Anda di halaman 1dari 23

KECERDASAN IQ, EQ, SQ DAN MQ

Mata Kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pengampu
Dra. Hj. Siti Faridah, M.Ag

Oleh:
Istiqomah (180103040093)
Khairun Nisa (180103040080)
Mush’ab (180103040259)
Muhammad Rasyid Azhar (180103040277)
Nur Asysyifa Karimah (180103040327)
Rasyidatus Salma (180103040029)
Sri Norma Yanti (180103040002)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PSIKOLOGI ISLAM
BANJARMASI
N 2020
PENDAHULUAN

Kecerdasan yakni suatu kemampuan lebih dari yang lainnya sebagai anugerah Tuhan
dalam bentuk fitrah atau potensi bagi semua manusia yang dilahirkan. Makhluk lain memiliki
kecerdasan yang terbatas sedangkan manusia tidak. Dalam hal ini manusia mampu
memahami segala fenomena kehidupan secara mendalam. Dan dapat mengambil hikmah dan
normanya, Dengan demikian manusia menjadi lebih bijak dan beradab karena memiliki
kecerdasan. Oleh karena itu kecerdasan sangat di perlukan oleh manusia guna sebagai alat
bantu menjalani kehidupannya di dunia. Kecerdasan identik dengan kemampuan akademik
yang mumpuni. Padahal, jika dilihat lebih luas, ada banyak bidang di luar akademis yang
membutuhkan kecerdasan maupun keahlian yang berbeda dari tiap individu. Maka dari itu
dalam makalah yang kami buat selain membahas kecerdasan secara umum dan islam namun
kecerdasan juga terbagi menjadi 4 yaitu, Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient),
Kecerdasan Emosi (EQ), Kecerdassan Spritual-SQ, dan Kecerdasan Moral (Moral Quotient).
PEMBAHASAN
A. Kecerdasan

Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap
1
dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar keterangan. Kecerdasan
dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-Dzaka menurut arti
bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan
2
(al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Kecerdasan adalah
kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut
kemampuan fikiran. Kecerdasan atau yang biasa disebut dengan inteligensi berasal dari
bahasa Latin “intelligence” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to
organize, to relate, to bind together). 3

Crow and Crow, mengemukakan bahwa intelingensi berarti kapasitas umum dan
seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan
problem-prolem dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan. Pengertian ini tidak hanya
menyangkut dunia akademik, tetapi lebih luas, menyangkut kehidupan non-akademik, seperti
masalah-masalah artistik dan tingkah laku sosial. 4 Dalam al-Qur'an ada beberapa istilah yang
berkaitan erat dengan makna kecerdasan, Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah
kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan
kata al-'aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-figh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan
aldzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja,
seperti kata ta'qilun. Kata al'aqlu bermakna annuha yang bermakna kepandaian dan
kecerdasan Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena memang akal dapat
menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya. Kata 'aql
tidak pernah disebut sebagai nomina (ism), tapi selalu dalam bentuk kata kerja (fi'l). 5

1
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya : Apollo, 2012) 141.
2
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 89-90.
3
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), Hlm.159
4
Ramayulis, Psikologi Agama, 89-90
5
Yosep Soluhudien, “ Straregi Melesatkan Trioraksasa Kecerdasan Anak” (Jawa Timur: Qiara Media,
2020),70-72.
Pada mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intelect)
dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspekaspek
kognitif. Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan
semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat
tempat sendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif. seperti kehidupan emosional, moral,
spritual dan agama pada saat ini orang tidak saja mengenal kecerdasan intelektual, akan tetapi
ada kecerdasan lain yang yang perlu diperhitungkan, diantaranya kecerdasan emosional,
spritual dan kecerdasan qalbiah.6

B. Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient)

Awal abad ke 20, satu-satunya kecerdasan yang dikenal adalah kecerdasan


intelektual adalah suatu kecerdasan yang digunakan untuk berpikir logis-rasional, yaitu cara
berpikir linier yang meliputi kemampuan berhitung, menganalisa sampai mengevaluasi dan
seterusnya. Manusia yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, kecerdasan otaknya
seringkali diperumpamakan dengan kecanggihan 'kecerdasan' komputer. Sampai-sampai
pola berpikir kecerdasan intelektual ini merasuk kuat ke dalam ingatan kolektif masyarakat,
bahwa memiliki kecerdasan intelektual tinggi menjamin kesuksesan hidup, dan sebaliknya
memiliki kecerdasan intelektual sedang-sedang saja, apalagi rendah begitu suram masa
depannya.7

Alhasil, dalam kurun waktu hampir 100 tahun lamanya kecerdasan intelektual
merupakan satu-satunya parameter kecerdasan manusia, sehingga seorang anak yang
memiliki IQ yang tinggi menjadi kebanggan orang tua, padahal kecerdasan itu tidak
menjamin seseorang berkembang dan sukses dalam hidupnya. dikarenakan kecerdasan
intelektual tidak mengukur kreativitas, kapasitas emosi, nuansa spiritual dan hubungan
sosial. Menurut Rober Copper dalam Taufik Pasiak kecerdasan intelektual hanya
menyumbangkan sekitar 4 persen bagi keberhasilan hidup. Paling penting, keberhasilan 90
persen ditentukan oleh kecerdasan-kecerdasan lain.

