Di susun oleh :
1.HARYANTI.R
2.HASJAYANTI JAIS
3.HASBIAH
4.HASNI
5.HASNIATI SARANGA
6.HESLI
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II ETIKA PENELITIAN KESEHATAN 3
2.1 Etika penelitian 3
2.2 Penerapan etika penelitian kedokteran 4
2.3 Panitia etika penelitian kedokteran 5
BAB III Kelayakan Etik (Ethical clearance) 6
3.1 Komite Nasional Etik Penelitian Kesehatan (KNEPK) dan (KEPK) Komite Etik Penelitian
Kesehatan 7
BAB I
PENDAHULUAN
di dalam masyarakat yang mempunyai tugas untuk mengobati orang sakit. Meskipun tidak
tertulis, norma-norma tersebut menggariskan bagaimana orang yang mengobati harus bersikap
ke-18, terutama dengan penemuan baru seperti oleh Pasteur dan Koch dalam etiologi penyakit,
penemuan Roentgent dalam aspek diagnostic, dan lain- lain. Teknologi kedokteran menjadi lebih
maju lagi selama dan sesudah Perang Dunia II dengan penemuan obat-obat baru.
Keberhasilanpencangkokan alat-alat tubuh manusia dengan alat-alat buatan atau dengan organ
donor atau dengan tubuh hewan merupakan tonggak kemajuan teknologi kedokteran yang amat
Pada saat ini, dengan manipulasi genetic, manusia seolah dapat membuat manusia
orang dapat hidup abadi, sehingga hidup seolah dapat dibeli. Bila dana untuk penelitian
mengalir deras, dan berbagai penemuan terjadi pula spesialisasi sehingga tidak jarang
manusia hanya ditinjau sebagai sekumpulan organ yang akan menyebabkan makin
kaburnya hubungan jiwa antara dokter dengan pasien. Hal ini akan mempermudah
timbulnya berbagai penyimpangan dari etika yang mungkin terjadi dengan tidak
Dengan meningkatnya jumlah dan jenis penelitian serta jumlah manusia yang
digunakan dalam penelitian maka terjadi berbagai penyimpangan terhadap kode etik
penelitian. Dipandang perlu untuk menilai keharusan adanya badan yang mengawasi
Salah satu aspek penting dalam kode tersebut adalah suatu keharusan adanya
informed consent (persetujuan setelah penjelasan) dari manusia yang digunakan dalam
penelitian. Pada tahun 1964, World Medical Association mengeluarkan suatu aturan
untuk penelitian pada manusia yang dikenal sebagai Deklarasi Helsinki I. Aturan ini
merupakan panduan untuk dokter yang melakukan klinis, baik yang bersifat terapeutik
maupun non terapeutik. Para editor jurnal kedokteran dihimbau untuk tidak memuat
artikel penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tanpa informed consent
kecuali :
1. Bila subjek tidak dapat memberi persetujuan misalnya bayi, anak, atau pasien
dilacak subjeknya.
Namun harus diyakini bahwa penelitian akan berdampak positif bagi masyarakat
Sesuai kode Nuremberg dan deklarasi Helsinki I para peneliti hanya dihimbau
tidak menyimpang dari norma-norma etika yang telah digariskan (Oemijati, S. dkk,
2010).
peraturan yang mengharuskan protocol penelitian pada manusia ditinjau lebih dahulu oleh
suatu panitia untuk pertimbangan, tuntunan, dan komentar. Juga harus dicantumkan pada
protokol bahwa telah dilakukan pertimbangan etika dan hasil penelitan tidak boleh
dipublikasi bila tidak ada ethical clearance . Dengan demikian maka mulailah dibentuk
manusia. Dengan makin pesatnya kemajuan dalam bidang teknologi, banyak dilakukan
penelitian sehingga dirasakan bahwa undang-undang saja tidak cukup. Sejalan dengan
panitia di tingkat internasional maka pada tingkat nasional di berbagai Negara dibentuk
dkk, 2010).
Panitia diberi tanggung jawab dalam segi etika penelitian dalam institusi.
mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh ketua-ketua panitia etika peneltian membahas
Panitia – panitia local biasnya dibentuk pleh kepala institusi (dekan untuk fakultas
kedokteran) dan anggotanya terdiri atas dua orang yang faham akan bidang penelitian dan
dan metodologi penelitian yang disebut dengan scientific review. Hal ini dianggap perlu
oleh karena suatu rencana penelitian dengan metodologi yang keliru akan membuahkan
jhasil penelitian yang keliru pula sehingga tidak etis (Oemijati, S. dkk, 2010).
BAB III Kelayakan Etik (Ethical clearance)
mengetahui tentang penemuan penemuan pengetahuan ilmiah baru dan ditantang menguji
subsistem penelitian kesehatan global khususnya pada aspek publikasi, kerjasama ilmiah
manusia sebagai subjek penelitian mutlak harus memiliki atau menjangkau suatu Komisi
Penelitian Kesehatan
Pada hakikatnya masalah etik penelitian kesehatan adalah tanggung jawab pribadi
peneliti. Seiring semakin banyaknya penelitian berkelompok atau bersama oleh beberapa
lembaga penelitian, tanggung jawab etik menjadi terlalu berat untuk dibebankan kepada
perorangan peneliti. Para peneliti perlu dibina dan didampingi oleh KEPK lembaga.
Meskipun KEPK didirikan oleh lembaga atau oleh pemerintah, perlu tetap dipegang
teguh prinsip dasar bahwa etik penelitian adalah tanggung jawab ilmuwan dan
bekerjasama dengan WHO telah melakukan kajian dan pemetaan KEPK lembagalembaga di
Oktober 2002. Sesuai dengan tugasnya KNEPK bekerjasama dengan semua lembaga di
sebagai subyek penelitian. Kerja sama ini dikembangkan dengan memanfaatkan Jaringan
untuk mengadakan pembinaan secara kolektif untuk meningkatkan mutu etik penelitian
kesehatan di Indonesia dan didirikannya KEPK pada setiap lembaga yang melakukan
sebagai subyek penelitian harus memiliki persetujuan etik dari komisi yang
dipublikasi dalam majalah ilmiah yang bermutu atau ditawarkan kepada industri
kesehatan. Tanpa persetujuan etik hasil persetujuan etik dari komisi yang
dalam majalah ilmiah yang bermutu atau ditawarkan kepada industri kesehatan.
Tanpa persetujuan etik hasil penelitian seakan-akan menjadi mandul. Peneliti juga akan
menemui kesulitan mengembangkan kerja sama dan memperoleh dukungan dana dari
berbagai aspek, keadaan di Indonesia masih perlu perlu ditingkatkan. Pemahaman dan
masih terbatas. Keinginan dan upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang etik
penelitian juga masih kurang. Etik penelitian kesehatan masih merupakan mata kuliah
formal dalam pendidikan kesehatan dan sering sama sekali tidak dipelajari (KNEPK,
2007).
Indonesia masih sangat lemah. Banyak majalah ilmiah kesehatan di Indonesia belum
mempersyaratkan persetujuan etik. Dana untuk penelitian, antara lain dari anggaran
Negara, masih dapat diperoleh tanpa persetujuan etik. Lebih menyedihkan lagi
Guru Besar atau tenaga pengajar senior masih juga dilakukan tanpa persetujuan
KEPK didirikan oleh suatu lembaga untuk menangani urusan etik penelitian
1. Prinsip etik umum menghormati martabat manusia (Respect for person) yang
2. Prinsip etik umum berbuat baik (Beneficience) kewajiban membantu orang lain
memperlakukan setiap orang dengan moral yang benar dan pantas serta
Selain menghormati dan mentaati ketiga prinsip etik umum tersebut, masalah etik
penelitian ditangani sesuai moral dan etik masyarakat ilmiah lembaga. Beraneka ragam
faktor di dalam dan di luar lembaga akan mempengaruhi dan menetukan kinerja KEPK.
Faktor-faktor tersebut, antara lain adalah budaya, adat istiadat, kebiasaan dan
antara KEPK-KEPK yang harus diterima sebagai kenyataan yang tidak mudah dapat
dengan latar belakang Katolik Roma, Islam atau sekuler. Perbedaan tersebut patut
dihormati sebagai suatu kenyataan yang jika ditangani secara bijaksana dapat merupakan
suatu kekayaan dan kekuatan. Memperhatikan yang telah diuraikan di atas jelas bahwa
kurang layak memaksakan kesamaan KEPK-KEPK. Kesamaan yang berguna dan layak
diupayakan adalah keseragam tentang organisasi, keanggotaan tata cara kerja seperti
Pada perkembangan lebih lanjut akan tiba waktunya untuk mengadakan evaluasi
dan akreditasi KEPK-KEPK supaya dapat dijamin bahwa pelaksanaan etik penelitian
kesehatan akan memenuhi standar yang telah disepakati bersama. Pada tahap
perkembangan sekarang dengan titik berat pada upaya pengembangan motivasi serta
peningkatan pemahaman dan kesadaran tentang etik penelitian kesehatan. KEPK harus
dapat melaksanakan fungsinya secara independen yaitu bebas dari pengaruh dan tekanan
Kata consent berasal dari bahasa latin “consensio” atau “concentio” kemudian
dalam bahasa Inggris menjadi “consent” yang berarti persetujuan, izin, menyetujui,
dikenal dengan “ Persetujuan Tindakan Medik “ berarti pernyataan setuju dari pasien
yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapat informasi dari dokter dan
sudah dimengerti oleh pasien. Informed consent tidak hanya diperlukan sebelum
dilakukan tindakan medik karena Informed consent adalah suatu proses bukan suatu yang
sekali selesai. Jenis Informed consent adalah dinyatakan secara lisan atau tertulis atau
dalam hal-hal tertentu informasi tertulis diwajibkan oleh hukum. Secara yuridis,
Manfaat Informed consent dari segi hukum adalah beban komplikasi/ risiko yang
mungkin timbul akan beralih dari dokter kepada pasien. Jika hubungan antara dokter
dengan pasien sudah sedekian erat, maka jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan maka
Pasien dapat menuntut dokter apabila tindakan medik yang dilakukan tanpa
meminta persetujuan terlabih dahulu dan hal ini digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP pasal 351. Selain itu jika persetujuan yang diberikan
tidak berdasarkan atas pemberian informasi yang cukup dan adekuat pasien dapat
dimengerti oleh pasien tentang : penegakkan diagnosis, sifat dan prosedur atau
2. Memastikan bahwa pasien mengerti dengan apa yang telah dijelaskan kepadanya,
prosedur tindakan.
3. Harus didokumentasikan.
informasi yang diberikan oleh dokter. Informasi atau penjelasan diberikan dalam bahasa
yang dimengerti oleh pasien dan hindari menggunakan bahasa medic. Tidak dibenarkan
memberikan informasi saat pasien akan dibawa ke Kamar Bedah (Guwandi, 2006).
dilakukan secara kolaboratif antara pasien dengan dokter. Pada prinsipnya Informed
consent adalah suatu proses bukan hanya sekedar meminta pasien untuk menandatangani
suatu formulir tetapi merupakan suatu kelanjutan atau pengukuhan yang sebenarnya
Doktrin Informed consent adalah suatu prinsip dalam bidang etika yang
direfleksikan ke dalam peraturan hukum. Dari segi hokum medic, memperoleh informasi
adalah hak pasien dan kewajiban dokter untuk memberikannya. Pasien berhak tanpa
harus diminta untuk memperoleh informasi mengenai panyakitnya serta tindakan medic
pasien, agama, psikis, sosial, dan lain-lain. Merupakan hak azasi pasien (HAM) untuk
Dokter yang akan melakukan tindakan medik bertanggung jawab dan diwajibkan
untuk memberikan penjelasan tentang Informed consent kepada pasien. Dokter bisa
dituntut karena membocorkan rahasia kedokteran, materi tentang Informed consent diatur
Tindakan Medik.Dasar hukum Informed consent adalah hubungan dokter dengan pasien
atas dasar kepercayaan, hak pasien untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap
dirinya sendiri, dan adanya hubungan kontrak terapeutik antara dokter dengan pasien.
terhadap tindakan dokter dan memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negative karena setiap tindakan medic terdapat suatu risiko
(Guwandi, 2006).
Walaupun sudah ada Informed consent tertulis, dokter tidak bebas dari tuntutan
bila melakukan kelalaian. Persetujuan pasien tidak dapat dilakukan setelah prosedur atau
tindakan medik dilakukan karena menyalahi prinsip utama dari Informed consent yang bersifat
pro-aktif. Tidak semua tindakan medic selalu harus dimintakan Informed consent, untuk tindakan
rutin atau berisiko minimal seperti pengukuran tensi, pemeriksaan darah tidak perlu diperlukan.
Rekaman foto dan video yang merupakan bagian dari tindakan pengobatan atau foto radiologi
Demikian pula jika foto dan rekaman video akan dipergunakan untuk pendidikan,
publikasi atau penelitian harus meminta izin khusus kepada pasiennya (Guwandi, 2006).
BAB V
RANGKUMAN
mengelola penelitian dari aspek etika. Yang lebih penting adalah peneliti atau dokter
harus menyadari dan memenuhi kode etik yang telah digariskan deklarasi Helsinki I
ataupun yang dibuat oleh komite etika penelitian kesehatan di tempat masing-masing
Masalah etika bukanlah suatu yang statis tetapi akan berkembang sesuai zaman.
Komite atau panitia etik diperlukan sebagai salah satu unsur pengembangan ilmiah harus
terbuka untuk menerima kritik demi perbaikan di masa depan (Oemijati, S. dkk, 2010).
DAFTAR PUSTAKA