Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN BIOETIKA DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN

KEHIDUPAN

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat IPA dan Bioetika yang diampu
oleh Ibu Dr. Murni Sapta Sari, M.Si.

Oleh
Astrino Purmanna (190341864406)
Hanina Salmah (190341764445)
M. Nidhamul Maulana (190341864426)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
NOVEMBER 2019
2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah Hubungan Bioetika dan Perkembangan Penelitian Kehidupan.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan dari berbagai pihak hingga mampu menyelesaikan tugas dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah terlibat dan membantu penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun para
pembacanya.

Malang, 29 November 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
ABSTRAK............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
D. Manfaat............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Pengertian Bioetika ................................................................................... 3
B. Bioetika sebagai Perspektif Dasar Berperilaku ........................................ 4
C. Definisi Etika Penelitian ........................................................................... 5
D. Prinsip-prinsip Etika Penelitian ................................................................ 6
E. Masalah dalam Etika Penelitian ................................................................ 9
F. Etika dalam Kegiatan Penelitian ............................................................... 10
G. Etika dalam Pengambilan Sampel Penelitian Manusia............................. 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 16
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

4
ABSTRAK
Bioetika adalah penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari
pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam
konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi. Bioetika berperan antara lain sebagai
pengaman bagi riset bioteknologi. Bioetika tidak untuk mencegah perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap manusia dan
kemanusiaan. Bioetika mengajarkan berprilaku sebaik-baiknya, tidak merugikan
makhluk hidup dan yang tidak hidup, bebas dari ketergantungan tapi sekaligus
tetap tergantung pada yang lain. Etika penelitian berkaitan dengan beberapa
norma, yaitu norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. Tiga prinsip
utama etika riset atau penelitian yang perlu dipahami dan diterapkan oleh peneliti
adalah: Beneficence, menghargai martabat manusia, mendapatkan keadilan.
Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian yaitu: Informed constant,
plagiatisme, anonimitas, kerahasiaan (confidentiality), dan manipulasi penelitian.
Etika penelitian berkaitan erat dengan integritas keilmuan (amanah ilmiyyah),
prosedur penelitian, interaksi dan komunikasi dengan narasumber dan informan
penelitian, proses pembimbingan, pengujian, dan publikasi setelah dinyatakan
lulus. Etika penelitian juga tidak dapat dipisahkan dari institusi akademik peneliti
melakukan penelitian. Proses mencari kebenaran melalui penelitian harus
mempertimbangkan setidaknya tiga relevansi: intelektual, sosial, dan institusional.

5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Internasional, tak
terkecuali di Indonesia sebagai hasil dari kemajuan penelitian, terutama yang
terkait dengan keterlibatan manusia sebagai subyek penelitian harus pula
dibarengi dengan jaminan akan perlindungan HAM terhadap subyek penelitian.
Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada dilema dan
tuntutan yang semakin berat untuk menghasilkan sumberdaya manusia Indonesia
yang berkualitas guna menjawab masa depan bangsa menuju bangsa yang maju
dan bermartabat. Dilema itu adalah menurunnya karakter peserta didik yang
ditandai dengan terjadinya degradasi moral dan etika (Koesoma, 2008:183) dan
(Dimyati, 2010:85-86). Pendidikan karakter adalah upaya untuk membentuk
karakter peserta didik menjadi lebih baik dalam memandang hal mana yang baik
dan tidak baik dalam berperilaku sehingga pada gilirannya akan terbentuk sikap
etis dan perilaku etis dalam diri peserta didik termasuk di dalam melakukan suatu
penelitian.
Bila suatu ketika seorang peneliti dihadapkan pada suatu situasi dan ia harus
memutuskan sesuatu apa yang harus ia lakukan, seorang peneliti akan berpikir
mengenai baik dan buruknya, untung dan ruginya, serta boleh atau tidaknya
tindakan itu ia lakukan. Pada saat itulah mekanisme peralatan rohaniah seorang
peneliti berjalan. Seorang peneliti harus berfikir secara ilmiah, berpikir ilmiah
menurut Poedjawijatna sebagaimana yang dikutip oleh Vardiansyah (2005) ada
empat cara berfikir ilmiah diantaranya adalah objektif, metodis, sistematis dan
universal. Sementara itu menurut Jacob (2004), peneliti dalam melaksanakan
seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific
attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian.
Atas dasar hal ini, maka diperlukan kajian untuk mengetahui keterkaitan
hubungan bioetika dan perkembangan penelitian kehidupan, agar memperoleh
gambaran mengenai pengetahuan etika dalam melakukan suatu penelitian.

6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan bioetika?
2. Bagaimana bioetika sebagai perspektif dasar berperilaku?
3. Apa definisi dari etika penelitian?
4. Apa prinsip-prinsip etika penelitian?
5. Apa masalah dalam etika penelitian?
6. Bagaimana etika dalam kegiatan penelitian?
7. Bagaimana etika dalam pengambilan sampel penelitian manusia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami dari bioetika.
2. Untuk mengetahui bioetika sebagai perspektif dasar berprilaku.
3. Untuk memahami dari etika penelitian.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika penelitian.
5. Untuk mengetahui masalah dalam etika penelitian.
6. Untuk mengetahui etika dalam kegiatan penelitian.
7. Untuk memahami etika dalam pengambilan sampel penelitian manusia.

D. Manfaat Penulisan Makalah


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah sebagai berikut.
1. Untuk Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis karena telah berusaha
mengumpulkan berbagai macam referensi mengenai Ilmu Kealaman dan
Filsafat sebagai Produk Olah Pikir Manusia.
2. Untuk Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa yang membaca
makalah ini serta bisa dijadikan motivasi dan landasan dalam berfilsafat sains
dan melaksanakan bioetik dengan benar.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioetika
Bioetika atau bioethics atau etika biologi didefinisikan oleh Samuel
Gorovitz (dalam Shannon, 1995) sebagai “penyelidikan kritis tentang dimensi-
dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan
kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi”. Jadi bioetika
menyelidiki dimensi etik dari masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan
biologi yang terkait dengan penerapannya dalam kehidupan (Shannon, 1995).
Jenie (1997) mengemukakan bahwa bioetika berperan antara lain sebagai
pengaman bagi riset bioteknologi, sedangkan Djati (2003), menegaskan bahwa
bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
antara lain bioteknologi, tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap manusia dan
kemanusiaan.
Stutz (2011) menyebutkan bahwa bioetika ialah suatu disiplin baru yang
menggabungkan pengetahuan biologi dengan pengetahuan mengenai sistem nilai
manusia, yang akan menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kemanusiaan,
membantu menyelamatkan kemanusian, mempertahankan dan memperbaiki dunia
beradab, sedangkan Honderih Oxford (1995) dalam Muchtadi (2007) menyatakan,
bahwa bioetika adalah kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari teknik-
teknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. Dan menurut Shannon
(1995), etika yang berkaitan dengan masalah biologi dikenal dengan nama
bioetika.
Memahami berbagai pengertian bioetika sesuai pendapat para ahli
memberikan pemahaman, bahwa bioetika bukanlah suatu disiplin ilmu, tetapi
lebih kepada penerapan etika, moral, bahkan hukum dan nilai sosial ke dalam
pembahasan ilmiah biologi. Dan pentingnya etika dalam konteks biologi
digunakan untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan baik yang berkaitan
dengan hewan dan tumbuhan, bahkan manusia. Oleh karena itu implementasi

8
bioetika dan perspektifnya dalam perkembangan berbagai keilmuan biologi
seperti kedokteran, bioteknologi, ekologi, pertanian, bahkan dalam perdebatan
politik, hukum, dan filsafat menjadikan bioetika sebagai pijakan untuk
memecahkan dan menjawab persoalan didalamnya.

B. Bioetika Sebagai Perspektif Dasar Berperilaku


Dalam kehidupannya manusia tidak pernah dapat hidup soliter, meskipun
ada beberapa orang menyatakan mampu hidup soliter, namun faktanya masih
membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Hudha, 2014).
Oleh karena itu manusia adalah makhluk sosial yang hidup sosial, sehingga
manusia selalu berkumpul (berkoloni) dalam masyarakatnya. Hal inilah yang
disebut sebagai kehidupan bermasyarakat manusia.
Interaksi manusia bermasyarakat tidak hanya didefinisikan sebagai berbaur
sesama manusia, saling tolong menolong sesama manusia, namun lebih dari itu
manusia dipandang sebagai “causa minor” dalam melestarikan bumi dan alam
semesta tempat tumbuh kembangnya makhluk hidup, dan Tuhan adalah “causa
primer”nya. Dalam pandangan ini menurut Solinís (2015) hendaknya
memperhatikan empat prinsip bioetika, yaitu:
1. Doing Good
Rasanya tidak berlebihan bila dikatakan; manusia senantiasa
menginginkan hasil akhir terbaik dari setiap proses yang dilaluinya. Bahkan
seorang penjahat sekalipun akan menginginkan proses kejahatannya berhasil
secara sempurna. Semua hal, yang hak maupun bathil, benar atau salah, akan
didasari pada niat meraih kesempurnaan, berdasarkan sudut pandang mana kita
melihatnya
2. Doing No Harm
Bila dalam doing good kita berusaha melakukan yang terbaik agar
memperoleh hasil sempurna, maka dalam doing no harm mensyaratkan kita
berpikir ulang; tentang akibat dari perbuatan. Apakah setiap perbuatan, termasuk
ucapan-tulisan, akan berdampak buruk bagi lainnya atau tidak, hal itulah yang
harus kita kaji dan pikirkan melalui doing no harm.