Kecerdasan intelektual juga lazim disebut sebagai intelegensi yang merupakan


kemampuan kognitif yang dimiliki seseorang untuk menyesuaikan diri secara efektif pada

6
Ramayulis, Psikologi Agama,89-90
7
R Rus’ an, “Spiritual Quotient (Sq): the Ultimate Intelligence,” Lentera Pendidikan 16, no. 1 (2013): 91–
100.
lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik.
Wechsler mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan
suatu tujuan, untuk berfikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan
sekitarnya secara memuaskan. Sedangkan Stern mengartikan inteligensi sebagai
kemampuan untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berfikir abstrak,
kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instingtif, serta kemampuan
menerima hubungan yang kompleks. Selain itu intelegensi dapat dikelompokkan dalam 2
kategori yaitu G faktor yang merupakan kemampuan kognitif dan dipengaruhi oleh faktor
bawaan atau genetis dan S faktor kemampuan khusus yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Menurut Sunar, Kecerdasan Intelektual (IQ) merupakan kemampuan untuk memecahkan
masalah secara logis dan akademis.

Kecerdasan intelektual atau intelegensi, dalam bahasa Inggris disebut Intelligence,


menurut J.P Chaplin berarti :

1. Kemempuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap


situasi baru secara cepat dan efektif

2. Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif 3.


Kemampuan memahami dan belajar dengan cepat sekali.

Dari berbagai pendapat mengenai pengertian inteligensi, disimpulkan bahwa


Intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir dan mengambil pelajaran dan pengalaman,
kemampuan untuk nerpikir atau menalar secara abstrak, kemampuan beradaptasi, dan
kemampuan untuk memotivasi didi sendiri guna menyelesaikan tugas-tugas secara tepat.

Secara garis besar integensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
kognitif secara rasional dan menggunakan daya pikir tersebut dalam memahami situasi yang
baru.

Pada mulanya, kecerdasan hanya dikatakan dengan kemampuan struktur akal


(intelek) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan
aspek- aspek kognetif, seperti yang dikembangkan oleh Binet dan Simon (1905) yang
melakukan tes kecerdasan individual dengan penekanan pada masalah penalaran , imajinasi,
wawasan,
pertimbangan , dan daya penyesuian dalam bertingkah laku. Kecerdasan intelektual
(intelligence Quotient disingkat IQ) ini kadang-kadang disebut juga dengan kecerdasan
rasional sebab segala tingkah laku pemecahan masalah dan penyesuaian diri bertumpu pada
rasio.8

a. Terminologi Kecerdasan Aqliyah dalam Konsep Al-Ghazali

Dalam pandangan Al-Ghazali kecerdasan Aqliyah yaitu kecerdasan yang


membedakan citra manusai dengan hewan, kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga dapat mengetahui perbuatan baik yang selanjutnya diamalkan dan
memahami perbuatan buruk selanjutnya ditinggalkan, dan kecerdasan dalam mengetahui
akibat segala sesuatu yang dilakukan. Dalam pandangan Al-Ghazali tentang kecerdasan
Aqiliyah menunjukkan konsep kehebatan akal pikiran manusia dibanding dengan
binatang, sehingga manusia memiliki potensi kecerdasan dalam menghindarkan diri dari
berbagai tindakan tercela yang berlawanan dengan nilai-nilai kemanusian.

Dalam konsep Al-Ghazali kecerdasan aqliyah selalu diintregasikan dengan


kecerdasan qalb, dan kecerdasan ruh dalam satu kesatuan, dengan harapan agar
masingmasing kecerdasan tersebut dapat berfungsi dan berperan secara maksimal untuk
kesempurnaan jiwa manusia sesuai dengan tuntutan fitrah aslinya.9

b. Pandangan Al-Qur’an tentang akal

Al-Qur’an melukiskan orang yang berakal yang mau mendengarkan dan berpikir,
sebagai berikut:

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orangorang yang mempunyai akal”. (Q.S Az-Zumar: 18).

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan
malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q,S Al-Imran: 190).

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayatayat

8
Tsp Marsuki, Kualitas Kecerdasan Intelektual Generasi Pemburu Maa Depan, (Malang : UB Press, 2014),
10–13.
9
Hadziq, Meta Kecerdasan & Kesadaran Multikultural, Pemikiran Psikologi Sufistik al-Ghazali, (Semarang
: RaSAIL Media Group ,2013), 82–83.
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda- tanda kekuasaan Allah), mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (Q.S
AlA’raf: 179).

