Anda di halaman 1dari 18

ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU PENGETAHUAN

Makalah
disampaikan pada diskusi kelas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
pada jurusan Manajemen Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :
Dr. Irfan Noor, M.Hum

Oleh :
Zuardi Atmadinata
NIM.180211030096

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


PROGRAM PASCASARJANA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan
rahmat, taufik, hidayah serta pertolongan-Nya jualah sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah dan tercurah kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang selalu setia
mengikuti jejak langkah beliau hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Filsafat
Ilmu yang diasuh oleh Bapak Dr. Irfan Noor, M.Hum dengan judul makalah Etika dan
Moral dalam Ilmu Pengetahuan, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah banyak memberikan bimbingan selama
perkuliahan, dan kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah
ini hingga selesai.
Orang bijak pernah berkata “ tidak ada gading yang tidak retak “ begitupun dengan
makalah ini, tentunya masih ada terdapat kekurangannya, baik dari segi penulisan
maupun isi makalah ini sendiri. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua walaupun sederhana dan
singkat mudah-mudahan kehadirannya dapat menjadi sumbangsih pemikiran bagi yang
ingin mempelajari dan mendalami filsafat ilmu sebagai salah satu cabang ilmu yang
mempengaruhi kehidupan manusia dari masa ke masa dimanapun mereka berada, amin.

Banjarmasin, Desember 2018


Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Pengertian Etika dan Moral ................................................................................... 3
B. Hakikat Etika ........................................................................................................ 4
C. Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Etika ....................................................... 6
D. Apakah Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai ? ............................................... 7
E. Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan.......................................................................... 10
F. Sikap Ilmiah dan Tanggung Jawab Ilmuan ............................................................. 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 14
Kesimpulan ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan suasana
yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah
mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Meskipun dalam
perkembangannya kemajuan ilmu pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia,
tetapi banyak pula keburukan bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai
dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sebagai sebuah disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya terkandung nilai-nilai
seperti etika, moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya, seorang
ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak. Kendati tinggi ilmu
seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam aturan dalam
kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk kebaikan dan
kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.
Dalam filsafat juga memiliki konsep pemikiran baik dan buruk yang dikenal
dengan nama etika, yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk. Suatu ilmu dan
etika adalah sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku menyimpang di kalangan masyarakat. Untuk itu peranan ilmu
sangat dibutuhkan sebagai sumber moralitas dalam mengembangkan kesejahteraan dan
kemaslahatan umat manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Pengertian etika dan moral
2. Hakikat Etika

2. Hubungan antara ilmu pengetahuan dan etika

3. Apakah ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai

4. Persoalan etika ilmu pengetahuan

5. Sikap ilmiah dan tanggung jawab ilmuwan

1
A. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umumnya adalah untuk menyelesaikan tugas terstruktur mata
kuliah Filsafat Ilmu, sedangkan tujuan khususnya adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian etika dan moral
2. Untuk mengetahui hakikat etika
3. Untuk mengetahui hubungan antara ilmu pengetahuan dan etika
4. Untuk mengetahui apakah ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai
5. Untuk mengetahui persoalan etika ilmu pengetahuan
6. Untuk mengetahui sikap ilmiah dan tanggung jawab para ilmuwan

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika dan Moral
Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic (singular) berarti a sistem of moral
principles or rules of behavior atau suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara
berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics (dengan tambahan huruf s) dapat berarti
singular. Jika ini yang dimaksud maka ethics berarti the branch of philosophy that deals
with moral principles, suatu cabang filsafat yang memberikarn batasan prinsip-prinsip
moral. Jika ethics dengan maksud plural (jamak) berarti moral principles that govern or
infuence a person's behaviour, prinsip-prinsip moral yang yang dipengaruhi oleh
perilaku pribadi.
Dalam bahasa Yunani etika berarti ethikos mengandung arti penggunaan,
karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung analisis konsep-
konsep seperti harus, mesti, benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak
moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencairan kehidupan yang
baik secara moral.
Dalam bahasa Yunani kuno ethika berarti ethos yang apabila dalam bentuk
tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat,
akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak ( ta etha) artinya
adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal usul kata ini, maka
“etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau tentang adat kebiasaan. Arti
inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh
Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika secara
lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia
sejauh berkaitan dengan moralitas. Penyelidikan tingkah laku moral dapat
diklasifikasikan dalam (i) etika deskriftif; (ii) etika normatif; (iii) metaetika
Pertama, etika deskriptif yang mendeskripsikan tingkah laku moral dalam arti
luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Obyek penyelidikannya adalah individu-
individu, kebudayaan-kebudayaan.
Kedua, etika normatif dalam hal ini seseorang dapat dikatakan sebagai
participation approach karena yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan
mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk
mengatakan atau menolak suatu etika tertentu.