9
3. Independency
Konflik muncul karena perbedaan keinginan, namun demikian, keinginan
manusia yang merdeka adalah kebebasan yang tidak ditunggangi keinginan
manusia lain. Satu sama lain kita saling terhubung, berusaha saling merdeka,
sehingga kita tidak mungkin meraih kemerdekaan sesuai keinginan individu saja.
Harus ada kemerdekaan sosial, kemerdekaan yang terkait hak-hak orang lain yang
semestinya kita jaga pula. Independensi tidak mengharuskan kita bebas seutuhnya,
bukan merdeka tanpa batasan, tapi saling terhubung membentuk harmoni yang
indah.
4. Justice
Setiap makhluk hidup, tak terkecuali yang terkecil sekalipun, berhak
mendapat keadilan untuk hidup dan berkembang dalam biosfer. Keadilan setiap
makhluk ini melekat karena merupakan ciptaan Tuhan. Segala sesuatunya
diciptakan dengan membawa manfaat, sampai kita temukan manfaatnya apa.
Bukanlah keadilan namanya, bila manusia berusaha memusnahkan yang
diciptakan Tuhan.
Bioetika mengajarkan berprilaku sebaik-baiknya, tidak merugikan
makhluk hidup dan yang tidak hidup, bebas dari ketergantungan tapi sekaligus
tetap tergantung pada yang lain, juga mengajak memperhatikan hak-hak setiap
ciptaan yang layak diperolehnya secara wajar, hingga kita sadar tidak ada ciptaan
yang ingin disakiti eksistensinya.
C. Definisi Etika Penelitian
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos. Istila etika bila ditinjau dari aspek
etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam
masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks
filsafat merupakan refleksi filsafat atas moralitas masyarakat sehingga etika
disebut pula sebagai filsafat moral. Etika mencakup norma untuk berperilaku,
memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh
dilakukan. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang
dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis

10
yang lebih akurat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya
perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat.
Etika penelitian berkaitan dengan beberapa norma, yaitu norma sopan
santun yang memperhatikan konvensi dan kebiasaan dalam tatanan masyarakat,
norma hukum mengenai pengenaan sanksi ketika terjadi pelanggaran dan norma
moral meliputi itikat dan kesadaran yang baik dan jujur dalam penelitian.
Perawat peneliti sebagai tenaga perawat profesional wajib dan mempunyai
tanggung jawab moral untuk bekerja sesuai dengan standard kode etik profesi.
Kode etik memberikan panduan kepada peneliti untuk:
1. Memilih tujuan, desain, metode pengukuran, dan subjek penelitian
2. Mengumpulkan dan menganalisis data
3. Menginterpretasikan hasil
4. Mempublikasikan laporan penelitian

D. Prinsip – Prinsip Etika Penelitian


Tiga prinsip utama etika riset atau penelitian yang perlu dipahami dan
diterapkan oleh peneliti adalah:
1. Beneficence
Yang pada dasarnya adalah di atas segalanya tidak boleh membahayakan.
Prinsip ini mengandung 4 dimensi:
a. Bebas dari bahaya
Yaitu peneliti harus berusaha melindungi subjek yang diteliti, terhindar
dari bahaya atau ketidaknyamanan fisik atau mental.
b. Bebas dari eksploitasi
Keterlibatan peserta dalam penelitian tidak seharusnya merugikan mereka
atau memaparkan mereka pada situasi yang mereka tidak disiapkan.
c. Manfaat dari penelitian
Manfaat penelitian yang paling penting adalah meningkatnya pengetahuan
atau penghalusan pengetahuan yang akan berdampak pada subjek
individu, namun lebih penting lagi apabila pengetahuan tersebut dapat
mempengaruhi suatu disiplin dan anggota masyarakat.

11
d. Rasio antara resiko dan manfaat
Peneliti dan penilai (reviewer) harus menelaah keseimbangan antara
manfaat dan resiko dalam penelitian.
2. Menghargai Martabat Manusia
Menghargai martabat subjek meliputi:
a. Hak untuk self determination (menetapkan sendiri)
Prinsip self determination ini mangandung arti bahwa subjek
mempunyai hak untuk memutuskan secara sukarela apakah dia ingin
berpartisipasi dalam suatu penelitian, tanpa beresiko untuk dihukum,
dipaksa, atau diperlakukan tidak adil.
b. Hak untuk mendapatkan penjelasan lengkap (full disclosure)
Penjelasan lengkap berarti bahwa peneliti telah secara enuh
menjelaskan tentang sifat penelitian, hak subjek untuk menolak berperan
serta, tanggung jawab peneliti, serta kemungkinan resiko dan manfaat
yang bisa terjadi.
Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan
martabat manusia, adlaah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek
(informed consent) yang terdiri dari:
1) Penjelasan manfaat penelitian
2) Penjelasan kemugkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat
ditimbulkan
3) Penjelasan manfaat yang akan didapatkan
4) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
subyek berkaitan dengan prosedur penelitian
5) Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja
6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir
persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu
sendiri terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena dapat perbedaan
pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek.

12
3. Mendapatkan Keadilan
Prinsip ini mengandung hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang adil
dan hak mereka untuk mendapatkan keleluasaan pribadi.
a. Hak mendapatkan perlakuan yang adil berarti subjek mempunyai hak
yang sama, sebelum, selama, dan setelah partisipasi mereka dalam
penelitian. Perlakuan yang adil mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1) Seleksi subjek yang adil dan tidak diskriminatif
2) Perlakuan yang tidak menghukum bagi mereka yang menolak atau
mengudurkan diri dari kesertaanya dalam penelitian, walaupun dia
pernah menyetujui untuk berpartisipasi
3) Penghargaan terhadap semua persetujuan yang telah dibuat antara
peneliti dan subjek, termasuk prosedur dan pembayaran atau
tunjangan yang telah dijanjikan.
4) Subjek dapat mengakses penelitian setiap saat diperlukan untuk
mengklarifikasi informasi
5) Subjek dapat mengakses bantuan profesional yang sesuai apabila
terjadi gangguan fisik atau psikologis.
6) Mendapatkan penjelasan, jika diperlukan yang tidak diberikan sbelum
penelitian dilakukan atau mengklarifikasi isu yang timbul selama
penelitian.
7) Perlakuan yang penuh rasa hormat selama penelitian.
b. Hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi (privacy)
Peneliti perlu memastikan bahwa penelitian yang dilakukan tidak
menginvasi melebihi batas yang diperlukan dan privasi subjek tetap dijaga
selama penelitian. invasi terhadap privasi dapat terjadi bila informasi yang
bersifat pribadi dibagikan kepada orang lain tanpa sepengetahuan subjek
atau bertentangan dengan keinginannya. Informasi tersebut meliputi
sikap, keyakinan, prilaku, pendapat, dan catatan. Dalam aplikasinya,
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai idetitas baik nama
mapun alamat asal subjek dalam kuesioner dan alat ukuran apapun untuk
menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti dapat

13
menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagi pengganti
identitas responden.

E. Masalah dalam Etika Penelitian


Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian, mengingat penelitian dapat berhubungan langsung dengan manusia,
maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus
diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1. Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dnegan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan pennelitian, mengetahui dampaknya.
2. Plagiatisme
Adalah tindakan pencurian ide, hasil pemikiran, dan tulisan orang lain yang
digunakan oleh penulis seolah-olah ide, pemikiran atau tulisan orang lain
tersebut sebagi ide, hasil pemikiran atau tulisannya sendiri. Tujuan dari
pencurian ide orang lain dengan sendirinya digunakan untuk keuntungan
sendiri sehingga secara sadar atau tidak sadar dapat merugikan orang lain,
baik materi maupun non materi. Plagiatisme bisa dalam bentuk buku dan
karya tulis orang lain, program computer (software), alat peraga, lagu dan
music, drama, koreografi, seni: rupa, tari, pahat, arsitektur, fotografi,
sinematografi (UU. No. 19/2002).
3. Anonimitas (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembaran alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.

14
4. Kerahasiaan (confidentiality)
Masalah ini merupakan maslaah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
5. Manipulasi penelitian
Meliputi tindakan penelitian yang memalsukan, mengarang atau menciptakan
data sendiri sesuai dengan keinginan peneliti. Atau melaporkan desain studi
yang tidak sesuai deng kenyataan yang tidak sebagaimananya.

F. Etika dalam Kegiatan Penelitian


Esensi penelitian adalah mencari kebenaran, bukan pembenaran (tabriri)
melalui proses pembacaan teks dan konteks secara mendalam dan komprehensif
dengan metode berpikir ilmiah dan instrumen pengumpulan informasi dan data
yang valid dan teruji. Hasil penelitian yang ideal berupa temuan dan teori baru
yang dapat memperkaya bidang keilmuan yang ditekuni, sehingga berkontribusi
bagi kemaslahatan, kesejahteraan, dan kemajuan umat manusia. Terdapat kode
etik dan etika yang harus diikuti oleh peneliti dalam prosedur dan kerja penelitian
(Bertens, 2002).
Grant and Hyman (2016) menjelaskan bahwa etika penelitian merupakan
seperangkat aturan dan prinsip-prinsip etik yang disepakati bersama terkait
hubungan antara peneliti dan semua yang terlibat dalam proses penelitian. Secara
etik, penelitian ilmiah (scientific research) tidak bebas nilai, apabila sampai
menyalahi prinsip-prinsip moral dan kode etik lembaga akademik. Etika
penelitian berkaitan erat dengan integritas keilmuan (amanah ilmiyyah), prosedur
penelitian, interaksi dan komunikasi dengan narasumber dan informan penelitian,
proses pembimbingan, pengujian, dan publikasi setelah dinyatakan lulus. Etika
penelitian juga tidak dapat dipisahkan dari institusi akademik, di mana peneliti
melakukan penelitian. Oleh karena itu, proses mencari kebenaran melalui

15
penelitian harus mempertimbangkan setidaknya tiga relevansi: intelektual, sosial,
dan institusional.
Relevansi pada intelektual menghendaki penelitian untuk tidak hanya
berfungsi sebagai solusi dari masalah akademik, tetapi juga dapat
mengembangkan temuan keilmuan mencerahkan dan mencerdaskan. Penelitian
dilakukan bukan untuk membenarkan konsep yang sejatinya tidak benar, tetapi
juga harus menghasilkan pemutakhiran (updating) dan kebaruan (novelty) ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Relevansi pada sosial
idealnya dapat memastikan penelitian memberi nilai manfaat dan maslahat bagi
masyarakat, dapat diamalkan dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, bangsa, dan negara. Relevansi sosial dapat diukur
dengan seberapa jauh penelitian itu dapat menjawab dan menyelesaikan
persoalan-persoalan sosial. Relevansi institusional membuat hasil penelitian
masyakarat akademik tidak hanya berperan dalam pengembangan tradisi riset dan
publikasi ilmiah, tetapi juga menjaga kehormatan, reputasi, dan prestasi institusi
itu sendiri. Oleh karena itu proses dan hasil penelitian dari tenaga akademik
seharusnya tidak merugikan institusi dan mendegradasi citra positif institusi
secara moral dan sosial. Dengan kata lain, penelitian itu tidak semata didesain
untuk pengembangan ilmu dan publikasi ilmiah, tetapi juga diorientasikan pada
pengembangan dan pemajuan masyarakat (akademik dan sosial). Produk
penelitian tidak hanya dapat membuahkan teori, konsep, model, atau sistem baru
yang relevan dengan perkembangan zaman dan pemutakhiran ilmu, tetapi juga
menghasilkan perkembangan temuan dalam bentuk perubahan sosial,
kesejahteraan, dan kemajuan sekaligus peningkatan reputasi dan rekognisi
institusi, secara nasional maupun internasional (Bertens, 2002).
Peneliti dituntut memiliki kesadaran etik karena proses dan kerja
penelitian bukan untuk sekadar memuaskan kehausan ilmiah atau memenuhi
pesanan pihak tertentu, tetapi juga harus menghasilkan temuan ilmiah yang
bermanfaat dan bermartabat, tidak hanya bagi peneliti, tetapi juga bagi masyarakat
luas dan institusi. Proses dan prosedur penelitian harus mematuhi kaidah-kaidah
etika seperti kejujuran, objektivitas, bebas plagiasi dan pencurian ide orang lain,

