Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Alam Pikir Manusia dan
Perkembangannya
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para
mahasiswa khususnya bagi kami sang penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai
manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik.
Serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami
untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.
Penulis
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................I
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
2.3 Mitos......................................................................................................................................4
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................9
3.2 Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................10
BAB I PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk yang berpikir akan dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu
inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami, dan menjelaskan gejala-gejala
alam, juga berusaha untuk memecahkan masalah atau persoalan yang dihadapi, serta
berusaha untuk memahami masalah itu sendiri, ini semua menyebabkan manusia
mendapatkan pengetahuan yang baik.
Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan tuhan yang paling berhasil dalam
persaingan hidup di bumi ini, meski banyak keterbatasan fisik, seperti: ukuran, kekuatan,
kecepatan, dan panca inderanya, bila dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya.
Keberhasilan itu disebabkan oleh manusia memiliki kemampuan otak yang lebih baik
daripada makhluk lainnya, yang memungkinkan lebih mudah untuk beradabtasi dengan
lingkungannya.
Dan dari sekian banyak ciri-ciri manusia sebagai makhluk hidup, akal budi dan
kemauan keras itulah yang merupakan sifat unik manusia. Rasa ingin tahu, juga
merupakan salah satu ciri khas manusia. Ia mempunyai kemampuan untuk berpikir
sehingga rasa keingintahuannya tidak tetap sepanjang zaman. Karena apa? Karena
manusia akan selalu bertanya apa, bagaimana dan mengapa begitu. Manusia juga mampu
menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan
pengetahuan yang baru sehingga menjadi pengetahuan yang lebih baru.
1
BAB II PEMBAHASAN
Manusia memiliki rasa ingin tahu atau kurioritas yang terus tumbuh dan
berkembang sangat pesat. Rasa ingin tahu manusia tidak pernah dapat terpuaskan,
apabila suatu masalah dapat dipecahkan akan timbul masalah lainnya yang menunggu
pemecahanya. Manusia akan terus bertanya setelah mengetahui apa, bagaimana, dan
mengapa. Manusia mampu menggunakan pengetahuan yang telah lama diperoleh
untuk dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru menjadi pengetahuan yang
lebih baru lagi. Hal ini demikian berlangsung berabad-abad sehingga terjadi
akumulasi pengetahuan. Manusia memiliki salah satu sifat yang paling esensial yaitu
berfikir (Senja, 2014)
Manusia sebagai makhluk berpikir dibekali hasrat ingin tahu tentang benda dan
peristiwa yang terjadi di sekitarnya termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri.
Rasa ingin tahu inilah mendorong manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-
gejala alam, baik alam besar (makrokosmos) mapun alam kecil (mikrokosmos), serta
berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Dorongan rasa ingin tahu dan usaha
untuk memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi, menyebabkan manusia
dapat mengumpulkan pengetahuan.
Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini menyebabkan pengetahuan
mereka menjadi berkembang. Setiap hari mereka berhubungan dan mengamati benda-
benda dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam sekitarnya. Pengamatan-
pengamatan yang ditangkap melalui panca indera-nya merupakan objek rasa ingin
tahunya. Manusia tidak akan merasa puas jika belum memperoleh jawaban mengenai
hal-hal yang diamatinya. Mereka berusaha mencari jawabannya dan untuk itu mereka
harus berpikir. Rasa ingin tahunya terus berlanjut. Bukan hanya “apa”-nya saja yang
ingin diketahui jawabannya, tetapi juga jawaban dari “bagaimana” dan kemudian
berlanjut “mengapa” tentang hal-hal yang bersangkutan dengan benda-benda dan
peristiwa-peristiwa yang diamatinya.
Tapi rasa ingin tahu juga memiliki konsekuensi. Hanya karena manusia dapat
membayangkan sesuatu tidak berarti itu akan berhasil, setidaknya tidak pada awalnya.
Dalam beberapa situasi, taruhan rendah dan kegagalan adalah bagian yang wajar dari
suatu pertumbuhan.
2
Kita ambil contoh ciri-ciri ekstrovert, yang bukan hanya bersifat lebih mudah
bergaul, tetapi juga lebih berjiwa petualang dan siap mengambil risiko. Dalam
evolusinya, tentu masuk akal apabila seseorang yang secara fisik lebih kuat kemudian
memanfaatkan kelebihan fisiknya untuk bersifat lebih ekstrovert, itulah yang persis
ditemukan dalam sejumlah penelitian. Penelitian Universitas Göttingen, Jerman, baru-
baru ini menunjukkan bahwa lebih dari 200 pria, mereka yang memiliki kondisi fisik
lebih kuat dan punya tubuh yang lebih "macho" - termasuk dada bidang dan otot bisep
besar - cenderung lebih ekstrovert, terutama dalam hal asmara bersifat lebih tegas dan
aktif.
Akan tetapi asosiasi kekuatan dan sifat ekstrovert tidak ditemukan pada penelitian
serupa yang dilakukan terhadap perempuan.
Penelitian lain menemukan bahwa laki-laki dengan tubuh lebih besar memiliki
kecenderungan untuk melakukan serangan dan tidak gampang takut atau gelisah. Hal ini
masuk akal jika menganggap kepribadian sebagai strategi adaptasi. Jika secara fisik
lemah, maka bersikap awas dan waspada terhadap bahaya memungkinkan kita memiliki
jangka hidup lebih panjang. Akan tetapi jika secara fisik kita kuat, maka dapat menjadi
sosok yang lebih pemberani. Hal ini dikarenakan, menurut teori evolusi, kekuatan fisik
dan kemampuan berkelahi menjadi modal yang lebih dimiliki pria yang mana harus
berkompetisi satu sama lain untuk mendapat pasangan.
Hal itu semakin menguatkan gagasan bahwa atribut fisik meningkatkan sifat
ekstrovert seseorang, ketimbang gagasan bahwa asosiasi penampilan-kepribadian
sekadar cerminan efek genetik yang serupa. Bahkan opini dan nilai-nilai yang kita anut
bisa dipengaruhi oleh bentuk fisik kita sendiri
Akan tetapi, teori ini juga menjadi pengingat, layaknya sebuah asrama yang
dipenuhi anak-anak bandel, akan akar kebinatangan kita sebagai insan manusia.
2.3 Mitos
A. Pengertian Mitos
Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos atau mite dan dari bahasa Belanda
mythe adalah bagian dari suatu folklor yang berupa kisah berlatar masa lampau,
mengandung penafsiran tentang alam semesta (seperti penciptaan dunia dan
keberadaan makhluk di dalamnya), serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang
pembuat cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat
mengacu kepada cerita tradisional. Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya
alam semesta dan bentuk topografi, keadaan dunia dan para makhluk penghuninya,
deskripsi tentang para makhluk mitologis, dan sebagainya. Mitos dapat timbul sebagai
catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau
personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual.
Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk
membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu
komunitas.
B. Ciri khas
Pelaku utama yang diceritakan dalam mitos biasanya adalah para dewa, manusia,
dan pahlawan supranatural. Sebagai kisah suci, umumnya mitos didukung oleh
penguasa atau imam/pendeta yang sangat erat dengan suatu agama atau ajaran
kerohanian. Dalam suatu masyarakat dimana mitos itu disebarkan, biasanya suatu
mitos dianggap sebagai kisah yang benar-benar terjadi pada zaman purba, namun pada
kenyataannya, banyak masyarakat yang memiliki dua kategori kisah tradisional:
"kisah nyata" atau mitos, dan "kisah dongeng" atau fabel. Umumnya mitos penciptaan
berlatar pada masa awal dunia, saat dunia belum berbentuk seperti sekarang ini,dan
menjelaskan bagaimana dunia memperoleh bentuk seperti sekarang ini serta
bagaimana tradisi, lembaga dan tabu ditetapkan.
C. Fungsi
Mircea Eliade berpendapat bahwa salah satu fungsi penting mitos adalah untuk
membangun suatu model perilaku dan bahwa mitos dapat memberikan pengalaman
religius. Dengan menceritakan atau memeragakan mitos, anggota suatu masyarakat
tradisional dapat merasa lepas dari masa kini dan kembali lagi ke zaman mitis,
sehingga membawa mereka dekat dengan ilahi.
4
Lauri Honko menegaskan bahwa dalam beberapa kasus, suatu masyarakat akan
menghidupkan kembali suatu mitos untuk menciptakan kembali suasana zaman mitis.
Sebagai contoh, akan diperagakan kembali penyembuhan yang dilakukan dewa pada
zaman purba dalam upaya penyembuhan seseorang pada masa kini. Tak jauh berbeda,
Roland Barthes berpendapat bahwa budaya modern mengeksplorasi pengalaman
religius. Karena tugas sains bukanlah menegakkan moral manusia, suatu pengalaman
religius adalah upaya untuk terhubung dengan perasaan moral pada masa lalu, yang
kontras dengan dunia teknologi pada zaman sekarang.
Mitos itu timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia
misalnya:
1. Alat Penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh
mata dan terkadang kita akan menganggapnya sebagai hal mistis. Demikian juga
jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka mata tak mampu melihatnya.
2. Alat Pendengaran
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya.
Manusia hanya bisa membedakan 4 jenis rasa yaitu rasa manis, masam, asin dan
pahit. Bau seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita
bila konsentrasinya di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian. Melalui bau,
manusia dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain namun tidak
semua orang bisa melakukannya.