Al-Qur’an mengeluarkan akal dari keterkurungan dan menyerunya untuk berpikir


dan merenungi ciptaan Allah Yang Mahaindah, baik di langit maupun di bumi. Al-Qur’an
menjadikan alam sebagai obyek bagi akal untuk berpikir, dan mengambil pelajaran. Al-

Qur’an mengandung banyak ayat dengan anjuran berpikir atu peringatan untuk
orangorang berakal. Artinya, ayat-ayat tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang
berakal, tidak kepada orang-orang yang tidak berkeinginan untuk bertafakur.10

Demikianlah dalam rangka merealisasikan keimanan dan ketundukan kepada Allah,


melalui perenungan atas kebesaran-Nya, pendidikan Islam mengajak manusia untuk
memanfaatkan akal dalam berargumentasi, mencari kepuasan, merenung dan
berobservasi. Jelasnya, pendidikan Islam mengembangkan akal manusia menurut pola
perkembangan yang terbaik sehingga tidak akan ada manusia berakal yang sombong,
tidak mau menerima kebenaran. Pendidikan Islam menghindarkan manusia dari ketulian
sehingga manusia terhindar dari eksploitasi nafsu dan syahwat. Begitu juga, pendidikan
Islam menghindarkan manusia dari kekerasan hati dan kejumudan akal sehingga manusia
terhindar dari pengutamaan atas materi, kedudukan, kehormatan yang palsu. Islam pun
menawarkan pendidikan yang mengajarkan berpikir sehat, tawadhu’, ikhlas menerima
kebenaran, jujur dalam keilmuan dan optimis dalam mengaplikasikan teori-teori yang dia
peroleh.11

c. Aspek-aspek kecerdasan intelektual

Istilah inteligensi digunakan dengan pengertian yang luas dan bervariasi, tidak
hanya oleh masyarakat umum tetapi juga oleh anggota-anggota berbagai disiplin ilmu,
Sternberg berpendapat bahwa inteligensi bukanlah kemampuan tunggal dan seragam
tetapi merupakan komposit dari berbagai fungsi. Istilah ini umumnya digunakan untuk
mencakup

10
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Gema Insani Press:
Jakarta, 1995).
11
Abdurrahman An Nahlawi.
gabungan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam
budaya tertentu. Menurut Stenberg kecerdasan intelektual memiliki 3 aspek yaitu :

1) Kemampuan memecahkan masalah

Individu yang memiliki kecerdasan intelektual mempunyai kemampuan untuk


menunjukkan pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi, mengambil keputusan tepat,
menyelesaikan masalah secara optimal, menunjukkan fikiran jernih.

2) Intelegensi verbal

Individu yang memiliki kecerdasan intelektual memiliki kosa kata baik, membaca
dengan penuh pemahaman, ingin tahu secara intelektual, menunjukkan keingintahuan.12

3) Intelegensi praktis

Individu yang memiliki kecerdasan intelektual memahami situasi, tahu cara


mencapai tujuan, sadar terhadap dunia sekeliling, menunjukkan minat terhadap dunia
luar.13

C. Kecerdasan Emosi (EQ)

Istilah Emosional Quotient sebenarnya bukanlah istilah alamiah. Hal ini


dikarenakan emosi tidak dapat dihitung dan jug atidak dapat di ukur. Oleh karena itu,
mencoba mengukur EQ sama dengan mengira-ngira berapa jumlah butiran pasir dalam
gundukan. Jadi, dapat dipastikan kita tidak dapat menghitungnya dengan tepat. Kajian
kecerdasan emosional ini mulai berkembang setelah banyaknya bermunculan
kajiankajian ilmiah di bidang emosi. Ini juga berkembang ketika cara kerja otak mulai
diketahui. Sekarang kita dapat mengetahui bagian sel-sel otak bekerja, berpikir,
berimajinasi dan bagaimana pusat emosi otak mengatur kita untuk marah, menangis,
bahagia dan lain-lain.14

1. Definisi Kecerdasan Emosi (EQ)

12
Rus’ an.
13
Hairul Anam dan dkk, Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual
Dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi (Jurnal Sains Terapan: Balikpapan)
14
Agus Efendi, “Revolusi Kecerdasan Abad 21; Kritik MI, EI,SQ, AQ dan Successful Intelligence Atas
IQ”, (Bandung: Alfabeta, 2016), 164
Kecerdasan Emosi dalam bahasa Inggris disebut Emosional Quotient (EQ)
merupakan kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola dan
mengontrol emosi pada dirinya. Emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi
sesuatu. Kecerdasan emosi belakangan ini dinilai tidak kalah penting dibandingkan
kecerdasan lainya, bahkan dalam sebuah penelitian mengatakan bahwa kecerdasan
emosional dua kali lebih penting darpada kecerdasan intelektual dalam memberikan
15
kontribusi terhadap kesuksesan seseorang. Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosi (EQ) sebagai himpuanan bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tidakan.16 Kemudian
Bar- On juga mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan
pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.17

2. Kecerdasan Emosional menurut Islam

Kecerdasan emosional dalam bahasa arab disebut kecerdasan qalbiyah.


Menurut imam al-Ghazali qalb terdiri dari dua aspek yaitu fisik dan metafisik. Qalb
yang bersifat fisik adalah daging sanaubar yang terletak di bagian kiri dada yang
merupakan sumber dari ruh (manba‟ al-ruh). Kemudian qalb yang bersifat metafisik
merupakan sesuatu yang amat halus (lathifah) tidak kasat mata, tidak dapat diraba,
yang bersifat rabbani ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani.

Iman al-Ghazali mengatakan bahwa hati yang sehat (qalb salim) memiliki
potensi kecerdasan dalam mengembangkan tingkah laku lahirian hingga menjadi
baik sesuai dengan fitrah alsinya. Ahmad farid mengemukakan bahwa tanda-tanda
hati yang cerds dan sehat adalah kemampuan menggendalikan diri atau keinginan
dari nafsu yang berlawanan dari perintah Allah SWT, dan juga kemampuan
menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat syubhat dan bertentangan dengan
debaikan dan

15
Maliki S, “Menejemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup”, (Yogyakarta; kertajaya 2009), 78
16
Shapiro, “Kecerdasan Otak Manusia “, (Jakarta; Kanaya Press, 1998), 8

17
Geoleman, “Kecerdasan Manusia”, (Jakarta; Gramedia, 2000), 180
kebenaran. Kalbu memiliki kecerdasan dalam menangkap hal-hal diluar penglihatan
indera dan kecerdasan dalam mengembangkan perilaku yang shalih.18

3. Kemampuan Utama Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional memiliki kemampuan utama, yaitu.

a. Mengenali Emosi

Kemempuan kecerdasan emosi salah satunya adalah dapat mengenali


emosi dan perasaan diri sendiri. Menurut Meyer, kesadaran diri adalah waspada
terhadap suasana hati ataupun pikiran, jika kurang waspada maka individu akan
larut atau dikuasaai oelh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu lebih mudah untuk menguasaai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani


perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur
diri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, dan
akibatakibat yang ditimbulkannya, serta kemampuan untuk bangkit dari
perasaanperasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri

Kemampuan kecerdasan emosional selanjutnya adalah memotivasi diri.


Hal ini harus dilakukan dengan memiliki kemampuan untuk menahan diri dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,
seperti antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga dengan


empati. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang di butuhkan

18
Abdullah Hadziq, “Meta Kecerdasan dan Kesadaran Multikultural; Pemikiran Psikologi Sufistik
alGhazali”, 84-86.
orang lain. Sehingga dia mampu menerima sudut pandang orang lain, lebih peka
dan mampu mendengarkan orang lain.19

4. Faktor Yang Mempengaruhi Terbentukanya Kecerdasan Emosional

Terbentuknya kecerdasan emosional didasarkan pada karakter pribadi


seseorang. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhikecerdasan emosional,
diantaranya.

a. Hereditas

Hereditas atau yang biasa disebut dengan pembawaan atau keturunan


merupakan karakteritas individu yang diwariskan oleh aroang tua, atau segala
potensi yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewaris orang tua
melalui gen.

b. Faktor Keluarga

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan


pribadi indivisu. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan
terhadap nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya, merupakan
faktor yang kondisif untuk mempersiapkan individu menjadi pribadi yang sehat.

Keluarga berfungsi memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan
mengembangkan hubungan yang baik.

c. Lingkungan sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara sistematis


melakukan program bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu siswa
dalam mengembangkan potensinya. Baik yang menyangkut aspek moral,
spiritual, intelektual maupun emosional. Hurlock mengemukakan bahwa
sekolah memiliki faktor penentu bagi perkembangan kepribadian individu, baik
cara perfikir, bersikap, dan berperilaku.20

19
Muhammad Thoha dan Taufikurrahman, “Aktualisasi Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional dalam
Manejemen Sumber Daya Manusia Di Perguruan Tinggi”, (Pamekasan; Duta Media Publishing, 2016), 7-8
20
Muhammad Thoha dan Taufikurrahman, “Aktualisasi Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional dalam
Manejemen Sumber Daya Manusia Di Perguruan Tinggi”, 11.
D. Kecerdassan Spritual-SQ

1. Pengertian

Danah Zohar dan Ian Marshall mendefiniskan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan untuk IQ dan EQ secara
efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.21

Sedangkan di dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi


makna ibadah terhaap setiap prilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran
yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran
tauhidi (integratlistik), serta prinsip “hanya karena Allah”.

2. Potensi Kecerdasan Rohani (Spritual)

Menurut al-Gazali ruh dari subtansi psikologi merupakan sesuatu abstrak (Lathifah),
tidak kasat mata yang dimiliki potensi kecerdasan untuk berfikir, menginat dan mengetahui,.
Sementara ruh sebagai nsubtansi ruhani, merupakan al-ilahiyyah (daya ketuhanan) yang
tercipta dari alam urusan Tuhan (alam al-„arm). Dari konsep ruh di atas, dapat diartikan
bahwa ruh-ruh secara psikologis menurut al-Gazali memilikin kecerdasan dalam berfikir
tentang Tuhannya yang telah menciptakannya, mengingat pecinptanya yang telah menguasai
alam seisinya dan mengetahui hukum kualita (sunnatullah) yang diciptakan untuk
memotivasi segala tindakannya.22

Dengan demikian, kecerdasan spiritual yang dibangun al-Gazali merepukan kekampuan


psikilogis dalam mengenali Tuhan, ciptaan dan kekuasaan-Nya atas dasar sunnatullah-Nya.
Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Arief yang dilansir oleh Nor Rosyid menyatakan
bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuann mengenali dan menyakini Tuhan

21
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual (Arga Jakarta: Jakarta, 2001).
22
Abdullah Hadzir, Mata Kecerdasan dan Kesadaran Multikultural.
penguasa, pelindung, dan pengawas yang selalu hadir menyertai seluruh tindakan dan
perilaku makhluk-Nya.

Selain di atas, al-Gazali juga memiliki konseo bahwa ruh sebagai subtansi ruhani
merupakan kemampuan yang berbasis daya ketuhanan. Ini artinya bahwa di dalam diri setiap
manusia terdapat al-qudrah al-ilahiyyahi, sehingga wajar jika di dalam hati nurani manusia
terdapat dorongan untuk berbuat baik, sebagaimana yang diharapkan Tuhan. Pemikiran
alGazali tersebut dapat dibenararkan, karena ada pandangan lain yang sejalan bahwa di dalam
diri seluruh manusia oleh Tuhan telah dilengkapi dengan sebuah dengan sebuah potensi yang
disebut Godspot, yaitu suara-suara hati yang bersumber dari percikan sifat-sifat ilahi.

God Spot, yaitu suara-suara hati yang berisi bayangan sifat-sifat Tuhan yang dapat
dipandang sebagai sumber keceedasan spiritual. God Spot yang beralih dari berbagai kotoran
dan dosa akan selalu mendorong seseorang kea rah kebenaran, keadilan, cinta sejati, kasih
sayang, kejujuran dan sejenisnya23

3. Kecerdasan Spiritual

Ayat pertama surah al-Fatihah “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha

Penyayang” berbicara tentang Allah yang maha Esa dan sifat-sifat kemahaan yang
dimilikinya. Ayat ini mengajak otak kita untuk secara bertahap berpikir bahwa pada sesuatu
hal, selalu ada yang lebih baik. Pada suatu hal yang lebih baik itu pula, ada yang lebih baik
lagi. Dan seterusnya ada yang lebih baik lagi, hingga akhirnya ada yang paling baik. Namun
yang paling baik ini bersifat sementara. Dengan kedinamisan semesta yang berjalannya
waktu, maka yang rekor paling baik ini akan dikalahkan oleh suatu rekosr baru yang paling
baik. Begitu seterusnya, hingga kita berfikir akan adanya suatu nilai yang tak terhingga, yang
rekornya tak bisaa dikalahkan, yaitu sutu nilai Maha.

Ayat pertama al-fatihah mengindikasikan adanya kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini


memberikan kita paradigma dikotomi antara Allah yang Maha segala-galanya dengan seluruh
makhluk yang sama sekali tidak berdaya, kecuali dengan izin Allah.

Jika kita bisa mempunyai pemahaman tentang sifat kemahaan, kita tidak mudah gamang
oleh teka-teki duniawi. Kita tidak takut ketika berhadapan dengan jendral, kita tidak minder

23
Abdullah Hadzir.
bila berhadapan dengan miliuner, kita tidak gugup ketika berhadapan dengan seorang
profesor. Karena mereka hanya relatif lebih baik dari kita pada satu sisi, karena kelebihan
mereka tidak langgeng, dan karena masih ada yang Mahakuat, Mahakaya, MahaBerilmu, dan
Maharaja di atas mereka dan kita.24
a. Terminologi Spiritual dalam Konsep Al-Ghazali
Istilah spritual berasal dari kata spirit. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata
spirit diartikan “semangat, jiwa, sukma, roh”. Spiritual berarti berhubungan dengan
atau bersifat kejiwaan (rohani,batin).
Bila diperhatikan konsep al-Ghazali mengenai struktur kejiwaan manusia,
maka terminologi hati (al-qalb) menunjukkan kepada pengertian spirit atau spritual
dalam konsep kecerdasan spiritual.
Roh dalam konsep al-Ghazali mempunyai dua makna yaitu: Pertama, berarti
tubuh yang halus, yang sumbernya adalah lubang hati yang jasmani, lalu tersebar
melalui urat-urat yang mengalir ke dalam anggota tubuh, dan karenanya
anggotaanggota tubuh itu dapat berfungsi. Kedua, yang halus dari hati manusia (al-
lathifah, al-rabbaniyyah), yang mengerti dan mengetahui ia adalah dimensi rohaniah
manusia. Apabila pengertian roh dari yang kedua ini masuk kedalam hati manusia
maka muncullah pengertian dimensi hati yang rohani yaitu sesuatu yang halus,
lembur, luhur dan bersifat ketuhanan.

b. Letak SQ dalam Struktur Kejiwaan Manusia


SQ merupakan kecerdasan yang tertinggi dalam struktur kepribadian manusia,
berarti SQ terletak di atas lebih tinggi derajatnya dari pada EQ. Tetapi, SQ baru akan
dapat dikembangkan atau diperoleh setelah melalui tahapan EQ.
SQ terletak pada wilayah paling dalam dari hati (lubb), tempat berlabuhnya
getaran kebenaran dari Tuhan. Melalui dzawq (rasa ketuhanan) dan roh, SQ
mempunyai garis hubungan terdekat menuju Tuhan, karena memang paradigma SQ
adalah penghayatan, pengrasaan dna kesadaran ketuhanan guna mendapatkan
pencerahan Ilahiyah dalam nilai atau makna kehidupan yang universal dan
transedental.
Agus Nggermanto menyebutkan bahwa nilai atau makna kehidupan yang
universal itu adalah berupa kebenaran, keadilan dan kebaikan. Sedangkan nilai

24
Rajendra Kartawirin, Langkah Membentuk Manusia Cerdas, Dalam Otak yang Cerdas terdapat Kalbu
yang Sehat, (Jakarta: PT. Mirza Publika, 2004), 164-165.
transendental Ilahiyah, menurut utsman Najati adalah berupa cinta dan kasih sayang,
serta damai bersama ridha Allah.25

c. Ciri-ciri Orang yang Cerdas Secara Spiritual


Dalam uraian al-Ghazali dalam kitab Ihya juz ke empat, dapat diklasifikasikan
beberapa indikator yang menunjukkan ukuran kualitas kecerdasan spiritual yang
tinggi pada setiap mukmin. Indikator SQ ini dalam persfektif tasawuf dinamakan
dengan maqqam. Maqam maksudnya adalah kedudukan spiritual yang diperoleh
melalui daya upaya dan ketulusan menempuh perjalanan spiritual, ia bersifat tetap,
sedangkan istilah hal merupakan suatu keadaan jiwa berupa pemberian Tuhan, ia
bersifat tidak tetap. Indikator maqam tersebut menurut al-Ghazali, sebagimana
dikemukakan oleh M. Zurkarni Jahja, adalah:
a) Tobat (al-taubah), kesadaran jiwa untuk menyesai segala kesalahan (dosa)
yang telah dilakukan baik lahir maupun batin. Kemudian tidak mengulangi
lagi dan berusaha menjauhkan diri dari penyebab lahirnya dosa (nafsu) serta
menggantinya dengan perbuatan baik.
b) Sabar (al-shabr), kemampuan menahan atau menguasai diri. Menahan diri dari
berbuat maksiat dan menguasai diri menghadapi musibah (cobaan dan
penderitaan atau kesakitan), termasuk juga sabar dalam mengerjakan ketaatan
(tidak emosional atau tergesa-gesa)
c) Syukur (al-syukr), sikap jiwa ketika berhadapan dengan nikmat Tuhan yang
termanifestasi dalam tiga keadaan. Pertama, hatinya gembira dan selalu
mengingat kepada pemberian nikmat. Kedua, lidahnya mengucapkan tahmid
dan. Ketiga, anggota tubuhnya menggunakan nikmat itu untuk ibadah kepada
Allah.
d) Harap (al-raja), kesenangan hati terhadap sesuatu yang diinginkan terjadi pada
masa yang akan datang. Sesuatu yang disenangi dan dinantikan itu haruslah
memiliki sebab atau atas adanya usaha yang dilakukan
e) Takut (al-khawf), jika harap itu menantikan sesuatu yang disenangi, maka
takut adalah ketakutan akan datangnya sesuatu yang tidak disenangi dan
ketakutan akan berpisah atau hilangnya sesuatu yang disenangi. Takut bagi
seorang

25
Mubin, ESQ Dalam Perspektif Tasawuf Al-Ghazali, (Banjarmasin: Antasari Press, 2005), 125-127
mukmin adalah ketakutan akan datangnya siksa Allah dan ketakutan akan
ditinggalkan oleh Allah akibat pelanggaran yang dilakukan selama hidupnya.
f) Zuhud (al-zuhd), menolak sesuatu dan mengandalkan yang lain. Ciri-ciri orang
zuhud adalah (1) tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih
karena lepasnya sesuatu dari tangannya (2) meninggalkan kelabihan dunia dan
dan mengharapkan akhirat (3) tidak menginginkan sesuatu selain Allah.
g) Tawakkal (al-tawakkul), bersandarnya hati kepada Allah Yang Maha
Pelindung karena ia yakin bahwa segala sesuatu tidak keluar dari ilmu dan
kekuasaannya, sedangkan sesuatu selain Allah tidak dapat membahayakan
atau tidak dapat memberinya manfaat. Sikap tawakkal bukanlah sikap
menyianyiakan karunia Allah. Sikap tawakkal sesungguhnya adlah kondisi
spiritual yang mantab, hatinya tenang dan tidak sedikitpun terdapat rasa cemas
karena tindakan apapun yang ia lakukan maka Allah lah yang menentukan
hasilnya.
h) Cinta (al-mahabbah), kecenderungan hati yang sangat kuat (kecintaan batin)
kepada Allah Swt mengalahkan kecintaannya terhadap orang lain.26
d. Tujuan Peningkatan SQ
Tujuan akhir EQ dan SQ menurut al-Ghazali adalah sama, yayitu kebahagiaan
hidup di dunia (dekat dengan Tuhan) dan kebahagiaan hidup yang kekal di akhirat. Ini
terungkap pada surah al-Fajr ayat 27.

Untuk mencapai tujuan akhir itu, diperlukan adanya tujuan-tujuan antara lain
yaitu dengan bersihnya jiwa dan bersihnya hati (rohani) karena selalu dzikir kepada
Allah.

a) Diperoleh kemampuan berpikir yang integratif (akal dan hati) dalam


menangkap kebenaran yang hakiki, makna dan nilai yang universal dari segala
yang ada, peristiwa dan hukum-hukum agama.
b) Suburnya amal kebajikan dan ibadah yang dilandasi oleh sikap ikhlas.
c) Suburnya akhlak secara individual yang menyebabkan kebahgiaan batin.
d) Suburnya akhlak mulia secara sosial dan lingkungan yang melahirkan kasih
sayang, keadilan dan kedamaian yang menyeluruh.

26
Mubin, ESQ Dalam Persfektif Tasawuf Al-Ghazali, 128-132
e) Pada saat tertentu, bisa mendapat anugerah makrifat (berupa pengetahuan
langsung dari Tuhan) mengenai kekuasaan dan kebesarannya tanpa melalui
belajar atau usaha.27

E. Kecerdasan Moral (Moral Quotient)

1. Pengertian Kecerdasan Moral

Kecerdasan moral atau yang disebut moral intelligency dalam bahasa inggris. Menurut
Barba, kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah
dengan keyakinan etika yang kuat bertindak berdasarkan etika tersebut, sehingga orang
bersikap benar dan terhormati. 28 Adapun menurut Coles, konsep kecerdasan moral lebih tepat
untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang sejauh mana kapasitas anak berpikir,
merasakan dan berperilaku secara norma moral atau solid character.

Definisi kecerdasan moral adalah kapasitas mental dalam menentukan dan memahami hal
yang baik maupun yang salah serta mampu menerapkan nilai tujuan dan perilaku yang
seharusnya.29

2. Komponen Kecerdasan Moral

Lickona mengemukakan bahwa pendidikan moral memiliki tiga komponen karakter yang
baik (Components of good Character ), antara lain30 :

a. Moral Knowing : pengetahuan tentang moral, meliputi : kesadaran moral,


pengetahuan nilai moral, pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan
keputusan merupakan hal yang sangat penting namun pendidikan karakter tidak
terbatas dengan moral knowing saja.

b. Moral Feeling : meliputi kata hati, rasa percaya diri, empati, pengendalian diri dan
kerendahan hati, hal ini juga berlanjut hingga ke moral action.

27
Mubin ESQ Dalam Persfektif Tasawuf Al-Ghazali, 135-137
28
Michele Borba, Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi,Terj.
(2001) 4.
29
https://www.sekolahan.co.id/kecerdasan-moral/ diakses pada tanggal 16 Oktober 2020.
30
Deny Setiawan, Peran Pendidikan Karakter Dalam Mengembangkan Kecerdasan Moral, Jurnal Pendidikan
Karakter, Vol.-, No. 1, 2013, 55-56.
c. Moral Action :Disebut penting karena pada tahap ini motif dorongan seseorang
untuk berbuat baik, tampak pada aspek kompetensi, keinginan dan kebiasaan yang
ditampilkannya.

Menurut Borba, ada tujuh komponen kecerdasan moral untuk membangun moral yang
kuat, antara lain31 :

a. Empati

Empati merupakan inti emosi moral yang membantu seseorang untuk peka terhadap
orang lain, sesama makhluk hidup, maupun yang lainya. Peka untuk menolong orang
lain dalam kesusahan, serta memperlakukan siapapun dengan kasih sayang.

b. Kebaikan (Nurani)

Berbuat baik kepada siapapun, tidak hanya mementingkan diri sendiri dan menyadari
bahwa berbuat baik merupakan sesuatu yang benar.

c. Toleransi

Toleransi adalah ketika kita menghargai perbedaan, tidak menutup diri terhadap
pandangan maupun keyakinan orang lain yang berbeda. Sehingga mencegah
permusuhan dan kefanatikan.

d. Kebaikan Hati (Hati Nurani)

Suara hati seseorang yang mengarah kepada kebaikan dan menghindar kepada
keburukan, jikalau berada dalam keburukan maka hati nuranilah yang mengarahkan
kembali kepada kebaikan.

e. Hormat

Rasa hormat ialah perilaku menghormati kepada hak dan martabat orang lain dan
tidak menghinakan orang lain.

31
Michele Borba, Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi,6-9.
f. Adil

Perilaku adil ialah perilaku yang tidak memihak salah satu pihak saja, mampu memberi
keadilan sesuai porsinya.
PENUTUP

Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan


adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal
ini adalah masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Kecerdasan atau yang biasa
disebut dengan inteligensi berasal dari bahasa Latin “intelligence” yang berarti
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind
together). Dalam al-Qur'an ada beberapa istilah yang berkaitan erat dengan makna
kecerdasan, Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah kata yang memiliki
makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan kata al-'aql,
allubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-figh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr.
Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja,
seperti kata ta'qilun.

Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia


bukan semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang
perlu mendapat tempat sendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif. seperti
kehidupan emosional, moral, spritual dan agama pada saat ini orang tidak saja
mengenal kecerdasan intelektual, akan tetapi ada kecerdasan lain yang yang perlu
diperhitungkan, diantaranya kecerdasan emosional, spritual dan kecerdasan qalbiah.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Hairul dan dkk, Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual,


Kecerdasan Spiritual Dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi, Jurnal
Sains Terapan, Balikpapan.
An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
Jakarta,Gema Insani Press, 1995.

Borba, Michele, Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar


Anak Bermoral Tinggi,Terj.2001.

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya,Apollo, 2012.


Efendi, Agus, “Revolusi Kecerdasan Abad 21; Kritik MI, EI,SQ, AQ dan
Successful Intelligence Atas IQ”, Bandung, Alfabeta, 2016.

Emosional dalam Menejemen Sumber Daya Manusia Di Perguruan Tinggi”,Pamekasan, Duta


Media Publishing, 2016.

Geoleman, “Kecerdasan Manusia”, Jakarta, Gramedia, 2000.

Ginanjar, Ary, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, Jakarta, Arga
Jakarta, 2001.

Hadziq, Abdullah, “Meta Kecerdasan dan Kesadaran Multikultural; Pemikiran Psikologi


Sufistik al-Ghazali”,Semarang, RaSAH Media Grup, 2013.

Kartawirin, Rajendra, Langkah Membentuk Manusia Cerdas, Dalam Otak yang


Cerdas terdapat Kalbu yang Sehat, Jakarta, PT. Mirza Publika, 2004.

Marsuki, TSP Kualitas Kecerdasan Intelektual Generasi Pemburu Maa Depan, Malang , UB
Press, 2014.

Mubin, ESQ Dalam Perspektif Tasawuf Al-Ghazali, Banjarmasin, Antasari Press, 2005.

Rus’ an, R, “Spiritual Quotient (Sq): the Ultimate Intelligence,” Lentera Pendidikan 16, no. 1
2013.

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta,Kalam Mulia, 2011.

S, Maliki,“Menejemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup”, Yogyakarta, kertajaya 2009.

Setiawan, Deny, Peran Pendidikan Karakter Dalam Mengembangkan Kecerdasan Moral,


Jurnal Pendidikan Karakter, Vol.-, No. 1, 2013.

Shapiro, “Kecerdasan Otak Manusia “, Jakarta, Kanaya Press, 1998.


Soluhudien, Yosef “ Straregi Melesatkan Trioraksasa Kecerdasan Anak”, Jawa Timur, Qiara
Media, 2020.

Thoha, Muhammad, dan Taufikurrahman, “Aktualisasi Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional


dalam Manejemen Sumber Daya Manusia Di Perguruan Tinggi.

Wardiana, Uswah, Psikologi Umum, Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004.

https://www.sekolahan.co.id/kecerdasan-moral/ diakses pada tanggal 16 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai