Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“TANGGUNG JAWAB MORAL KEILMUAN”

Disusun oleh PS-1C kelompok 13 :


Fathul Alim Azka 3322108
Tiara Al-Fitri 3322106

Dosen pengampu :
Yenita Oktavia, M. Hum

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SJECH M.DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.
yang atas rahmatnya dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah “Tanggung Jawab Moral
Keilmuan”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dosen mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak pihak yang turut
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya oleh karna itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami.
Maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bukittinggi, 15 Desember 2022

Tim penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah………………………………………………. 1
C. Tujuan Penulisan Makalah……………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanggung Jawab, Moral, dan Ilmu ….……………… 3


B. Hubungan antara Tanggung Jawab, Moral, dan Ilmu ………….. 5
C. Sikap Keilmuan…………………………………………………. 7

BAB III PENUTUP

Kesimpulan………………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki
dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia
bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan dimensi moral sebagai pertimbangan dan mempunyai
pengaruh terhadap proses perkembangan ilmu dan teknologi.

Di sisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap perkembangan


ilmu itu, karena tidak ada seorang pun atau lembaga yang memiliki otoritas untuk
menghambat efek negatif dari perkembangan ilmu. Dewasa ini ilmu bahkan sudah
berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan
manusia itu sendiri.

Ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan


kemungkinan hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu
bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,
namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri. Sehingga
diperlukan moral keilmuan agar ilmu yang dimiliki dan yang diperoleh dapat
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Berpangkal permasalahan tersebut, penulis akan menjelaskan tentang


tanggung jawab moral keilmuan, sumber sumber keilmuan, serta kesadaran dalam
bersikap keilmuan. Dengan makalah kami yang bertemakan “Tanggung Jawab
Moral Keilmuan”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Tanggung Jawab, Moral, dan Ilmu?


2. Apa hubungan antara Tanggung Jawab, Moral, dan Ilmu?

1
3. Bagaimana Sikap Keilmuan yang harus diterapkan?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari Tanggung Jawab, Moral dan Ilmu.


2. Mengetahui hubungan antara Tanggung Jawab, Moral, dan Ilmu.
3. Memahami Sikap Keilmuan seperti apa yang harus diterapkan.
4. Untuk memenuhi tanggung jawab yang telah diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanggung Jawab, Moral, dan Ilmu

1. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan kesediaan dasariah untuk melaksanakan apa


yang menjadi tanggung kewajibannya. Kebebasan memberikan pilihan bagi
manusia untuk bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, manusia wajib
bertanggung jawab atas pilihan yang telah dibuatnya. Pertimbangan moral, bau
akan mempunyai arti apabila manusia tersebut mampu dan mau bertanggung jawab
atas pilihan yang dibuatnya. Dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan,
bahwa pertimbangan – pertimbangan moral hanya mungkin ditujukan bagi orang
yang dapaat dan mau bertanggung jawab. Itulah sebabnya kita tidak pernah
meminta pertanggung jawaban atas sikap dan perilaku orang gila atau anak dibawah
umur, sekalipun kita mengetahui menurut moralitas kita yang wajar, sikap dan
perilaku orang itu tidak dapat diterima..

K. Bertens telah membedakan tanggung jawab itu atas tanggung jawab


langsung. Tanggung jawab tidak langsung, tanggung jawab retrospektif, dan
tanggung jawab prosfektif. Tanggung jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Sementara yang tidak langsung
berarti seseorang yang bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh
subjek yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian terhadap tanggung jawab
retrospektif, pada dasarnya tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung
dan segala konsekuensinya. Sedangkan tanggung jawab prospektif merupakan
tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang. 1

1Jujun S Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1998), hlm. 46.

3
2. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara
hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai.
Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.

Kata moral juga dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan
etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis
dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang
penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul
dalam kaitan dengan nilai dan moral itu.

Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang
berwenang seperti orangtua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, serta
tulisan para bijak. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi filsafat
atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika
adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak
berada ditingkat yang sama.

Jadi, moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku


manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memilki nilai
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah dan manusia
harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia.
Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.2

2 Ibid, hlm.22.

4
3. Pengertian Ilmu

Kata ilmu dalam bahasa Arab “Ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan.

Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang
berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti
mempelajari , mengetahui. The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu
adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam
berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan
berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.

Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus


dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Dari aktivitas ilmiah dengan metode
ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun sekumpulan
pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga
di kalangan ilmuwan pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah suatu
kumpulan pengetahuan yang sistematis.

Menurut Bahm (dalam Koento Wibisono,1997) definisi ilmu pengetahuan


melibatkan enam macam komponen yaitu masalah (problem), sikap (attitude),
metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclusion), dan pengaruh
(effects).3

B. Hubungan antara Tanggung Jawab, Moral dan Ilmu

Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia


sangat berhutang kepada ilmu. Berkat ilmu maka pemenuhan kebutuhan manusia
bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai

3 Ihsan Fuad. Filsafat Ilmu. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm.99.

5
kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman,
pendidikan, dan komunikasi.

Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan


sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada
keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, sehingga
penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai alam melainkan untuk tujuan
perang, memerangi semua manusia dan untuk menguasai mereka. Di pihak lain,
perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor
manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang
menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu
manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu.

Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu yang


bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat.
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-
nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan
adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus
berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia,
ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya
mengontrol pikiran kita.

Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan


harus memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan
ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi
mendatang, dan bersifat universal, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah
untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia.

6
Ilmu yang diusahakan dengan aktivitas manusia harus dilaksanakan dengan
metode tertentu sehingga mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Manusia
harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati sesamanya. Untuk menerapkan ilmu
pengatahuan membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan untuk proses
perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut.

Jadi jelaslah bahwa Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat.
Seperti yang telah diutarakan diatas bahwa ilmu bisa menjadi malapetaka
kemanusiaan jika seseorang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak
mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tetapi, sebaliknya ilmu akan menjadi
rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat serta
mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan
seorang ilmuwan memiliki landasan moral yang kuat. Tanpa landasan dan
pemahaman terhadap nilai-nilai moral, seorang ilmuwan bisa menjadi “monster”
yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusian bisa setiap
saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh lebih jahat
dan membahayakan dibandingkan dengan kejahatan orang yang tidak berilmu. 4

C. Sikap Keilmuan

Para ilmuwan sebagai profesional di bidang keilmuan tentu perlu memiliki


visi moral, yang dalam filsafat ilmu disebut sebagai sikap ilmiah, yaitu suatu sikap
yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif, yang
bebas dari prasangka pribadi, dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dan
kepada Tuhan.

Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau
akademisi ketika menghadapi persoalan persoalan ilmiah untuk dapat melalui
proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula. Sikap mengandung tiga
komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen tingkah

4Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta : Bum Aksara, 2009),
hlm.149.

7
laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek. Sikap terhadap obyek ini disertai
dengan perasaan positif atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu kesiapan untuk berperilaku atau bereaksi dengan cara tertentu
bilamana dihadapkan dengan suatu masalah atau obyek. Sikap ilmiah dapat juga
dijadikan pedoman dalam melakukan kerja ilmiah. Sikap ilmiah yang wajib dimiliki
oleh ilmuwan adalah sebagai berikut:

1. Rasa ingin tahu yang tinggi

Seorang ilmuwan harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tanpa rasa
ingin tahu, tidak akan ada upaya pencarian penjelasan tentang segala sesuatu. Rasa
ingin tahu sangat dibutuhkan dalam mengembangkan pengetahuan ilmiah. Semua
pencarian ilmiah berawal dari pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicari tahu
jawabannya. Rasa ingin tahu ditunjukkan dengan memunculkan pertanyaan-
pertanyaan. Orang yang memiliki rasa ingin tahu adalah orang yang selalu
mengajukan pertanyaan, baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri.

2. Skeptis Terhadap Sesuatu.

Skeptis adalah meragukan sesuatu. Seorang ilmuwan yang sedang mencari


jawaban tidak boleh langsung percaya terhadap jawaban-jawaban yang muncul.
Ilmuan harus bersikap skeptis terlebih dahulu. Tetapi, bukan skeptis tenggelam
dalam keraguan. Ilmuan meragukan sesuatu sebelum terbukti kebenarannya. Ketika
ilmuan telah mendapat bukti yang jelas dan akurat ilmuan pun menjadi yakin, tidak
ragu lagi. Oleh karena itu, sikap skeptis bisa diartikan sebagai sikap meragukan
segala sesuatu sebelum terbukti kebenarannya.

3. Jujur Mengungkapkan Fakta.

Jujur adalah sesuai dengan keadaan sebenarnya. Seorang ilmuwan juga harus
memiliki sikap jujur terhadap fakta. Mengukur, menulis, dan menganalisa fakta
secara apa adanya. Pada saat bereksperimen, seorang ilmuwan tidak boleh
merekayasa data. Jujur dalam membaca alat ukur dan jujur dalam mencatat dala
sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dari kejujuran akan diperoleh data

8
yang akurat sehingga menghasilkan eksperimen yang tepat. Eksperimen terkadang
tidak sesuai dengan prediksi, namun tetap harus disampaikan secara apa adanya.

4. Objektif Melakukan Penilaian.

Sikap jujur akan menghasilkan sikap objektif. Objektif artinya sesuai dengan
objeknya, tanpa dikurangi maupun dilebihkan. Jika seorang ilmuwan
menyampaikan hasil penelitiannya lebih banyak berdasarkan pendapat pribadi
(subjektif) dengan cara menambah atau mengurangi fakta tentang objek atau
peristiwa, maka pengetahuan yang dihasilkan ilmuwan tersebut tidak dapat diterima
sebagai pengetahuan ilmiah.

