Anda di halaman 1dari 14

ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU

PENGETAHUAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pra Sekolah Pada Mata
Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pembimbing :

SATRIA WIGUNA, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :

NADIA FITRI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
begitu banyak nikmat sehingga kita bisa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda alam nabi besar Muhammad
SAW, atas limpahan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Etika dan Moral Dalam Ilmu Pengetahuan”.
Selanjutnya saya juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Satria Wiguna,
S.Pd, M.pd mata kuliah Filasafat Ilmu yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada
saya sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan
menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Filasafat Ilmu” dapat menemukan
hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga saya sampaikan atas petunjuk yang diberikan kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal
mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu
terselesaikanya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh
kebaikan dan telah membatu.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat
tenaga dalam penyelesaian Makalah ini, teteapi tetap saja tidak luput dari sifat
manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran kami harapkan
dari smeua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa yang akan datang.

Tanjung Pura, Maret 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Hakikat Etika............................................................................................3
B. Hakikat Moral Versus Ilmu......................................................................4
C. Aspek Dan Sifat Moral Dalam Ilmu Pengetahuan...................................5
D. Hakikat Ilmu Pengetahuan Dan Kemanusiaan.........................................6
E. Etika Dan Moral Dalam Ilmu Pengetahuan.............................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, tetapi etika merupakan sarana
orientasi kritis yang berhadapan dengan moralitas atau perwujudan dalam bentuk
prilaku yang baik (Akhlak Mulia). Maka dari itu etika tetap mempunyai peran yang
penting dalam Ilmu Pengetahuan sebagai pertimbangan yang bisa berpengaruh dalam
proses perkembangan Ilmu Pengetahuan selanjutnya.
Ilmu pengetahuan mengungkapkan realita, etika dan moral pada dasarnya
merupakan petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. Ilmu
pengetahuan termasuk kegiatan untuk meneliti, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia tentang semua aspek realitas. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu tidak hanya pengetahuan (knowledge),
tetapi termasuk sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan
dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang
ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha
berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan
adalah produk dari epistemologi yang dewasa ini ilmu sudah berada diambang
kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan
hidupnya, namun kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah
moral namun dalam perspektif atau pandangan yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hakikat Etika?
2. Apa hakikat Moral versus Ilmu?
3. Apa saja aspek dan sifat moral dalam ilmu pengetahuan?
4. Apa hakikat ilmu pengetahuan dan kemanusiaan?
5. Apa etika dan moral dalam ilmu pengetahuan?

1
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui hakikat etika
2. Untuk mengetahui hakikat moral versus ilmu
3. Untuk mengetahui aspek dan sifat moral dalam ilmu pengetahuan
4. Untuk mengetahui hakikat ilmu pengetahuan dan kemanusiaan
5. Untuk mengetahui etika dan moral dalam ilmu pengetahuan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT ETIKA
Menurut K. Bertens (2001), dalam filsafat Yunani etika dipakai untuk
menunjukan filsafat moral seperti yang sering ditemukan dalam konsep filsuf besar
Aristoteles. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan.1 Etika merupakan ilmu tentang baik atau buruk. Etika baru menjadi
ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang
dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat tanpa
disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.2
Pengertian etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Objek material etika adalah
tingkah atau perbuatan manusia, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan
bebas. Sedangkan objek formal etika adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral
dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut, dengan demikian perbuatan yang
dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas, tidak dapat dikenai penilaian bernilai
atau tidak bernilai.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika adalah :

(1) ilmu pengetahuan apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Maka etika adalah sikap atau pun kegiatan baik atau buruk nya seseorang dapat
kita lihat dari tingkah laku yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi adat
kebiasaan. Etika digunakan dalam dua bentuk arti yaitu : pertama, etika merupakan
kumpulan pengetahuan tentang penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, etika
adalah predikat yang membedakan hal-hal, perbuatan, dan manusia lain.
Ada beberapa manfaat etika dalam keterkaitannya dengan kehidupan yang
konkret, yaitu:
1
K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001. hlm. 39.

2
Dr. Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2013), hlm. 155.

3
1. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik, sehingga
menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang bermacam-
macam sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika. Contohnya, etika
medis tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning.
2. Gelombang modernisasi yang melanda segala bidang kehidupan masyarakat
mengakibatkan cara berpikir masyarakat ikut berubah, misalnya cara
berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern (fun, fashion, dan food), dan
sebagainya.
3. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi asing yang
memengaruhi kehidupan kita. Artinya, kita tidak boleh tergesa-gesa menerima
pandangan yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa menolak karena
lantaran belum terbiasa.
4. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun, untuk menemukan dasar
kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan
terhadap semua dimensi kehidupan yang selalu berubah.3

B. HAKIKAT MORAL VERSUS ILMU


Secara etimologis, kata moral berasal dari bahasa latin yaitu mos, bentuk
jamaknya mores yang memiliki arti tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) moral yaitu akhlak, budi pekerti, atau Susila.
Moral merupakan nilai etika dapat berubah-ubah sesuai dengan persetujuan dan
perumusan deskripsi dari nilai-nilai dasar yang dipandang sebagai nilai alamiah
(universal). 4
Etika yang digunakan masyarakat untuk waktu tertentu dibenarkan,
sementara pada waktu dan tempat lain nilai-nilai tersebut tidak dibenarkan oleh
masyarakat. Berbeda dengan moral yang bersumber dari ajaran agama, baik dari
Alquran, Alhadist maupun dari pemikiran tokoh agama dan tokoh adat, kumpulan
peraturan dan ketetapan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (lisan), tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Kekuatan moral dibutuhkan untuk mengontrol akal dan nafsu sehingga kehidupan
seseorang menjadi lebih bermakna. Manusia makhluk yang berakal, segala
perbuatan, tindakan, dan perkataan manusia harus dipertanggungjawabkan, maka
manusia harus bermoral. Moral dan etika hanya berlaku pada manusia yang akalnya
3
Dr. Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014),
hlm. 158-159
4
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hlm. 79-80.
4
berfungsi, manusia yang mempunyai kesadaran (kesadaran dalam hal ini tidak dalam
arti medis, tetapi psikologis filosofis). Pengertian moral dirumuskan Wila Huky
dikutip Bambang Daroeso (1986) sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide tentang tingkah laku hidup, dengan ciri tertentu oleh
sekelompok manusia dilingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan
hidup atau agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang didasari kesadaran, keterikatan
untuk mencapai tujuan baik sesuai nilai dan norma dalam suatu lingkungan.

Kemudian ilmu atau scientia merupakan Bahasa Yunani, ilm dalam Bahasa arab
merupakan pengujian yang terbukti sesuai fakta dan tersusun sistematis yang
membentuk menjadi hukum umum. Inti masalah dari etika keilmuwan mengacu pada
elemen kaidah moral, yaitu nurani kebebasan dan bertanggung jawab. Hati nurani
yang dimaksud yaitu baik buruk yang dihubungkan pada perilaku manusia.

Perkembangan ilmu tidak lepas dari berbagai masalah moral. Misalnya peledakan
bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat, merupakan contoh
penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Ilmu dan moral memiliki keterikatan yang kuat.
Jika ilmu digunakan secara tidak bermoral maka akan terjadi penyalahgunaan ilmu.
Maka dari itu, ilmu harus memihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kemanusian.

C. ASPEK DAN SIFAT MORAL DALAM ILMU PENGETAHUAN


1. Moralitas Versus Legalitas dalam Ilmu Pengetahuan
Moralitas merupakan kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma hukum
yang dipandang wajib oleh filsafat moral Kant. Legalitas yaitu kesesuaian sikap
dan Tindakan dengan hukum atau noma lahiriah belaka. Moralitas akan tercapai,
jika menaati hukum lahiriah karena menyadari taat pada hukum merupakan
kewajiban ini biasa disebut otonomi moral. Ada dua macam prinsip dasar
Tindakan manusia, yaitu maksim (maxime) merupakan prinsip yang berlaku
subjektif. Dan yang kedua kaidah objektif yang mengandung perintah yang wajib
dilaksanakan. Pendapat Kant sama dengan moralitas islam (akhlak) yang
berkaitan dengan niat. Jika niatnya baik, maka perbuatan nya baik.

2. Moralitas Objektivistik Versus Relativistik dalam Ilmu Pengetahuan

5
Menurut Kurtines dan Gerwitz (1992), munculnya perbedaan pendapat tentang
sifat moral yang dikemukakan tidak luput dari perkembangan intelektual barat.
Dengan ahli piker yang sangat terkenal yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles
yang memiliki pandangan bahwa prinsip moral bersifat objektivistik, naturalistic,
dan rasional. Meskipun begitu moral tetap merupakan bagian dari kehidupan
duniawim(natural) dan dapat dimengerti melalui penalaran atau penggunaan akal
(rasional).
Kenyataan dari relatif suatu keilmuan yang mendasar pada pemikiran rasional
dapat dibantah dengan temuan data yang empiris. Seperti teori, hukum, atau dalil
keilmuan juga bersifat sementara atau dapat berubah dan diperbaiki oleh temuan
baru. Maka, pengetahuan yang semakin maju mempunyai peran yang memiliki
batas yaitu kepada akal untuk memperoleh ilmu tentang dunia. 5

3. Sifat Moral dalam Perspektif Objektivistik Versus Relativistik


Menurut perspektif objektivistik baik dan buruk itu bersifat pasti atau mutlak.
Prinsip moral yang bersifat objektivistik-universal yaitu prinsip obektif yang
diterima oleh siapapun, dimana pun, dan kapan pun. Contohnya sifat atau sikap
kejujuran, kemanusiaan, tanggungjawab dan keikhlasan. Kemudian prinsip moral
bersifat relativistik kontekstual sifatnya tergantung atau sesuai konteks misalnya
tergantung kebudayaan atau kultur. Moral dihubungkan dengan pembicaraan
tentang tata susila dan sopan santun. Tata susila yang memdorong untuk berbuat
baik bersumber dari hati nurani tanpa pengaruh dari oranglain. Tata sopan santun
lebih kepada lingkungan sosial, budaya, adat istiadat dalam situasi sosial.

D. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEMANUSIAAN


Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar yang dilakukan untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan di
alam. Ilmu pengetahuan adalah hal yang harus diwariskan bukan hanya milik pribadi.
Pada dasarnya ilmu pengetahuan mengarah pada kecerdasan serta kebahagiaan dunia
dan akhirat tanpa mengharap imbalan apapun. Cendekiawan, Lembaga Pendidikan,
dan media massa harus bekerja untuk menciptakan penelitian ilmiah terbaru untuk
memberantas hal yang tidak baik akibat dari impian materialistis, dan fanatisme
ideologis, dan membuka jalan menuju nulai-nilai kemanusiaan sejati. Islam

5
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2016),
Cet.IV, H.291
6
mengajarkan dan menyebarkan sopan santun, hormat terhadap nila-nilai
kemanusiaan, cinta, toleransi dan persaudaraan. Menurut pandangan islam, bahwa
keberadaan agama Islam menjadi sumber motivasi pengembangan ilmu.
Agama Islam yang mendasar pada Al-Qur’an dan Hadis, mengajar dan mendidik
manusia untuk berpikir dan menganalisa tentang apa saja yang terjadi di alam
semesta beserta isinya. Maka, agama telah memberikan ruang bagi pengembangan
ilmu dan teknologi dan pemikiran bahwa kemajuan dan teknologi jangan sampai
menjauhkan apalagi menghapuskan peran agama. Al-Qur’an mengatakan setiap
orang agar bertanggung jawab bukan dengan cara yang jahat atau pun merusak
namun menganjurkan untuk mencintai ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, keadilan,
dan ketertiban.
Ilmu pengetahuan bukan hanya mencari kebenaran tetapi mempunyai fungsi untuk
memecahkan persoalan hidup manusia. Kebenaran ilmiah tidak hanya logisrasional,
empiris, tetapi juga pragmatis. Kebenaran tidak akan ada artinya kalau tidak berguna
bagi manusia.

E. ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU PENGETAHUAN


Manusia diberikan kemampuan sebagai sebaik-baiknya ciptaan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang membedakan manusia dengan makhluk lain
ataupun dengan kualitas antarmanusia. Kemampuan ini yang diharapkan agar dapat
menjadi peningkat taraf kehidupan manusia itu sendiri. Ilmu sebagai daya tarik bagi
hasrat keingintahuan manusia yang tanpa henti dan kebenaran, sehingga perlu
diperhatikan etika sebagai efek tambahan dari ilmu setelah diterapkan dalam
masyarakat. Dengan ilmu tersebut segala kegiatan aktivitas manusia didasari dengan
etika. Karl Jespers menulis bahwa ilmu adalah usaha manusia untuk mendengarkan
jawaban-jawaban yang keluar dari dunia yang dihuninya. Di sinilah melekatnya etika
dengan ilmu.6

Manusia dengan ilmu tidak akan terpuaskan baik dalam mendengarkan maupun
mencari jawabanya. Hal baru akan selalu ditemukannya dalam tahap pencapaian
ilmu. Dalam pencariannya ilmu, tidak ada pertentangan antara masalah dan rahasia,
antara pengertian dan keajaiban, antara ilmu dan agama. Namun ada pembatasan
yang tidak dapat dilakukan oleh manusia dalam pencarian nilai-nilai hakiki yang

6
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994,
Hlm. 235.
7
tersebut, seperti pencarian alkhalik, pencipta manusia itu sendiri. Ilmu secara netral
dapat menimbulkan pengertian kebenaran, sehingga ilmu menjadi bebas nilai.
Penjelasan tentang keilmuan manusia sudah seharusnya diperkuat oleh kesadaran
terhadap kebenaran. Ilmu bukanlah tujuan melainkan sarana untuk mencapai hasrat
tentang kebenaran itu bersamaan dengan etika bagi sesama manusia dan tanggung
jawab secara agama. Dengan tanggung jawab, berarti ilmuwan mempunyai etika
dalam keilmuannya. Ilmu yang terdapat pada manusia yang terbatas, maka dengan
ilmu hasrat keingintahuan manusia yang ada di dalam dirinya merupakan petunjuk
mengenai kebenaran di luar jangkauan manusia itu sendiri.
Pada abad kuno, banyak karya cipta yang muncul yang terus dikembangkan tetapi
tetap berlandaskan pada etika dan moral, sehingga dapat mempertahankan ide
sebagai ilmuwan. Corpus Juris dikenal sebagai orang yang memprakarsai etika moral
dalam ilmu pengetahuan, hak milik dalam bentuk tulisan maupun lukisan diatas
kertas. Hugo de Groot (Grotius) dikenal sebagai orang pertama yang memakai
hukum alam atau kodrat yang berasal dari fikiran terharap kenegaraan.
Menurut terori hukum kodrat ada 4 macam hidup dalam masyarakat yaitu :
a. Abstinentia alieni (hindarkn diri dari milik oranglain).
b. Oblagatio implendorum promissorum (penudhi janji).
c. Damni culpa dati reparation (bayarlah kerugian yang disebabkan kesalahan
sendiri)
d. Poenae inter humanies meratum (berilah hukum yang setimpal).

Hukum sebagai landasan etik moral ilmuwan haruslah dijabarkan dan dilakukan
pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan dan sistem kenegaraan. Seperti pada saat
ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara pesat. Setiap orang bisa
sepuasnya mengembangkan atau menggunakan teknologi tanpa memperhatikan etika
miral keilmuan, dan hanya mengutamakan aspek material dan finansial bisnis, atau
kepentingan pribadi saja,

Etika moral harus mengikat seluruh pihak yang menghasilkan ilmu pengetahuan
dan teknologi ataupun yang menggunakannya karena etika dan moral merupakan hal
penting. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus mempermudah, memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia, bukan menjerumuskan ataupun kemudaratan
budaya serta peradaban dalam kehidupan manusia.

8
9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ilmu menjadi pengendali dari perkembangan peradaban. Namun, keterbatasan
akal manusia dalam bereksperimen ilmu pengetahuan sering berlandaskan trial
and error. Oleh karena itu, etika selalu dibutuhkan untuk menjaga kenetralan
ilmu. Akan lebih sempurna, ketika ilmu yang dilaksanakan dengan pertimbangan
etika diperkuat dengan nilai-nilai religius. Karena kebenaran ilmu adalah
kebenaran ilmiah sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran absolut. Ilmu
tanpa agama akan buta dan agama tanpa ilmu akan lumpuh. Dengan
menggunakan etika termasuk cara yang baik untuk perkembangan dunia
teknologi dan membawa pengaruh yang besar pada peradaban manusia.
Landasan filosofis menjadikan ilmu masih tetap pada hakekat keilmuannya
yang selalu terkait dengan nilai-nilai etika terutama dalam hal penerapan ilmu.
Etika sebagai salah satu cabang dalam filsafat akan memberikan petunjuk
(guiedence) bagi gerak ilmu, sehingga membawa kemanfaatan bagi manusia.
Etika selain menjadi bagian dari ilmu pengetahuan dan bagian dari filsafat ilmu,
juga merupakan panduan dari nilai-nilai terhadap tata cara individu, masyarakat
maupun bernegara. Setiap kehidupan itu memerlukan suatu etika agar nilai-nilai
moralitas dapat terjaga di dalam kehidupan itu sendiri. Etika dalam pandangan
agama Islam merupakan akhlak. Akhlak yang harus dijaga oleh setiap individu
agar hubungan baik antar individu maupun dengan Penciptanya (Al-khalik).
Hubungan etika dengan ilmu merupakan pembatas agar pemikiran manusia yang
haus akan kebenaran dapat terjaga tidak keluar dari norma-norma yang
seharusnya tetap dipertahankan.

B. SARAN
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
yang haus akan ilmu pengetahuan terutama dalam berfilsafat dan berfikir kritis.
Kritik dan saran selalu penulis untuk menyempurnakan makalah kami yang
kurang sempurna ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin .Filsafat Hukum. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2006.


Ary, Maxsi. 2010. Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) “BSI
BANDUNG”: Representasi Ict Islam.
Latif, Mukhtar. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2014).
K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Siregar, Fahrul. 2015. Ethics As a Philosophy Of Science (Knowledge): Etika Sebagai
Filsafat Ilmu (Pengetahuan). Vol.1(1).
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif, Penerbit Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1994.
Syukur. 2015. Etika Dan Moral Dalam Ilmu Pengetahuan. Makalah.
Syam , Nina W. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2013).
Wilujeng, Sri Rahayu. 2012. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro: Upaya
Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan.

11

Anda mungkin juga menyukai