3
Ketiga, metaetika, awalan meta ( Yunani) berarti “ melebihi, melampaui”.
Metaetika bergerak seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi dari pada perilaku etis,
yaitu pada taraf “ bahasa etis” atau bahasa yang digunakan dibidang moral.1
Dari beberapa definisi di atas, tampak jelas bahwa kajian tentang etika sangat
dekat dengan kajian moral. Etika merupakan sistem moral dan prinsip-prinsip dari suatu
perilaku manusia yang kemudian dijadikan sebagai standarisasi baik-buruk, salah benar,
serta sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral.

Menurut K. Bertens secara etimologis kata moral sama dengan etika, meskipun
kata asalnya berbeda. Pada tataran lain jika kata moral dipakai sebagai sifat artinya
sama dengan etis, jika dipakai sebagai kata benda artinya sama dengan etika. Moral
berarti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral berasal dari bahasa Latin moralis
(kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku.
Moral berarti sesuatu yang menyangkut prinsip benar salah, dan salah satu dari suatu
perilaku yang menjadi standar perilaku manusia. Bila dijabarkan lebih lanjut moral
mengandung empat pengertian: (i)baik-buruk, benar-salah dalam aktivitas manusia, (ii)
tindakan yang adil dan wajar, (iii) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-
salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain agar sesuai dengan kaidah tingkah
laku yang dinilai benar-salah dan (iv) sikap seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain.2

B. Hakikat Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat international diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan itu menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata karma, kesusilaan dan
lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-
masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram terlindungi tanpa merugikan
kepentingan serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan

1
H. Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, ( Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pngetahuan),
( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011 ) Cet. II, hlm. 205-207
2
Ibid, hlm. 207

4
adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya.
Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. 3
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai : (1) ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak;
dan (3) nilai mengenai benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sementara itu Bertens (1993:6) mengartikan etika sejalan dengan arti dalam kamus
tersebut di atas. Pertama, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Kedua, etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral atau biasa
disebut kode etik; sebagai contoh kode etik kedokteran, jurnalistik, guru dan perawat.
Ketiga, etika diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk. Etika
merupakan ilmu apabila asas atau nilai-nilai etis yang berlaku begitu saja dimasyarakat
dijadikan bahan refleksi atau kajian secara sistematis dan metodis.
Pandangan lain dikemukakan Susanto yang mengatakan etika merupakan kajian
tentang hakikat moral dan keputusan ( kegiatan menilai). Etika juga merupakan prinsip
atau standar perilaku manusia yang kadang-kadang disebut dengan moral. Kegiatan
menilai telah dibangun berdasarkan toleransi. Terdapat spesifikasi tentang toleransi
yang dapat dicapai. Di alam ilmu yang berkembang langkah demi selangkah,
pertukaran informasi antar manusia selalu merupakan permainan tentang toleransi. Ini
berlaku dalam ilmu eksakta maupun bahasa, ilmu sosial, religi ataupun politik bahkan
juga bagi setiap bentuk pikiran yang akan menjadi dogma. Perubahan ilmu dilandasi
oleh prinsip toleransi. Hal ini dikarenakan hasil penelitian dari suatu pengetahuan
ilmiah sering tidak sama dengan sifat objektif penelitian atau hasil penelitian
pengetahuan ilmiah yang lain, terutama apabila pengetahuan itu tergolong dalam
kelompok disiplin ilmu yang berbeda.4
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti ; pertama, etika merupakan suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua,
merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan, atau
manusia lain. Objek formal etika meliputi norma kesusilaan manusia dan mempelajari

3
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta : Prenadamedia Group, 2016),
Cet.IV, 276
4
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi,
(Jakarta; Buumi Aksara, 2011)

5
tingkah laku manusia berupa baik buruknya. Adapun estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.5

C. Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Etika

Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran moral
tidak berada di tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana bila harus hidup,
bukanlah etika melainkan ajaran moral. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang
diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan
kejahatan di kalangan masyarakat. Di samping itu, ilmu dan etika diharapkan mampu
mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masyarakat sekitar agar dapat menjadi
cendekiawan yang memiliki moral dan akhlak yang baik/mulia.

Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu
maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu
salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu
pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan tujuan
masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia
tanpa merendahkan martabat seseorang.

Etika memberikan semacam batasan maupun standar yang mengatur pergaulan


manusia di dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang
ada dan pada saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk melakukan
tindakan tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum dinilai
menyimpang dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai
asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat
manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya.6

Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk menemukan
kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan
keberanian. Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela
mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar.
Kemanusiaan tak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan
moral maka ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara
5
Mukhtar Latif , op.cit., hlm. 279
6
Ibid, hlm. 208-209

6
rasional yang telah membawa manusia mencapai harkat kemanusiaannya berganti
dengan proses rasionalisasi yang mendustakan kebenaran.

Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang
menyangkut tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam
penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan
destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika
menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan
dan kebahagiaan manusia.

Diharapkan perkembangan ilmu yang begitu spektakuler di satu sisi dan nilai-
nilai moral yang bersifat statis dan universal di sisi lain dapat dijadikan arah dalam
menuntun perkembangan ilmu selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan moral
terhadap ilmu di khawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin
mensejahterakan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan kehidupan
mereka kelak.7

D. Apakah Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai ?

Dalam bahasa Inggris bebas nilai disebut dengan value free, bahwa ilmu dan
juga teknologi bersifat otonom (berdiri sendiri) untuk dikembangkan dengan tidak
memperhatikan nilai-nilai atau tujuan lain di luar Ilmu pengetahuan. Ilmu secara
otonom tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai. Pembatasan-pembatasan
etis hanya akan menghalangi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai berarti semua
kegiatan yang terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu
itu sendiri. Tuntutan dasarnya adalah agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi
ilmu pengetahuan, tidak boleh dikembangkan dengan didasarkan pada pertimbangan
lain diluar ilmu pengetahuan.
Kriteria yang menentukan apakah sebuah kajian itu ilmiah atau tidak ditentukan
oleh bagaimana kemampuan seorang peneliti dalam memaparkan informasi secara
obyektif. Tuntutan dalam prinsip bebas nilai adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Artinya, tidak ada campur tangan eksternal

7
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009),hlm.215

7
di luar struktur obyektif sebuah pengetahuan. Obyektivitas hanya bisa diraih dengan
mengandaikan ilmu pengetahuan yang bebas nilai (value-neutral).
Dengan begitu berbicara masalah bebas nilai atau tidaknya ilmu pengetahuan
sangatlah relevan dengan apa yang terjadi di zaman Renaissance, yang terkenal dengan
paham Aufklarung yang mendewakan rasionalitas manusia. Pada zaman kegelapan
(Dark Age), gereja senantiasa mengatur dan mengendalikan kaum cendekiawan
sehingga mereka merasa sangat terkekang. Setiap teori atau penemuan-penemuan baru
hanya dapat dipergunakan dengan persetujuan dan pengakuan gereja. Sejak saat itulah
para cendekiawan Barat beranggapan bahwa nilai dan norma hanya menghambat
kemajuan Ilmu Penegtahuan. Pemahaman rasional tentang dirinya dan alam mengantar
manusia pada suatu pragmatisme ilmiah, dimana perkembangan ilmu dianggap berhasil
ketika memiliki konsekuensi-konsekuensi pragmatis. Keadaan ini pula yang menggiring
ilmuwan untuk menjaga jarak terhadap problem nilai secara langsung.8
Menurut Josep Situmorang (1996) menyatakan bahwa bebas nilai artinya
tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan
itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan eksternal yang tidak secara
hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Minimal ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahun itu bebas
nilai, yaitu ; Pertama, ilmu tersebut harus bebas dari pengandaian dan pengaruh faktor
eksternal seperti politik, ideologi, agama, budaya, dan lain-lain. Kedua, perlunya
kebebasan ilmiah yang mendorong terjadinya otonomi ilmu pengetahuan. Ketiga,
penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis (yang selalu dituding menghambat
kemajuan ilmu pengetahuan) karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.9
Indikator pertama dan kedua memperlihatkan upaya ilmuwan untuk menjaga
objektivitas ilmiah ilmu pengetahuan, sedangkan indikator ketiga ingin menunjukkan
adanya faktor X yang hampir mustahil dihindarkan dari perkembangan ilmu
pengetahuan, yaitu pertimbangan etis.
Selain 3 indikator tadi, masih ada indikator keempat yang amat sulit ditolak oleh
ilmu pengetahuan, yakni kekuasaan. Perkembangan ilmu pengetahuan selalu sarat
dengan berbagai kepentingan, terutama kepentingan kekuasaan yang kadang
memunculkan konflik kepentingan antara ilmuwan dengan truth claim melawan

8
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2012 ) Cet ke-5, hlm. 84
9
H.Mohammad Adib, op.cit., hlm. 238

8
penguasa dengan authority claimnya. Dan di negara berkembang, konflik itu hampir
selalu dimenangkan pihak penguasa.
Ilmu sendiri, baik secara teoritis maupun praktis tidak pernah bebas dari nilai.
Selalu ada kepentingan yang bermain di dalam ilmu itu. Namun, pertimbangan etis
semestinya hanya berperan sebagai rambu-rambu saja, dan bukannya mengekang
perkembangan ilmu penegtahuan tersebut. Kesalahan Barat adalah mereka menganggap
bahwa ilmu selalu bebas nilai dan sudah semestinya ilmu pengetahuan tidak
berhubungan dengan agama (sekularisme). Akan tetapi, intervensi nilai yang berlebihan
ke dalam ilmu pengetahuan juga akan mengekang kreativitas manusia dalam berpikir.
Ilmu pengetahuan semata-mata hanya menjadi alat dari berbagai macam kepentingan,
terutama kepentingan ideologis dan politik.
Karena ilmu pengetahuan tidaklah bebas nilai, maka sudah sewajarnya kita
mengkuti perkembangannya, asalkan jangan sampai kita terjebak rasa ketergantungan
pada teknologi. Teknologi hanyalah alat untuk membantu meringankan beban kerja kita
sehingga jangan sampai justru kita menjadi malas dan diperbudak teknologi. Dalam
perkembangan teknologi komunikasi dan komunikasi kontemporer sendiri, sudah
begitu banyak media yang dikembangkan untuk memperlancar komunikasi dan
memperpendek jarak antar manusia. Sebut saja komputer, jaringan telepon selular yang
dibantu adanya satelit komunikasi, serta internet yang mengusung Super Highway
Communication dengan electronic mail. Selain itu, telepon selular di beberapa negara
pun sudah dilengkapi fasilitas 3G atau bahkan 4G yang memungkinkan manusia
mengakses data dalam waktu yang amat singkat.
Berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantar kita pada
kemudahan-kemudahan untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari baik di rumah,
sekolah, maupun kantor. Namun, jangan sampai justru dengan segala fasilitas itu kita
menjadi diperbudak oleh alat. Kita adalah manusia yang bisa berpikir dan menciptakan
berbagai macam peralatan. Oleh karena itu hendaknya kita menciptakan teknologi
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan manusia, bukannya membuat manusia harus
menyesuaikan diri dengan teknologi.

9
E. Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan pertimbangan-


pertimbangan dari dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung jawab etis ini
menyangkut kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem dan bertanggung
jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang dan kepentingan umum, karena
pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bertujuan untuk pelayanan eksistensi
manusia dan bukan sebaliknya untuk menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.

Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat
ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau
meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan kedewasaan manusia
dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk menentukan mana yang layak
atau tidak layak, mana yang baik dan mana yang buruk.

Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi


seperti dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2009) pada perkembangan ilmu
bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika yang
menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati hak-hak
asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin khawatir karena jika
akibatnya tidak bisa dikendalikan maka akan terjadi bencana besar bagi kehidupan
manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa genetika yang dahulunya bertujuan untuk
mengobati penyakit keturunan seperti diabetes, sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan
untuk pengobatan tetapi untuk menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali
berbeda baik secara fisik maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia
tidak memiliki hak yang bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam
waktu singkat tetapi telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli
etika dan para agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya
akan sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia. Maka

10
disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk menentukan mana yang
baik dan buruk bagi kehidupannya. 10

Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan


bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat
dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri
manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai pribadi
dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap
Allah Swt.

