Anda di halaman 1dari 21

PERANAN ETIKA LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN IPA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat Sains dan Bioetika dibina oleh
Dr. H. Abdul Ghofur, M.Si

Oleh:
Kelompok 5

Annisa Fauzia Rahmah (190341764446)


Rina Wahyuningsih (190341864427)
Sulfachmi Elmi S (190341864417)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
November 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena rahmat dan nikmat-
Nyalah kami dapat mnyelesaikan sebuah tugas makalah Filsafat Sains dan Bioetika
ini yang diberikan oleh Bapak Dr. H. Abdul Ghofur, M.Si selaku dosen
pembimbing Filsafat Sains dan Bioetika.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen
yang bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar setiap
mahasiswa dapat terlatih dalam pembuatan makalah.
Makalah ini berjudul “Peranan Etika Lingkungan dalam Pendidikan IPA”.
Adapun sumber-sember dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari beberapa
buku yang membahas tentang materi yang berkaitan dan juga melalui media
internet.
Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih kepada
penyedia sumber walau tidak dapat secara langsung untuk mengucapkannya. Kami
menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan kami
yang masih seorang mahasiswa.
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali kekurangan-
kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Dan kami dengan besar hati sangat mangharapkan adanya kritik dan saran
dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.

Malang, 10 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Etika Lingkungan .............................................................................. 3
B. Ilmu Pengetahuan Alam .................................................................... 6
C. Peranan Etika Lingkungan dalam Pendidikan IPA ........................... 14
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 17
A. Kesimpulan ....................................................................................... 18
B. Saran ................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan alam sangat erat hubungannya dengan manusia, sejak
dahulu manusia selalu bergantung pada alam. Dari zaman purba, manusia
bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan seperti makan, minum bahkan
membuat alat-alat makan atau memperoleh makanan untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Dari kegiatan manusia sejak dulu, menandakan manusia telah memperoleh
pengetahuan dari pengalaman (Trianto, 2010).
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu cabang ilmu
pengetahuan dimana objeknya adalah benda-benda alam. Ilmu pengetahuan alam
lahir dari pengamatan terhadap suatu gejala alam (fenomena) yang dikaji secara
terus menerus dan sistematis sehingga didapatkan suatu konsep ilmu (Muslichah,
2006).Sehingga dapat dikatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan
pengetahuan ilmiah, yakni sebuah ilmu pengetahuan yang telah diuji kebenarannya
melalui langkah-langkah yang sistematis yang disebut juga dengan metode ilmiah.
Perkembangan IPA yang semakin pesat ini menuntun manusia untuk selalu
menciptakan sesuatu yang baru guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
manusia. Untuk mencapai suatu perkembangan yang baru, manusia juga harus
memikirkan dampak dari perkembangan IPA, untuk itu diperlukan etika lingkungan
untuk mengontrol tindakan yang tepat dalam menyikapi masalah alam akibat dari
dampak perkembangan IPA. Etika lingkungan juga berperan dalam mengawal
perkembangan IPA agar memiliki komitmen terhadap kemaslahatan alam.
Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal
yang baru, etika lingkungan sebenarnya telah ada sejak dahulu kala, karena para
leluhur sebenarnya telah menyebarkan hal ini melalui tembang, legenda ataupun
mitos. Contoh suku yang masih mempertahankan kearifan tradisional ini adalah
masyarakat Dayak, Asmat, Badui, Nias, Kampung Naga ataupun Tengger.
Seharusnya etika lingkungan yang penuh warna kearifan dan kebenaran tradisional

1
ini dapat dikembangkan untuk penyelamatan lingkungan yang lebih luas di negara
Indonesia (Bundu, 2006).
Namun, pada zaman sekarang ini etika lingkungan telah banyak dilalaikan
oleh sebagian manusia. Manusia hanya mencari keuntungan dari alam yang
disediakan oleh Allah tanpa memikirkan dampak dari kelalaian tersebut. Kesalahan
cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme yang memandang manusia
sebagai alam semesta. Manusia dianggap berada di luar dan terpisah dengan alam.
Alam sekedar alat pemuas manusia. Cara pandang seperti ini melahirkan sikap dan
perilaku kapitalistik yang eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujaun dari pembuatan makalah ini
adalah untuk mengetahui hubungan IPA dengan etika lingkungan dan bagaimana
cara menyikapi perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dengan bijaksana pada
zaman sekarang serta mengetahui peranan penting adanya etika lingkungan dalam
mengembangkan Ilmu Pengetahuan Alam.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan etika lingkungan?
2. Bagaimana peranan etika lingkungan dalam proses pembelajaran?
3. Bagaimana peranan etika lingkungan dalam pendidikan IPA?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian etika lingkungan
2. Untuk mengetahui peranan etika lingkungan dalam proses pembelajaran
3. Untuk mengetahui peranan etika lingkungan dalam pendidikan IPA

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Lingkungan
1. Pengertian Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: Etika Deontologi, Etika Teologi,
dan Etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau
buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika
Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu
tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang (Soeriaatmadja, 2003).
Sedangkan lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia
yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk
hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jadi, etika
lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan
tetap terjaga (Sutomo, 2009).
Hal-hal yang harus diperhatikan dengan penerapan etika lingkungan sebagai
berikut (Sutomo, 2009):
a) Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak dapat dipisahkan
sehingga manusia perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya
b) Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk
menjaga, melestarikan, keseimbangan dan keindahan alam
c) Kebijaksanaan dalam penggunaan sumber daya alam yang terbatas
d) Lingkungan disedia kan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.

3
Di samping itu, etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan
alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada
alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara
keseluruhan.
Berdasarkan paparan di atas maka etika lingkungan dalam kehidupan di
dunia ini mempunyai arti yang sangat penting, sebab dengan menanamkan etika
lingkungan orang akan mempunyai pedoman untuk berpikir, bersikap dan bertindak
secara sadar dalam menghadapi berbagai gejala peristiwa yang timbul dalam alam
dan masyarakat. Kesadaran itu akan membuat orang tidak mudah digoyahkan dan
diombang-ambingkan oleh timbulnya gejala-gejala, peristiwa dan masalah yang
dihadapi. Beretika berarti berpikir, bersikap dan bertindak secara sadar berdasarkan
ilmu untuk menjelaskan secara rasional gejala peristiwa alam dan masyarakat yang
ditangkap dan dihadapi (Prawironegoro, 2010).
Begitu juga dalam hal menanggapi masalah lingkungan dalam kehidupan di
era global ini, terutama dalam masalah pemanasan bumi, sebagai akibat dari
perbuatan manusia dan peristiwa alam. Sehingga manusia sebagai pelaku moral
dituntut untuk bersikap dan bertindak untuk melakukan hal-hal yan menimbulkan
sesuatu yang baik bukan sebaliknya akan semakino9 memperburuk atau merusak
lingkungan yang ada (Sutomo, 2009). Dengan beretika manusia bisa melihat/belajar
tentang peristiwa atau gejala-gejala alam yang terjadi saat ini. Dengan menanamkan
etika lingkungan manusia akan berpikir logis untuk dapat mencari solusi dari
masalah lingkungan yang ada saat ini, untuk dapat berperilaku atau bertindak yang
menimbulkan kebaikan bahkan akan memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada.
2. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Menurut Keraf (2010), terdapat beberapa prinsip-prinsip etika lingkungan
yaitu :
1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature). Hormat terhadap alam
merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta
seluruhnya. Jadi alam mempunyai hak untuk dihormati

4
2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature). Pada prinsip ini
setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab dalam
memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama, dengan rasa memiliki
yang tinggi seakan merupakan milik pribadinya. Jadi, alam dieksploitasi
dengan rasa tanggung jawab untuk menjaga kelestariannya
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity). Prinsip ini mendorong manusia untuk
menyelamatkan lingkungan hidup. Prinsip ini juga akan mendorong manusia
untuk mengambil kebijakan yang menentang setiap tindakan yang merusak
alam
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for Nature).
Prinsip ini adalah prinsip moral satu arah, menuju yang lain tanpa
mengharapkan balasan. Tidak didasarkan pada kepentingan pribadi melainkan
kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada alam, manusia akan
semakin berkembang menjadi manusia yang matang dan menjadi pribadi
dengan identitas yang kuat. Karena alam memang menghidupkan, tidak hanya
dalam pengertian fisik melainkan mental dan spiritual.
5. Prinsip Tidak Merugikan (No Harm). Artinya, manusia mempunyai kewajiban
moral dan tanggung jawab terhadap alam. Jadi, manusia tidak akan merugikan
alam secara terus-menerus
6. Prinsip Keadilan (Justice for Nature). Prinsip ini tidak berbicara tentang
perilaku manusia terhadap alam semesta. Tetapi tentang bagaimana manusia
harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam kaitannya dengan alam
semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada
kelestarian lingkungan hidup.

5
B. Peranan Etika Lingkungan dalam Pembelajaran
Rambu-Rambu Membelajarkan Etika Lingkungan
Baker dkk dalam Hudha (2019) memberikan rambu-rambu terkait hal yang
perlu diperhatikan dalam upaya mengajarkan etika lingkungan, sebagaimana dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan Etika Lingkungan
Ada banyak kemungkinan tujuan untuk mengajarkan etika lingkungan. Banyak
nilai budaya dan sosial menjadi acuan perencanaan kurikulum dan pengajaran etika
lingkungan. Sistem pendidikan yang berbeda akan menempatkan berbagai tujuan
dan penekanan dalam pengajaran etika lingkungan. Pendidikan etika lingkungan
dapat memiliki banyak kemungkinan tujuan, seperti disajikan pada
Tujuan Pendidikan Etika Lingkungan
a. Untuk membangun pengetahuan konseptual
b. Membangun pengetahuan prosedural/untuk mengembangkan keterampilan
dan kapasitas
c. Mendorong pengembangan pribadi
d. Sebagai intervensi pendidikan
e. Untuk mengembangkan sikap dan kepercayaan
(Sumber: Baker et al., 2012).

2. Etika dan Pemikiran Kritis


Persoalan lingkungan adalah persoalan mempertahankan kehidupan, karena
lingkungan merupakan tempat kehidupan. Kerusakan lingkungan berarti kerusakan
pada tempat kehidupan dan akibatnya adalah kehancuran kehidupan. Mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan merupakan pekerjaan yang membutuhkan
kesadaran etika, sehingga perilaku yang menyebabkan kerusakan lingkungan
menggambarkan hilangnya kesadaran terhadap etika lingkungan.
Hal demikian merupakan pemikiran kritis yang harus ditumbuhkan dalam
pembelajaran etika lingkungan, sebab melalui pemikiran kritis akan tumbuh sikap
kritis. Bentuk sikap kritis dimaksud meliputi: (1) kesadaran dan tanggungjawab
menyelamatkan dan melestarikan kehidupan flora dan fauna; (2) kesadaran dan

6
tanggungjawab mencegah terjadinya pencemaran; (3) kesadaran dan
tanggungjawab mengelola lingkungan dengan benar; (4) kesadaran dan
tanggungjawab untuk tidak mengeksploitasi lingkungan dan segala isinya; (5)
kesadaran dan tanggungjawab menjaga lingkungan untuk kehidupan generasi
selanjutnya (anak cucu).
Melaksanakan semua pemikiran kritis dan sikap etis, maka dalam pembelajaran
guru harus berperan untuk mempengaruhi apa dan bagaimana siswa belajar. Selain
pengetahuan mengenai subjek, gaya mengajar dan filosofi, guru juga harus mampu
membentuk kemampuan etis siswa. Proses pembelajaran dinamis dan terus
berubah, dengan perencanaan yang seringkali tidak dapat diprediksi. Saat
merancang kurikulum dan rencana pembelajaran, guru dapat mempertimbangkan
beberapa tujuan: jenis lingkungan belajar yang harus difasilitasi, urutan topik, atau
proses pembelajaran apa yang paling berguna bagi siswa.
Salah satu tujuan pembelajaran etika lingkungan hanya mungkin untuk
"menyadarkan" siswa dengan kenyataan bahwa masalah lingkungan memiliki
dimensi etis. Jika ini adalah tujuan, guru dapat memberikan siswa tentang dasar
perspektif etis. Mereka dapat memperbaiki kesalahan informasi tentang konsep
"etika". Guru dapat membuka pikiran siswa terhadap kemungkinan menggunakan
"etika" sebagai alat yang berharga. Dalam banyak kasus, pendidikan etika pada
dasarnya adalah mengajarkan bagaimana strategi berpikir kritis, bukan sekedar
transmisi pengetahuan faktual. Salah satu kemungkinan tujuan pendidikan etika
adalah agar siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan
argumen yang berdasar dan secara kritis memikirkan lingkungan.

3. Filsafat sebagai Alat


"Metode filosofis" dapat menjadi alat pedagogis yang berharga untuk
memperbaiki diskusi kelas. Melalui penggunaan alat-alat filsafat dan etika, guru
dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan penalaran mereka,
mengembangkan alat berpikir dan untuk menerapkan pemahaman baru. Dialog
kelas dapat mendorong siswa memahami dan mengadopsi perspektif/pemikiran
teman sekelas mereka. Ini mendorong siswa untuk memperoleh pengetahuan baru,

7
mempertanyakan, dan menguji pemahaman mereka sendiri. Demikian pula, para
guru dapat memfasilitasi "diskusi terpandu" dengan bertindak sebagai pemimpin
dalam diskusi kelompok. Alih-alih memberikan satu jawaban "benar", guru
meminta siswa mendiskusikan dan memperdebatkan berbagai masalah lingkungan.
Kemudian, guru menantang siswa untuk membenarkan kesimpulan mereka,
sehingga merangsang terjadinya diskusi.
Guru juga dapat menggunakan pendekatan "perancah/scaffolding" untuk
meminta siswa memberikan justifikasi baru atas gagasan yang telah mereka adopsi.
Guru mendorong diskusi ke tingkat yang semakin menantang untuk memungkinkan
siswa menyelesaikan masalah etika dengan kompleksitas yang cenderung
meningkat. Guru dapat menciptakan "konflik kognitif" di benak siswa. Begitu
siswa mengadopsi pandangan, guru mempertanyakan penalaran semacam itu dan
dengan demikian memperlihatkan kekurangan dalam penilaian siswa. Siswa
kemudian berpindah untuk mengadopsi posisi yang lebih kuat karena tantangan ini.
Interaksi ini mirip dengan Metode Sokrates, sebagai strategi pedagogis yang
berguna untuk mendorong pemikiran moral yang independen di kalangan siswa.
Metode seperti itu dapat mendorong siswa mengembangkan alat filosofis untuk
mengatasi masalah lingkungan.

4. Mendorong Siswa Belajar


Taksonomi Bloom mengajukan enam komponen dasar untuk pembelajaran:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Proses
kognitif ini dianggap penting untuk pembelajaran yang efektif. Sebagai alternatif,
proses kognitif juga dikategorikan sebagai (1) Pengetahuan Faktual, (2)
Pengetahuan Konseptual, (3) Pengetahuan Prosedural dan (4) Pengetahuan
Metakognitif (Anderson & Krathwohl, 2001). Agar pembelajaran terjadi, kegiatan
kognitif ini harus dilakukan. Hal ini berguna bagi guru untuk mempertimbangkan
perbedaan pengertian tentang "pembelajaran" dan kerangka kerja pembelajaran
semacam itu dapat diterapkan pada etika lingkungan. Bagaimanapun, guru harus
mengukur tingkat pengetahuan yang sudah diketahui siswa tentang masalah ini.
Gagasan etis tentang lingkungan sekitar cenderung dibingkai oleh agama siswa,

8
kepercayaan keluarga, budaya, dan tradisi sosial. Dengan demikian, siswa mungkin
sudah memiliki sistem etika dalam pikiran saat mereka belajar tentang etika
lingkungan (dalam konteks teori belajar konstruktivistik).

5. Pembangunan Moral
Istilah moralitas mengacu pada standar isi pembelajaran tentang perilaku benar
dan salah yang dimiliki bersama dalam masyarakat, bahwa mereka membentuk
sebuah konsensus komunal meskipun tidak harus mencakup semua hal. Hal Ini
mungkin termasuk banyak standar perilaku yang kadang-kadang disebut 'peraturan
moral' yang mungkin berkaitan dengan peraturan hukum atau peraturan khusus
untuk kelompok tertentu. Beberapa ajaran moral universal meliputi mengatakan
yang sebenarnya; menghormati privasi orang lain; meminta izin sebelum
menyerang tubuh orang lain (konteks olah raga atau seni); tidak membunuh; tidak
menyebabkan rasa sakit; tidak melumpuhkan; tidak merampas barang; melindungi
dan membela hak orang lain dan mencegah terjadinya bahaya pada orang lain.
Landasan moral ini kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk kewajiban yang
berhubungan dengan manusia. Kematangan moral dibutuhkan untuk dapat
berperilaku etis. Semua individu dapat mencapai titik kematangan moral, meskipun
beberapa pakar menyimpulkan bahwa perempuan lebih cenderung mudah berpikir
etis dari laki-laki.

6. Experiential Learning
Beberapa tahun terakhir, para pendidik telah mengidentifikasi experiential
learning atau "pembelajaran pengalaman" sebagai alat pembelajaran yang sama
pentingnya dengan pembelajaran langsung, aktif, dan partisipatif. Pendekatan ini
mendorong siswa untuk mendapatkan pemahaman baru melalui penemuan pribadi.
Melalui cara ini, setiap siswa menegosiasikan konsep baru dan mengembangkan
pemahaman sesuai dengan pemahamannya sendiri saat dia berinteraksi dengan
masalah etika, mempraktikkan bagaimana reaksi mereka saat menghadapi situasi
kehidupan nyata. Siswa mungkin memperdebatkan bagaimana kepedulian
lingkungan memiliki dimensi etis dengan menggunakan penalarannya sendiri, alih-
alih mengulangi seperti yang ditunjukkan oleh guru. Metode ini penting untuk

9
mengajarkan etika lingkungan karena keputusan etis merupakan keputusan pribadi
yang inheren, sehingga siswa harus menemukan cara untuk berhubungan dengan
konsep etika secara pribadi.
Guru juga dapat mendorong pembelajaran "berbasis proyek" dan kooperatif
sebagai alat untuk memungkinkan siswa memperkuat keterampilan mereka melalui
aplikasi kehidupan nyata. Mereka mungkin menggunakan "role-playing" untuk
mensimulasikan dilema etis, dengan beberapa anak bertindak sebagai aktivis
lingkungan, sementara yang lain berperan sebagai perusak lingkungan atau “orang
yang rakus terhadap sumber daya alam”. Pembelajaran pengalaman juga bisa
berupa kunjungan lapangan ke lokasi.

7. Pembelajaran Sosial
Menurut "Teori Belajar Sosial," setiap pembelajaran yang berlangsung dalam
kelompok dan antara siswa dan teman sebayanya sangat penting untuk
mengembangkan pilihan etis individual. Tatkala siswa terlibat dalam dialog
kelompok mengenai etika lingkungan, mereka dapat saling menghubungkan
gagasan masing-masing, berpartisipasi dalam debat dan mencapai kesimpulan etika
baru bersama-sama. Anggota kelompok sering mengubah pandangan mereka saat
mereka terlibat dalam debat kelompok. Ketika siswa berinteraksi satu sama lain,
mereka didorong untuk menemukan justifikasi baru di luar pandangan moral
pribadi mereka.
Ada beberapa cara untuk mendorong siswa mengembangkan pemikiran moral,
salah satunya dalam bentuk berpikir sebagai anggota/bagian dari komunitas. Ketika
siswa didesak untuk berpikir sebagai sebuah komunitas, mereka menganggap
dirinya sebagai anggota komunitas kelas. Ketika didorong untuk berpikir sebagai
sebuah kelompok - dan ketika siswa merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas
- ini mempengaruhi pemikiran moral pribadi mereka dan mendorong mereka untuk
mempertimbangkan perspektif komunitas. Jika siswa merasa tidak biasa untuk
mendiskusikan gagasan secara lantang, strategi alternatif dapat digunakan, seperti
mensimulasikan "pemilihan" dengan surat suara yang menunjukkan preferensi etis
lingkungan. Selain itu, ketika siswa berbagi perspektif multikultural satu sama lain

10
di kelas, mereka dapat mengadopsi perspektif baru. Dalam masyarakat yang
semakin multikultural, individu harus belajar untuk memahami orang lain, dan
perspektif yang beragam dapat digunakan untuk mengatasi masalah lingkungan.

8. Peran Guru
Pandangan etika pribadi guru dapat mempengaruhi siswa. Guru adalah model
utama bagi siswa untuk penalaran moral dan refleksi, jadi guru etika lingkungan
dapat memiliki pengaruh besar terhadap perspektif siswa mereka. Guru sering
dipandang oleh siswa sebagai panutan, dan keyakinan etika lingkungan mereka bisa
menjadi sangat penting. Beberapa pakar mengemukakan bahwa anggota kelompok
memiliki kecenderungan untuk mengadopsi keyakinan etis seorang ketua atau
pemimpinnya, dan hal yang sama berlaku untuk guru. Pikiran dan kepercayaan guru
sendiri dapat sangat mempengaruhi pandangan siswa.

9. Pembelajaran berbasis Lingkungan


Tidak hanya siswa dapat diajar tentang lingkungan, lingkungan itu sendiri juga
bisa berfungsi sebagai media untuk mengajarkan siswa tentang etika. Perubahan
musiman, misalnya, mencerminkan perubahan atmosfir, perbedaan suhu, sinar
matahari, dan curah hujan di berbagai wilayah di bumi. Ketika siswa berinteraksi
dengan alam, mereka mungkin mengamati beberapa sifat alami lingkungan.

10. Metode Pembelajaran Konvensional


Guru perlu mempertimbangkan bahwa metode pembelajaran konvensional
dapat diterapkan pada kondisi tertentu. Pada banyak kasus, siswa mungkin tidak
merasa nyaman berbagi ide dengan keras di kelas. Diskusi kelas yang memfasilitasi
pembelajaran dalam etika harus dilakukan dalam format kelas yang berbeda.
Pembelajaran harus dirancang dengan konteks budaya lokal, dan siswa harus
terlebih dahulu merasa nyaman untuk berbagi gagasan secara terbuka di kelas.
Mungkin guru dapat mengatur diskusi ke dalam kelompok yang lebih kecil, atau
mereka dapat mempromosikan diskusi aktif dengan memberi contoh. Seiring siswa
menjadi akrab, mereka dapat mempermudah diskusi filosofis dan etis. Tapi tanpa
transisi, akan sulit untuk tiba-tiba mengubah format konvensional agar sesuai

11
dengan pendekatan pembelajaran etika. Kebaruan dan kejutan dari jenis metode
pengajaran baru seringkali bisa cukup untuk membangkitkan minat siswa.

11. Perencanaan Kurikulum


Guru dan pihak sekolah dapat membuat keputusan mengenai apakah pelajaran
etika lingkungan harus diintegrasikan ke dalam semua aspek kurikulum, atau
diajarkan sebagai subjek yang terpisah. Haruskah itu diajarkan tersendiri, atau
terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran? Haruskah etika lingkungan dipilih
sebagai "tema" untuk tahun ajaran, dengan kegiatan akademik dan ekstrakurikuler
yang mendukung tujuan pembelajaran ini? Siswa dapat mengikuti pendidikan etika
lingkungan di semua mata pelajaran mereka, baik dalam sains, seni, bahasa, musik,
atau pendidikan jasmani. Sekolah dapat mengusulkan kesadaran lingkungan untuk
menjadi tema pembelajaran yang sedang berlangsung. Di tingkat universitas,
seluruh program studi dan program studi yang spesifik dapat dikhususkan untuk
mempelajari etika lingkungan. Lulusan etika dapat mengambil spesialisasi dalam
etika lingkungan. Dari tingkat prasekolah hingga pendidikan tinggi, kurikulum
etika lingkungan dapat dirancang dengan berbagai cara.
Guru memiliki tingkat kebebasan yang berbeda untuk memilih apa dan
bagaimana mereka mengajar. Pada konteks negara-negara Asia dan Pasifik, para
guru di beberapa satuan pendidikan harus mengikuti secara ketat kurikulum
nasional, sementara yang lain mungkin memiliki otonomi untuk merencanakan
pelajaran dan menetapkan tujuan pembelajaran mereka sendiri. Kementerian
Pendidikan di beberapa negara dapat memberikan pelatihan dan bantuan dalam
mengajarkan etika lingkungan. Di negara lain, merencanakan pelajaran etika
lingkungan mungkin memerlukan inisiatif guru sendiri.
Lebih khusus lagi, guru perlu berperan aktif dalam membantu siswa
mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan kesadaran analitis, evaluatif, dan
partisipatif. Guru juga harus mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman
dan nilai kognitif dan afektif, karena ini membentuk hubungan dan partisipasi
manusia di lingkungan mereka. Pemberdayaan siswa untuk menjadi warga negara
yang aktif dan melakukan kegiatan sebagai individu dan bagian dari kolektif yang

12
lebih besar, hal ini dapat bergerak melampaui konteks lokal dan menjadi lingkup
yang lebih global.

12. Aspek yang Dinilai


Seringkali sulit untuk menyepakati bagaimana menilai pengajaran dan
pembelajaran dalam etika. Mengukur keuntungan dalam pengetahuan dan
pemahaman siswa terutama perubahan sikap adalah tugas yang tidak
menyenangkan. Ada berbagai instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil
pendidikan, dengan perbedaan reliabilitas dan validitas.Ada banyak indikator, yang
dapat digunakan untuk menganalisis atau menilai pelaksanaan pembelajaran etika
lingkungan, sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2. Kemungkinan yang dapat dinilai Pendidikan Etika Lingkungan
Level guru/sekolah Level siswa
Pengetahuan konten guru Sensitivitas
Motivasi guru Kematangan etis
Persepsi guru tentang etika lingkungan Perkembangan moral
Perbaikan dalam desain mata pelajaran Perubahan nilai
dan perencanaan pelajaran.
Pengalaman guru Pengetahuan konseptual
Pengetahuan faktual
Pengetahuan prosedural
Perubahan sikap siswa

Kesimpulan: Rambu-rambu membelajarkan etika lingkungan adalah dengan


memperhatikan a) Tujuan pendidikan etika lingkungan, b) Etika dan Pemikiran
Kritis, c) Filsafat sebagai alat, d) Mendorong siswa belajar, e) Pembangunan moral,
f) Experiental Learning, g) Pembelajaran sosial, h) Peran Guru, i) Pembelajaran
berbasis Lingkungan, j) metode pembelajaran konvensional, k) perencanaan
kurikulum, l) Aspek yang dinilai.

13
C. Peranan Etika Lingkungan dalam Pendidikan IPA
Pendidikan merupakan upaya sadar, terencana, dan terpola untuk
menunbuhkembangkan potensi anak manusia sebagai generasi masa depan. Upaya
tersebut dilakukan untuk menjamin kehidupan yang sejalan perkembangan zaman,
saat ini dan masa mendatang (Jaenuddin dalam Miftachul, 2019). Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka jelaslah bahwa pendidikan adalah alat untuk
menyalurkan etika saat ini ke generasi selanjutnya (masa depan). Etika itu
merupakan jati diri bangsa dan ajaran luhur yang bahkan diakui oleh bangsa lain di
dunia. Pendidikan juga diamanahi tugas untuk mengembangkan etika dalam hidup
agar sejalan dengan perkembangan zaman, sehingga memungkinkan munculnya
etika baru yang positif (Darmawati dalam Miftachul, 2019).
Pendidikan menjadi perwujudan value bond atau sarat nilai, maka
menginternalisasikan nilai-nilai etika merupakan salah satu fungsi pendidikan.
Meskipun mereka yang saat ini menjadi “aktor” perusakan lingkungan juga
merupakan produk pendidikan dan mungkin juga produk pendidikan yang berkaitan
dengan materi lingkungan hidup saat itu, namun kita tidak dapat mengatakan bahwa
pendidikan telah gagal melaksanakan fungsinya. Kegagalan pendidikan yang justru
menghasilkan manusia perusak lingkungan bisa jadi karena pendidikan itu “hampa”
nilai-nilai. Tentu belajar dari pengalaman, kegagalan atau ketidakberhasilan ini
jangan terulang lagi. Saat proses pembelajarannya, materi etika tidak tepat bila
hanya dijadikan sebagai topik hafalan, tetapi harus dikaitkan dengan dunia nyata
yang dihadapinya sehari-hari (kontekstual). Dunia nyata yang memunculkan fakta
kerusakan lingkungan harus dijadikan sebagai obyek kajian dalam kajian
lingkungan, sekaligus bagaimana dimensi etika dalam hubungannya dengan
masalah kerusakan lingkungan itu (Sudarwati, 2012).
Ilmu Pengetahun Alam (IPA) memiliki andil yang besar dalam bidang
lingkungan karena IPA lebih menekankan pada gejala-gejala yang terjadi di alam.
Perkembangan IPA pada zaman sekarang telah menghasilkan keuntungan yang luar
biasa bagi kesejahteraan hidup manusia, namun disisi lain juga menimbulkan
dampak negatif bagi alam itu sendiri karena ulah dari manusia. Perkembangan IPA
tersebut harus diselaraskan dengan etika lingkungan agar manusia memiliki

14
komitmen terhadap kemaslahatan alam. Oleh karena itu, hubungan IPA dengan
etika lingkungan sangat perlu dilakukan guna memperoleh keuntungan bersama.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam akan membawa manusia ke arah
pencapaian kemakmuran dan kemudahan di segala bidang. Misalnya
perkembangan pada teknik kimia yang mempengaruhi proses produksi bahan
mentah, bahkan bahan buangan yang tidak terpakai pun dapat diolah menjadi bahan
lain yang nilainya jauh lebih tinggi. Hal tersebut merupakan contoh bagaimana
manusia harus memiliki etika terhadap lingkungan yakni dengan mengelolah bahan
buangan (limbah) agar dapat dimanfaatkan kembali oleh manusia. Contoh lain dari
perkembangan ilmu pengetahuan alam yakni pemanfaatan sumber daya alam non
hayati, misalnya batu bara dan minyak bumi. Jika pemanfaatannya dilakukan sesuai
dengan prosedur yang benar dan memahami konsep etika lingkungan, maka akan
menciptakan kesejahteraan bagi mansyarakat (Keraf, 2010).
Kemudahan yang diperoleh melalui pemahaman mengenai Ilmu
Pengetahuan Alam dapat membawa kesejahtraan bagi umat manusia. Pemahaman
mengenai Ilmu Pengetahuan Alam jika dibarengi dengan pemahaman etika
lingkungan, pembelajaran IPA kepada siswa akan lebih bermakna. Sebagai contoh
hubungan ilmu ekologi dengan etika lingkungan. Seperti yang diketahui, ekologi
didefinisikan Odum (1996) sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme
atau kelompok-kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan
timbal balik antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya. Manfaat dan
peranan ekosistem juga sangat besar dan penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Namun besarnya jasa ekosistem yang dibutuhkan oleh manusia ini tidak sejalan
dengan upaya pengelolaan dan perlindungan yang baik dan sesuai. Hal ini
disebabkan karena adanya kecenderungan pemikiran manusia bahwa manusia dan
kepentingannya menjadi nilai tertinggi dan setiap hal di luar manusia hanyalah
berfungsi sebagai penunjang dan obyek pemenuhan kepentingan manusia.
Pemikiran seperti ini tidak akan muncul jika manusia memiliki pengetahuan etika
lingkungan.
Pengetahuan etika lingkungan kepada siswa lebih awal dapat mengubah
cara pandang mereka, melalui ilmu ekologi siswa tahu bahwa manusia tidak dapat

15
menciptakan makanannya sendiri, manusia adalah konsumen yang sangat
bergantung pada organisme lain. Tanpa pengetahuan etika lingkungan,
pengetahuan siswa tentang ilmu ekologi akan tanpa makna, atau bahkan membawa
dampak kerusakan bagi lingkungan. Namun dengan pengetahuan etika lingkungan,
siswa akan sadar tentang posisinya dialam, tahu mengapa harus peduli pada alam,
dan semakin menguatkan kesadaran siswa terhadap lingkungan hidup. Sehingga
melalui etika lingkungan, pemahaman tentang Ilmu Pengetahuan Alam siswa akan
dimanfaatkan untuk lebih menjaga alam.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Ilmu Pengetahuan Alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan etika
lingkungan. IPA akan mengalami perkembangan jika manusia dapat
menjalankan fungsi etika lingkungan. Tanpa adanya etika lingkungan, manusia
akan melakukan eksploitasi secara berlebihan yang akan berdampak negatif
bagi alam dan manusia itu sendiri
2. Cara menyikapi perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam pada zaman sekarang
ini yakni dengan memanfaatkan alam sebaik-baiknya dan mengambil sumber
daya alam sesuai dengan kebutuhan. Dan manusia juga harus dibekali dengan
konsep etika lingkungan agar dapat melestarikan dan menjaga keindahan alam
3. Etika lingkungan berperan untuk mengontrol tindakan manusia dalam
menyikapi masalah alam akibat dari dampak perkembangan IPA. Etika
lingkungan juga berperan dalam mengawal perkembangan IPA agar memiliki
komitmen terhadap kemaslahatan alam

B. Saran
Saran dari pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca memahami
pentingnya etika lingkungan dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam. Selain
itu, makalah ini juga akan menambah kesadaran pembaca untuk selalu melestarikan
dan menjaga keindahan alam meskipun Ilmu Pengetahuan Alam akan selalu
mengalami perkembangannya, dengan cara memikirkan dampak negatif apa yang
akan di terima apabila manusia melakukan ketidakadilan terhadap alam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L., & Krathwohl, D. A. (2001). Taxonomy for learning, teaching and
assessing: A Revision of bloom's taxonomy of educational objectives. New
York: Longman.

Baker, M., Grundy, M., Junmookda, K., Macer, D., Manzanero, L. I., Reyes, D. P.
T., Tuyen, N. T., & Waller, A. 2012. Educational frameworks for
environmental ethics. Draft report for working group 11 of the Ethics and
Climate Change in the Asia Pacific (ECCAP) project. 19 February 2012
version.

Bundu, P. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam


Pembelajaran Sains di SD. Jakarta : Depdiknas

Hudha, A. M., Husamah, Rahardjanto, A. 2019. Etika Lingkungan (Teori dan


Praktik Pembelajarannya). Malang: UMM

Keraf, A. S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas: Jakarta.

Keraf, A.S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta : Kompas

Miftachul, A., H., dan Kadir, A., R. 2019. Etika Lingkungan, Teori dan Praktik
Pembelajarannya.

Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta.

Prawironegoro, D. 2013. Filsafat Ilmu – Kajian yang Disusun Secara Sistematis


dan Sistemik dalam Membangun Ilmu Pengetahuan. Jakarta : PT. Nusantara

Soeriaatmadja, R.E. 2003. Ilmu Lingkungan. Bandung : ITB Press

Sudarwati, T. M. (2012). Implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup


Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Semarang menuju sekolah adiwiyata
(Tesis tidak diterbitkan). Semarang: Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang.

Sutomo, H. 2009. Filsafat Ilmu Kealaman dan Etika lingkungan. Malang : UM


Press

Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

18

Anda mungkin juga menyukai