Dosen Pengampu:
Reni Agustina Harahap, SST., M.Kes
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Futri Ritonga 0801211085
Sofyan Alri Ansyah Tanjung 0801211078
Sofia Rahma Ujung 0801213346
Suhayla Azhari Silalahi 0801213355
Yasmine Anta Syahri 0801212387
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna
dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Makalah ini saya buat sebagai tugas mata kuliah Etikan dan Hukum Kesehatan,
dengan judul makalah “Etika Penelitian Kesehatan”, yang kami susun dengan maksimal.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima
segala saran dan kritik dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Semoga
makalah tentang Etika Penelitian Kesehatan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Terima
kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi secara terus menerus
terhadap diri sendiri,keluarga dan lingkungan masyarakat. Dalam berinteraksi dengan
manusia lain ada peraturan, norma norma dan kaidah yang telah dibuat oleh diri sendiri
maupun norma yang telah disepakati bersama, baik itu peraturan tertulis maupun
peraturan yang tidak tertulis. bersama, baik itu peraturan tertulis mau pun peraturan yang
tidak tertulis. Salah satu bentuk peraturan adalah etika. Ada etika bagaimana seorang
anak berperilaku kepada orang tuanya, Ada etika yang mengatur bagaimana seorang
dosen mengajar dengan baik dan benar kepada mahasiswanya, begitu pula mahasiswa
berperilaku kepada dosennya, dan ada etika bagaimana polisi harus memperlakukan
seorang pelaku kriminal kejahatan. Ketidaktahuan seseorang akan etika inilah yang
serung lalai membuat benturan benturan. Atau mereka tahu, namun masing masing
memakai etika yang berbeda. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling agung
dan sempurna, yang dilengkapi dengan peralatan jasmaniah dan rohaniah. Salah satu
yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah manusia diberikan akal,
budi, dan hati nurani, seoerti seperangkat naluri.
Bila suatu ketika seorang peneliti dihadapkan pada suatu situasi dan ia harus
memutuskan sesuatu apa yang harus ia lakukan, seorang peneliti akan berfikir mengenai
baik dan buruknya, untung dan ruginya, serta boleh atau tidaknya tindakan itu ia lakukan.
Pada saat itulah mekanisme peralatan rohaniah seorang peneliti berjalan. Seorang peneliti
harus berfikir secara ilmiah, berfikir ilmiah menurut Poedjawijatna sebagaimana yang
dikutip oleh Vardiansyag (2005) ada empat cara berfikir ilmiah diantaranya adalag
objektif, metodis, sistematis dan universal. Sementara itu menurut Jacob (2004), peneliti
dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah
(scientific attitude) serta menggunakan prinsip prinsip etika penelitian. Meskipun
intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki resiko yang dapat merugikan
atau membahayakan subjek penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek
sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana etikan penelitian ?
2. Bagaimana etika penelitian kesehatan masyarakat ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui etika penelitian
2. Untuk mengetahui etika penelitian kesehatan masyarakat
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pada hakekatnya, masalah etik penelitian adalah tanggung jawab pribadi setiap peneliti.
Tetapi dengan makin banyak penelitian dilaksanakan berkelompok atau bersama oleh
beberapa lembaga penelitian (multicentered) dan perkembangan lembaga-lembaga penelitian
yang makin otonom, serta harapan para sponsor, maka tanggung jawab etik penelitian
menjadi terlalu luas dan berat untuk dibebankan kepada perorangan/peneliti saja. Penelitian
kesehatan Indonesia yang dipacu oleh proses globalisasi telah menjadi subsistem penelitian
kesehatan internasional. Di seluruh dunia sekarang sudah merupakan kenyataan, bahwa setiap
lembaga penelitian, setiap majalah ilmiah, setiap sponsor, dan setiap pemerintah
mempersyaratkan persetujuan etik (ethical approval) untuk penelitian yang menggunakan
kewan percobaan, atau mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek penelitian.
Memperhatikan perkembangan tersebut, maka lembaga di Indonesia, yang sering/ banyak
melaksanakan penelitian kesehatan, mutlak perlu memiliki Komisi Etik Penelitian Kesehatan
(KEPK). Meskipun Komisi Etik Penelitian kesehatan dibentuk oleh lembaga atau oleh
pemerintah, prinsip bahwa masalah ilmiah selalu perlu dipegang teguh.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan telah membentuk dan mengukuhkan Komisi Nasional Etik Penelitian
Kesehatan (KNEPK) yang sesuai tugasnya akan bekerja sama dengan lembaga- lembaga
penelitian kesehatan yang mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek penelitian
dan/atau menggunakan hewan percobaan. Kerja sama akan dilakukan dalam jaringan
komunikasi nasional yang bertujuan secara kolektif melaksanakan pembinaan guna
meningkatkan mutu etik penelitian kesehatan di Indonesia .Terbentuknya KEPK di setiap
lembaga penelitian kesehatan perlu dilengkapi dengan pedoman operasional/prosedur
pemberian persetujuan etik.
Prinsip dasar etika penelitian adalah memastikan bahwa peneliti menjunjung tinggi nilai
rasionalitas publik mengenai apa saja yang boleh dilakukan dalam penelitian dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, penelitian harus memiliki
prinsip menghormati martabat manusia serta hak perlakuan terhadap manuisa sebagai
individu. Pengakuan terhadap subjek mewajibkan peneliti untuk menghormati hak-hak
privasi dan konfidensialitas subjek sehingga menghindari kemungkinan bahwa subjek
penelitian akan dirugikan. Penelitian juga harus memiliki prinsip berbuat baik (beneficence)
dimana peneliti harus mengusahakan manfaat terbesar bagi subjek dan meminimalkan akibat
atau kerugian bagi subjek penelitian. Prinsip selanjutnya keadilan yaitu perlakukan adil
peneliti terhadap semua pihak yang terlibat dalam penelitian. Prinsip integritas keilmuan
yaitu peneiti harus menjunjung tinggi objektivitas dan kebenaran serta prinsip kepercayaan
dan tanggung jawab.
3
Penelitian kesehatan masyarakat, dilihat dari metodenya dikelompokkan menjadi dua, yakni
metode penelitian survei (non eksprimen), dan metode penelitian eksperimen. Penelitian
eksprimen yang dimaksud dalam konteks kesehatan masyarakat dengan sendirinya
sungguhan (true experiment), tetapi eksperimen semu (quasi experiment). oleh karena
Intensitas hubungaan antara peneliti dan yang diteliti kedua metode penelitian ini (survei dan
eksperimen semu) berbeda, maka implikasinya etikanya sedikit berbeda pula.
1. Pada penelitian survei pada umumnya hanya satu kali kontak antara peneliti
responden, yakni pada waktu pengambilan data (wawancara atau pengamatan) saja
Intensitas atau lamanya waktu hubungan antara peneliti dengan yang diteliti
(responden) dengan sendirinya tergantung pada banyaknya data atau informasi yang
akan diperoleh atau dicari:
a. Apabila peneliti ingin memperoleh informasi tentang identitas responden
(umur, pendidikan, agama, dan sebagainya), pengetahuan dan sikap
responden, perilaku berdasarkan "recoll maka cukup dengan wawancara
Lamanya wawancara tergantung banyaknya pertanyaan (kuesioner). Makin
banyak pertanyaan, makin lama waktu yang dibutuhkan, hal ini berarti peneliti
akan menyita waktu yang lebih banyak dari responden, atau lebih banyak
mengganggu kegiatan responden. Implikasinya peneliti harus memberikan
kompensasi waktu yang hilang bagi responden.
b. Apabila peneliti ingin memperoleh informasi tentang perilaku responden
dengan menggunakan metode observasi (pengamatan), maka ini berarti
intensitas gangguan "privacy responden lebih tinggi. Hal ini berarti peneliti
dituntutmemberikan imbalan yang lebih dibanding dengan wawancara.
c. Apabila peneliti dalam pengambilan informasi kepada responden dengan
melakukan tindakan invasi, misalnya pengambilan sampel darah maka
penelitiharus memberikan jaminan, bahwa h tersebut tidak menimbulkan rasa
sakit. Disamping itu, penel harus bertanggung jawab apabila terjadi efek
samping atau akibe buruk dari tindakan pengambilan sampel darah tersebut.
2. Pada penelitian eksperimen kontak atau hubungan antara peneliti dengan responden
lebih intensif, yakni :
a. Pengambilan data awal (pretest) dan pengambilan setelah eksperimen
intervensi (pottest). Kadang-kadang pengambilan data setelah intervensi tidak
hanya sekali saja, melainkan berkali kali Dalam pengambilan data ini (pretest
maupun posttest] intensitas hubungan juga berbeda-beda, tergantung pada
jenis dara atau informasi seperti pada penelitian survei tersebut Pengambilan
data awal dan pengambilan data setelah intervensi ini dilakukan pada
kelompok eksperimen maupun pada kelompok control.
4
b. Tahap intervensi atau eksperimen, hubungan antara peneliti dengan responden
lebih intensif dan dalam waktu yang relatif lama. Karena dalam penelitian ini
peneliti melakukan intervensi dalam berbagai bentuk, misalnya melakukan
penyuluhan, pelatihan, mengajak atau menyuruh mereka untuk melakukan
kegiatan, dan sebagainya dari masyarakat (responden).
Meskipun akhirnya hasil kegiatan atau intervensi ini juga untuk mereka, tetapi
tetap peneliti "memperlakukan mereka sebagai percobaan, sehingga perlu
kompensasi bagi mereka.
c. Dalam penelitian eksperimen, memang kelompok eksprimen atau kelompok
yang memperoleh perlakukan tertentu akan memperoleh keuntungan (benefit),
sekurang kurangnya terpapar Informasi yang baik tentang suatu hal yang
berguna bagi masyarakat perlakuan Tetapi masyarakat pada kelompok kontrol
tidak memperoleh keuntungan apa apa. Oleh sebab itu, peneliti secara etika
harus memberikan penghargaan bagi mereka. Imbalan yang paling baik
adalah, setelah dilakukan evaluasi atau pengumpulan data pasca (setelah)
eksperimen pada kelompok eksperimen. Secara etika, seyogyanya eksperimen
pada kelompok eksperimen. Secara etika, seyogianya eksperimen yang sama
dilakukan juga pada kelompok kontrol, setelah dilakukan evaluasi (posttest)
pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Apabila hal ini tidak
memungkinkan biaya, waktu dan sebagainya, maka cukup memberikan
sesuatu untuk penghargaan atau kenang-kenangan pada masyarakat pada
kelompok kontrol ini.
Penelitian kesehatan khususnya kesehatan masyarakat terikat dengan moral dan etik yang
membatasinya. Pada dasarnya tujuan etika penelitian pada kesehatan masyarakat adalah
mencegah responden atau subyek penelitian mendapatkan kerugian akibat perlakuan yang
diterimanya saat berpartisipasi dalam suatu studi. Etika penelitian yang saat ini
diberlakukan pada berbagai studi pada dasarnya menggunakan pendekatan deontologi
(deontology approach). Pada pendekatan ini, prinsip etika diterapkan pada seluruh proses
penelitian serta menghasilkan kerangka kerja umum dan universal sebagai pedoman
pelaksanaan penelitian. Dengan pendekatan ini peneliti mendapatkan petunjuk tentang
dalam membuat perencanaan riset yang terhindar dari kejadian yang secara potensial
merugikan partisipan, dengan menerapkan strategi yang tepat. Berdasarkan pendekatan
deontologi, terdapat empat prinsip dalam penelitian kesehatan yaitu:
1) menghargai otonomi partisipan (respect for autonomy);
2) mengutamakan keadilan (promotion of justice);
3) memastikan kemanfaatan (ensuring beneficence); dan
4) memastikan tidak terjadi kecelakaan (ensuring maleficence).
5
Memperhatikan hubungan baik peneliti atau ewawancara dengan responden atau sumber
informasi bukaan semata-mata untuk kepentingan etika penelitian saja, melainkan juga
untuk terjaminnya kualitas data atau informasi yang diperoleh. Dalam penelitian, terutama
dengan menggunakan metode wawancara atau angket dalam pengumpulan data, kualitas
informasi atau data sangat tergantung dengan sumber informasinya yakni responden atau
informan. Sedangkan informasi yang diberikan oleh sumbernya atau informannya sangat
dipengaruhi oleh "suasana hati" dari orang sebagai informan. Apabila suasana hati
informannya sangat "kondusif" tentu akan mengeluarkan informasi yang jujur, lengkap
dan jelas. Tetapi kalau suasana hati informannya sedang kurang baik, sudah barang tentu
informasinya tidak akurat, mungkin asal menjawab, dan tidak dengan serius. Suasana hati
informan ini sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pewawancara atau peneliti
(rapport).
Agar peneliti atau pewawancara memahami pentingnya memperlakukan responden dalam
rangka memperoleh kualitas informasi yang baik dan akurat, maka perlu menyadari bahwa
dalam pengambilan data atau informasi kepada responden akan menimbulkan
ketidaknyamanan responden. Ketidaknyamanan tersebut dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Terganggunya Privacy
Pengambilan data atau wawancara terhadap informan pada waktu apa pun (pagi, siang,
sore atau malam) pasti akan mengganggu "privacy" orang yang bersangkutan. Karena
orang yang akan mewawancaral dianggap orang asing atau tamu, pasti tidak akan
menerimanya begitu saja seperti anggota keluarga. Mereka akan berusaha untuk
berpenampilan selayaknyamenerima tamu, dan menyediakan tempat duduk yang
layan, dan sebagainya.
2. Terganggunya Kegiatan atau Kerjaan
Pengambilan data atau wawancara terhadap responden, baik di rumah maupun
ditempat kerja sudah barang tentu akan menyita waktu informan atau responden.
Bukan saja menyita waktu responden, tetapi hal ini berarti juga responden harus
meninggalkan kegiatan atau pekerjaannya untuk sementara waktu. Lebih-lebih kalau
responden tersebut ibu rumah tangga yang sedang menyiapkan makanan buat keluarga,
disamping mengasuh anak, dan sebagainya. Sudah barang tentu hal itu semua
mengganggu sekali bagi responden atau ibu tersebut.
3. Berpikir atau Berusaha Sebaik Mungkin untuk Menjawab
Pertanyaan atau Memberikan Informasi Dalam menjawab pertanyaan atau
memberikan informasi, kadang kadang responden tidak secara spontan atau terlontar
apa adanya. Responden memerlukan waktu berpikir, mengingat, dan sebagainya.
Lebih-lebih kalau pertanyaan atau informasi yang harus diberikan berupa pengetahuan
atau pendapatnya terhadap sesuatu fenomena kehidupan, misalnya penyakit, gizi atau
makanan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya.
4. Kemungkinan Munculnya "Rasa Emosional" yang Pernah Dialami pada Waktu yang
Lalu Dalam penelitian, khususnya enelitian kesehatan sering ditanyakan tentang
penyakit-penyakit tertentu yang pernah dialami oleh responden atau keluarga, tentang
kematian yang dialami oleh anggota keluarga, dan sebagainya.
6
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, terutama pertanyaan masalah kematian sudah
barang tentu akan membuka luka lama. Pada waktu menjawab atau menanggapi ini
akan memunculkan perasaan sedih, bahkan sampai menyebabkan responden menangis
(menaggapi secara emosional). pertanyaan Lebih-lebih apabila peristiwa yang tidak
menyenangkan keluarga tersebut belum lama terjadi, atau melalui suatu kejadian yang
sangat traumatis (misalnya kecelakaan).
5. Pengambilan Informasi (Data) dengan Melakukan Tindakan Invasif
Kadang-kadang suatu penelitian, pengambilan data atau informasinya melalui tindakan
invasif misalnya pengambilan sampel darah, memasukkan sesuatu kedalam tubuh
misal (implant) atau percobaab alat tertentu. Pada penelitian dengan tindakan invasif
semacam ini sudah barang tentu terjadi ketidakenakan fisik (rasa sakit) bagi
responden.
Mengingat penelitian biomedis ini mempunyai risiko yang sangat berat, maka
sebelum dilakukan pada subjek manusia, penelitian biomedis harus dilakukan pada
subjek hewan terlebih dahulu. Walaupun penelitian biomedis berhasil pada subjek
hewan, tetapi belum tentu akan berhasil pada subjek manusia. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan penelitian uji coba pada sampel subjek manusia terlebih dahulu, sebelum
dinyatakan aman dan disebarluaskan hasil penelitian biomedis tersebut. Disamping
itu, peneliti biomedis memerlukan persyaratan dan pengawasan yang ketat dari pihak
para peneliti.