4. Alat Perasa
5
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun sangat
relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda-beda, di antara manusia : ada yang
sangat tajam penglihatannya ada yang tidak, demikian juga ada yang tajam
penciumannya ada yang lemah. Akibat dari keterbatasan alat indera kita maka
mungkin timbul salah informasi, salah tafsir dan salah pemikiran. Untuk
meningkatkan kecepatan dan ketetapan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih
untuk itu, namun tetap sangat terbatas. Usaha-usaha lain adalah penciptaan alat,
meskipun alat yang diciptakan ini masih mengalami kesalahan. Pengulangan
pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut.
Menurut Darmodjo (1985:5), mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu
disebabkan karena :
Ilmu pengetahuan juga berkembang sesuai dengan zamannya dan sejalan dengan
cara berpikir dan alat bantu yang ada pada saat itu. Sebagai contoh adalah pada zaman
Babilonia dan Yunani, karena keterbatasan alat indera manusia (sebagai alat bantu
utama) maka landasan ilmu pengetahuan zaman ini sebagian berasal dari pengamatan
maupun pengalaman namun sebagian lainnya berupa dugaan, imajinasi, kepercayaan
aataupun “mitos.” Sebagai contoh adalah tentang pertanyaan hujan yang sering dijawab
sebagai bocornya atap langit. Pengetahuan semacam ini disebut sebagai “pseudo
science” yaitu mirip sains tapi bukan sains (pengetahuan semu).
Tonggak sejarah pengamatan, pengalaman dan akal sehat manusia ialah Thales (624-
546) seorang astronom, pakar dibidang matematika dan teknik. Ia berpendapat bahwa
bintang mengeluarkan cahaya, bulan hanya mementulkan sinar matahari,dan lain-lain.
Setelah itu muncul tokoh-tokoh perubahan lainnya seperti Anaximander, Anaximenes,
Herakleitos, Pythagoras dan sebagainya
Berlandaskan pada pengetahuan tentang beberapa rahasia alam yang diperolehnya,
manusia kemudian berusaha untuk menguasai dan memanfaatkan pengetahuannya untuk
memperbaiki kualitas dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan hal itulah
mulailah dikembangkan pengetahuan praktis yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kehidupan sosialnya. Pengetahuan ini selanjutnya disebut sebagai teknologi yang
merupakan penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi,
produksi dan industri secara tidak langsung akan diikuti dengan perubahan pola hidup
manusia. Perubahan ini juga semakin mendorong rasa ingin tahu manusia ke arah yang
lebih kompleks. Dengan demikian manusia akan terus berusaha mengetahui segala
rahasia alam semesta yang belum terungkap.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu. Hewan juga mempunyai “rasa ingin
tahu” akan tetapi tidak berkembang atau disebut “idle curiousity” atau “instinct.” Segala
aktivitasnya didorong oleh instink itu dengan tujuan untuk melestarikan hidupnya.
Manusia mempunyai rasa ingin tahu yang berkembang. Akumulasi dari segala yang
mereka dapat dari usahanya mendapatkan jawaban dari keingintahuannya itu merupakan
“pengetahuan”-nya. Pengetahuan manusia selalu berkembang. Ia selalu tidak puas
dengan fakta tetapi ingin tahu juga tentang “apa,” “bagaimana” dan “mengapa”. Manusia
dengan kemampuan berpikir dan bernalar, dengan akal serta nuraninya memungkinkan
untuk selalu berbuat yang lebih baik dan bijaksana untuk dirinya maupun lingkungannya.
Hal ini pula yang membedakannya dengan makhluk lain (hewan).
3.2 Saran
Hendaknya sebagai manusia kita selalu mengasah kemampuan berpikir kita,
mengoptimalkan kemampuan otak danmengoptimalkan kemampuan otak , mencari ilmu
pengetahuan dengan terus belajar dan terus berlatih sehingga dapat menciptakan ide-ide
baru dan menghasilkan karya-karya baru yang kreatif dan inovatif dengan cara yang di
redhai Allah sebagai wujud rasa syukur kita kepada sang Khalik.
9
DAFTAR PUSTAKA
https://m.liputan6.com/global/read/4310555/menguak-sebab-manusia-memiliki-rasa-
ingin-tahu-berlebih
https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/vert-fut-48773800.amp
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mitos#:~:text=Mitos%20dapat%20timbul%20sebagai
%20catatan,sebagai%20suatu%20penjelasan%20tentang%20ritual.
Ahmadi, Abu dkk. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 17-19.
https://www.asikbelajar.com/mitos-sebab-timbulnya-kenapa-diterima-masyarakat/
http://adinda69.blogspot.com/2014/09/makalah-alam-pikiran-manusia-dan.html?m=1
10