Anda di halaman 1dari 15

Rangkuman Problematika Pembelajaran Matematika Dan Beberapa Solusi Yang

Ditawarkan

Dosen pengampuh: Dr. ROSIDAH, M.Si.

Disusun oleh

Ummul J. (201050701007)

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
Matematika merupakan salah mata pelajaran wajib dari jenjang pendidikan SD, SMP
hingga SMA. Namun dalam proses pembelajarannya sendiri, siswa menemuai beberapa kesulitan
seperti sulitnya memahami konsep, membuat model matematika, menyelesaikan masalah model
matematika dari materi yang diajarkan dan kesulitan- kesulitan lain yang muncul dalam proses
belajar mengajar matematika. Ditambah lagi dengan kondisi pandemi covid-19 seperti saat ini
yang mengharuskan proses belajar mengajar dilakukan secara Daring semakin mempersulit
proses pembelajaran, tidak hanya pelajaran matematika tetapi semua mata pelajaran. Dari
berbagai masalah yang muncul, telah dilakukan barbagai inovasi model dan metode dalam
proses belajar mengajar untuk menghadapi kondisi-kondisi atau masalah-masalah tersebut.
Berikut beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah-masalah dalam
pelaksanaan pembelajaran secara umum dan terkhusus untuk matematika.

A. Penggunaan Metode Pembelajaran Matematika Berbasis Virtual Di Masa Covid-19


Pembelajaran berbasis virtual merupakan pembelajaran yang dirancang untuk mengatasi
keterpisahan jarak dan waktu antara perserta didik dengan pendidik, namun bukan untuk
menggantikan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran ini memanfaatkan teknologi internet
dalam pengaplikasiannya. Penggabungan pembelajaran tatap muka dengan konsep virtual
learning akan memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas pembelajaran, di samping
peningkatan efektivitas dan efisiensi pendidikan.

Salah satu penghambat dalam proses belajar mengajar adalah keterpisahan jarak dan
waktu. Penggunaan pembelajaran berbasis virtual ini dapat menjadi solusi atau sarana dalam
pembelajaran dimasa pandemi covid-19 seperti saat ini. Dalam penerapannya, pembelajaran
berbasis virtual ini memanfaatkan komputer atau smartphon serta internet sebagai media untuk
mengakses informasi dan sumber belajarnya. Menjamurnya situs-situs mesin pencarian akan
mempermudah siswa dalam menemukan sumber belajar yang banyak serta alur proses belajar
yang beragam. Informasi yang diberikan dapat memberikan kecukupan pengetahuan bagi pencari
informasi, baik berupa gambar, teks, maupun video. Misalnya dari media online virtual
berbantuan sumber, kompas.com, branly dan lainnya.

Namun, hal ini tetap membutuhkan guru sebagai tutor yang membimbing dan menunjang
pembelajaran dengan menggunakan media online ini. Dalam menjalankan tugasnya sebagai
tutor guru dapat memanfaatkan beberapa aplikasi seperti Zoom meeting, Google class room dan
lain-lain sebagai media untuk menciptakan suasana belajar menyerupai pembelajaran dikelas,
seperti pemberian materi, pemberian tugas, bimbingan, serta melakukan penilaian terhadap
siswa. Untuk menerapkan metode pembelajaran firtual dibutuhkan kondisi-kondisi sebagai
berikut:
1. Perubahan paradigma, Pembelajaran berbasis ICT (Information Communication
Technology) akan berhasil apabila paradigma yang berorientasi pada guru diubah menjadi
paradigma yang berorientasi pada siswa. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber
belajar, melainkan berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa. Dengan melakukan
virtual learning siswa memiliki akses informasi secara luas.
2. Perubahan sistem operasional kerja dan struktur organisasi. Berbeda dengan proses belajar
tatap muka yang dimana seluruh kegiatan mulai dari merancang, melaksanakan hingga
evaluasi dilakukan oleh guru, dalam penerapan media berbasis online virtual, perancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dilakukan oleh orang yang berbeda-beda. Ahli
materi akan menentukan materi yang perlu disajikan dalam bentuk online. Perancang
pembelajaran akan merancang penyajian materi dan ahli teknisi akan mengembangkan
materi dalam bentuk online. Guru berperan sebabagi tutor yang berinteraksi dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran secara online. Dalam penerapannya, siswa dituntut untuk
belajar mandiri sehingga lembaga pendidikan harus menyediakan layanan untuk mendukung
keberhasilan belajar siswa seperti penyediaan katalog, jadwal, registrasi, toko buku,
pengumuman nilai, transkrip nilai, bimbingan konseling, tutorial, laboratorium,
perpustakaan, dan lain sebagainya.
3. Melek Teknologi Informasi dan Komunikasi. Selain kemampuan keterampilan kognitif
tinggi seperti negosiasi makna, belajar sepanjang hayat, analisis refleksi, dan meta kognisi,
siswa juga dituntut untuk memiliki keterampilan dasar, seperti penggunaan teknologi
komputer, keterampilan sosial online, etika online, navigasi web, dan penelusuran web.
Keterampilan tersebut dinamakan networked information and communication literacy
skills (NICLS). Terdapat tiga faktor utama yang perlu dikuasai siswa berkenaan dengan
penguasaan NICLS diantaranya:
a. Kolaborasi dan kerja sama secara online. Siswa dituntut untuk menyadari faktor sosial
yang terlibat dalam penggunaan teknologi, seperti etika online.
b. Mencari dan menemukan kembali informasi. Kemampuan ini berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam mencari dan menemukan kembali informasi dari sumber-
sumber online dengan menggunakan mesin-mesin pencari informasi di internet.
c. Menilai sumber informasi dalam Internet. Keterampilan ini berkaitan dengan
kemampuan siswa mengevaluasi secara kritis sumber informasi dan mengaitkan
informasi yang dipilih dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

Untuk membantu siswa berhasil dalam virtual learning menggunakan media berbasis
online virtual, selain menguasai materi belajar dan keterampilan-keterampilan teknik, guru atau
tutor juga dituntut untuk menguasai keterampilan ICT untuk mengelola dan memfasilitasi virtual
learning.  Ada empat peran utama tutor online yaitu:
1. Pedagogical/intellectual roles. Berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengolah kelas
(proses pembelajaran) sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik.
2. Social roles. Dimana guru dituntut untuk mengembangkan lingkungan belajar yang
bersahabat dan menyenangkan sehingga siswa merasa yakin bahwa mereka dapat
menguasai pesan pembelajaran yang diharapkan.
3. Managerial/organizational roles. Berkaitan dengan kemampuan guru menata tujuan
belajar, merancang kegiatan belajar, menyusun jadwal kegiatan belajar dan tugas-tugas,
serta menjelaskan aturan-aturan prosedural dan norma-norma pembuatan keputusan.
4. Technical roles, berkaitan dengan guru dituntut untuk mengenal, nyaman, dan menguasai
sistem dan perangkat lunak yang membentuk lingkungan belajar online.

B. Model pembelajaran blanded learning pada masa pandemi covid-19


Blanded learning adalah model pembelajaran yang berkembang sekitar tahun 2000.
Pembelajaran ini menggabungkan antara metode pembelajaran tatap muka dan pembelajaran
online yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Terdapat tiga komponen penting
dalam model pembelajaran blanded learning yaitu online learning, pembelajaran tatap muka,
dan belajar mandiri. Siswa dapat belajar tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Secara mendasar terdapat tiga tahapan dasar dalam model Blended Learning yang
mengacu kepembelajaran berbasis ICT yaitu:
1. Seeking of Information, yaitu mencari informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia
secara online maupun offline berdasarkan relevansi, validitas, reliabilitas konten dan kejelasan
akademis. Pendidik atau fasilitator berperan memberi masukan bagi siswa untuk mencari
informasi yang efektif dan efisien.
2. Acquistion of information, yaitu siswa menemukan, memahami, serta mengaitkannya dengan
ide atau gagasan yang dipahami oleh siswa, kemudian menginterprestasikan
informasi/pengetahuan dari berbagai sumber yang tersedia, hingga mereka mampu
mengkomunikasikan kembali ide-ide dan hasil interprestasinya menggunakan fasilitas.
3. Synthesizing of knowledge, yaitu merekonstruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan
akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan dari informasi yang
diperoleh.