7
Beberapa pedoman etik penelitian khusus pada bidang biomedis/ kedokteran. Semua
penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitian harus memiliki tiga
prinsip etik yaitu: penghormatan terhadap manusia, kebaikan, dan keadilan. Mengacu
kepada prinsip tersebut maka penelitian yang mengikutsertakan manusia harus
memilki persiapan yang matang, memaksimalkan kebaikan dan meminimalkan
kerugian dan kesalahan, serta memperlakukan setiap orang layak secara moral, untuk
memberikan kepada setiap orang apa yang layak baginya. Penelitian dengan
menggunakan subjek manusia tidak karena manfaat pribadi bagi penelitia atau
lembaga penelitian, tetapi lebih kebada manfaat subjek manusia yang terlibat, serta
kemungkinan sumbangannya pada ilmu pengetahuan, hilangnya penderitaan atau
bertambahnya usia.
A. Uji Klinis
Sebelum dipasarkan suatu obat akan melalui proses pengembangan yang panjang,
mulai dari konsep pengembangan obat baru, pengembangan zat aktif, proses
pembuatan, metode analisis dan pengujian nonklinis, sampai dengan program uji
klinis yang merupakan tahapan pembuktian keamanan, khasiat, dan mutu obat
pada manusia yang datanya akan digunakan untuk registrasi obat tersebut. Setiap
penelitian pada subjek manusia yang dimaksudkan untuk menemukan atau
memastikan efek klinis, farmakologik dan atau farmakodinamik lainnya dari
produk yang diteliti, dan atau untuk mengindentifikasi setiap reaksi yang tidak
diinginkan terhadap produk yang diteliti dan atau untuk mempelajari absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi dari produk yang diteliti dengan tujuan
untuk memastikan keamanan dan atau efikasi, definisi tersebut merupakan
pengertian dari uji klinis. Penelitian yang melibatkan subjek manusia meliputi:
1) Penelitian fisiologik, biokimia atau patologik,
2) Uji terkontrol dari tindakan -tindakan diagnostik, preventif atau terapeutik yang
dirancang untuk mendemonstrasikan respon umum tertentu pada tindakan –
tindakan tersebut terhadap suatu variasi biologis individu,
3) Penelitian untuk menentukan konsekuensi untuk individu dan masyarakat dari
tindakan preventif dan terapeutik tertentu,
4) Penelitian yang berkenaan dengan tingkah laku yang berkaitan dengan
kesehatan manusia. Penelitian yang menggunakan subjek manusia harus
dilakukan oleh peneliti - peneliti yang cakap dan berpengalaman dan sesuai
dengan protokol yang disetujui Komisi Etik. Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM) telah selesai mengeluarkan regulasi dan pedoman Cara Uji Klinis
yang Baik (CUKB) pertama kali pada tahun 2001 dan diperbaiki pada tahun 2015
menyesuaikan dengan kondisi terkini dengan tetap mengacu pada International
Conference on Harmonisation Good Clinical Practice E-g (ICHGCPE6).
Apabila penelitian biologis melalui subjek hewan percobaan telah lolos, dalam
arti obat yang diujicobakan aman bagi hewan percobaan, bukan berarti telah aman
bagi manusia.
Misalnya suatu jenis obat telah lolos (dalam arti aman dan mempunyai efek yang
baik) dari uji coba pada hewan percobaan, belum tentu mempunyai efek yang
sama bagi manusia. Oleh sebab itu, hasil uji coba pada hewan ini harus terlebih
dahulu diujicobakan pada manusia. Penelitian atau uji coba pada manusia ini
disebut penelitian klinis (clinical trial). Uji coba klinis (clinical trial) ini harus
melalui beberapa tahap, yakni:
1. Tahap Pertama
Uji coba pada subjek manusia tahap pertama ini dilakukan di rumah sakit atau
lembaga dengan pengawasan yang ketat oleh para ahli. Dalam uji coba pada
manusia tahap pertama ini, tujuan utamanya adalah untuk
mengetahuifarmakokinetik dan farmakodinamik obat pada orang yang sehat.
Maka uji klinik tahap 1 ini masih termasuk penelitian nonterapeutis.
2. Tahap Kedua
Pada penelitian klinik tahap kedua ini, obat dicobakan pada sekelompok kecil
penderita yang diharapkan akan mendapat manfaat terapeutik atau diagnostik
dari obat tersebut. Subjek diseleksi dengan ketat dan diawasi oleh ahli. Tujuan
penelitian klinik tahap kedua ini adalah untuk mengetahui apakah obat baru ini
mempunyai efek terapeutis pada pasien.
3. Tahap Ketiga
Pada penelitian klinis tahap ketiga ini obat diberikan kepada sejumlah besar
penderita atau pasien dengan kondisi yang menyerupai keadaan di mana obat
dipakai sehari-hari dimasyarakat. Hal ini berarti seleksi pasien tidak terlalu
ketat dan obat diberikan oleh dokter umum. Efek samping yang agak jarang
mungkin dapat dilihat pada tahap ini. Bila hasil uji klinis tahap tiga ini dinilai
aman dan efektif maka obat dipasarkan secara luas.
4. Tahap Keempat
Pada tahap keempat ini bertujuan untuk melihat efektivitas dan efek samping
obat dalam penggunaan jangka panjang. Demikian juga dari penelitian klinik
tahap keempat ini dapat diketahui timbulnya kecenderungan penggunaan yang
berlebihan atau mungkin penyalahgunaan.
Tidak harus penjelasan ini disampaikan secara lisan aau langsung oleh peneliti
kepada subjek penelitian. Bagi subjek penelitian yang tingkat pendidikannya
tinggi, dan materi penelitian tidak memerlukan penjelasan yang khusus, maka
subjek penelitian boleh dipersilahkan untuk membaca sendiri penjelasan
penelitian tersebut. Setelah dibaca, dan dipaham dengan baik oleh subjek
penelitian dan ditanda tangani dalam lembar inform concent yang tersedia. Hal-
hal yang perlu dimasukkan dalam suat persetujuan keikutsertaan sebagai sunjek
penelitian (inform concent antara lain sebagai berikut:
1. Pengakuan subjek penelitian bahwa ia secara sukarela dan tidak dengan
paksaan bersedia menjadi subjek penelitian atau berpartisipasi dalam penelitian
tersebut.
2. Penjelasan tentang latar belakang dan alasan-alasan penelitian tersebut
dilakukan.
3. Pernyataan tentang berapa lama subjek penelitian berpartisipasi dalam
penelitian tersebut.
4. Penjelasan atau gambaran tentang apa yang diharapkan dari subjek penelitian,
dan setiap prosedur eksperimen
5. Penjelasan tentang untung dan ruginya, termasuk imbalan yang akan diperoleh
subjek penelitian.
6. Informasi mengenai pengobatan dan alternatifnya yang akan diberikan kepada
subjek penelitian bila mengalami risiko dalam penelitian tersebut.
7. Penjelasan tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis
tentang subjek penelitian.
8. Penjelasan bahwa berpartisipasi dalam penelitian adalah suka rela dan subjek
dapat memutuskan untuk berhenti atau memutuskan tidak menjadi subjek
penelitian sewaktu-waktu, tanpa dirugikan.
9. Disebutkan atau informasikan nama-nama orang beserta alamat atau nomor
telepon yang dapat memberikan penjelasan kepada subjek penelitian tentang sifat
penelitian, hak-hak subjek penelitian, dan masalah-masalah medis yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan penelitian.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penelitian adalah kegiatan untuk memperoleh informasi atau penjelasan tentang fenomena
alam atau sosial, yang direncanakan secara sistematik dengan metode atau cara-cara
tertentu. Dari batasan ini jelas, bahwa dalam kegiatan penelitian ada dua belah pihak yang
berkepentingan. Pihak pertama adalah pihak yang ingin memperoleh informasi atau
penjelasan, yakni sipeneliti dan pihak yang kedua adalah pemberi informasi atau pemberi
penjelasan adalah masyarakat atau responden sebagai pihak yang diteliti. Dalam hubungan
antara pihak yang pertama (peneliti) dengan pihak yang kedua (masyarakat yang diteliti)
sudah barang tentu masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang disepakati
bersama. Hubungan inilah yang perlu diatur dalam etika penelitian. Etika penelitian bukan
sekedar hubungan perilaku antara pihak peneliti dengan pihak yang diteliti, tetapi juga
pemanfaatan hasil penelitian tersebut bagi masyarakat. Karena sebuah penelitian secara
etis harus mempunyai asas kemanfaatan bukan saja bagi ilmu tetapi juga bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Reni Agustina 2021. Etika Hukum dan Kesehatan. Medan: Merdeka Kreasi.