G. Sikap Ilmiah dan Tanggung Jawab Ilmuan


Ilmu adalah suatu cara berpikir tertentu mengenai suatu obyek dengan
pendekatan yang khas sehingga menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan ilmiah,
dalam arti bahwa sisten dan struktur ilmu itu dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang bersifat kritis, rasional dan logis,
obyektif dan terbuka. Namun yang juga penting adalah apakah pengembangan
pengetahuan ilmiah itu membawa dampak positif`dan baik bagi manusia atau
sebaliknya justru membawa keburukan. Oleh karena itu penting sekali sikap ilmiah
yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Dan di sini letak moralitas dari seorang
ilmuwandalam penembangan ilmu, baik itu menyangkut tanggungjawabnya terhadap
tata alamiah, terhadap manusia maupun terhadap Allah Swt. Sikap ilmiah yang sesuai
bagi seorang ilmuwan antara lain: (i) tidak adanya rasa pamrih yaitu suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektih; (ii) Bersikap selektif
yang menyangkut cara mengambil kesimpulan yang beragam, macam-macam
metodologi dan lain-lain; ( iii) selalu tidak merasa puas dengan hasil penelitiannya
sehingga selalu ada dorongan untuk melakukan riset dalam hidupnya dan (iv) Memiliki
sikap etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demi kebahagiaan manusia dan
untuk pembangunan bangsa dan negara.
Ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan
penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diperhatikan dengan sebaik-
baiknya.

10
Amsal Bakhtiar, op.cit., hlm.243

11
Proses transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-
kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan
etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah
dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggungjawab agar produk
keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.11
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji
secara terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat
keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan
digunakan oleh masyarakat tersebut. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat
individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Peranan
individu inilah yang bersifat dominan dalam kemajuan ilmu yang dapat mengubah
wajah peradaban. Kreatifitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial
yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu berjalan secara efektif. Maka
jelaslah bahwa seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Bukan
saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung
di masyarakat, namun yang lebih penting adalah adalah karena dia mempunyai fungsi
tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. 12
Implikasi penting dari tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah bahwa
setiap pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai dengan landasan
etis yang utuh.. Proses pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah yang dilandasi etika,
merupakan kategori moral yang menjadi dasar sikap etis seorang ilmuwan. Ilmuwan
bukan saja berfungsi sebagai penganalisis materi tersebut, tetapi juga harus memiliki
moral yang baik.
Kaum ilmuwan tidak boleh menganggap ilmu dan teknologi adalah segala-
galanya, masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban
manusia dengan baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain
disamping kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Jika
kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya baik secara moral maupun
intelektual maka salah satu penyangga masyarakat modern ini, yaitu ilmu pengetahuan
akan berdiri secara kokoh.

11
H.Mohammad Adib, op.cit., hlm.230-231
12
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : PT. Pancaraintan
Indahgraha, 2007) Cet.20, hlm.237

12
Di bidang etika tanggung jawab ilmuwan bukan lagi hanya memberikan
informasi namun juga memberikan contoh bagaimana bersifat obyektif, terbuka,
menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh pada pendirian yang dianggap
benar dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil
penelitiannya sejernih mungkin berdasarkan rasionalitas dan metodologis yang tepat.
Secara moral seorang ilmuwan tidak akan membiarkan hasil penelitiannya digunakan
untuk tujuan yang melanggar asas-asas kemanusian.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh
individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan dikerjakan. Dimana
etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang mengatur manusia dalam kelompok
sosial lainnya. Dalam proses penilaiannya etika memberikan arahan agar ilmu
pengetahuan berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan tujuan masing-masing
orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan
martabat seseorang.

Dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan menurut pendapat beberapa tokoh


menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap
kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu
pengetahuan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal seperti faktor politis, idiologis, agama
dan budaya. Tetapi dalam penerapannya ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan segi
kemaslahatannya bagi umat manusia.

Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu
pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang berpengaruh pada
pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Sehingga dalam
pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga martabat manusia dan
kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang sesungguhnya dari manusia
untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.

Dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan seorang ilmuwan harus menghasilkan


pengetahuan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka, kritis rasional, logis
dan obyektif. Dan dalam pengembangannya diperlukan moralitas dan tanggung jawab yang
tinggi dari ilmuwan sehingga berdampak positif bagi kehidupan manusia. Tanggung jawab
ilmuwan meliputi tanggung jawab terhadap tata ilmiah, manusia dan kepada Allah Swt.

14
DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,


dan Aksiologi, Jakarta; Buumi Aksara, 2011

Bakhtiar , Amsal , Filsafat Ilmu, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009

Latif , Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, Jakarta : Prenadamedia


Group, 2016

H. Adib ,Mohammad , Filsafat Ilmu, ( Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan), Yoggyakarta : Pustaka Pelajar, 2011

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : Bumi Aksara, 2012

Suriasumantri , S, Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : PT.


Pancaraintan Indahgraha, 2007

15

Anda mungkin juga menyukai