16
keandalan informasi dan data yang dikumpulkan, integritas ilmiah dan tanggung
jawab akademik dalam menjaga kerahasiaan informan dan responden, kehormatan
dan reputasi institusi, serta komitmen terhadap nilai-nilai agama dan budaya
bangsa (Bertens, 2002).
Etika penelitian tentu tidak dimaksudkan untuk mengekang dan
membelenggu spirit intelektualisme, kebebasan berpikir, kritik, dan kreativitas,
melainkan diorientasikan kepada aktualisasi norma-norma etis terkait kebolehan
meneliti, berkreasi, dan berinovasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara
akademik dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran agama dan HAM.
Etika penelitian membatasi kebebasan akademik dengan nilai-nilai moral, seperti
kejujuran ilmiah, keahlian (expertise), keandalan, profesionalitas, objektivitas, dan
integritas ilmiah, sehingga proses dan hasil penelitiannya tidak menimbulkan
keresahan publik karena berlawanan dengan nilai-nilai agama yang sudah menjadi
kebenaran umum. Oleh karena itu menyelidiki sumber data seperti melalui
triangulasi menjadi menjadi hal yang penting, terutama jika objek yang diteliti itu
melibatkan tokoh yang masih hidup (Bertens, 2002).
Penelitian memang bukan sekadar memenuhi persyaratan akademik untuk
bisa dinyatakan lulus dalam ujian promosi tesis atau disertasi, tetapi juga harus
dapat menunjukkan temuan baru (novelty) yang memberi nilai tambah dan
kontribusi keilmuan yang bermanfaat dan bermaslahat bagi semua. Penelitian
berbasis etika menghendaki komitmen kuat dari peneliti untuk menghargai nilai-
nilai keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, dan kode etik penelitian yang berlaku
(Grant and Hyman, 2016).

G. Etika Pengambilan Sampel Manusia


Perkembangan ilmu antropologi dan kedokteran, menyebabkan penelitian
dengan menggunakan sampel manusia menjadi hal yang semakin umum
dilakukan. Perkembangan dalam topik penelitian manusia ke arah medis dan
karakter genetik juga semakin memperluas kemungkinan pengambilan sampel
bagian tubuh atau jaringan tubuh manusia. Berbicara tentang etika dalam
pengambilan sampel manusia bisa sangat rumit. Biasanya, kajian etika diawali

17
dari intuisi moral si pengamat, meskipun seringkali tidak berakhir pada hal yang
sama. Pada kenyataannya, etika sangat berkaitan dengan persepsi tentang hal yang
sangat berarti, nilai-nilai yang dianut, biaya yang mungkin dikeluarkan, serta
resiko dan keuntungan yang mungkin diperoleh. Sehingga, penyusunan materi
etika suatu penelitian biasanya melibatkan tidak hanya dari kalangan peneliti
tetapi juga dari non-peneliti, seperti pakar filsafat, pakar ilmu sosial, organisasi
non pemerintah dan perwakilan berbagai agama. Hal ini disebabkan karena cara
orang mengambil kesimpulan tentang nilai-nilai etika sangat tergantung kepada
pengalaman mereka dalam bidangnya masing-masing (Ashcroft, dkk 2007).
Berbagai forum peneliti ataupun institusi pendidikan maupun penelitian
secara lembaga maupun nasional juga menyusun dan mempublikasikan isu-isu
etik yang berkaitan dengan penelitian manusia (misalnya Komisi Nasional Bioetik
di Indonesia, Nuffield Council on Bioethics, dan European Nutrigenomics
Organization di Norwegia). Komite-komite etik tersebut memang diharapkan
pembentukannya untuk menguji isu-isu etik, legal, ilmiah dan sosial terkait
dengan proyek penelitian yang melibatkan manusia seperti yang tercantum dalam
Universal Declaration on Bioethics and Human Rights pasal 19 (UNESCO, 2005).
Keberadaan forum dan institusi tersebut secara tidak langsung juga mampu
memberikan pembelajaran kepada masyarakat ilmiah maupun umum dalam
menghadapi tantangan-tantangan baru sejalan dengan perkembangan praktik
penelitian manusia pada masa yang akan datang. Selain itu, perbincangan tentang
etika yang melibatkan banyak komponen juga membantu para pengambil
keputusan, khususnya dalam pemerintahan, agar mereka bisa membuat keputusan
yang paling benar meskipun masyarakat awam menentangnya (Bertens, 2002).
Hampir semua komisi bioetik menyatakan bahwa penggunaan bagian
tubuh atau jaringan manusia pada prinsipnya adalah dapat diterima dalam
pelaksanaan penelitian secara sewajarnya. Konsep ’sewajarnya’ biasanya
dikaitkan dengan penggunaan jaringan manusia yang menghindari dan membatasi
luka yang diakibatkan seminimal mungkin. Hal ini terutama ditujukan untuk
menghormati tubuh dan harga diri manusia sesuai dengan prinsip-prinsip harga
diri dan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalam Universal Declaration on