5. Dapat Membedakan Fakta dan Opini

Fakta adalah sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Fakta merupakan
hasil pengamatan yang telah diuji kebenarannya secara empiris. Sementara itu,
opini adalah pendapat atau pendirian. Pada umumnya, opini berkembang pada
sebagian besar masyarakat. Seorang ilmuwan harus dapat membedakan antara fakta
yang didukung oleh dara dengan fakta karena kesepakatan umum.

6. Berpikir secara Kritis dan Teliti.

Sikap kritis adalah sikap peka terhadap sesuatu dimana tidak langsung
menerima begitu saja informasi atau pernyataan, jika belum memeriksa
kebenarannya. Seseorang yang bersikap kritis tidak langsung percaya terhadap
sesuatu, tetapi memeriksa sesuatu tersebut sebelum menerima dan meyakininya
Jika suatu informasi atau pernyataan bersumber dari sumber yang dapat dipercaya
dan didukung oleh bukti yang kuat, barulah informasi atau pernyataan itu diterima
dan diyakini. Teliti artinya ketiadaan kesalahan sekecil apapun. Semakin teliti
seorang ilmuwan, semakin detail dan tepat hasil yang diperolehnya. Semakin tepat
dan detail hasilnya, berarti semakin objektif hasil tersebut. Kebenarannya
punsemakin meyakinkan sehingga benar-benar dapat dipercaya sebagai
pengetahuan ilmiah.

9
7. Terbuka dan Rendah Hati.

Seteliti apa pun seorang ilmuwan dalam mengungkapkan dan menemukan


sesuatu, dia tetap saja memiliki kekurangan. Oleh karena itu, ilmuwan juga harus
bersikap terbuka dan rendah hati. Sikap terbuka dan rendah hati ini mendorong
seorang ilmuwan untuk mengakui jika hasil yang ditemukannya belum sempurna
sehingga tetap mengandung kelemahan, kekurangan, dan ketidak lengkapan. Sikap
terbuka dan rendah hati inilah yang akan mendorong ilmuan melakukan
pemeriksaan berulang-ulang untuk mencari jawaban yang lebih akurat dan lebih
lengkap. Keterbukaan ini juga yang dapat mendorong orang lain membantu
melengkapi atau meluruskan jika ada hasil yang kurang tepat. Keterbukaan ini
membuka ruang koreksi terhadap temuan-temuan yang dihasilkan oleh ilmuwan
sehingga dapat meluruskan kekeliruan yang muncul serta meningkatkan derajat
kebenaran temuan ilmiah tersebut.

8. Disiplin dan Tekun.

Seorang ilmuwan juga harus memiliki sikap disiplin dan tekun. Disiplin
artinya sikap taat dan patuh terhadap segala sesuatu yang menjadi tanggung
jawabnya. Ilmuwan yang memiliki sikap disiplin akan menghasilkan pengetahuan
yang benar karena sesuai dengan metode ilmiah. Sementara itu, tekun artinya rajin
dan bersungguh-sungguh. Seorang ilmuwan akan melahirkan pengetahuan yang
mendalam dari objek atau peristiwa yang sedang ditelitinya.

9. Bertanggung Jawab.

Sikap disiplin akan melahirkan sikap tanggung jawab. Tanggung jawab


artinya kewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya,
atau memberikan jawab dan menanggung akibat dari seluruh implikasi dari
pendapat. keputusan, atau hasil penelitian ilmiah yang telah dibuatnya. Tanggung
jawab seorang ilmuwan bukan hanya terletak pada penemuan dari segala penelitian,
tetapi juga bagaimana temuan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

10
10. Peduli terhadap Lingkungan, Alam, Sosial, dan Budaya.

Seorang ilmuwan tidak boleh mengabaikan keadaan lingkungan alam, sosial.


dan budaya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Artinya, masalah yang
dipilih yang berkaitan dengan lingkungan alam tidak bertentangan dengan adat
istiadat, hukum, ataupun kebiasaan-kebiasaan masyarakat di lingkungan tersebut.
Dengan demikian, seorang ilmuwan harus mengenali bentuk aturan masyarakat
yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya sehingga tidak menimbulkan
kesulitan dan pertentangan, baik secara individu maupun kelompok. 5

5 Hamid Farida. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. (Surabaya : Penerbit Apollo, 2002), hlm.157-160

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanggung jawab merupakan kesediaan dasariah untuk melaksanakan apa


yang menjadi tanggung kewajibannya. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh
usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Moral adalah sistem
nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan paham
(ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya. Jadi hubungan antara ilmu dan moral adalah sangat
erat bahwa setiap usaha manusia untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman dari berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama
dan paham ideologi dalam bersikap dan bertindak. Penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai
pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Farida. 2002. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Surabaya :


Penerbit Apollo.

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rineka Cipta.

Surajiyo. 2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.


Jakarta : Bum Aksara.

Suriasumantri, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.


Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai