Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGARUH PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA


KEAGAMAAN
MATA KULIAH
Psikologi Agama
DOSEN PENGAMPU
Dra. Hj. Siti Faridah, M.Ag
Oleh:
Namira Hafizhah (180103040009)
Ahmad Lutfillah (180103040041)
Muhammad Hadyan Firjatullah (180103040335)
Yola Lita Desiana (180103040063)
Siti Maulida (180103040024)
Gusti Mutia Rachmi (180103040074)
Normalina (1800103040240)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PSIKOLOGI ISLAM
BANJARMASIN

1
2020

2
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan peran yang sangat penting dalam menciptakan generasi yang
berprestasi dan berpotensi baik secara lahir maupun batin. Dengan pendidikan manusia akan
mengerti bagaimana dan apa saja tugas yang harus ia selesaikan, selain itu dengan pendidikan
manusia akan mampu mengembangkan segala kemampuan yang ada dalam dirinya. Serta
menyempurnakan hakikatnya sebagai manusia yang terlahir dalam keadaan fitrah. Maka
dalam hal ini lingkungan sangat mempengaruhi jalannya perkembangan seseorang dalam
menjalankan segala macam bentuk pendidikan. Baik pendidikan keluarga, terlebih sebagai
umat islam maka pendidikan tentu menjadi sebuah jalan yang harus di tempuh oleh semua
orang.

Dengan pendidikan manusia dapat berubah dari bodoh menjadi pandai dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Disamping itulah pendidikan sangat berperan penting bagi semua
orang, karna peran pendidikan dalam mempengaruhi sikap dan kepribadian seseorang sangat
besar. Hal itu ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Karna pada dasarnya seorang
manusia itu dilahirkan dengan membawa potensi dasar dan selanjutnya potensi tersebut
dikembangkan dengan pendidikan.

Selain pendidikan kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat, pada dasarnya
merupakan gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan nilai yang dianut oleh masyarakat itu
sendiri. Dari sudut pandang, agama di satu sisi memberikan kontribusi terhadap nilai-nilai
budaya yang ada sehingga agama pun bisa berjalan dengan nilai-nilai budaya yang sedang di
anut. Pada sisi lain karena agama harus menjadi sumber bagi nilai-nilai kebudayaan setempat,
bahkan agama harus menjadi sumber bagi nilai-nilai budaya. Disinilah terjadinya hubungan
timbal balik antara agama dengan budaya.

Maka dari itu Dalam makalah ini kami akan membahas tentang pengertian,
pengaruh,tujuan, hubungan pendidikan dan budaya terhadap jiwa keagamaan itu sendiri.

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa arabnya adalah
“tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa arab adalah
“ta’lim” dengan kata kerjanya “alama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya
“tarbiyahwata’lim” sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa arabnya adalah
“tarbiyah Islamiyah”. Kata kerja rabba (mendidik) sudah di gunakan pada zaman nabi
Muhammad SAW.
Pendidikan adalah bimbingan pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Pendidikan bisa juga diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik
untuk membentuk manusia seutuhnya yang cerdas secara intelektual maupun spiritual.
Jadi, pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah
suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah SWT sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.1
Lingkungan pendidikan tidak hanya lingkungan pendidikan formal atau lebih spesifik
dapat dikatakan dengan sebutan sekolah. Karena pada dasarnya pendidikan itu
berlangsung dimanapun, dan kapanpun, yang hal itu sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad SAW. yang menyatakan bahwa pendidikan itu berlangsung sejak dari bayi
yang belum bisa apa-apa sampai ia kembali bertemu dengan Allah SWT. Pentingnya
pendidikan dalam mempengaruhi jiwa keagamaan seseorang dapat diibaratkan seseorang
yang tanpa pendidikan akan sama seperti binatang bahkan akan lebih jelek akhlaknya dari
pada binatang.
Lingkungan masyarakat juga merupakan pendidikan. Karena semua itu
mempengaruhi sikap dan kepribadian. Sikap dan kepribadian tersebut dapat digabungkan
dengan sebutan jiwa. Terlebih lagi pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap jiwa

