Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN HASIL EVALUASI INOVASI


MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA
PELAJARAN INFORMATIKA SISWA KELAS X SEMESTER 1
MA I’ANATUT THALIBIN CEBOLEK

TUGAS
Dibuat dalam rangka menenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Kelas dan Persekolahan yang diampu oleh Dr. H. Zubaidi, M.Pd.

Oleh:
Moh Hasan Amin (182610000617)

MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
JEPARA
2019
2

BAB I
PENDAHULUAN

Profil sekolah

Nama Sekolah : MA I’ANATUT THALIBIN CEBOLEK

Alamat : Jl. Ki Cibolang Gg. Pesantren Rt 02 Rw 06 Ds. Cebolek Kec.


Margoyoso Kab Pati

Kepala Sekolah : Moh Hasan Amin, S. E.

Mata Pelajaran : Informatika

Guru Mata Pelajaran : Moh Hasan Amin, S. E.

A. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran Informatika pada jenjang SMA/MA mencakup Mengaktifkan dan


menghidupkan komputer sesuai dengan prosedur, Menggunakan beberapa perangkat lunak,
Mendeskripsikan fungsi, proses kerja komputer, dan telekomunikasi serta berbagai peralatan
teknologi informasi dan komunikasi, Menjelaskan fungsi dan cara kerja jaringan komunikasi
(wireline, wireless, modem, dan satelit), Menerapakan aturan yang berkaitan dengan etika dan
moral terhadap perangkat keras dan perangkat lunak teknologi informasi dan komunikasi, dan
Menghargai pentingnya Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam teknologi informasi
dan komunikas.

Salah satu standar kompetensi mata pelajaran Informatika berdasarkan Kurikulum


2013 adalah tidak hanya mampu melakukan operasi dasar komputer dengan menggunakan
seperangkat komputer dan buku pegangan siswa, tetapi juga memecahkan masalah dan
membuat aplikasi dengan berfikir kritis.

Standar kompetensi tersebut berperan sebagai tujuan yang harus dicapai oleh siswa
kelas X SMA/MA pada semester 1 MA I’ANATUT THALIBIN CEBOLEK. Dalam proses
belajar mengajar, upaya mencapai tujuan tersebut melibatkan komponen- komponen
pembelajaran, yaitu isi/materi, metode, media dan evaluasi. Masing-masing komponen
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.

2
3

Pendekatan dan Model pembelajaran sebagai salah satu komponen pembelajaran


memiliki peranan dalam upaya pencapain tujuan pembelajaran. Penggunaan pendekatan
pembelajaran dapat membantu guru mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dan
dengan penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat akan membuat proses belajar
mengajar menjadi lebih menyenangkan dan siswa cenderung aktif.

Materi tentang operasi dasar komputer adalah materi yang besifat aplikatif, dan
pencapaian kompetensi siswa lebih banyak bersifat keterampilan, dalam proses pembelajaran
materi operasi dasar komputer harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang mampu
menunjang proses pembelajaran yang efektif dan membuat siswa tidak hanya mengerti teori
saja tetapi bisa mempraktekan bahkan menggunakannnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan


pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi,
penggunaan pendekatan kontekstual diharapkan dapat membantu dalam proses pencapaian
kompetensi siswa yang bersifat keterampilan mengoprasikan beberapa perangkat
lunak beberapa program aplikasi, dalam pendekatan pembelajaran kontekstual tidak hanya
mencakup aspek kognitif saja tetapi mencakup seluruh aspek hasil belajar yaitu, kognitif,
afektif dan psikomotor dan membuat pembelajaran lebih bermakna dengan menghubungkan
materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat


membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan kehidupan nyata yang
dialami siswa dan mendorong siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan konsep


belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Khususnya pembelajaran TIK pada pokok bahasan operasi dasar komputer yang
bersifat aplikatif dan sangat berhubungan erat dengan kegiatan sehari-hari yang dilakukan
siswa, dengan pembelajaran kontekstual siswa akan lebih mudah memahami materi yang
diberikan oleh guru dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
4

Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual untuk pembelajaran Informatika


sangat tepat karena sesuai dengan karakteristik pembelajaran TIK yang tercantum dalam
panduan pengembangan silabus Informatika yaitu :

a. Informatika merupakan keterampilan menggunakan komputer meliputi perangkat


keras dan perangkat lunak. Namun demikian Informatika tidak sekedar terampil, tetapi
lebih memerlukan kemampuan intelektual.

b. Materi Informatika berupa tema-tema esensial, aktual serta global yang berkembang
dalam kemajuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran Informatika
merupakan pelajaran yang dapat mewarnai perkembangan perilaku dalam kehidupan.

c. Tema-tema esensial dalam Informatika merupakan perpaduan dari cabang-cabang


Ilmu Komputer, Matematik, Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi,
Sibernetika dan Informatika itu sendiri. Tema-tema esensial tersebut berkaitan
dengan kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad 21 seperti
pengolah kata,spreadsheet, presentasi, basis data, Internet dan e- mail. Tema-
tema esensial tersebut terkait dengan aspek kehidupan sehari-hari.

d. Materi Informatika dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan


multidimensional. Dikatakan interdisipliner karena melibatkan berbagai disiplin ilmu,
dan dikatakan multidimensional karena mencakup berbagai aspek
kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pengamatan Peneliti selama melaksanakan observasi di MA I’ANATUT


THALIBIN CEBOLEK masih banyak guru yang menggunakan pendekatan pembelajaran
konvensional, penyampaian materi hanya dengan ceramah dan partisipasi siswa
dalam pembelajaran sangat kurang sehingga siswa cenderung pasif, begitu juga dalam
pembelajaran Informatika guru hanya menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional
dan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran sehingga materi yang disampaikan kurang
bisa dipahami oleh siswa. Tidak adanya kesempatan siswa untuk membangun
dan mengembangkan pengetahuannya karena penggunaan pendekatan pembelajaran yang
kurang inovatif menjadikan siswa kurang paham terhadap hasil belajar yang harus mereka
capai dan materi yang mereka pelajari.

Seringnya menggunakan metode ceramah, berarti tipe hasil belajar kognitif lebih
dominan jika dibandingkan dengan ranah psikomotor dan afektif. Sedangkan ranah
psikomotor dan afektif juga memiliki nilai yang sangat berarti bagi kehidupan siswa. Oleh
5

karena itu, diharapkan dari suatu kegiatan belajar mengajar mendapatkan hasil belajar yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam Mata Pelajaran Informatika


diharapkan dapat Meningkatkan hasil belajar siswa aspek psikomotor karena dalam
pendekatan pembelajaran kontekstual terdapat komponen-komponen yang sesuai
dengan karakteristik Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan komunikasi. Pengalaman belajar
yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari memudahkan siswa dalam mengaplikasikan
keterampilan komputer yang telah mereka pelajari. Sehingga aspek psikomotor yang
diharapkan muncul dari siswa akan benar-benar mereka terapkan dalam kehidupan sehari-
hari.

Berdasarkan semua pernyataan diatas, maka model pembelajaran kontekstual pada


mata pelajaran Informatika termasuk dalam suatu inovasi metode pembelaran yang perlu
dikembangkan dan diterapkan kepada para guru sehingga proses pembelajaran tidak monoton
dan menjenuhkan karena didominasi dengan metode ceramah.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang kami kaji
adalah apakah model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Informatika kelas X
semester 2 MA I’anatut Thalibin termasuk inovasi metode pembelajaran yang dapat
diterapkan ?

C. Tujuan

Penulisan Pelaporan ini bertujuan untuk mengetahui apakah inovasi model


pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Informatika kelas X semester 2 MA I’anatut
Thalibindapat diterapkan.
6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu


pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka (Sanjaya, 2005). Pembelajaran kompetensi merupakan suatu sistem atau pendekatan
pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen yang saling
terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya
(Sukmadinata, 2004).

Paparan pengertian pembelajaran kontektual di atas dapat diperjelas sebagai berikut:


Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar beroeantasikan pada prose pengalam secara
langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar
siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi
pelajaran.

Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan


hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata di masyarakat. Hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari
akan tetap tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan

Ketiga, pembelajaran kompetensi mendorong siswa untuk dapat menerapkannya


dalam kehidupan, artinya pembelajaran kompetensi tidak hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran di sini bukan ditumpuk di
otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi bahtera
kehidupan nyata.

Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual, terdapat lima karakteristik penting


dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual yaitu:

6
7

1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah


ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa
adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah


pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai
dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal
tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang
lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.

3. Memperaktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan


pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

4. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan


sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

B. Pendekatan dan Prinsip Pembelajaran Konstektual

1. Pendekatan pembelajaran kontekstual

Banyak pendekatan yang kita kenal dan digunakan dalam pembelajaran dan tiap-tiap
pendekatan memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang
menjadi fokus dan mendapat tekanan dalam pembelajaran. Ada pendekatan pembelajaran
yang berfokus pada siswa, kemampuan berfikir, aktivitas, pengalaman siswa, berfokus pada
guru, berfokus pada masalah (personal, lingkungan, sosial), berfokus pada teknologi seperti
sistem instruksional, media dan sumber belajar.

Berkenaan dengan aspek kehidupan dan lingkungan, maka pendekatan pembelajaran


ada keterlibatan pada siswa, makna, aktivitas, pengalaman dan kemandirian, serta konteks
kehidupan dan lingkungan. Pembelajaran dengan fokus-fokus tersebut secara konprehensif
tercantum dalam pembelajaran kontekstual.

Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang


berkembang. Anak bukanlah orang dewasa kecil, melainkan organisme yang sedang berada
8

pada tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat
perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru tidak lagi sebagai
instruktur atau penguasa yang memaksakan kehendak, melainkan sebagai pembimbing siswa
agar mereka dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.

Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh
tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang bersifat aneh dan baru. Oleh karena
itu, belajar bagi mereka mencoba memecahkan persoalan yang menantang. Guru berperan
sebagai pemilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh anak. Guru
membantu agar setiap siswa mampu mengaitkan antara pengalaman baru dengan sebelumnya,
memfasilitasi atau mempermudah agar siswa mampu melakukan proses asimilasi dan
akomodasi.

Dengan demikian, pendekatan pembelajaran CTL menekankan pada aktivitas siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental. CTL memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan
menghafal, mengingat fakta-fakta, mendemonstrasikan latihan secara berulangulang akan
tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran CTL, belajar di
alam terbuka merupakan tempat untuk memperoleh informasi sehingga menguji data hasil
temuannya dari lapangan tadi baru dikaji di kelas. Sebagai materi pelajaran siswa menemukan
sendiri, bukan hasil pemberian apalagi dialas oleh guru.

2. Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual

Elaine B. Jhonson (2002), mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontektual,


minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan, yaitu: saling ketergantungan
(interdepence), diferensiasi (differetiation), dan pengorganisasian (self organization).

Pertama, prinsip saling ketergantungan (interdependence), menurut hasil kajian


para ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung. Segala
yang ada baik manusia maupun mahluk hidup lainnya selalu saling berhubungan satu sama
lainnnya membentuk pola dan jaring sistem hubungan yang kokoh dan teratur.

Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem
kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat bekerja, di masyarakat. Dalam
kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, kepala sekolah,
tata usaha, orang tua siswa, dan nara sumber yang ada di sekitarnya. Dalam proses
pembelajaran siswa, berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana
belajar, iklim sekolah dan lingkungan. Saling berhubungan ini bukan hanya sebatas pada
9

memberikan dukungan, kemudahan, akan tetapi juga memberi makna tersendiri, sebab makna
ada jika ada hubungan yang berarti. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang

menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori
dengan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata.

Kedua, prinsip diferensiasi (differentiation) yang menunjukkan kepada sifat alam


yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan. Alam tidak
pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip diferensiasi
menunjukan kreativitas yang luiar biasa dari alam semesta. Jika dari pandangan agama,
kreativitas luar biasa tersebut bukan alam semestanya tetapi penciptaNya. Diferensiasi bukan
hanya menunjukkan perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan
yang berbeda tersebut berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersifat
simbiosis atau saling menguntungkan. Apabila para pendidik memiliki keyakinan yang sama
dengan para ilmuwan modern bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya
berlaku dan berpengaruh pada alam semesta, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para
pendidik juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sejalan dengan
prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini. Proses pendidikan dan pembelajaran
hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan, variasi dan kolaborasi.
Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran
kontekstual berpusat pada siswa, menekankan aktivitas dan kreativitas siswa. Siswa
berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun dan
mencatat fakta dan informasi, menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.

Prinsip pengorganisasian diri (self organization), setiap individu atau kesatuan dalam alam
semesta mempunyai potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang
berbeda dari yang lain. Tiap hal memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri,
pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, yang memungkinkan
mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya.

Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong
tiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal
mungkin. Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa mecapai
keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, pengembangan sikap dan moral
sesuai dengan harapan masyarakat.

C. Asas-Asas dalam Pembelajaran Kontekstual


10

Asas-asas sering juga disebut komponen-komponen pembelajaran


kontekstual melandasi pelaksanaan proses pembelajaran kontekstual yang memiliki tujuh
asas meliputi: 1) Kontruktivisme, 2) Inkuiri, 3) Bertanya, 4) Masyarakat belajar,
5) Pemodelan, 6) Refleksi, dan 7) Penilaian nyata.

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam


struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean Piaget (Sanjaya,2005) menganggap
bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, akan tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu berasal dari luar akan tetapi dikontruksi
dari dalam diri seseorang. Karena itu pengetahuan terbentuk oleh objek yang menjadi bahan
pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasi objek tersebut. Lebih jauh
Piaget menyatakan hakikat pengetahuan adalah: 1) pengetahuan bukanlah merupakan
gambaran dunia nyata, akan tetapi merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subjek, 2)
Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk
pengetahuan, 3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang, struktur konsepsi
membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam behadapan dengan pengalaman-
pengalaman seseorang.

2. Inkuiri

Asas Inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan


penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta
hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru
bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafalkan sejumlah materi akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus
dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis,
akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental emosional, dan kemampuan
individu yang utuh.

Dalam model inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistimatis, yaitu: 1)
Merumuskan masalah, 2) Mengajukan hipotesis, 3) Mengumpulkan data, 4) Menguji hipotesis
berdasarkan data yang dikumpulkan, dan 5) Membuat kesimpulan. Penerapan model inkuiri
ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran siswa
akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk
11

menemukan masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa
dapat mengajukan jawaban sementara (hipotesis). Hipotesis itulah akan menuntun siswa
untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Bila data terkumpul maka dituntut
untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan. Asas menemukan
itulah merupakan asas penting dalam pembelajaran konstektual.

3. Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keinginantahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran
kontekstual, guru tidak banyak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi berusaha
memancing agar siswa menemukan sndiri. Oleh karena itu, melalui pertanyaan guru dapat
membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: 1) Menggali informasi tentang


kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, 2) Membangkitkan motivasi siswa
untuk belajar, 3) Merangsang keinginantahuan siswa terhadap sesuatu, 4) Memfokuskan siswa
pada sesuatu yang diinginkan dan 5) Membimbing siswa untuk menemukan atau
menyimpulkan sendiri.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil


pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (team work). Kerjasama itu
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar yang dibentuk secara
formal maupun dalam lingkungan secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh secara
sharingdengan orang lain, antar teman, antar kelompok berbagi pengalaman pada orang lain.
Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi.

Dalam kelas pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat


dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
anggotanya bersifat hetrogen, baik dilihat kemampuannya maupun kecepatan belajar, minat
dan bakatnya. Dalam kelompok mereka saling membelajarkan, jika perlu guru dapat
mendatangkan seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa
tersebut, misalkan dokter yang berbicara tentang kesehatan dll.

5. Pemodelan (Modeling)
12

Yang dimaksud asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan


sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Guru biologi memberikan contoh
bagaimana cara mengoprasikan termometer, begitupun guru olahraga memberikan contoh
model bagaimana cara bermain sepak bola, bagaimana guru kesenian memainkan alat musik.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa
yang memiliki kemampuan, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Di sini
modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui
modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang mengundang
terjadinya verbalisme.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang


dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukan dalam struktur
kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah
dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya.

Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru


memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang
telah di pelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri,
sehingga siswa tersebut dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

7. Penilaian Nyata (Authentik Assessment)

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki
pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.


Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung

dan meliputi seluruh aspek domain penilaian. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada
proses belajar bukan kepada hasil belajar.

D. Teknologi Informasi dan komunikasi


13

TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) atau yang lebih dikenal dalam dunia
global sebagai Information and Communcation Technologies (ICT), adalah istilah majemuk
yang terdiri dari dua aspek, yaitu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi
informasi adalah segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu,
manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi, adalah sesuatu
yang berkaitan dengan penggunaan alat Bantu untuk memproses dan mentransfer data dari
perangkat yang satu ke yang lainnya. Jadi, dengan definisi tersebut, dapat dipahami oleh
semua orang bahwa TIK tidak terbatas pada pemanfaatan computer dan internet saja, tetapi
apapun yang berkaitan dengan proses, manipulasi, pengelolaan dan mengkomunikasikan
sesuatu dari perangkat yang satu ke yang lainnya juga disebut TIK. Produk TIK sangan
banyak jenisnya, bisa berbentuk internet, radio, televisi, video, conference class, e-learning, e-
book, edu software / games, alat peraga, dll.

E. Konsep Dasar Teknologi Inormasi dan Komunikasi

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data,
termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam
berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang re levan,
akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan
dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan.

Informatika dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat


dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan
produktivitas.

Dalam materi pembekalan Dasar Informatika ada 3 (tiga) konsep yang harus
dipahami dengan benar sehingga dalam prakteknya tidak terjadi kekeliruan. Ketiga konsep
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Konsep Teknologi

Dalam konsep teknologi ini ada 3 bentuk yang bisa dipahami, yaitu :

1. Teknologi sebagai Ide, yaitu teknologi yang ada dalam pikiran dalam bentuk ide-ide
ketika memikirkan, merasakan akan melakukan sesuatu.

2. Teknologi sebagai Proses Rancang Bangun, yaitu teknologi yang terlihat ketika kita
melakukan atau mengerjakan sesuatu proses yang dipikirkan sebelumnya.
14

3. Teknologi sebagai Produk Rancang Bangun, yaitu teknologi sebagai hasil dari proses
pengerjaan sesuatu, bisanya dalam bentuk alat, benda-benda tertentu, prosedur-
prosedur terntentu, atau biasanya dikelompokan menjadi perangkat keras dan
perangkat lunak.

2. Konsep Informasi.

Informasi adalah sekumpulan atau serangkaian data yang telah mengalami


pengolahan dan memiliki arti serta siap untuk dipakai, misalnya untuk pengambilan
keputusan atau untuk menjelaskan sesuatu kepada orang lain.

3. Konsep Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan,
baik yang dilakukan oleh satu orang, atau antara satu seseorang dengan orang lain dengan
menggunakan media atau tanpa menggunakan media.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Informatika adalah suatu teknologi yang digunakan
untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,
memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu
informasi yang re levan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi,
bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan
keputusan.

Informatika dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat


dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan
produktivitas di segala bidang kegiatan.

BAB III

HASIL PENULISAN PELAPORAN

A. Penjabaran Berdasarkan Karakteristik Inovasi

1. Keunggulan relatif (relative advantage) :


15

Derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada
sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social,
kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh
pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

Model pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran TIK kelas X semester 1


memberikan suatu keuntungan dan manfaat karena model pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar,
manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan
menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan
membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menerapkannya.

2. Kesesuaian (compatibility) :

Derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku,
pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide
baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat
diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).

Adopter juga mempertimbangakan pembelajaran kontekstual berdasarkan


kompatibilitasnya pada nilai-nilai, pengalaman, dan kebutuhannya. Bagi siswa, belajar dengan
mengaitkan pengalamannya akan mempermudah proses ketercapaian informasi dan
membuatnya mudah memahami pelajaran. Jika siswa telah mendapatkan pengalaman
sebelumnya akan membuatnya mudah untuk mengadopsi apa yang diberikan oleh guru.

Selain itu, mata pelajaran TIK merupakan salah satu mata pelajaran wajib sekarang ini.
Melihat kebutuhan dan perkembangan zaman terhadap computer, memberikan suatu
pandangan kepada para siswa bahawa mempelajari
15 TIK adalah suatu kebutuhan.

3. Kerumitan (complexity) :

Derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan
digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan
digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan
dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
16

Model pembelajaran kontekstual ini mempunyai beberapa kerumitan dalam


menerapkannya, diantaranya :

Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual


berlangsung, Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas
yang kurang kondusif, Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL,
guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru
bagi siswa, dan Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar.

4. Kemampuan diujicobakan (triability) :

Derajat dimana suatu inovasi dapat diuji coba batas tertentu. Suatu inovasi yang
dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi,
agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan
(mendemonstrasikan) keunggulannya.

Dalam prakteknya model pembelajaran kontekstual memberikan manfaat yang


cukup signifikan bagi siswa dalam menerepakan hasil belajaranya dalam kehidupan sehari-
sehari sehingga model pembelajaran kontekstual ini dianggap sebagai referensi dalam
mengembangkan kemampuan siswa yang menerapkan hasil belajarnya di kehidupan sehari-
hari. Oleh Karena itu model pembelajaran kontekstual mudah diterapkannya.

5. Kemampuan diamati (observability) :

Derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah
seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau
sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar
keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan
kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
17

Adopter akan mengamati apakah dengan mengikuti pembelajaran kontekstual pada


mata pelajaran TIK akan meningkatkan hasil belajar siswa atau tidak. Jika iya, maka metode
ini dianggap suatu inovasi yang dapat segera diterima oleh masyrakat dengan cepat.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan di MA I’anatut Thalibintentang


inovasi model pembelajaran pada mata pelajaran Informatika siswa kelas X semester 1 dapat
ditarik kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran kontekstual sangat bagus untuk
18

diterapkan ke mata pelajaran lain karena pembelajarannya menekankan kepada proses


keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka.

B. Saran

1. Bagi siswa

Siswa diharapkan dapat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan


metode pembelajaran kontekstual dan dapat benar-benar memahami dan menggunakan
pengetahuan yang telah dimiliki dalam kehidupan sehari-hari dengan hakekat dasar dari
pembelajaran kontekstual yaitu adanya hubungan-hubungan materi pelajaran dengan dunia
nyata siswa.

2. Bagi guru

Guru diharapkan dapat menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual ini


sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa ranah psikomotor pada mata pelajaran TIK yang menuntut adanya keterampilan
penggunaan komputer.

DAFTAR PUSTAKA

Everett M. Rogers. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free Press A Division of
Macmillan Publishing Co. Inc

Roger M & Shoemaker F. Floyd. (1971). Communication of Innovation. New York: The Free
Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc.
18
19

Yulaelawati, Ella. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofis Teori dan Aplikasi.

Jakarta: Pakar Raya Pustaka.

http://irfarazak.blogspot.com/2009/04/model-pembelajaran-kontekstual.html

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=teori%20model%20pembelajaran
%20kontekstual&source=web&cd=8&sqi=2&ved=0CFsQFjAH&url=http%3A%2F
%2Frepository.upi.edu%2Foperator%2Fupload
%2Fs_e0451_055409_chapter2.pdf&ei=y6vLT73NEYPjrAeOieypDg&usg=AFQjCNHIlXn-
Kp6G6NvuwGmzrppLgB1Nuw

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=teori%20model%20pembelajaran
%20kontekstual&source=web&cd=10&sqi=2&ved=0CF0QFjAJ&url=http%3A%2F
%2Fetd.eprints.ums.ac.id
%2F8685%2F1%2FA210060123.pdf&ei=y6vLT73NEYPjrAeOieypDg&usg=AFQjCNFEqrt
FAq2FYQkfzFZnH1mLp8TlrQ

http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psy-
ab&q=operasi+dasar+komputer+filetype:pdf&oq=operasi+dasar+komputer+filetype:pdf&aq=
f&aqi=&aql=&gs_l=hp.3...16420.23433.7.23973.13.13.0.0.0.1.1585.5043.0j2j5j1j0j1j1j0j1.1
1.0...0.0.vyrziqPkfig&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.,cf.osb&fp=c2fa811ecb10504d&bi
w=1366&bih=677

Anda mungkin juga menyukai