Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH NEUROSAINS PENDIDIKAN ISLAM

OTAK RASIONAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL DALAM


PENDIDIKAN ISLAM
Dosen: Dr. suyadi, M.pd.i

Disusun oleh:
Joko Purwanto (1900031295)
Abdurrahman Saputra (1900031296)
Devi Ayu Rahmawati (1900031308)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
 
            Segala  puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Teori Pembelajaran
Neurosains  ini dengan baik. Selain itu juga saya ucapkan terima kasih kepada yang terhormat
Bapak Dr.Suyadi, M.pd.i selaku Dosen Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Kami  menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang terdapat pada Makalah  ini
sebagai akibat dari keterbatasan dari pengetahuan kami. Sehubungan dengan hal
tersebut,kami  akan selalu membuka diri untuk menerima segala kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                            Yogyakarta, 17 maret
2020

DAFTAR ISI
Cover i................................................................................................................................
Kata pengantar.....................................................................................................................
Daftar isi..............................................................................................................................
BAB I
A. Latar belakang...................................................................................................
B. Rumusan masalah.............................................................................................
C. Tujuan pembahasan...........................................................................................
BAB II
A. Otak rasional dan akal sehat..............................................................................
B. Otak emosional..................................................................................................
C. Otak spiritual.....................................................................................................
BAB III
A. Kesimpulan........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Didalam kajian ilmu neurosains, terdapat kajian yang disebut dengan kecerdasan
rasional dan juga kecerdasan intuitif, otak rasional tidak akan maksimal tanpa peran otak
emosional dan otak spiritual. Rasionalitas dalam pembelajaran harus melibatkan emosional
dengan cara mengemas materi dengan bentuk gambar, kata dan suara. Adapun kecerdasan
intuitif merupakan kemampuan untuk memunculkan ide, gagasan dan merespon secara
otomatis dan spontan dengan tingkat akurasi yang tinggi.kecerdasan ini mencerminkan peran
pengetahuan dalam membantu kita untuk bertindak lebih efektif. Ketika kita pertama kali
menyelelesaikan permasalahan matematika yang masih baru, kita mungkin bergerak
perlahan. Dengan kata lain intuisi yang dilatih dari pengalaman membuat kita cerdas.

Otak yang cerdas adalah otak yang mampu menjalankan fungsinya sebagai pemikir,
bukan otak yang hanya pandai merekam kejadian saja, dimana seseorang itu tidak mampu
menghasilkan hikmah dari satu kejadian yang masuk lewat inderanya. Hal inilah yang
menyebabkan kita harus mengenal apa yang dimaksud sebagai kecerdasan intuitif dan juga
kecerdasan rasional. Sebagai gambaran awal tentang kecerdasan intuitif adalah sebuah cerita
yang di muat di dalam Alquran yang menceritakan dialog antara Nabi Musa AS dan Nabi
Khidir AS ketika Nabi Musa merasa menjadi orang yang paling pintar kemudian beliau
bertanya kepada Allah SWT, sehingga Allah menunjukan bahwa ada orang yang lebih pintar
dari Nabi Musa AS yakni Nabi Khidir AS.

B. Rumusan Masalah:
1. Apa yang dimaksud otak rasional,spiritual,dan emosional?
2. Apa fungsi dari otak tersebut?
C. Tujuan Pembahasan:
1. Menjelasakan definisi dari otak rasional,spiritual,dan emosional
2. Menjelaskan fungsi otak spiritual, emosional dan spiritual

BAB II
PEMABAHASAN
A. Otak Rasional Dan Akal Sehat

Otak rasional berpusat di cortex cerebri atau bagian luar otak besar yang berwarna
abu-abu dengan ukuran 80% dari volume seluruh otak. Besarnya volume cortex
memungkinkan manusia berpikir secara rasional dan menjadikan manusia berbudaya.
Semakin berbudi dan berbudaya, manusia akan menggeser perilakunya lebih ke pusat
berpikir rasional. Secara anatomis, di dalam cortex cerebri terdapat lobus frontal (di dahi),
lobus occipital (di kepala bagian belakang), lobus temporal (di seputaran telinga), dan lobus
parietal (di puncak kepala). Bagian-bagian otak cortex cerebori. Lobus frontal bertanggung
jawab untuk kegiatan berpikir, 1perencaan, dan penyusunan konsep. Lobus temporal juga
bertanggung jawab terhadap persepsi suara dan bunyi, memori dan kegiatan berbahasa.
Lobus parietal bertanggung jawab juga untuk kegiatan berpikir terutama pengaturan memori.
Bekerja sama dengan lobus occipital, lobus parietal turut mengatur kerja penglihatan. Lobus-
lobus ini menjadi penting karena menyokong cortex cerebri yang mengemban fungsi vital
terutama untuk berpikir rasional dan daya ingat.1 Selama ini, masyarakat memahami bahwa
otak terbagi menjadi dua yaitu otak kanan dan otak kiri. Kemudian akhir-akhir ini
berkembang menjadi tiga belahan yaitu otak kanan, otak kiri, dan otak tengah. Otak rasional
sering dikaitkan dengan otak kiri. Hal ini dikarenakan otak kiri identik dengan berpikir
rasional, konvergen, digital, sekunder, abstrak, proporsional, analitis, linier dan objektif.2
Jika ditinjau dari cara berpikirnya, otak kiri berpikir secara urut, parsial, dan logis yang
dikaitkan dengan akal sehat. Cara berpikir sebagai pola pemrosesan informasi tidak terlepas
dari aktivitas mental berkenaan dengan fungsi belahan-belahan otak tersebut. Cara berpikir
merupakan ekspresi atau cerminan dari proses berfungsinya belahan-belahan otak tersebut.
Proses kerja otak dalam menerima, mengolah, dan mempresentasikan informasi tersimpul
dalam cara seseorang merespons stimulus dan menghadapi tugas atau menyelesaikan
masalah. Pola berpikir seseorang yang lebih dominan oleh fungsi otak kiri berpikir secara
vertikal, sistimatis, dan terfokus serta cenderung untuk mengelaborasi atau meningkatkan
pengetahuan yang sudah ada. Dalam hal ini, orang tersebut akan memberikan jawaban atau
penarikan kesimpulan yang logis terhadap suatu hal yang mana dipengaruhi oleh akal sehat.
Akal sehat (common sense) mendorong seseorang untuk berpikir tanpa rumit dan tanpa

1
Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian Neurosains (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), 117-118.
2 Slamet Suyanto, “Hasil Kajian Neuroscience dan Implikasinya Dalam Pendidikan”, (Yogyakarta: UNY), 19. Disampaikan
pada seminar nasional Pendidikan Biologi di FMIPA UNY.
merenung sulit. Akal sehat juga mendorong seseorang untuk berpikir berdasar fakta yang ada
dan logis sehingga apa yang dipikirkan dapat diterima oleh akal. Geertz menaruh akal sehat
ini sebagai tingkatan pemahaman sederhana sebelum diangkat ke refleksi logis sistematis
terukur dan terverifikasi dalam ilmu pengetahuan. Berpikir rasional berarti kemampuan dan
kemauan manusia bersikap dan bertindak menggunakan akal sehat dalam menentukan sebuah
pilihan. Manusia memiliki beberapa kendala, tetapi dengan menggunakan akal sehat manusia
akan dapat mengatasi kendala tersebut.3 Akal sehat mulai diusik manakala pemahaman biasa
akal budi diganggu oleh ketidak sesuaian antara logika (jalan pikiran) maknanya dan
konsensus bersama proses memahami sebagai “benar” logis yang ada. Akal sehat akan
diganggu tatkala hukum logis nalar sebab-akibat dicederai lantaran keduanya tidak sekuensial
atau tak bersambung. Lebih diusik lagi2

B. Otak spiritual

2
3 Anggena Pricilia, “Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya terhadap Rasionalitas Ekonomi Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
FKIP Untan”, (Pontianak: Universitas Tanjungpura), 2.
Konsep Dasar Spiritual Intellegence Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah
Spiritual Intelligence tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual
(Spiritual Intelligence) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang
membangun dirinya secara utuh. Menurut Zohar & Marshall (2001) kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan
nilai untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas
dan kaya serta menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Lebih lanjut dijelaskan oleh King (2008:56): Spiritual
intelligence is defined as a set of mental capacities which contribute to the awareness,
3
integration, and adaptive application of the nonmaterial and transcendent aspects of
one’s existence, leading to such outcomes as deep existential reflection, enhancement
of meaning, recognition of a transcendent self, and mastery of spiritual states.
Selanjutnya, Maryam (2013:3) menyatakan: Spiritual intelligence is the consequence
of the highest level of individual growth. Spiritual intelligence is represents a blend/
combination of the individual’s personality characteristics, neurological processes,
specialized cognitive capabilities, and spiritual qualities and interests. Pernyataan di
atas dapat dimaknai bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan diri yang
dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri secara utuh dan
merupakan campuran/kombinasi karakteristik kepribadian individu, proses
neurologis, khusus kemampuan kognitif, dan sifat-sifat rohani dan kepentingan.
Kecerdasan spiritual digunakan untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh
karena manusia memiliki potensi untuk itu. Sejalan dengan hal tersebut, Yusuf (2002)
mengatakan bahwa manusia meningkatkan diri dengan menekankan pada pembinaan
kepribadian seimbang, yaitu antara mind-body dan spiritual atau antara kecerdasan
intelektual, emosional, sosial dan spiritual yang mengacu kepada keseimbangan
pengembangan mental-spiritual dan jasmaniah. Manusia dapat menggunakan
kecerdasan spiritualnya untuk berhadapan dengan masalah baik dan jahat, hidup, dan
mati serta asal-usul sejati dari penderitaan atau keputusasaan manusia. Selanjutnya,
Ravikumar (2013:8) mendefinisikan kecerdasan spiritual dengan menyatakan bahwa:
Spirituality is to 'know' who you are and Spiritual Intelligence is to 'realize' who you
are and to live life in that awareness. You have always been who you are and, in truth,
you can never be other than who you are, but it requires 'realization' i.e. that moment

3
4 Emmons, R. 2000. Is Spirituality an Intelligence: Problems and prospects” dalam International Jurnal for the
Psychology of Religion, 10(1), 3-26
when you 'see it', when you 'get it' and then you 'be it'. 3 Sejalan dengan hal tersebut,
Emmons (2000:3) menjelaskan bahwa “Spirituality as an element of intelligence it
predicts functioning and adaptation and offers capabilities that enable people to solve
problems and attain 4goals”. Berkaitan dengan pendapat di atas, Michael Levin (dalam
Sukidi, 2002) menjelaskan bahwa orang yang cerdas secara spiritual bukan berarti
kaya dengan pengetahuan spiritual melainkan sudah merambah ke ranah kesadaran
spiritual (spiritual consciousness) yang berarti penghayatan hidup. Berdasarkan
penjelasan ahli mengenai kecerdasan spiritual di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain dan memahami makna
eksistensi dirinya dalam hubungannya dengan pencipta, sesama manusia, dan dengan
lingkungan sekitarnya.

4
5 Halama, P. 2004. “Spiritual, Existential or Both Theoretical Considerations on the Nature of Higher
Intelligences”. Studia Psychologica.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh
badan dan pemikiran manusia. Otak dan sel saraf di dalamnya dipercayai dapat
mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi
perkembangan psikologi kognitif. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi
seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala
bentuk pembelajaran lainnya.
Otak dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan danbelahan otak kiri.
Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum,
belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan
tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri
untuk logika dan berpikir rasional. Idealnya, otak kiri dan otak kanan haruslah seimbang dan
semuanya berfungsi secara optimal. Orang yang otak kanan dan otak kirinya seimbang, maka
dia bisa menjadi orang yang cerdas sekaligus pandai bergaul atau bersosialisas

DAFTAR PUSTAKA
Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian Neurosains (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017), 117-118.
2 Slamet Suyanto, “Hasil Kajian Neuroscience dan Implikasinya Dalam Pendidikan”, (Yogyakarta:
UNY), 19. Disampaikan pada seminar nasional Pendidikan Biologi di FMIPA UNY.
3 Anggena Pricilia, “Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya terhadap Rasionalitas Ekonomi Mahasiswa
Pendidikan Ekonomi FKIP Untan”, (Pontianak: Universitas Tanjungpura), 2.
4 Emmons, R. 2000. Is Spirituality an Intelligence: Problems and prospects” dalam International
Jurnal for the Psychology of Religion, 10(1), 3-26
5 Halama, P. 2004. “Spiritual, Existential or Both Theoretical Considerations on the Nature of Higher
Intelligences”. Studia Psychologica.

Anda mungkin juga menyukai