1
Nurlila Kamsi, “Pengaruh Pendidikan dan Kebudayaan terhadap Jiwa Keagamaan,” eL-Ghiroh 12, no. 1
(2017): 29–30.

4
keagamaan yang timbul pada seseorang. Karena jiwa keagamaan yang dimiliki seseorang
paling besar dipengaruhi oleh faktor pendidikannya.2
B. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan hal penting dalam pendidikan karena tujuan


pendidikan menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu,
tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-
acakan tanpa arah. Tujuan harus bersifat stasioner artinya telah mencapai atau meraih
segala yang diusahakan. Untuk meraih tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, yang
setiap usaha merupakan ikhtiyar maqsudi, upaya mencapai maksud.

Pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi manusia, harus melalui proses


yang panjang, dengan hasil yang tidak dapat diketahui dengan segera. Dalam
pembentukan tersebut diperlukan suatu perhitungan yang matang dalam hati-hati
berdasarkan pandangan dan rumusan-rumusan yang jelas dan tepat. Oleh karena itu,
pendidikan Islam harus memahami dan menyadari betul apa sebenarnya yang ingin
dicapai dalam proses pendidikan. Hal tersebut dalam istilah pendidikan disebut
dengan “tujuan pendidikan”.

Adapun pendidikan Islam dalam kehidupan umat Islam merupakan salah satu
bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mentransformasikan
dan menginternalisasikan nilai-nilai Islam kepada generasi penerusnya, sehingga nilai
tersebut tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu.
Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Majid ‘Irsan al-Kaylani
tujuan pendidikan Islam tertumpu pada empat aspek, yaitu :

1. Tercapainya pendidikan tauhid dengan cara mempelajari ayat Allah SWT.


Dalam wahyu-Nya dan ayat-ayat fisik (afaq) dan psikis (anfus).
2. Mengetahui ilmu Allah SWT, melalui pemahaman terhadap kebenaran
makhluk-Nya.
3. Mengetahuai kekuatan (qudrah) Allah SWT melalui pemahaman jenis-
jenis, kuantitas,dan kreativitas makhlukNya.
4. Mengetahui apa yang diperbuat Allah SWT, (Sunnah Allah) tentang realitas
(alam) dan jenis-jenis perilakunya.

2
Yazidul Busthomi dan Syamsul A’dlom, “Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan,” Jurnal
Ats-Tsaqofi 1, no. 1 (2019): 119–20.

5
Abdal Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya,Educational Theory, aQur’anic
outlook, menyatakan tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat
dimensi, yaitu :

1. Tujuan Pendidikan Jasmani (al-Ahdaf al-Jismiyah) Mempersiapkan diri


manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi, melalui
keterampilan-keterampilan fisik. Ia berpijak pada pendapat dari Imam
Nawawi yang menafsirkan “al-qawy” sebagai kekuatan iman yang
ditopang oleh kekuatan fisik, (QS.al-Baqarah : 247, al-Anfal :60).
2. Tujuan Pendidikan Rohani (al-Ahdaf al-Ruhaniyah) Meningkatkan jiwa
dari kesetiaan yang hanya kepada Allah SWT semata dan melaksanakan
moralitas Islami yang diteladani oleh Nabi SAW dengan berdasarkan
pada cita-cita ideal dalam al-Qur’an (QS. Ali Imran: 19). Indikasi
pendidikan rohani adalah tidak bermuka dua ( QS. Al-Baqarah : 10),
berupaya memurnikan dan menyucikan diri manuisa secara individual
dari sikap negatif (QS al-Baqarah : 126) inilah yang disebut dengan
tazkiyah (purification) dan hikmah (wisdom).
3. Tujuan Pendidikan Akal (al-Ahdaf al-Aqliyah) Pengarahan inteligensi
untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-
tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan ayat-ayat-Nya yang
berimplikasi kepada peningkatan iman kepada Sang Pencipta. Tahapan
akal ini adalah :
a. Pencapaian kebenaran ilmiah (ilm al-yaqin) (QS. AlTakastur : 5)
b. Pencapaian kebenaran empiris (ain al-yaqin) (QS. Al- Takastur :
7)
c. Pencapaian kebenaran metaempiris atau mungkin lebih tepatnya
sebagai kebenaran filosofis (haqq –alyaqin) (QS. Al-Waqiah :
95).
4. Tujuan Pendidikan Sosial ( al-Ahdaf al-Ijtimaiyah) Tujuan pendidikan
sosial adalah pembentukan kepribadian yang utuh yang menjadi bagian
dari komunitas sosial. Identitasindividu disini tercermin sebagai “al-nas”
yang hidup pada masyarakat yang plural (majemuk).

Pendidikan Islam, tujuan akhirnyaa dalah mencetak insan kamil atau manusia
sempurna dengan pola takwa dalam kehidupannya. Adapun wujud dari ketakwaan itu

6
adalah akhlak anak didik. Akhlak anak didik itu mengacu pada kurikulum yang
diterapkan dalam pendidikan yang dilaksanakan di berbagai lembaga.3

C. Pengaruh Pendidikan terhadap Jiwa Keagamaan


1. Pengaruh pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa
keagamaan perkembangan agama menurut W. H. Clark, berjalan dengan unsur-unsur
kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang
menyangkut keiwaan manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian,
melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan
terlihat di dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah
agama itu berkembang. dalam kaitan itu pulalah terlihat peran pendidikan keluarga
dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak. Maka, tak mengherankan jika Rasul
menekankan tanggung jawab itu pada kedua orang tua. Menurut Rasul Allah Saw.,
fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-
anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi
untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya
tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka.
2. Pendidikan Kelembagaan
Sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan
keluarga. Karena keterbatasan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka,
maka mereka diserahkan ke sekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan masa
depan anak-anak, terkadang para orang tua sangat selektif dalam menentukan tempat
untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Mungkin saja para orang tua yang berasal
dari keluarga yang taat beragama akan memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah
agama. Sebaliknya, para orang tua lain lebih mengarahkan anak mereka untuk masuk
ke sekolah-sekolah umum. Atau sebaliknya, para orang tua yang sulit mengendalikan
tingkah laku anaknya akan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama dengan
harapan secara kelembagaan sekolah tersebut dapat memberi pengaruh dalam
membentuk kepribadian anak-anak tersebut.
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi
pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar
kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor yang dapat
3
Nurlila Kamsi, “Pengaruh Pendidikan Dan Kebudayaan Terhadap Jiwa Keagamaan”, dalam jurnal El-
Ghiroh, Vol XII, No 1 , Februari 2017, 31-33.

7
memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab, pendidikan agama pada
hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih
dititikberatkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan
agama. Dengan demikian, pengaruh pembentukan jiwa keagamaan pada anak di
kelembagaan pendidikan, barangkali banyak tergantung dari bagaimana perencanaan
pendidikan agama yang diberikan di sekolah (lembaga pendidikan).
3. Pendidikan di Masyarakat
Wetherington memberi contoh mengenai fakta asuhan yang diberikan kepada
anak kembar yang diasuh di lingkungan yang berbeda. Hasilnya ternyata
menunjukkan bahwa ada perbedaan antara keduanya sebagai hasil pengaruh
lingkungan. Lingkungan masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan
pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan fisik akan berhenti saat anak mencapai usia
dewasa, namun pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Hal ini
menunjukkan bahwa masa asuhan di kelembagaan pendidikan (sekolah) hanya
berlangsung selama waktu ternentu. Sebaliknya, asuhan oleh masyarakat akan
berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini pula terlihat besarnya pengaruh masyarakat
terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadiaan
terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma
kesopanan tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal saja. Menurut Emerson,
norma-norma kesopanan menghendaki adanya norma-norma kesopanan pula pada
oranng lain. Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa
pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek-
aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang berada dalam lingkungan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, fungsi dan peran
masyarakat dalarn pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari
seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri.4
Menurut Jalaluddin, Jiwa agama biasa juga disebut dengan psikologi agama.
Sedangkan secara umum psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala
jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan menurut Robert H.
Thouless, psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah
laku dan pengalaman manusia.
Selanjutnya, agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan
kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur
4
Nurlila Kamsi, “Pengaruh Pendidikan terhadap Jiwa Keagamaan”, Vol.12 N0.1, februari 2017, Hal 34-35.

8
secara tepat dan rinci. Akan tetapi Harun Nasutiaon mengemukankan pendapat
tentang pengertian agama, yaitu undangundang atau hukum. Dengan demikian
psikologi agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Adalah mempelajari kesadaran
agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama
orang itu dalam hidupnya.
Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti
terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu
keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam
lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa
keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.5
D. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan
bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi dan akal. Adapun istilah culture yang
merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari
bahasa Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah
bertani. dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai daya
dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah alam.6
Menurut para ahli, Herskouits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Sementara, menurut Andreas
Eppink kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu
pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain
Sementara itu Corel R. E dan Melvin E. (seorang ahli antropologi-budaya)
memberikan konsep kebudayaan umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku
yang selah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu (yang meliputi)
hal- hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama,
kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan, pekerjaan, larangan-larangan dan
sebagainya.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil rasa, cipta, dan karsa manusia
dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di
dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat
sebaga aspek – aspek dar kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dengan
5
Sudarto, M.Pd.I, “Pengaruh Pendidikan terhadap Pembentukan Jiwa Agama” dalam Jurnal Al-Lubab
Vol.4 No.1, Hal 25-26.
6
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengatar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). Hal. 118

9
demikian, kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang
dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut. Karena
dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan bertingkah laku, maka kebudayaan
cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.
Kebudayaan itu sangat luas, bukan hanya sekadar masalah tradisi. Kebudayaan
ada yang baik dan ada yang burk. Kebudayaan yang baik adalah kebudayaan yang
berasal dari Islam atau kebudayaan lan yang tidak melanggar atau sesuai dengan
syariat Islam. Kebudayaan yang buruk.
E. Hubungan Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap
keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi
keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma
pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan
memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga
terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan
tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian
dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap
keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian
seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama. Tradisi keagamaan
dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran
ganda, yaitu bagi masyarakat dan individu:
1. Fungsi yang pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan
dan keterpaduan masyarakat maupun individu.
2. Fungsi yang kedua yaitu tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan
dalam masyarakat atau diri individu, bahkan dalam situasi terjadinya konfilik
sekalipun.7
Sikap dan keberagamaan seseorang atau sekelompok orang bisa berubah dan
berkembang sejalan dengan perkembangan budaya dimana agama itu hidup dan
berkembang.
Demikian pula budaya mengalami perkembangan dan tranformasi.
Transformasi budaya merupakan perubahan yang menyangkut nilai-nilai dan
struktural sosial. Proses perubahan sturuktur sosial akan menyangkut masalah-
7
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 221.

10
masalah disiplin sosial, solidaritas sosial, keadilan sosial, sistem sosial, mobilitas
sosial dan tindakan-tindakan keagamaan. Tranformasi budaya yang tidak berakar pada
nilai budya bangsa yang beragam akan mengendorkan disiplin sosial dan solidaritas
sosial, dan pada gilirannya unsur keadilan sosial akan sukar diwujudkan.8
F. Pengaruh kebudayaan terhadap jiwa keagamaan
Sebagai bangsa kita memiliki jati diri dan karakter yang didasarkan pada
kesadaran tentang hakikat keberadaan kita sebagai manusia, identitas maupun sebagai
penanda dan pembeda dengan bangsa lain.9
Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kemajuan IPTEK
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya.
Kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahandalam hidup manusia,
menjadikan dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang
serba boleh. Apa yang sebelumnya dianggap biasa. Sementara itu, nilai-nilai
tradisional mengalami proses perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan
pengangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarkatnya. Termasuk ke dalamnya
sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, dampak globalisasi itu dapat dilihat
melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh
Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika menjadi persamaan
persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. 10 Hal ini berarti bahwa
apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu
maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya.
Secara fenomena, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai
sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun
dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam
kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler
barakangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keaganaannya.
Dalam situasi seperti ini, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama,
mereka yang tidak ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa
teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan, kemungkinan akan

8
Nurlila Kamsi, “Pengaruh Pendidikan Kebudayaan Terhadap Jiwa Keagamaan”, dalam Jurnal el-
Ghiroh, Vol. XII, No. 1, 2017, 28.
9
Alfianto, Hypo-heart Teaching, (Jakarta: PT. Multi Media Grafitama, 2011) 229
10
Http://amgy.wodpress.com/2015/11/12/budaya-dan-spiritualis;keagamaan, Diakses pada 1 November
2020

11
lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai
ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan
pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya.
Budaya dari barat sudah merasuki kehidupan sehari-hari, dari segi pergaulan,
berpakaian, dan dalam hal makanan, yang tentunya sebagian besar bertolak belakang
dengan nilai ajaran Islam.
Dari segi pergaulan, pemuda Muslim sekarang mayoritas sudah seperti orang-
orang barat dalam pergaulan, tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan, tentu
saja hal ini berlawanan dengan nilai agama.
Dari segi berpakaian, era globalisasi yang sangat mempengaruhi gaya
berpakaian (fashion) pemuda, tertama perempuan, bertolak belakang dengan nilai
ajaran Islam. Di satu sisi menganggap kurang pantas, karena ketat dan membentuk
lekuk tubuh, tetapi bagi perempuan muda saat ini dianggap biasa. Televisi dan sosial
media sudah menjadi acuan dan “kiblat” untuk berpakaian pada saat ini, gaya
berpakaian para selebritis pun banyak ditiru.
Yang terakhir dalam hal makanan, pemuda zaman sekarang lebih memilih
makanan-makanan dari barat yang cepat saji dan harganya pun tergolong mahal
daripada makanan tradisional. Jika ditanya tentang makanan tradisional dari negara,
bahkan daerahnya sendiri pun banyak yang tidak mengetahui dan memang tidak
peduli.

12
PENUTUP

Pendidikan adalah bimbingan pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap


perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Tujuan akhir Pendidikan Islam adalah mencetak insan kamil atau manusia sempurna dengan
pola takwa dalam kehidupannya. Adapun wujud dari ketakwaan itu adalah akhlak anak didik.
Akhlak anak didik itu mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan yang
dilaksanakan di berbagai lembaga.

Dalam hal ini, tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap
keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan
sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku
keagamaan kepada seseorang. Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan
menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam
kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebaga aspek
– aspek dar kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, dampak globalisasi dapat dilihat melalui
hubungan dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan
Tannenbaum, perubahan sikap, seperti hilangnya pegangan hidup yang bersumber dari tradisi
masyarakat dan bersumber dari ajaran agama. Hal ini berarti bahwa apabila pengaruh
globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu maupun masyarakat, maka
mereka akan menerimanya.

Kebudayaan-kebudayaan dari Barat sudah merambah ke kehidupan sehari-hari, dari segi


pergaulan, berpakaian, dan dalam hal makanan, yang sebagian besar bertolak belakang dengan nilai
budaya Indonesia dan ajaran Islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kamsi, Nurlila, “Pengaruh Pendidikan dan Kebudayaan terhadap Jiwa Keagamaan,” eL-
Ghiroh 12, no. 1, 2017

Syamsul A’Dlom dan Yazidul Busthomi, “Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan,”
Jurnal Ats-Tsaqofi 1, no. 1, 2019.

Sudarto, “Pengaruh Pendidikan terhadap Pembentukan Jiwa Agama” dalam Jurnal Al-Lubab
Vol.4 No.1.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengatar Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Alfianto, Hypo-heart Teaching, Jakarta: PT. Multi Media Grafitama, 2011.


Http://amgy.wodpress.com/2015/11/12/budaya-dan-spiritualis;keagamaan, Diakses pada 1
November 2020

14

Anda mungkin juga menyukai