliti yangmemberikan sumbangan berarti dalam penelitiannya, yangsecara nyata
mengikuti tahapan rancangan penelitian dimaksud, dan mengikuti dari dekat jalannya penelitian itu.

ETIKA PUBLIKASI

1. Harus dilandasi kejujuran

2. Tidak memberi harapan palsu atau menimbulkan kepanikan masyarakat

3. Harus berhati-hati dalam mengemukakan hasil penelitian pada media atau orang awam

4. Berhati-hati dalam mempublikasikan penelitian yang baru pada tahap awal

INFORMED CONSENT

Informed consent adalah izin atau persetujuandari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam
penelitian, baik dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan
saksinya.

24
Tujuan dibuatnya informed consent antara lain :
1. Agar penelitian tidak melenceng dari prinsip-prinsip etika penelitian.
2. Sebagai bukti persetujuan antara kedua belah pihak, yaitu antara peneliti dengan responden.
3. Apabila terjadi resiko dalam penelitian tersebut, informed consent dapat digunakan sebagai bukti
pembelaan.
4. Agar responden dapat mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan peneliti.
5. Sebagai syarat pengajuan ethical clearance.

Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai berikut :
1. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu, termasuk
penelitian eksperimen.
2. Penjelasan tentang penelitian.
3. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian.
4. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai peserta sukarela
penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan.
5. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika subyek
berpartisipasi dalam penelitian.
6. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi dalam
penelitian ini.
7. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek
mengalami resiko dalam penelitian.
8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis subyek.
9. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada subyek, jika
subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian.
10. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyek dapat
menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian tersebut.
11. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan untuk
meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian sesudah
jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada sanksinya.
12. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan
dilaksanakan.
13. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam penelitian
tersebut.

25
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) atau Informed Consent
Untuk menghormati prinsip etik yang pertama, sebelum penelitian dilaksanakan peneliti harus
memberikan penjelasan yang memadai (inform) dengan bahasa atau cara yang mudah dimengerti kepada
semua subjek atau wakil sah dari subjek, meminta persetujuan dari setiap subjek yang akan diikutsertakan
sebagai subjek penelitian. Persetujuan tersebut dikenal sebagai Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP,
Informed Consent). Hal ini bertujuan untuk menjamin semua subjek memahami tujuan penelitian yang
dilakukan serta resiko dan keuntungan yang mungkin akan dialaminya serta hak dan kewajibannya.
Isi naskah penjelasan penelitian untuk mendapatkan Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) sesuai
Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan (PNEPK, 2005) adalah sebagai berikut di bawah ini:
a) Bahwa dia diundang untuk ikut serta dalam penelitian, dengan alasan mengapa dia dianggap
cocok menjadi subjek penelitian, dan keikutsertaannya adalah sukarela.

b) Dia bebas untuk menolak ikut serta dan dia bebas setiap saat menarik diri dari penelitian tanapa
hukuman atau kehilangan keuntungan yang sebenarnya merupakan haknya.

c) Tujuan penelitian, prosedur yang dilakukan oleh peneliti dan calon subjek penelitian, penjelasan
perbedaan penelitian dengan pelayanan medik rutin.

d) Pada uji coba dengan pembanding (controlled trials) diberi penjelasan tentang ciri-ciri penelitian,
seperti pengacakan (randomization) dan ketersamaran ganda (double-blinding). Subjek tidak
akan diberitahu tentang pengobatan yang diterimanya sampai penelitian berakhir dan
ketersamaran (blinding) sudah dihapus.

e) Kurun waktu keikutsertaannya, termasuk jumlah dan lamanya kedatangannya ke pusat penelitian
serta kemungkinan penelitian atau keikutsertaannya dihentikan lebih awal.

f) Pemberian uang atau barang lain sebagai imbalan untuk keikutsertaannya dengan dijelaskan
jumlah dan bentuk imbalan tersebut.

g) Sesudah penelitian selesai, subjek akan diberitahukan hasil penelitian secara umum. Setiap subjek
perorangan akan diberitahukan tentang setiap penemuan yang berkaitan dengan status kesehatan
pribadinya.

h) Subjek atas permintaan berhak melihat data tentang dirinya, meskipun data tidak memiliki
kegunaan klinis, kecuali kalau komisi etik telah mengizinkan non-disclosure dan alasannya.

26
i) Resiko, rasa nyeri, ketidaknyamanan (discomfort), dan ketidaksenangan (inconvenience) yang
diduga mungkin akan dialami subjek penelitian, termasuk resiko pada kesehatan dan
kesejahteraan suami/istri/mitranya.

j) Manfaat langsung, jika ada, yang diharapkan untuk subjek dari keikutsertaan subjek dalam
penelitian.

k) Manfaat yang diharapkan untuk masyarakat setempat atau masyarakat luas, atau sumbangan
kepada pengetahuan ilmiah.

l) Apakah, kapan dan bagaimana produk atau tindakan yang oleh penelitian terbukti aman dan
efektif, akan tersedia untuk subjek, sesudah selesai ikut serta dalam penelitian, dan apakah
sekiranya harus membayar.

m) Tindakan atau cara pengobatan lain yang disediakan.

n) Ketetapan yang akan diambil untuk menjamin keleluasaan pribadi subjek dihormati serta
kerahasiaan catatan yang dapat mengidentifikasikan subjek.

o) Batas-batas, secara hukum atau cara lain, kemampuan peneliti untuk mengamankan kerahasiaan
dan akibat yang mungkin terjadi, kalau terjadi pelanggaran kerahasiaan.

p) Kebijakan mengenai pemanfaatan hasil uji genetic dan informasi genetic keluarga, tindakan
pencegahan yang ada, guna mencegah pengungkapan hasil tes genetic subjek kepada keluarga
atau pihak lain (misalnya perusahaan asuransi atau majikannya), tanpa persetujuan subjek.

q) Sponsor penelitian, afiliasi kelembagaan para peneliti, serta bentuk dan sumber pembiayaan
penelitian.

r) Kemungkinan penggunaan untuk penelitian, langsung atau tidak langsung, catatan medic dan
specimen biologic yang diambil sebagai bagian pelayanan klinik.

s) Apakah direncanakan pemusnahan specimen biologic pada akhir penelitian, kalau tidak
dimusnahkan perlu dijelaskan penyimpanannya (dimana, caranya, untuk berapa lama, dan
disposisi akhir) dan kemungkinan penggunaannya di kemudian hari. Subjek berhak mengambil
keputusan tentang penggunaannya di kemudian hari, menolak penyimpanan, dan meminta
pemusnahan.

t) Apakah akan dihasilkan produk komersial dari specimen biologiknya, apakah subjek akan
memperoleh keuntungan berupa uang atau dalam bentuk lain dari pengembangan produk tersebut.

27
u) Apakah peneliti hanya berperan sebagai peneliti atau juga sebagai dokternya.
v) Sampai seberapa jauh peneliti bertanggung jawab memberikan pelayanan medic kepada subjek.

w) Pengobatan bebas biaya akan diberikan untuk kerugian (injury) atau komplikasi akibat penelitian,
bentuk dan lamanya pelayanan tersebut, nama organisasi atau orang yang akan memberi
pelayanan medic,apakah terdapat sesuatu ketidakpastian tentang pembiayaan pelayanan medic
tersebut.

x) Dengan cara apa dan oleh organisasi mana subjek penelitian atau keluarganya akan menerima
kompensasi, jika terjadi cacat atau kematian sebagai akibat kerugian tersebut. Kalau tidak
terdapat rencana pemberian kompensasi, maka hasil tersebut harus dijelaskan.

y) Bahwa Komisi Etik telah memberikan persetujuan etik pada protocol penelitian.
Apabila perlu, satu atau lebih dari informasi tambahan berikut ini juga harus diberikan kepada setiap
subjek yang berpartisipasi dalam penelitian.
a) Tentang terapi atau prosedur khusus yang mungkin dapat menyebabkan resiko untuk subjek (atau
terhadap embrio atau janin, jika subjek hamil atau mungkin menjadi hamil).
b) Tentang biaya tambahan bagi subjek yang mungkin berasal dari partisipasi dalam penelitian.

c) Pada keadaan tertentu keikutsertaan subjek dapat dihentikan oleh peneliti tanpa persetujuan
subjek.

d) Tentang konsekuensi dari keputusan subjek untuk menarik diri dari penelitian dan prosedur untuk
penghentian partisipasi yang tertib oleh subjek.

e) Pernyataan bahwa temuan-temuan baru yang bermakna dikembangkan selama penelitian yang
mungkin berkaitan dengan kerelaan subjek untuk terus berpartisipasi.

f) Tentang perkiraan jumlah subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian.


Adapun aspek kemanfaatan informed consent antara lain adalah :
1. Penghormatan pada seseorang.
Subjek yang diteliti berhak menentukan apakah ia akan terus mengikuti penelitian atau berhenti.
2. Melindungi subjek penelitian.
Dengan adanya informed consent maka subjek penelitian akan terlindungi dari penipuan maupun
ketidakterusterangan dalam penelitian tersebut. Selain itu, subjek penelitian akan terlindungi dari
segala bentuk tekanan.

28
3. Melindungi peneliti.
Karena subjek penelitian telah menyepakati apa yang tertuang dalam informed consent maka hal
ini akan melindungi peneliti dari gugatan yang mungkin muncul dari subjek penelitian
4. Kerahasiaan.
Informasi, data, sampel (material) merupakan rahasia. Penggunaannya harus sesuai dengan yang
telah dinyatakan sebelumnya. Selain itu, kerahasiaan juga menyangkut identitas subjek penelitian.

29

Anda mungkin juga menyukai