Penerapan model blended learning harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, serta menentukan aktifitas mana yang sesuai dengan pembelajaran konvensional dan
aktivitas mana yang sesuai untuk online learning.
Blanded learning memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
1. Siswa lebih mudah dalam mengakses dan berbagi file pembelajaran dengan siswa lainya,
sehingga pembelajaran lebih efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan kemampuan dan
kemandirian siswa sesuai dengan gaya belajar mereka masing-masing.
2. Penjadwalan kegiatan pembelajaran lebih fleksibel. Kelas tatap muka digunakan untuk
melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktif. Sedangkan kelas online memberikan
para siswa berbagai konten multimedia yang kaya akan pengetahuan kapan, dan dimana saja
selama pelajar memiliki akses internet.
3. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar dan siswa.

Blanded learning juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya :


1. Media yang dibutuhkan beragam, sehingga sulit diterapkan apabila saran dan prasarana
tidak mendukung.
2. Tidak meratanya fasilitas yang dimilki siswa, seperti halnya komputer dan akses internet
3. Kurangnya pengetahuan sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik dan orang
tua) terhadap penggunaan teknologi.

C. Problematika Model Pembelajaran Discovery Learning


Salah satu kesulitan yang paling umum dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajaran
matematika yaitu memahami konsep matematika dari materi yang sedang di pelajari. Gagalnya
siswa dalam memahami konsep-konsep yang sedang mereka pelajari berimbas pada minat dan
motifasi belajar siswa, karena menganggap bahwa matematika pelajaran yang sangat sulit
dipahami bahkan menakutkan. Penerapan model, metode, teknik serta media yang tepat dalam
proses pembelajaran dapat membantu siswa memahami konsep-konsep materi yang dipelajari
tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat di terapkan untuk meningkatkan pemahaman
konsep matematika siswa yaitu model pembelajaran discovery learning.
Pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, sehingga hasil yang diperoleh akan
lebih bermakna dan bertahan lama dalam ingatan, sehingga tidak akan mudah dilupakan siswa.

Ada beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Meningkatkan pertisipasi siswa dalam proses belajar. Dimana dalam pembelajaran
penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit maupun abstrak, siswa banyak mengeksplor informasi tambahan yang diberikan.
Serta belajar merumuskan strategi tanya jawab yang sesuai untuk memperoleh informasi
yang bermanfaat dalam proses menemukan.
c. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang
efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
d. Melalui pembelajaran penemuan, keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-
prinsip yang dipelajari lebih bermakna.
e. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Secara umum tahap pengaplikasian model pembelajaran Discovery Learning dalam kelas yaitu:
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, dan
tidak diberikan generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Tahap ini Guru
bertanya dengan mengajukan persoalan, atau meminta siswa membaca atau mendengarkan
uraian yang memuat permasalahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah tahap stimulasi, selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah-masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
c. Data collection (pengumpulan data).
Pada tahap berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis,
dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya.
d. Data processing (pengolahan data).
Pada tahap ini siswa membentukan konsep dan generalisasi dari data yang telah
dikumpulkan pada tahap sebelumnya. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan
penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian
secara logis.
e. Verification (pembuktian).
Tahap ini untuk membuktikan secara cermat mengenai benar tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi. Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi
tertentu. Kemudian dirumuskan dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Adapun peranan guru dalam pembelajaran discovery learning yaitu, merencanakan dan
menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah, memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik, dan bertindak
sebagai tutor bagi siswa dalam proses memecahkan masalah, serta melakukan penilaian
terhadap hasil hasil belajar siswa.

Ada beberapa kelebihan model pembelajaran penemuan yaitu (i) Mampu meningkatkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving), meningkatkan motivasi, serta
mendorong keterlibatan keaktifan siswa dalam proses belajar. (ii) Siswa akan dapat mentrasfer
pengetahuannya ke berbagai konteks. (iii) Menimbulkan rasa puas bagi siswa, karena
menemukan pengetahuannya sendiri, sehingga lebih bermakna bagi mereka.

Selain kelebihan, model pembelajaran penemuan juga memiliki kekurangan yaitu (i)
Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahan fahaman antara guru dan siswa.
(ii) Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang pada umumnya,
dimana untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karenaa guru itu memerlukan
banyak waktu. (iii) Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan. (iv) Tidak berlaku untuk
semua topik. Misalnya untuk materi pelajaran olahraga.

D. Model Pembelajaran Project Based Learning


Project based learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa
sedangkan beperan sebagai guru sebagai motivator dan fasilitator, dimana siswa dilatih untuk
membangun dan mengaplikasikan konsep dari proyek yang dihasilkan dengan mengeksplorasi
dan memecahkan masalah di dunia nyata secara mandiri. Pembelajaran berbasis proyek
memanfaatkan masalah nyata sebagai langkah awal dalam proses menginvestigasi,
mengumpulkan dan mengintegrasikkan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman siswa dalam
aktifitas secara nyata. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua kegiatan belajar aktif dan
melibatkan proyek dapat disebut sebagai PjBL. Ada lima kriteria dari pembelajaran PjBL yaitu:
1. The project are central, not peripheral to the curriculum. Ada dua hal yang perlu
dipahami. Pertama, proyek merupakan kurikulum. Pada PjBL, proyek merupakan inti
strategi mengajar, siswa berkutat dan belajar konsep inti materi melalui proyek. Kedua,
keterpusatan yang berarti jika siswa belajar sesuatu di luar kurikulum, maka tidaklah
dikategorikan sebagai PjBL.
2. Proyek PjBL difokuskan pada pertanyaan atau masalah yang mendorong siswa
mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari mata pelajaran.
3. Proyek melibatkan siswa pada penyelidikan konstruktivisme berupa perancangan proses,
pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan, atau proses
pengembangan model. Aktivitas inti dari proyek harus melibatkan transformasi dan
konstruksi dari pengetahuan atau keterampilan baru siswa.
4. Inti proyek tidak berpusat pada guru, melainkan lebih mengutamakan kemandirian,
pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat kaku, dan tanggung jawab siswa dalam
menemukan penyelesaian yang tepat dari proyek yang dikerjakan.
5. Proyek adalah realistis, tidak school-like. PjBL melibatkan tantangan-tantangan kehidupan
nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah autentik dan pemecahannya berpotensi
untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya.

Secara umum tahap pembelajaran menggunakan model PJBL yaitu:


Fase 1 : Penentuan Pertanyaan Mendasar
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan esensial yang dapat memberi
penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan-pertanyaan disusun umumnya
bersifat terbuka, propokatif, menantang, membutuhkan keterampilan berfikit tingkat tinggi yang
mendorong siswa untuk melakukan investigasi terhadap topik yang diangkat. Guru berusaha agar
topik yang diangkat relevan untuk para siswa dan terkait dengan dunia nyata siswa.
Fase 2: Menyusun Perencanaan Proyek
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa, agar siswa merasa
memiliki tanggung jawab atas tugas tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan
kegiatan yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan penting, dengan cara
mengintegrasikan berbagai materi yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat
diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
Fase 3: Menyusun Jadwal
Guru dan siswa secara bersama-sama menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap yaitu membuat jadwal untuk menyelesaikan proyek, menentukan
waktu akhir penyelesaian proyek, membimbing siswa dalam membuat perencanaan yang tepat
untuk menyelesaikan proyek Jadwal yang telah dibuat harus disetujui bersama agar guru dapat
melakukan monitoring kemajuan belajar dan pengerjaan proyek di luar kelas.
Fase 4: Memantau Siswa dan Kemajuan Proyek
Pada tahap ini guru berperan sebagai mentor yang bertanggu jawab untuk memantau
aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Agar mempermudah proses pemantauan, dibuat
sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan kegiatan yang penting.
Fase 5: Penilaian Hasil
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur pencapaiaan standar
kompetensi, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan
balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun
strategi pembelajaran berikutnya.
Fase 6: Evaluasi Pengalaman
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi baik secara individu
maupun kelompok terhadap kegiatan dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Guru dan siswa
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran,
sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru untuk menjawab permasalahan yang
diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Penilaian pembelajaran berbasis proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa selama pembelajaran. Ada 3 hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penilaian proyek yaitu (i) Kemampuan siswa dalam memilih topik,
mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta membuat laporan hasil proyek.
(ii) Relevansi atau kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.(iii) Keaslian yaitu proyek yang
dilakukan siswa harus merupakan hasil karyanya.

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir
proyek. Sehingga, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti
penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis.
Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun
skala penilaian seperti Self-assessment (penilaian diri), Peer assessment (penilaian antar siswa)
dan rubrik penilaian produk.

Ada beberapa Keunggulan Projek based learning diantaranya:


1. Lingkungan belajar PjBL meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan mendorong
mereka untuk aktif memecahkan dan mesenyelesaikan masalah-masalah kompleks yang
berkaitan dengan proyeknya.
2. Mendorong kemampuan dan kreatifitas siswa dalam menemukan sumber informasi
dengan cepat dan tepat untuk menyelesaikan proyeknya.
3. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi proyek, mengalokasikan
waktu, dan mengelola sumber daya seperti alat dan bahan sesuai dengan proyeknya,
sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya sesuai dengan
dunia nyata mereka.
4. Meningkatkan kemampuan berpikir siswa melalui berbagai kegitan selama proses
mengerjakan proyek.

Selain keunggulan, pelaksanaan PjBL juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu :


1. Memerlukan banyak waktu, biaya serta peralatan yang disediakan untuk menyelesaikan
proyek.
2. Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan serta adanya kemungkinan siswa yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
3. Dikhawatirkan siswa tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
Melalui pembelajaran berbasis proyek diharapkan siswa mampu mengembangkan
kemampuannya baik dari segi pengetahuan keterampilan serta sikap siswa dalam menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan topik-topik yang diajukan dalam proses pembalajaran.

E. Model Pembelajaran Daring Dan Luring


Menghadapi situasi pandemik covid-19 seperti saat ini memang menimbulkan berbagai
permasalah dalam proses belajar mengajar. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu
“Mengintegrasikan model pembelajaran daring dan luring dalam menjawab problematika
pembelajaran matematika”
Memasuki era new normal, sejumlah sekolah menerapkan pembelajaran dengan sistem
online atau virtual demi menjaga kesehatan dan keselamatan para siswa dan tenaga pendidik.
Pembelajaran ini sering disebut dengan istilah Daring (dalam Jaringan) yang memiliki makna
tersambung ke dalam jaringan internet merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
online, menggunakan aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial, untuk menyiasati tidak
kondusifannya situasi dimasa pademi covid-19 saat ini. Sistem pembelajaran melalui daring ini
dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom, Google Meet, Edmudo dan Zoom,
Whatshap dan lainnya. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan
fasilitas yang ada di rumah dengan baik.
Pembelajaran daring memiliki beberapa ciri-ciri yaitu: (i) Pembelajaran daring
merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa melakukan tatap muka, tetapi melalui
platform yang telah tersedia. (ii) Pembelajaran daring memanfaatkan gawai maupun laptop
dan terhubung dengan beberapa portal dan aplikasi daring. (iii) Segala bentuk kegiatan baik
distribusi materi pelajaran, komunikasi, serta tes dilaksanakan secara online.

Pembelajaran Daring memiliki beberapa Kelebihan yaitu:


a. Memberika keleluasaan waktu belajar untuk peserta didik. Siswa dapat belajar kapan pun
dan dimana pun. Siswa juga dapat berinteraksi dengan guru pada waktu yang bersamaan,
seperti menggunakan video call atau live chat.
b. Pembelajaran lebih santai, menyenangkan, fleksibel, singkat, cepat, tepat, aman, mudah,
hemat waktu dan tenaga. Selain itu siswa lebih kreatif dalam menyelesaikan tugas dan lebih
menguasai teknologi.
c. Guru dan orang tua lebih melek teknologi

Selain kelebihan pembelajaran during juga memiliki kelemahan seperti:


a. Siswa merasa boros dikarenakan kuota jadi cepat habis
b. Siswa merasa lebih sulit memahami materi yang disampaikan oleh guru
c. Tidak semua siswa memiliki HP atau laptop, serta sinyal yang tidak mendukung
d. Kurangnya interaksi baik antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa secara tatap
muka. Sehingga siswa merasa interaksi sosialnya berkurang.
e. Terjadi miskomunikasi antara maksud yang dituju oleh pendidik dengan yang dipahami
oleh siswa dan orang tuanya

Sementara, Luring (luar jaringan) sebagai pengganti kata offline. Pembelajaran luring
dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang sama sekali tidak melibatkan jaringan
internet. Pembelajaran ini dilakukan dengan memanfaatkan media seperti radio, televisi, buku
dan media lain yang tidak ada koneksi dengan internet.
Pembelajaran Luring memiliki kelebihan diantaranya:
a. Tanpa harus membebani orang tua untuk menyediakan HP Android atau Laptop
b. Tanpa harus mengeluarkan biaya membeli paket data
c. Guru dapat melakukan pembentukan karakter melalui kegiatan tatap muka
Selain kelebihan Pembelajaran Luring juga memiliki Kelemahan yaitu:
a. Menyusun panduan materi dan menperbanyak atau menggandakan materi agar
kebutuhan siswa semua terpenuhi
b. Menguras waktu, tenaga dan biaya karena harus mendatangi rumah siswa masing-
masing atau menyewa jasa kurir
c. Bahan ajar yang akan dipelajari siswa terbatas.
Di era new normal seperti saat ini, sistem pendidikan pun mulai mencari suatu inovasi
untuk proses kegiatan belajar mengajar salah satunya yaitu dengan mengintegrasikan
pembelajaran daring dan luaring. Pengintegrasian pembelajaran daring dan luring dapat
dilakukan dengan memanfaarkan aplikasi via during (Whatsapp, zoom, Google Classroom,
dll) untuk wilayah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana serta akses jaringan yang
memadai, seperti daerah perkotaan. Untuk yang berada pada daerah pedesaan atau tempat
terpencil dapat mengkondisikan sesuai kelengkapan sarana dan prasarana serta akses
jaringan didaerah tersebut.
Sementara untuk pembelajaran luring dapat dilakukan dengan memanfaatkan media seperti
televisi dan radio. Untuk daerah zona hijau, Guru juga dapat melakukan pembelajaran tatap
muka seperti biasa namun dalam sistem block/ shift agar pembentukan karakter siswa dapat
dilakukan, dengan tetap mengikuti prosedur pencegahan penyebaran Covid-19.

F. Penggunaan Media Pembelajaran Matematika


Salah satu bentuk perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan, terkhusus dalam
proses belajar mengajar yaitu digunakannya media sebagai bagian dalam proses mencapai
tujuan pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat komunikasi yang digunakan pengajar
untuk menyampaikan informasi kepada siswa dan merangsang siswa untuk belajar. Fungsi
utama media dalam proses belajar mengajar yaitu sebagai alat bantu untuk menyampaikan
informasi mengenai materi yang sedang dipelajari agar mudah dipahami oleh siswa baik itu
media berupa buku, rekaman audio, video, gambar, grafik, surat kabar dan lainnya. Dengan
menggunakan media dalam proses pembelajaran, konsep-konsep abstrak matematika dapat
disajikan dalam bentuk kongkrit, sehingga mempermudah siswa dalam mengamati dan
memahami konsep tersebut.
Pemilihan media yang tepat untuk mencapai setiap tujuan pembelajaran harus dilakukan
dengan baik. Selain memperhatikan komplesitas dan keunikan proses belajar, memahami makna
persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi harus diupayakan
secara optimal agar proses pembelajaran berlangsung secara efekti. Dalam hal ini perlu
dilakukan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta
memberikan kejelasan objek yang diamati. Selain itu, bahah pembelajaran juga harus
disesuaikan dengan pengalaman belajar siswa. Pemilihan media sebisa mungkin disesuaikan
dengan karakteristik belajar siswa. Pemilihan media hendaknya mempertimbangkan kesesuaian
karakteristik pelajar, karakteristik materi pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya interaksi antara penggunaan media
pembelajaran dengan karakteristik belajar siswa dalam menentukan hasil belajar. Siswa akan
mendapat keuntungan yang signifikan apabila ia belajar dengan menggunkan media yang sesuai
dengan karakteristik tipe atau upaya belajar. Siswa dengan tipe belajar visual lebih cocok
diberikan pembelajaran dengan media visual, seperti gambar, diagram, video, atau film. Siswa
dengan tipe belajar auditif, akan lebih senang jika diberikan media audio, seperti radio, rekaman
suara, atau ceramah guru. Akan lebih tepat dan menguntung bagi siswa dari kedua tipe belajar
tersebut jika media yang digunakan merupakan media audio-visual.
Media pembelajaran diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a. Media yang tidak diproyeksi yang terdiri dari media realia (benda asli), model, dan media
grafis (gambar, bagan, grafik, sketsa dan diagram)
b. Media yang diproyeksikan, media yang sering digunakan adalah OHT(Overhead
Transparansi) dan slide.
c. Media audio seperti radio dan laboratorium bahasa
d. Media audio visual (video) yaitu media yang memiliki unsur gerak dan suara.
e. Media berbasis komputer.
Keriteria pemilihan media pembelajaran yaitu 1) sesuai dengan tujuan yang ingin di
capai. 2) media harus tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip
atau generalisasi. 3) media harus praktis, luwes dan bertahan. 4) media harus digunakan guru
dengan baik dan terampil. 5) memenuhi syarat teknis tertentu. 6) media harus sesuai dengan
teraf berfikir siswa. 7) membantu siswa dalam memahami pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Selain memperhatikan kriteria, juga penting mempertimbangkan beberapa faktor
dalam memilih media diantaranya (i) Rasional, artinya media yang disajikan harus masuk akal
dan sesuai dengan materi ajar. (ii) Ilmiah, artinya media sesuai dengan perkembangan akal dan
ilmu pengetahuan. (iii) Ekonimis, artinya tidak membutuhkan banyak biaya. (iv) praktis dan
efisien, artinya mudah digunakan dan tepat dalam penggunaanya.
Kelebihan dari penggunaan media dalam proses belajar mengajar matematika seperti
Makna bahan ajar lebih jelas dan lebih mudah dipahami oleh siswa, metode mengajar lebih
berfariasi, motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan dan siswa lebih banyak melakukan
kegiatan belajar serta dapat mengatasi sifat pasif siswa. Adapun kekurangan dari penggunaan
media dalam pembelajaran matematika yaitu membutuhkan waktu dan biaya dalam
pembutannya, pengalaman guru dalam menggunakan media masih kurang, serta tidak leluasa
dalam memilih media karena ide dan konsep harus sesuai dengan materi pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai