Mata Kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pengampu
Dra. Hj. Siti Faridah, M.Ag
Oleh:
Istiqomah (180103040093)
Khairun Nisa (180103040080)
Mush’ab (180103040259)
Muhammad Rasyid Azhar (180103040277)
Nur Asysyifa Karimah (180103040327)
Rasyidatus Salma (180103040029)
Sri Norma Yanti (180103040002)
Kecerdasan yakni suatu kemampuan lebih dari yang lainnya sebagai anugerah Tuhan
dalam bentuk fitrah atau potensi bagi semua manusia yang dilahirkan. Makhluk lain memiliki
kecerdasan yang terbatas sedangkan manusia tidak. Dalam hal ini manusia mampu
memahami segala fenomena kehidupan secara mendalam. Dan dapat mengambil hikmah dan
normanya, Dengan demikian manusia menjadi lebih bijak dan beradab karena memiliki
kecerdasan. Oleh karena itu kecerdasan sangat di perlukan oleh manusia guna sebagai alat
bantu menjalani kehidupannya di dunia. Kecerdasan identik dengan kemampuan akademik
yang mumpuni. Padahal, jika dilihat lebih luas, ada banyak bidang di luar akademis yang
membutuhkan kecerdasan maupun keahlian yang berbeda dari tiap individu. Maka dari itu
dalam makalah yang kami buat selain membahas kecerdasan secara umum dan islam namun
kecerdasan juga terbagi menjadi 4 yaitu, Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient),
Kecerdasan Emosi (EQ), Kecerdassan Spritual-SQ, dan Kecerdasan Moral (Moral Quotient).
PEMBAHASAN
A. Kecerdasan
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap
1
dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar keterangan. Kecerdasan
dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-Dzaka menurut arti
bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan
2
(al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Kecerdasan adalah
kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut
kemampuan fikiran. Kecerdasan atau yang biasa disebut dengan inteligensi berasal dari
bahasa Latin “intelligence” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to
organize, to relate, to bind together). 3
Crow and Crow, mengemukakan bahwa intelingensi berarti kapasitas umum dan
seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan
problem-prolem dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan. Pengertian ini tidak hanya
menyangkut dunia akademik, tetapi lebih luas, menyangkut kehidupan non-akademik, seperti
masalah-masalah artistik dan tingkah laku sosial. 4 Dalam al-Qur'an ada beberapa istilah yang
berkaitan erat dengan makna kecerdasan, Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah
kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan
kata al-'aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-figh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan
aldzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja,
seperti kata ta'qilun. Kata al'aqlu bermakna annuha yang bermakna kepandaian dan
kecerdasan Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena memang akal dapat
menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya. Kata 'aql
tidak pernah disebut sebagai nomina (ism), tapi selalu dalam bentuk kata kerja (fi'l). 5
1
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya : Apollo, 2012) 141.
2
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 89-90.
3
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), Hlm.159
4
Ramayulis, Psikologi Agama, 89-90
5
Yosep Soluhudien, “ Straregi Melesatkan Trioraksasa Kecerdasan Anak” (Jawa Timur: Qiara Media,
2020),70-72.
Pada mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intelect)
dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspekaspek
kognitif. Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan
semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat
tempat sendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif. seperti kehidupan emosional, moral,
spritual dan agama pada saat ini orang tidak saja mengenal kecerdasan intelektual, akan tetapi
ada kecerdasan lain yang yang perlu diperhitungkan, diantaranya kecerdasan emosional,
spritual dan kecerdasan qalbiah.6
Alhasil, dalam kurun waktu hampir 100 tahun lamanya kecerdasan intelektual
merupakan satu-satunya parameter kecerdasan manusia, sehingga seorang anak yang
memiliki IQ yang tinggi menjadi kebanggan orang tua, padahal kecerdasan itu tidak
menjamin seseorang berkembang dan sukses dalam hidupnya. dikarenakan kecerdasan
intelektual tidak mengukur kreativitas, kapasitas emosi, nuansa spiritual dan hubungan
sosial. Menurut Rober Copper dalam Taufik Pasiak kecerdasan intelektual hanya
menyumbangkan sekitar 4 persen bagi keberhasilan hidup. Paling penting, keberhasilan 90
persen ditentukan oleh kecerdasan-kecerdasan lain.
6
Ramayulis, Psikologi Agama,89-90
7
R Rus’ an, “Spiritual Quotient (Sq): the Ultimate Intelligence,” Lentera Pendidikan 16, no. 1 (2013): 91–
100.
lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik.
Wechsler mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan
suatu tujuan, untuk berfikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan
sekitarnya secara memuaskan. Sedangkan Stern mengartikan inteligensi sebagai
kemampuan untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berfikir abstrak,
kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instingtif, serta kemampuan
menerima hubungan yang kompleks. Selain itu intelegensi dapat dikelompokkan dalam 2
kategori yaitu G faktor yang merupakan kemampuan kognitif dan dipengaruhi oleh faktor
bawaan atau genetis dan S faktor kemampuan khusus yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Menurut Sunar, Kecerdasan Intelektual (IQ) merupakan kemampuan untuk memecahkan
masalah secara logis dan akademis.
Secara garis besar integensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
kognitif secara rasional dan menggunakan daya pikir tersebut dalam memahami situasi yang
baru.
Al-Qur’an melukiskan orang yang berakal yang mau mendengarkan dan berpikir,
sebagai berikut:
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orangorang yang mempunyai akal”. (Q.S Az-Zumar: 18).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan
malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q,S Al-Imran: 190).
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayatayat
8
Tsp Marsuki, Kualitas Kecerdasan Intelektual Generasi Pemburu Maa Depan, (Malang : UB Press, 2014),
10–13.
9
Hadziq, Meta Kecerdasan & Kesadaran Multikultural, Pemikiran Psikologi Sufistik al-Ghazali, (Semarang
: RaSAIL Media Group ,2013), 82–83.
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda- tanda kekuasaan Allah), mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (Q.S
AlA’raf: 179).
Qur’an mengandung banyak ayat dengan anjuran berpikir atu peringatan untuk
orangorang berakal. Artinya, ayat-ayat tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang
berakal, tidak kepada orang-orang yang tidak berkeinginan untuk bertafakur.10
Istilah inteligensi digunakan dengan pengertian yang luas dan bervariasi, tidak
hanya oleh masyarakat umum tetapi juga oleh anggota-anggota berbagai disiplin ilmu,
Sternberg berpendapat bahwa inteligensi bukanlah kemampuan tunggal dan seragam
tetapi merupakan komposit dari berbagai fungsi. Istilah ini umumnya digunakan untuk
mencakup
10
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Gema Insani Press:
Jakarta, 1995).
11
Abdurrahman An Nahlawi.
gabungan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam
budaya tertentu. Menurut Stenberg kecerdasan intelektual memiliki 3 aspek yaitu :
2) Intelegensi verbal
Individu yang memiliki kecerdasan intelektual memiliki kosa kata baik, membaca
dengan penuh pemahaman, ingin tahu secara intelektual, menunjukkan keingintahuan.12
3) Intelegensi praktis
12
Rus’ an.
13
Hairul Anam dan dkk, Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual
Dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi (Jurnal Sains Terapan: Balikpapan)
14
Agus Efendi, “Revolusi Kecerdasan Abad 21; Kritik MI, EI,SQ, AQ dan Successful Intelligence Atas
IQ”, (Bandung: Alfabeta, 2016), 164
Kecerdasan Emosi dalam bahasa Inggris disebut Emosional Quotient (EQ)
merupakan kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola dan
mengontrol emosi pada dirinya. Emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi
sesuatu. Kecerdasan emosi belakangan ini dinilai tidak kalah penting dibandingkan
kecerdasan lainya, bahkan dalam sebuah penelitian mengatakan bahwa kecerdasan
emosional dua kali lebih penting darpada kecerdasan intelektual dalam memberikan
15
kontribusi terhadap kesuksesan seseorang. Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosi (EQ) sebagai himpuanan bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tidakan.16 Kemudian
Bar- On juga mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan
pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.17
Iman al-Ghazali mengatakan bahwa hati yang sehat (qalb salim) memiliki
potensi kecerdasan dalam mengembangkan tingkah laku lahirian hingga menjadi
baik sesuai dengan fitrah alsinya. Ahmad farid mengemukakan bahwa tanda-tanda
hati yang cerds dan sehat adalah kemampuan menggendalikan diri atau keinginan
dari nafsu yang berlawanan dari perintah Allah SWT, dan juga kemampuan
menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat syubhat dan bertentangan dengan
debaikan dan
15
Maliki S, “Menejemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup”, (Yogyakarta; kertajaya 2009), 78
16
Shapiro, “Kecerdasan Otak Manusia “, (Jakarta; Kanaya Press, 1998), 8
17
Geoleman, “Kecerdasan Manusia”, (Jakarta; Gramedia, 2000), 180
kebenaran. Kalbu memiliki kecerdasan dalam menangkap hal-hal diluar penglihatan
indera dan kecerdasan dalam mengembangkan perilaku yang shalih.18
a. Mengenali Emosi
b. Mengelola Emosi
c. Memotivasi Diri
18
Abdullah Hadziq, “Meta Kecerdasan dan Kesadaran Multikultural; Pemikiran Psikologi Sufistik
alGhazali”, 84-86.
orang lain. Sehingga dia mampu menerima sudut pandang orang lain, lebih peka
dan mampu mendengarkan orang lain.19
a. Hereditas
b. Faktor Keluarga
Keluarga berfungsi memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan
mengembangkan hubungan yang baik.
c. Lingkungan sekolah
19
Muhammad Thoha dan Taufikurrahman, “Aktualisasi Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional dalam
Manejemen Sumber Daya Manusia Di Perguruan Tinggi”, (Pamekasan; Duta Media Publishing, 2016), 7-8
20
Muhammad Thoha dan Taufikurrahman, “Aktualisasi Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional dalam
Manejemen Sumber Daya Manusia Di Perguruan Tinggi”, 11.
D. Kecerdassan Spritual-SQ
1. Pengertian
Danah Zohar dan Ian Marshall mendefiniskan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan untuk IQ dan EQ secara
efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.21
Menurut al-Gazali ruh dari subtansi psikologi merupakan sesuatu abstrak (Lathifah),
tidak kasat mata yang dimiliki potensi kecerdasan untuk berfikir, menginat dan mengetahui,.
Sementara ruh sebagai nsubtansi ruhani, merupakan al-ilahiyyah (daya ketuhanan) yang
tercipta dari alam urusan Tuhan (alam al-„arm). Dari konsep ruh di atas, dapat diartikan
bahwa ruh-ruh secara psikologis menurut al-Gazali memilikin kecerdasan dalam berfikir
tentang Tuhannya yang telah menciptakannya, mengingat pecinptanya yang telah menguasai
alam seisinya dan mengetahui hukum kualita (sunnatullah) yang diciptakan untuk
memotivasi segala tindakannya.22
21
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual (Arga Jakarta: Jakarta, 2001).
22
Abdullah Hadzir, Mata Kecerdasan dan Kesadaran Multikultural.
penguasa, pelindung, dan pengawas yang selalu hadir menyertai seluruh tindakan dan
perilaku makhluk-Nya.
Selain di atas, al-Gazali juga memiliki konseo bahwa ruh sebagai subtansi ruhani
merupakan kemampuan yang berbasis daya ketuhanan. Ini artinya bahwa di dalam diri setiap
manusia terdapat al-qudrah al-ilahiyyahi, sehingga wajar jika di dalam hati nurani manusia
terdapat dorongan untuk berbuat baik, sebagaimana yang diharapkan Tuhan. Pemikiran
alGazali tersebut dapat dibenararkan, karena ada pandangan lain yang sejalan bahwa di dalam
diri seluruh manusia oleh Tuhan telah dilengkapi dengan sebuah dengan sebuah potensi yang
disebut Godspot, yaitu suara-suara hati yang bersumber dari percikan sifat-sifat ilahi.
God Spot, yaitu suara-suara hati yang berisi bayangan sifat-sifat Tuhan yang dapat
dipandang sebagai sumber keceedasan spiritual. God Spot yang beralih dari berbagai kotoran
dan dosa akan selalu mendorong seseorang kea rah kebenaran, keadilan, cinta sejati, kasih
sayang, kejujuran dan sejenisnya23
3. Kecerdasan Spiritual
Ayat pertama surah al-Fatihah “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha
Penyayang” berbicara tentang Allah yang maha Esa dan sifat-sifat kemahaan yang
dimilikinya. Ayat ini mengajak otak kita untuk secara bertahap berpikir bahwa pada sesuatu
hal, selalu ada yang lebih baik. Pada suatu hal yang lebih baik itu pula, ada yang lebih baik
lagi. Dan seterusnya ada yang lebih baik lagi, hingga akhirnya ada yang paling baik. Namun
yang paling baik ini bersifat sementara. Dengan kedinamisan semesta yang berjalannya
waktu, maka yang rekor paling baik ini akan dikalahkan oleh suatu rekosr baru yang paling
baik. Begitu seterusnya, hingga kita berfikir akan adanya suatu nilai yang tak terhingga, yang
rekornya tak bisaa dikalahkan, yaitu sutu nilai Maha.
Jika kita bisa mempunyai pemahaman tentang sifat kemahaan, kita tidak mudah gamang
oleh teka-teki duniawi. Kita tidak takut ketika berhadapan dengan jendral, kita tidak minder
23
Abdullah Hadzir.
bila berhadapan dengan miliuner, kita tidak gugup ketika berhadapan dengan seorang
profesor. Karena mereka hanya relatif lebih baik dari kita pada satu sisi, karena kelebihan
mereka tidak langgeng, dan karena masih ada yang Mahakuat, Mahakaya, MahaBerilmu, dan
Maharaja di atas mereka dan kita.24
a. Terminologi Spiritual dalam Konsep Al-Ghazali
Istilah spritual berasal dari kata spirit. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata
spirit diartikan “semangat, jiwa, sukma, roh”. Spiritual berarti berhubungan dengan
atau bersifat kejiwaan (rohani,batin).
Bila diperhatikan konsep al-Ghazali mengenai struktur kejiwaan manusia,
maka terminologi hati (al-qalb) menunjukkan kepada pengertian spirit atau spritual
dalam konsep kecerdasan spiritual.
Roh dalam konsep al-Ghazali mempunyai dua makna yaitu: Pertama, berarti
tubuh yang halus, yang sumbernya adalah lubang hati yang jasmani, lalu tersebar
melalui urat-urat yang mengalir ke dalam anggota tubuh, dan karenanya
anggotaanggota tubuh itu dapat berfungsi. Kedua, yang halus dari hati manusia (al-
lathifah, al-rabbaniyyah), yang mengerti dan mengetahui ia adalah dimensi rohaniah
manusia. Apabila pengertian roh dari yang kedua ini masuk kedalam hati manusia
maka muncullah pengertian dimensi hati yang rohani yaitu sesuatu yang halus,
lembur, luhur dan bersifat ketuhanan.
24
Rajendra Kartawirin, Langkah Membentuk Manusia Cerdas, Dalam Otak yang Cerdas terdapat Kalbu
yang Sehat, (Jakarta: PT. Mirza Publika, 2004), 164-165.
transendental Ilahiyah, menurut utsman Najati adalah berupa cinta dan kasih sayang,
serta damai bersama ridha Allah.25
25
Mubin, ESQ Dalam Perspektif Tasawuf Al-Ghazali, (Banjarmasin: Antasari Press, 2005), 125-127
mukmin adalah ketakutan akan datangnya siksa Allah dan ketakutan akan
ditinggalkan oleh Allah akibat pelanggaran yang dilakukan selama hidupnya.
f) Zuhud (al-zuhd), menolak sesuatu dan mengandalkan yang lain. Ciri-ciri orang
zuhud adalah (1) tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih
karena lepasnya sesuatu dari tangannya (2) meninggalkan kelabihan dunia dan
dan mengharapkan akhirat (3) tidak menginginkan sesuatu selain Allah.
g) Tawakkal (al-tawakkul), bersandarnya hati kepada Allah Yang Maha
Pelindung karena ia yakin bahwa segala sesuatu tidak keluar dari ilmu dan
kekuasaannya, sedangkan sesuatu selain Allah tidak dapat membahayakan
atau tidak dapat memberinya manfaat. Sikap tawakkal bukanlah sikap
menyianyiakan karunia Allah. Sikap tawakkal sesungguhnya adlah kondisi
spiritual yang mantab, hatinya tenang dan tidak sedikitpun terdapat rasa cemas
karena tindakan apapun yang ia lakukan maka Allah lah yang menentukan
hasilnya.
h) Cinta (al-mahabbah), kecenderungan hati yang sangat kuat (kecintaan batin)
kepada Allah Swt mengalahkan kecintaannya terhadap orang lain.26
d. Tujuan Peningkatan SQ
Tujuan akhir EQ dan SQ menurut al-Ghazali adalah sama, yayitu kebahagiaan
hidup di dunia (dekat dengan Tuhan) dan kebahagiaan hidup yang kekal di akhirat. Ini
terungkap pada surah al-Fajr ayat 27.
Untuk mencapai tujuan akhir itu, diperlukan adanya tujuan-tujuan antara lain
yaitu dengan bersihnya jiwa dan bersihnya hati (rohani) karena selalu dzikir kepada
Allah.
26
Mubin, ESQ Dalam Persfektif Tasawuf Al-Ghazali, 128-132
e) Pada saat tertentu, bisa mendapat anugerah makrifat (berupa pengetahuan
langsung dari Tuhan) mengenai kekuasaan dan kebesarannya tanpa melalui
belajar atau usaha.27
Kecerdasan moral atau yang disebut moral intelligency dalam bahasa inggris. Menurut
Barba, kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah
dengan keyakinan etika yang kuat bertindak berdasarkan etika tersebut, sehingga orang
bersikap benar dan terhormati. 28 Adapun menurut Coles, konsep kecerdasan moral lebih tepat
untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang sejauh mana kapasitas anak berpikir,
merasakan dan berperilaku secara norma moral atau solid character.
Definisi kecerdasan moral adalah kapasitas mental dalam menentukan dan memahami hal
yang baik maupun yang salah serta mampu menerapkan nilai tujuan dan perilaku yang
seharusnya.29
Lickona mengemukakan bahwa pendidikan moral memiliki tiga komponen karakter yang
baik (Components of good Character ), antara lain30 :
b. Moral Feeling : meliputi kata hati, rasa percaya diri, empati, pengendalian diri dan
kerendahan hati, hal ini juga berlanjut hingga ke moral action.
27
Mubin ESQ Dalam Persfektif Tasawuf Al-Ghazali, 135-137
28
Michele Borba, Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi,Terj.
(2001) 4.
29
https://www.sekolahan.co.id/kecerdasan-moral/ diakses pada tanggal 16 Oktober 2020.
30
Deny Setiawan, Peran Pendidikan Karakter Dalam Mengembangkan Kecerdasan Moral, Jurnal Pendidikan
Karakter, Vol.-, No. 1, 2013, 55-56.
c. Moral Action :Disebut penting karena pada tahap ini motif dorongan seseorang
untuk berbuat baik, tampak pada aspek kompetensi, keinginan dan kebiasaan yang
ditampilkannya.
Menurut Borba, ada tujuh komponen kecerdasan moral untuk membangun moral yang
kuat, antara lain31 :
a. Empati
Empati merupakan inti emosi moral yang membantu seseorang untuk peka terhadap
orang lain, sesama makhluk hidup, maupun yang lainya. Peka untuk menolong orang
lain dalam kesusahan, serta memperlakukan siapapun dengan kasih sayang.
b. Kebaikan (Nurani)
Berbuat baik kepada siapapun, tidak hanya mementingkan diri sendiri dan menyadari
bahwa berbuat baik merupakan sesuatu yang benar.
c. Toleransi
Toleransi adalah ketika kita menghargai perbedaan, tidak menutup diri terhadap
pandangan maupun keyakinan orang lain yang berbeda. Sehingga mencegah
permusuhan dan kefanatikan.
Suara hati seseorang yang mengarah kepada kebaikan dan menghindar kepada
keburukan, jikalau berada dalam keburukan maka hati nuranilah yang mengarahkan
kembali kepada kebaikan.
e. Hormat
Rasa hormat ialah perilaku menghormati kepada hak dan martabat orang lain dan
tidak menghinakan orang lain.
31
Michele Borba, Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi,6-9.
f. Adil
Perilaku adil ialah perilaku yang tidak memihak salah satu pihak saja, mampu memberi
keadilan sesuai porsinya.
PENUTUP
Ginanjar, Ary, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, Jakarta, Arga
Jakarta, 2001.
Marsuki, TSP Kualitas Kecerdasan Intelektual Generasi Pemburu Maa Depan, Malang , UB
Press, 2014.
Mubin, ESQ Dalam Perspektif Tasawuf Al-Ghazali, Banjarmasin, Antasari Press, 2005.
Rus’ an, R, “Spiritual Quotient (Sq): the Ultimate Intelligence,” Lentera Pendidikan 16, no. 1
2013.