KEHIDUPAN
Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat IPA dan Bioetika yang diampu
oleh Ibu Dr. Murni Sapta Sari, M.Si.
Oleh
Astrino Purmanna (190341864406)
Hanina Salmah (190341764445)
M. Nidhamul Maulana (190341864426)
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah Hubungan Bioetika dan Perkembangan Penelitian Kehidupan.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan dari berbagai pihak hingga mampu menyelesaikan tugas dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah terlibat dan membantu penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun para
pembacanya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
ABSTRAK
Bioetika adalah penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari
pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam
konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi. Bioetika berperan antara lain sebagai
pengaman bagi riset bioteknologi. Bioetika tidak untuk mencegah perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap manusia dan
kemanusiaan. Bioetika mengajarkan berprilaku sebaik-baiknya, tidak merugikan
makhluk hidup dan yang tidak hidup, bebas dari ketergantungan tapi sekaligus
tetap tergantung pada yang lain. Etika penelitian berkaitan dengan beberapa
norma, yaitu norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. Tiga prinsip
utama etika riset atau penelitian yang perlu dipahami dan diterapkan oleh peneliti
adalah: Beneficence, menghargai martabat manusia, mendapatkan keadilan.
Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian yaitu: Informed constant,
plagiatisme, anonimitas, kerahasiaan (confidentiality), dan manipulasi penelitian.
Etika penelitian berkaitan erat dengan integritas keilmuan (amanah ilmiyyah),
prosedur penelitian, interaksi dan komunikasi dengan narasumber dan informan
penelitian, proses pembimbingan, pengujian, dan publikasi setelah dinyatakan
lulus. Etika penelitian juga tidak dapat dipisahkan dari institusi akademik peneliti
melakukan penelitian. Proses mencari kebenaran melalui penelitian harus
mempertimbangkan setidaknya tiga relevansi: intelektual, sosial, dan institusional.
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Internasional, tak
terkecuali di Indonesia sebagai hasil dari kemajuan penelitian, terutama yang
terkait dengan keterlibatan manusia sebagai subyek penelitian harus pula
dibarengi dengan jaminan akan perlindungan HAM terhadap subyek penelitian.
Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada dilema dan
tuntutan yang semakin berat untuk menghasilkan sumberdaya manusia Indonesia
yang berkualitas guna menjawab masa depan bangsa menuju bangsa yang maju
dan bermartabat. Dilema itu adalah menurunnya karakter peserta didik yang
ditandai dengan terjadinya degradasi moral dan etika (Koesoma, 2008:183) dan
(Dimyati, 2010:85-86). Pendidikan karakter adalah upaya untuk membentuk
karakter peserta didik menjadi lebih baik dalam memandang hal mana yang baik
dan tidak baik dalam berperilaku sehingga pada gilirannya akan terbentuk sikap
etis dan perilaku etis dalam diri peserta didik termasuk di dalam melakukan suatu
penelitian.
Bila suatu ketika seorang peneliti dihadapkan pada suatu situasi dan ia harus
memutuskan sesuatu apa yang harus ia lakukan, seorang peneliti akan berpikir
mengenai baik dan buruknya, untung dan ruginya, serta boleh atau tidaknya
tindakan itu ia lakukan. Pada saat itulah mekanisme peralatan rohaniah seorang
peneliti berjalan. Seorang peneliti harus berfikir secara ilmiah, berpikir ilmiah
menurut Poedjawijatna sebagaimana yang dikutip oleh Vardiansyah (2005) ada
empat cara berfikir ilmiah diantaranya adalah objektif, metodis, sistematis dan
universal. Sementara itu menurut Jacob (2004), peneliti dalam melaksanakan
seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific
attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian.
Atas dasar hal ini, maka diperlukan kajian untuk mengetahui keterkaitan
hubungan bioetika dan perkembangan penelitian kehidupan, agar memperoleh
gambaran mengenai pengetahuan etika dalam melakukan suatu penelitian.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan bioetika?
2. Bagaimana bioetika sebagai perspektif dasar berperilaku?
3. Apa definisi dari etika penelitian?
4. Apa prinsip-prinsip etika penelitian?
5. Apa masalah dalam etika penelitian?
6. Bagaimana etika dalam kegiatan penelitian?
7. Bagaimana etika dalam pengambilan sampel penelitian manusia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami dari bioetika.
2. Untuk mengetahui bioetika sebagai perspektif dasar berprilaku.
3. Untuk memahami dari etika penelitian.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika penelitian.
5. Untuk mengetahui masalah dalam etika penelitian.
6. Untuk mengetahui etika dalam kegiatan penelitian.
7. Untuk memahami etika dalam pengambilan sampel penelitian manusia.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioetika
Bioetika atau bioethics atau etika biologi didefinisikan oleh Samuel
Gorovitz (dalam Shannon, 1995) sebagai “penyelidikan kritis tentang dimensi-
dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan
kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi”. Jadi bioetika
menyelidiki dimensi etik dari masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan
biologi yang terkait dengan penerapannya dalam kehidupan (Shannon, 1995).
Jenie (1997) mengemukakan bahwa bioetika berperan antara lain sebagai
pengaman bagi riset bioteknologi, sedangkan Djati (2003), menegaskan bahwa
bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
antara lain bioteknologi, tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap manusia dan
kemanusiaan.
Stutz (2011) menyebutkan bahwa bioetika ialah suatu disiplin baru yang
menggabungkan pengetahuan biologi dengan pengetahuan mengenai sistem nilai
manusia, yang akan menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kemanusiaan,
membantu menyelamatkan kemanusian, mempertahankan dan memperbaiki dunia
beradab, sedangkan Honderih Oxford (1995) dalam Muchtadi (2007) menyatakan,
bahwa bioetika adalah kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari teknik-
teknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. Dan menurut Shannon
(1995), etika yang berkaitan dengan masalah biologi dikenal dengan nama
bioetika.
Memahami berbagai pengertian bioetika sesuai pendapat para ahli
memberikan pemahaman, bahwa bioetika bukanlah suatu disiplin ilmu, tetapi
lebih kepada penerapan etika, moral, bahkan hukum dan nilai sosial ke dalam
pembahasan ilmiah biologi. Dan pentingnya etika dalam konteks biologi
digunakan untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan baik yang berkaitan
dengan hewan dan tumbuhan, bahkan manusia. Oleh karena itu implementasi
8
bioetika dan perspektifnya dalam perkembangan berbagai keilmuan biologi
seperti kedokteran, bioteknologi, ekologi, pertanian, bahkan dalam perdebatan
politik, hukum, dan filsafat menjadikan bioetika sebagai pijakan untuk
memecahkan dan menjawab persoalan didalamnya.
9
3. Independency
Konflik muncul karena perbedaan keinginan, namun demikian, keinginan
manusia yang merdeka adalah kebebasan yang tidak ditunggangi keinginan
manusia lain. Satu sama lain kita saling terhubung, berusaha saling merdeka,
sehingga kita tidak mungkin meraih kemerdekaan sesuai keinginan individu saja.
Harus ada kemerdekaan sosial, kemerdekaan yang terkait hak-hak orang lain yang
semestinya kita jaga pula. Independensi tidak mengharuskan kita bebas seutuhnya,
bukan merdeka tanpa batasan, tapi saling terhubung membentuk harmoni yang
indah.
4. Justice
Setiap makhluk hidup, tak terkecuali yang terkecil sekalipun, berhak
mendapat keadilan untuk hidup dan berkembang dalam biosfer. Keadilan setiap
makhluk ini melekat karena merupakan ciptaan Tuhan. Segala sesuatunya
diciptakan dengan membawa manfaat, sampai kita temukan manfaatnya apa.
Bukanlah keadilan namanya, bila manusia berusaha memusnahkan yang
diciptakan Tuhan.
Bioetika mengajarkan berprilaku sebaik-baiknya, tidak merugikan
makhluk hidup dan yang tidak hidup, bebas dari ketergantungan tapi sekaligus
tetap tergantung pada yang lain, juga mengajak memperhatikan hak-hak setiap
ciptaan yang layak diperolehnya secara wajar, hingga kita sadar tidak ada ciptaan
yang ingin disakiti eksistensinya.
C. Definisi Etika Penelitian
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos. Istila etika bila ditinjau dari aspek
etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam
masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks
filsafat merupakan refleksi filsafat atas moralitas masyarakat sehingga etika
disebut pula sebagai filsafat moral. Etika mencakup norma untuk berperilaku,
memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh
dilakukan. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang
dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis
10
yang lebih akurat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya
perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat.
Etika penelitian berkaitan dengan beberapa norma, yaitu norma sopan
santun yang memperhatikan konvensi dan kebiasaan dalam tatanan masyarakat,
norma hukum mengenai pengenaan sanksi ketika terjadi pelanggaran dan norma
moral meliputi itikat dan kesadaran yang baik dan jujur dalam penelitian.
Perawat peneliti sebagai tenaga perawat profesional wajib dan mempunyai
tanggung jawab moral untuk bekerja sesuai dengan standard kode etik profesi.
Kode etik memberikan panduan kepada peneliti untuk:
1. Memilih tujuan, desain, metode pengukuran, dan subjek penelitian
2. Mengumpulkan dan menganalisis data
3. Menginterpretasikan hasil
4. Mempublikasikan laporan penelitian
11
d. Rasio antara resiko dan manfaat
Peneliti dan penilai (reviewer) harus menelaah keseimbangan antara
manfaat dan resiko dalam penelitian.
2. Menghargai Martabat Manusia
Menghargai martabat subjek meliputi:
a. Hak untuk self determination (menetapkan sendiri)
Prinsip self determination ini mangandung arti bahwa subjek
mempunyai hak untuk memutuskan secara sukarela apakah dia ingin
berpartisipasi dalam suatu penelitian, tanpa beresiko untuk dihukum,
dipaksa, atau diperlakukan tidak adil.
b. Hak untuk mendapatkan penjelasan lengkap (full disclosure)
Penjelasan lengkap berarti bahwa peneliti telah secara enuh
menjelaskan tentang sifat penelitian, hak subjek untuk menolak berperan
serta, tanggung jawab peneliti, serta kemungkinan resiko dan manfaat
yang bisa terjadi.
Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan
martabat manusia, adlaah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek
(informed consent) yang terdiri dari:
1) Penjelasan manfaat penelitian
2) Penjelasan kemugkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat
ditimbulkan
3) Penjelasan manfaat yang akan didapatkan
4) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
subyek berkaitan dengan prosedur penelitian
5) Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja
6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir
persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu
sendiri terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena dapat perbedaan
pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek.
12
3. Mendapatkan Keadilan
Prinsip ini mengandung hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang adil
dan hak mereka untuk mendapatkan keleluasaan pribadi.
a. Hak mendapatkan perlakuan yang adil berarti subjek mempunyai hak
yang sama, sebelum, selama, dan setelah partisipasi mereka dalam
penelitian. Perlakuan yang adil mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1) Seleksi subjek yang adil dan tidak diskriminatif
2) Perlakuan yang tidak menghukum bagi mereka yang menolak atau
mengudurkan diri dari kesertaanya dalam penelitian, walaupun dia
pernah menyetujui untuk berpartisipasi
3) Penghargaan terhadap semua persetujuan yang telah dibuat antara
peneliti dan subjek, termasuk prosedur dan pembayaran atau
tunjangan yang telah dijanjikan.
4) Subjek dapat mengakses penelitian setiap saat diperlukan untuk
mengklarifikasi informasi
5) Subjek dapat mengakses bantuan profesional yang sesuai apabila
terjadi gangguan fisik atau psikologis.
6) Mendapatkan penjelasan, jika diperlukan yang tidak diberikan sbelum
penelitian dilakukan atau mengklarifikasi isu yang timbul selama
penelitian.
7) Perlakuan yang penuh rasa hormat selama penelitian.
b. Hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi (privacy)
Peneliti perlu memastikan bahwa penelitian yang dilakukan tidak
menginvasi melebihi batas yang diperlukan dan privasi subjek tetap dijaga
selama penelitian. invasi terhadap privasi dapat terjadi bila informasi yang
bersifat pribadi dibagikan kepada orang lain tanpa sepengetahuan subjek
atau bertentangan dengan keinginannya. Informasi tersebut meliputi
sikap, keyakinan, prilaku, pendapat, dan catatan. Dalam aplikasinya,
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai idetitas baik nama
mapun alamat asal subjek dalam kuesioner dan alat ukuran apapun untuk
menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti dapat
13
menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagi pengganti
identitas responden.
14
4. Kerahasiaan (confidentiality)
Masalah ini merupakan maslaah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
5. Manipulasi penelitian
Meliputi tindakan penelitian yang memalsukan, mengarang atau menciptakan
data sendiri sesuai dengan keinginan peneliti. Atau melaporkan desain studi
yang tidak sesuai deng kenyataan yang tidak sebagaimananya.
15
penelitian harus mempertimbangkan setidaknya tiga relevansi: intelektual, sosial,
dan institusional.
Relevansi pada intelektual menghendaki penelitian untuk tidak hanya
berfungsi sebagai solusi dari masalah akademik, tetapi juga dapat
mengembangkan temuan keilmuan mencerahkan dan mencerdaskan. Penelitian
dilakukan bukan untuk membenarkan konsep yang sejatinya tidak benar, tetapi
juga harus menghasilkan pemutakhiran (updating) dan kebaruan (novelty) ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Relevansi pada sosial
idealnya dapat memastikan penelitian memberi nilai manfaat dan maslahat bagi
masyarakat, dapat diamalkan dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, bangsa, dan negara. Relevansi sosial dapat diukur
dengan seberapa jauh penelitian itu dapat menjawab dan menyelesaikan
persoalan-persoalan sosial. Relevansi institusional membuat hasil penelitian
masyakarat akademik tidak hanya berperan dalam pengembangan tradisi riset dan
publikasi ilmiah, tetapi juga menjaga kehormatan, reputasi, dan prestasi institusi
itu sendiri. Oleh karena itu proses dan hasil penelitian dari tenaga akademik
seharusnya tidak merugikan institusi dan mendegradasi citra positif institusi
secara moral dan sosial. Dengan kata lain, penelitian itu tidak semata didesain
untuk pengembangan ilmu dan publikasi ilmiah, tetapi juga diorientasikan pada
pengembangan dan pemajuan masyarakat (akademik dan sosial). Produk
penelitian tidak hanya dapat membuahkan teori, konsep, model, atau sistem baru
yang relevan dengan perkembangan zaman dan pemutakhiran ilmu, tetapi juga
menghasilkan perkembangan temuan dalam bentuk perubahan sosial,
kesejahteraan, dan kemajuan sekaligus peningkatan reputasi dan rekognisi
institusi, secara nasional maupun internasional (Bertens, 2002).
Peneliti dituntut memiliki kesadaran etik karena proses dan kerja
penelitian bukan untuk sekadar memuaskan kehausan ilmiah atau memenuhi
pesanan pihak tertentu, tetapi juga harus menghasilkan temuan ilmiah yang
bermanfaat dan bermartabat, tidak hanya bagi peneliti, tetapi juga bagi masyarakat
luas dan institusi. Proses dan prosedur penelitian harus mematuhi kaidah-kaidah
etika seperti kejujuran, objektivitas, bebas plagiasi dan pencurian ide orang lain,
16
keandalan informasi dan data yang dikumpulkan, integritas ilmiah dan tanggung
jawab akademik dalam menjaga kerahasiaan informan dan responden, kehormatan
dan reputasi institusi, serta komitmen terhadap nilai-nilai agama dan budaya
bangsa (Bertens, 2002).
Etika penelitian tentu tidak dimaksudkan untuk mengekang dan
membelenggu spirit intelektualisme, kebebasan berpikir, kritik, dan kreativitas,
melainkan diorientasikan kepada aktualisasi norma-norma etis terkait kebolehan
meneliti, berkreasi, dan berinovasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara
akademik dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran agama dan HAM.
Etika penelitian membatasi kebebasan akademik dengan nilai-nilai moral, seperti
kejujuran ilmiah, keahlian (expertise), keandalan, profesionalitas, objektivitas, dan
integritas ilmiah, sehingga proses dan hasil penelitiannya tidak menimbulkan
keresahan publik karena berlawanan dengan nilai-nilai agama yang sudah menjadi
kebenaran umum. Oleh karena itu menyelidiki sumber data seperti melalui
triangulasi menjadi menjadi hal yang penting, terutama jika objek yang diteliti itu
melibatkan tokoh yang masih hidup (Bertens, 2002).
Penelitian memang bukan sekadar memenuhi persyaratan akademik untuk
bisa dinyatakan lulus dalam ujian promosi tesis atau disertasi, tetapi juga harus
dapat menunjukkan temuan baru (novelty) yang memberi nilai tambah dan
kontribusi keilmuan yang bermanfaat dan bermaslahat bagi semua. Penelitian
berbasis etika menghendaki komitmen kuat dari peneliti untuk menghargai nilai-
nilai keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, dan kode etik penelitian yang berlaku
(Grant and Hyman, 2016).
17
dari intuisi moral si pengamat, meskipun seringkali tidak berakhir pada hal yang
sama. Pada kenyataannya, etika sangat berkaitan dengan persepsi tentang hal yang
sangat berarti, nilai-nilai yang dianut, biaya yang mungkin dikeluarkan, serta
resiko dan keuntungan yang mungkin diperoleh. Sehingga, penyusunan materi
etika suatu penelitian biasanya melibatkan tidak hanya dari kalangan peneliti
tetapi juga dari non-peneliti, seperti pakar filsafat, pakar ilmu sosial, organisasi
non pemerintah dan perwakilan berbagai agama. Hal ini disebabkan karena cara
orang mengambil kesimpulan tentang nilai-nilai etika sangat tergantung kepada
pengalaman mereka dalam bidangnya masing-masing (Ashcroft, dkk 2007).
Berbagai forum peneliti ataupun institusi pendidikan maupun penelitian
secara lembaga maupun nasional juga menyusun dan mempublikasikan isu-isu
etik yang berkaitan dengan penelitian manusia (misalnya Komisi Nasional Bioetik
di Indonesia, Nuffield Council on Bioethics, dan European Nutrigenomics
Organization di Norwegia). Komite-komite etik tersebut memang diharapkan
pembentukannya untuk menguji isu-isu etik, legal, ilmiah dan sosial terkait
dengan proyek penelitian yang melibatkan manusia seperti yang tercantum dalam
Universal Declaration on Bioethics and Human Rights pasal 19 (UNESCO, 2005).
Keberadaan forum dan institusi tersebut secara tidak langsung juga mampu
memberikan pembelajaran kepada masyarakat ilmiah maupun umum dalam
menghadapi tantangan-tantangan baru sejalan dengan perkembangan praktik
penelitian manusia pada masa yang akan datang. Selain itu, perbincangan tentang
etika yang melibatkan banyak komponen juga membantu para pengambil
keputusan, khususnya dalam pemerintahan, agar mereka bisa membuat keputusan
yang paling benar meskipun masyarakat awam menentangnya (Bertens, 2002).
Hampir semua komisi bioetik menyatakan bahwa penggunaan bagian
tubuh atau jaringan manusia pada prinsipnya adalah dapat diterima dalam
pelaksanaan penelitian secara sewajarnya. Konsep ’sewajarnya’ biasanya
dikaitkan dengan penggunaan jaringan manusia yang menghindari dan membatasi
luka yang diakibatkan seminimal mungkin. Hal ini terutama ditujukan untuk
menghormati tubuh dan harga diri manusia sesuai dengan prinsip-prinsip harga
diri dan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalam Universal Declaration on
18
Bioethics and Human Rights pasal 3 (UNESCO, 2005). Dengan kata lain,
penelitian manusia tidak bertujuan untuk memperlakukan partisipan sebagai
benda untuk objek penelitian. Semakin banyak luka atau kegagalan fungsi tubuh
yang diakibatkan selama kegiatan penelitian ilmiah mengindikasikan semakin
rendahnya penghormatan terhadap tubuh dan harga diri manusia. Sebaliknya,
terapi dan semua praktik kedokteran dianggap memiliki nilai etika khusus karena
bertujuan untuk memperbaiki kerusakan tubuh meskipun dilakukan dengan cara
menyakiti pasien. Sehingga, terapi dalam praktik kedokteran tidak dianggap
sebagai aktivitas yang tidak menghargai hidup dan harga diri manusia.
Penggunaan sampel manusia bisa saja tidak dapat diterima tanpa alasan
etika apapun, seperti dalam kasus kanibalisme atau mungkin untuk produksi kulit
manusia dan sabun dalam industri kecantikan. Meskipun demikian, pada kasus
lainnya, seperti jika kita menjual atau membeli sampel manusia, seringkali masih
menjadi perdebatan. Misalnya, di Kanada dan Inggris pembayaran donor dilarang
oleh negara sementara di Amerika Serikat, wanita masih diperbolehkan
mendapatkan bayaran $4.000 - $5.000 bahkan lebih untuk setiap kali mereka
mendonorkan sel telurnya (Steinbrook, 2006). Pembayaran donor dapat
diindikasikan sebagai kompensasi atas rasa sakit atau kerusakan yang mungkin
diakibatkan oleh kegiatan pengambilan sampel tersebut. Meskipun demikian,
pembayaran donor juga bisa menandakan bahwa si peneliti tidak bertanggung
jawab lagi terhadap kerusakan atau kegagalan fungsi tubuh yang diakibatkan
setelah pengambilan sampel. Pembayaran donor juga menjadi masalah ketika si
donor mempunyai ketergantungan atas uang yang diberikan sebagai kompensasi
atas sampel yang diberikannya. Permasalahan ini dapat juga disebabkan karena
donor sudah mendapatkan informasi yang utuh (informed consent) mengenai
dampak penelitian bagi dirinya. Dalam hal ini, peneliti sebaiknya menghindari
kemungkinan pasien yang berinisiatif untuk memperoleh dana kompensasi secara
rutin melalui kegiatan penelitian tersebut (Jecker, 1997).
Kesukarelaan probandus untuk memberikan sampel merupakan hal utama,
namun informasi mengenai dari mana sampel didapatkan (pasien atau donor) juga
sangat penting. Pemberian informasi bukan berarti memberikan ijin untuk
19
menyebabkan luka pada donor. Dengan kata lain, misalnya membunuh bukan
berarti sah untuk dilakukan meskipun diinginkan oleh donor. Hal ini pula yang
mendasari etika medis selama ini meskipun pada praktiknya masih sering
diperdebatkan. Jika tim medis memerlukan pelaksanaan operasi, maka pasien
harus mendapatkan informasi yang jelas mengenai peluang kesembuhannya
sehingga pelaksanaan operasi menjadi sah secara hukum jika pasien menyetujui
tindakan tersebut. Akan tetapi, permintaan ijin untuk perlakuan medis seperti
operasi kadang tidak mungkin dilakukan jika pasien tidak mampu memahami
konsekuensi yang akan dihadapinya, misalnya pada pasien anak-anak atau pasien
yang sedang koma. Pada kondisi demikian, pemberian informasi dapat diberikan
kepada anggota keluarga terdekat yang memiliki hak perlindungan penuh atas
kesejahteraan pasien, misalnya orang tua atau saudara kandung pasien (Ashcroft,
dkk 2007).
20
2. Mengetahui sifat keterlibatan peserta dalam penelitian
3. Kerahasiaan informasi
4. Kemampuan mengundurkan diri
5. Infotmasi pengunduran diri dari penelitian
6. Mengetahui agenda penelitian
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bioetika bukanlah suatu disiplin ilmu, tetapi lebih kepada penerapan etika,
moral, bahkan hukum dan nilai sosial ke dalam pembahasan biologi.
2. Bioetika mengajarkan berprilaku sebaik-baiknya, tidak merugikan makhluk
hidup dan yang tidak hidup, bebas dari ketergantungan tapi sekaligus tetap
tergantung pada yang lain, juga mengajak memperhatikan hak-hak setiap
ciptaan yang layak diperolehnya secara wajar, hingga kita sadar tidak ada
ciptaan yang ingin disakiti eksistensinya.
3. Etika penelitian berkaitan dengan beberapa norma, yaitu norma sopan santun
yang memperhatikan konvensi dan kebiasaan dalam tatanan masyarakat, norma
hukum mengenai pengenaan sanksi ketika terjadi pelanggaran dan norma
moral meliputi itikat dan kesadaran yang baik dan jujur dalam penelitian.
4. Tiga prinsip utama etika riset atau penelitian yang perlu dipahami dan
diterapkan oleh peneliti adalah: Beneficence, menghargai martabat manusia,
mendapatkan keadilan.
5. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian yaitu: Informed
constant, plagiatisme, anonimitas, kerahasiaan (confidentiality), dan manipulasi
penelitian.
6. Etika penelitian berkaitan erat dengan integritas keilmuan (amanah ilmiyyah),
prosedur penelitian, interaksi dan komunikasi dengan narasumber dan
informan penelitian, proses pembimbingan, pengujian, dan publikasi setelah
dinyatakan lulus. Etika penelitian juga tidak dapat dipisahkan dari institusi
akademik, di mana peneliti melakukan penelitian. Oleh karena itu, proses
mencari kebenaran melalui penelitian harus mempertimbangkan setidaknya
tiga relevansi: intelektual, sosial, dan institusional.
7. Etika pengambilan sampel manusia dalam penelitian harus memiliki tujuan
yang jelas dan terarah, terutama untuk menghindari kemungkinan tindakan
22
kekerasan, intimidasi, ketidakjujuran, manipulasi, kecenderungan kesalahan
pemahaman tentang kegiatan penelitian, ketidakrahasiaan fakta atau hal-hal
lain yang bisa menyebabkan konflik kepentingan dan sejenisnya
B. Saran
Berdasarkan bahasan bioetika dan perkembangan penelitian kehidupan
ini, maka sangat diperlukan untuk membelajarkan bioetika guna
meningkatkan pengetahuan mahasiswa terhadap etika dalam melakukan suatu
penelitian.
23
DAFTAR PUTAKA
Ashcroft Richard E., dkk. 2007. Principles of Health Caare Ethics. England: John
Wiley & Sons.
Bertens, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Grant C and Hyman R Michael. 2016. Ethics in Qualitative Consumer Research:
Ethnography and Culture. 1 (2) 16-32.
Hudha, Atok Miftachul & Nur, Taslim D. 2014. Bioetika: Perspektif dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran Bioogi Modern. Makalah
Seminar. Program Pascasarjana. Universitas Negeri Malang.
Jecker Nancy Ann Silbergeld. 1997. Bioethics: An Introduction to the History,
Methods, and Practice. Boston: Jones & Bartlet Publishers.
Jenie, U.A. 1997. Perkembangan Bioteknologi dan Masalah-Masalah Bioetika
yang Muncul. Makalah Seminar Regional. Temu Ilmiah Regional Hasil
Penelitian Biologi dan Pendidikan Biologi/IPA di IKIP Surabaya.
Muchtadi, Tien R,. 2 Juli 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Makalah
Seminar.
Ramarthan Labby, Grenge Le Lesley, and Higgs Philip. 2017. Education Studies
for Initial Teacher Development. South Africa: Cape Town
24