18
Bioethics and Human Rights pasal 3 (UNESCO, 2005). Dengan kata lain,
penelitian manusia tidak bertujuan untuk memperlakukan partisipan sebagai
benda untuk objek penelitian. Semakin banyak luka atau kegagalan fungsi tubuh
yang diakibatkan selama kegiatan penelitian ilmiah mengindikasikan semakin
rendahnya penghormatan terhadap tubuh dan harga diri manusia. Sebaliknya,
terapi dan semua praktik kedokteran dianggap memiliki nilai etika khusus karena
bertujuan untuk memperbaiki kerusakan tubuh meskipun dilakukan dengan cara
menyakiti pasien. Sehingga, terapi dalam praktik kedokteran tidak dianggap
sebagai aktivitas yang tidak menghargai hidup dan harga diri manusia.
Penggunaan sampel manusia bisa saja tidak dapat diterima tanpa alasan
etika apapun, seperti dalam kasus kanibalisme atau mungkin untuk produksi kulit
manusia dan sabun dalam industri kecantikan. Meskipun demikian, pada kasus
lainnya, seperti jika kita menjual atau membeli sampel manusia, seringkali masih
menjadi perdebatan. Misalnya, di Kanada dan Inggris pembayaran donor dilarang
oleh negara sementara di Amerika Serikat, wanita masih diperbolehkan
mendapatkan bayaran $4.000 - $5.000 bahkan lebih untuk setiap kali mereka
mendonorkan sel telurnya (Steinbrook, 2006). Pembayaran donor dapat
diindikasikan sebagai kompensasi atas rasa sakit atau kerusakan yang mungkin
diakibatkan oleh kegiatan pengambilan sampel tersebut. Meskipun demikian,
pembayaran donor juga bisa menandakan bahwa si peneliti tidak bertanggung
jawab lagi terhadap kerusakan atau kegagalan fungsi tubuh yang diakibatkan
setelah pengambilan sampel. Pembayaran donor juga menjadi masalah ketika si
donor mempunyai ketergantungan atas uang yang diberikan sebagai kompensasi
atas sampel yang diberikannya. Permasalahan ini dapat juga disebabkan karena
donor sudah mendapatkan informasi yang utuh (informed consent) mengenai
dampak penelitian bagi dirinya. Dalam hal ini, peneliti sebaiknya menghindari
kemungkinan pasien yang berinisiatif untuk memperoleh dana kompensasi secara
rutin melalui kegiatan penelitian tersebut (Jecker, 1997).
Kesukarelaan probandus untuk memberikan sampel merupakan hal utama,
namun informasi mengenai dari mana sampel didapatkan (pasien atau donor) juga
sangat penting. Pemberian informasi bukan berarti memberikan ijin untuk

19
menyebabkan luka pada donor. Dengan kata lain, misalnya membunuh bukan
berarti sah untuk dilakukan meskipun diinginkan oleh donor. Hal ini pula yang
mendasari etika medis selama ini meskipun pada praktiknya masih sering
diperdebatkan. Jika tim medis memerlukan pelaksanaan operasi, maka pasien
harus mendapatkan informasi yang jelas mengenai peluang kesembuhannya
sehingga pelaksanaan operasi menjadi sah secara hukum jika pasien menyetujui
tindakan tersebut. Akan tetapi, permintaan ijin untuk perlakuan medis seperti
operasi kadang tidak mungkin dilakukan jika pasien tidak mampu memahami
konsekuensi yang akan dihadapinya, misalnya pada pasien anak-anak atau pasien
yang sedang koma. Pada kondisi demikian, pemberian informasi dapat diberikan
kepada anggota keluarga terdekat yang memiliki hak perlindungan penuh atas
kesejahteraan pasien, misalnya orang tua atau saudara kandung pasien (Ashcroft,
dkk 2007).

Akan tetapi, pemberian informasi yang utuh tidak selalu memberikan


kepuasan kepada donor. Donor juga sebaiknya mendapatkan informasi yang
sebenar-benarnya sehingga dapat mengeliminasi kemungkinan mereka untuk tidak
memahami konsekuensi seutuhnya. Donor seharusnya tidak memprediksikan
sendiri akibat yang bisa mereka dapatkan. Kondisi ini penting agar penelitian
memiliki tujuan yang jelas dan terarah, terutama untuk menghindari kemungkinan
tindakan kekerasan, intimidasi, ketidakjujuran, manipulasi, kecenderungan
kesalahan pemahaman tentang kegiatan penelitian, ketidakrahasiaan fakta atau
hal-hal lain yang bisa menyebabkan konflik kepentingan dan sejenisnya
(Ashcroft, dkk 2007).

F. Etika Penelitian Pendidikan

Ramarthan (2017) Penelitian pendidikan melibatkan manusia sebagai


sampel penelitian. Manusia memiliki kehormatan yang harus dijaga dalam
tindakan penelitian. Oleh karena itu individu yang menjadi sampel penelitian
memiliki hak yang harus dipenuhi oleh peneliti. Hak tersebut adalah:

1. Mengetahui secara penuh tujuan penelitian

20
2. Mengetahui sifat keterlibatan peserta dalam penelitian
3. Kerahasiaan informasi
4. Kemampuan mengundurkan diri
5. Infotmasi pengunduran diri dari penelitian
6. Mengetahui agenda penelitian

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bioetika bukanlah suatu disiplin ilmu, tetapi lebih kepada penerapan etika,
moral, bahkan hukum dan nilai sosial ke dalam pembahasan biologi.
2. Bioetika mengajarkan berprilaku sebaik-baiknya, tidak merugikan makhluk
hidup dan yang tidak hidup, bebas dari ketergantungan tapi sekaligus tetap
tergantung pada yang lain, juga mengajak memperhatikan hak-hak setiap
ciptaan yang layak diperolehnya secara wajar, hingga kita sadar tidak ada
ciptaan yang ingin disakiti eksistensinya.
3. Etika penelitian berkaitan dengan beberapa norma, yaitu norma sopan santun
yang memperhatikan konvensi dan kebiasaan dalam tatanan masyarakat, norma
hukum mengenai pengenaan sanksi ketika terjadi pelanggaran dan norma
moral meliputi itikat dan kesadaran yang baik dan jujur dalam penelitian.
4. Tiga prinsip utama etika riset atau penelitian yang perlu dipahami dan
diterapkan oleh peneliti adalah: Beneficence, menghargai martabat manusia,
mendapatkan keadilan.
5. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian yaitu: Informed
constant, plagiatisme, anonimitas, kerahasiaan (confidentiality), dan manipulasi
penelitian.
6. Etika penelitian berkaitan erat dengan integritas keilmuan (amanah ilmiyyah),
prosedur penelitian, interaksi dan komunikasi dengan narasumber dan
informan penelitian, proses pembimbingan, pengujian, dan publikasi setelah
dinyatakan lulus. Etika penelitian juga tidak dapat dipisahkan dari institusi
akademik, di mana peneliti melakukan penelitian. Oleh karena itu, proses
mencari kebenaran melalui penelitian harus mempertimbangkan setidaknya
tiga relevansi: intelektual, sosial, dan institusional.
7. Etika pengambilan sampel manusia dalam penelitian harus memiliki tujuan
yang jelas dan terarah, terutama untuk menghindari kemungkinan tindakan

22
kekerasan, intimidasi, ketidakjujuran, manipulasi, kecenderungan kesalahan
pemahaman tentang kegiatan penelitian, ketidakrahasiaan fakta atau hal-hal
lain yang bisa menyebabkan konflik kepentingan dan sejenisnya

B. Saran
Berdasarkan bahasan bioetika dan perkembangan penelitian kehidupan
ini, maka sangat diperlukan untuk membelajarkan bioetika guna
meningkatkan pengetahuan mahasiswa terhadap etika dalam melakukan suatu
penelitian.

23
DAFTAR PUTAKA

Ashcroft Richard E., dkk. 2007. Principles of Health Caare Ethics. England: John
Wiley & Sons.
Bertens, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Grant C and Hyman R Michael. 2016. Ethics in Qualitative Consumer Research:
Ethnography and Culture. 1 (2) 16-32.
Hudha, Atok Miftachul & Nur, Taslim D. 2014. Bioetika: Perspektif dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran Bioogi Modern. Makalah
Seminar. Program Pascasarjana. Universitas Negeri Malang.
Jecker Nancy Ann Silbergeld. 1997. Bioethics: An Introduction to the History,
Methods, and Practice. Boston: Jones & Bartlet Publishers.
Jenie, U.A. 1997. Perkembangan Bioteknologi dan Masalah-Masalah Bioetika
yang Muncul. Makalah Seminar Regional. Temu Ilmiah Regional Hasil
Penelitian Biologi dan Pendidikan Biologi/IPA di IKIP Surabaya.
Muchtadi, Tien R,. 2 Juli 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Makalah
Seminar.
Ramarthan Labby, Grenge Le Lesley, and Higgs Philip. 2017. Education Studies
for Initial Teacher Development. South Africa: Cape Town

Shannon, Thomas A. 1987. Pengantar Bioetika. Terjemahan Bertens, K. 1995.


Jakarta. PT Gramesia Pustaka Utama.
Solinís, (Ed.). 2015. Global Bioethics: What for? Twentieth anniversary of
UNESCO’s Bioethics Programme. Paris: UNESCO.
Stutz, Jean. 2011. Integrating Applied Ethics into a College-Level Non-Majors
Biology Course. Ethics Journal, 11 (2): 47-56.
UNESCO. 2005. Universal Declaration on Bioethics and Human Rights.
http://www.unesco.org. (diakses tanggal 27, November 2019)

24

Anda mungkin juga menyukai