A. Pendahuluan
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT. Kepada manusia dan
menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Melalui kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar
secara terus menerus. Sudah sepantasnya manusia bersyukur, sebab meski secara fisik tidak
begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia
ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya. kecerdasan
merupakan kemampuan adaptasi menangani situasi yang baru dan berpikir abstrak serta
menyelesaikan masalah secara cepat dan efektif. Meskipun penyelesaian masalah secara
cepat dan efektif merupa- kan ciri kescerdasan yang tentu menjadi nilai plus bagi keahlian
seseorang, namun banyak kasus yang menunjukkan bahwa mereka yang cerdas dan
memiliki IQ tinggi belum tentu sukses dalam pekerjaan dan karirnya. Apa dan bagaimana
kecerdasan qalbiyah itu?, tulisan ini akan membahas masalah tersebut meliputi pengertian
kecerdasan qalbiyah, macam-macam kecerdasan qalbiyah dalam psikologi Islam, bentuk-
bentuk kecerdasan qalbiyah serta metode menumbuhkembangkan kecerdasan qalbiyah.
B. Pembahasan
1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang
membedakan kualitas orang yang satu dengan yang lain. Kecerdasan intelektual ini
dipopulerkan pertama kali oleh Francis Galton, seorang ilmuwan dan ahli matematika
yang termuka dari inggris.Kecerdasan dapat definisikan sebagai bakat umum untuk
belajar atau kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau
ketrampilan.1
1
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik, (Jakarta: Indeks, 2011), h.159
Pendapat ini mempertegas bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan
koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi
mental terhadap situasi baru. Dalam arti sempit inteligensi sering kali diartikan sebagai
inteligensi perasional.
1) Pembawaan
Pembawaan ditentukan sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir, yakni
dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh
pembawaan kita .
2) Kematangan
3) Pembentukan
2
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalamPerspektif Islam,
(Jakarta: Kencana, 2014),h. 6-7
Pembentukkan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan dengan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukkan tidak sengaja.
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
kegiatan itu. Dalam diri manusia berinteraksi dengan dunia luar (manipulate and
exploring motive). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia
luar, akan timbul minat terhadap sesuatu. Yang menarik minat seseorang
mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
5) Kebebasan
2) Ingatan
4) Tajam penglihatan
6) Cepat mengamati
7) Pemecahan masalah4
3
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT RemajaRosdakarya, 2013), h.55-56
4
Mutaqim, Psikologi pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008), h.106.
4. Kecerdasan Emosional
5
M.Yaniyullah Delta Auliya,Melejitkan Hati dan Otak Menurut Petunjuk al-Qur’an dan Neurologi,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2005), h. 14.
6
Ibid., h. 17
7
Daniel Goleman, Emotional Intellegence terj, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), 18
Sebagai contoh seorang anak yang buta sejak ahir dan tidak pernah melihat
senyuman atau ekspresi sedih di wajah orang lain tetap dap tersenyum atau muram
seperti anak-anak yang normal.8
1. Faktor lingkungan
2. Faktor keluarga
Antara fitrah yang dibawa anak sejak lahir dan peran pendidikan orangtua
harus sejalan. Fitrah anak tidak akan selalu terjaga apabila orangtua tidak
memberikan bimbingan kepadanya dengan benar. Jika orangtua tidak
memberikan dan mengarahkan pendidikan anak pada aspek sopan santun dan
akhlak yang baik, maka perilaku anak akan cenderung menentang kepada
8
John W. Santrock, Perkembangan Anak,( Jakarta : Erlangga, 2007),hal 6-7
9
Ibid., h. 51
10
Muhammad Utsman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah terj. (Jakarta: Hikmah, 2004), 6
orangtua. Ekspresi menentang tersebut bisa berupa perkataan keji dan sikap yang
menyimpang, bahkan sampai pada taraf meremehkan kedudukan orang tua.
Berkaitan dengan aspek emosional anak, kasih sayang orang tua sangat
diperlukan anak pada awal-awal pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa
bayi anak sangat tergantung pada orangtuanya dikarenakan ketidak-berdayaannya
dan juga banyaknya bahaya yang mengancam dirinya. Pada periode ini, rasa cinta
dan kasih sayang mutlak diperlukan oleh anak agar kehidupannya kelak
berkembang normal.
Lebih lanjut lagi, seorang anak belajar bagaimana cara memberikan kasih
sayang terhadap sesama dari dalam lingkungan keluarga. Perasaan marah dan
kasih sayang seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai
macam perasaan dan sikap yang menjadi dasar dalam berinteraksi dan
berhubungan dengan sesama manusia berawal dari lingkungan rumah tangga.
Pengalaman-pengalaman tersebut akan tertanam kuat dalam jiwanya sehingga
segala perilakunya dalam menyikapi perkara yang baik atau yang buruk, ego, dan
kecenderungannya semuanya tergantung dan bersumber dari kondisi kehidupan
rumah tangga.
Keluarga merupakan penentu arah sikap dan perilaku anak pada masa
mendatang. Muhammad Taqi Falsafi menyatakan bahwa lingkungan keluarga
merupakan sekolah yang mampu mengembangkan potensi tersembunyi dalam
jiwa anak dan mengajarkan kepadanya tentang kemuliaan dan kepribadian,
keberanian dan kebijaksanaan, toleransi dan kedermawanan, serta sifat-sifat mulia
lainnya.
Apabila aspek emosional anak telah terbina, maka akan muncul suatu
keterikatan secara psikis antara orangtua dan anak. Keterikatan tersebut akan
menuntun anak merasakan cinta, kasih sayang, perhatian, dan perlindungan
mereka terhadapnya, serta anak juga akan mencintai orangtua dan anggota
keluarga. Dengan demikian, anak bisa memfungsikan aspek emosinya secara
positif sebab atmosfir yang sarat dengan rasa saling mencintai dalam kehidupan
keluarga merupakan faktor penting dalam membentuk kematangan kepribadian
anak dan agar ia merasa damai, percaya diri, dan bahagia.
3. Faktor kematangan
3) Dapat berpikir objektif sehingga akan bersifat sabar, penuh pengertian dan
cukup mempunyai toleransi yang baik, mempunyai tanggung jawab yang
11
Yuni Setia Ningsih, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
Emosional, 1P3M STAIN Purwokerto INSANIA|Vol. 13|No. 3|Sep-Des 2008|426-440, h. 6-7
baik, dapat berdiri sendiri, tidak mengalami frustasi dan mampu menghadapi
masalah dengan penuh pengertian.
5. Kecerdasan Spiritual
12
Ika Ayu Kusumawardhani, Anita Chandra Dewi Sagala, Ismatul Khasanah, Analisis Kematangan
Emosional Anak Ditinjau Dari Usia Masuk Tk A, Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia
DiniVolume 8 Nomor 1, Juli 2019, h. 139
13
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 36
“hanya kepada Allah”. Kecerdasan spiritual seseorang diartikan sebagai kemampuan
seseorang yang memiliki kecakapan transenden, kesadaran yang tinggi untuk
menjalani kehidupan, menggunakan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan
permasalahan hidup, dan berbudi luhur. Ia mampu berhubungan baik dengan Tuhan,
manusia alam dan dirinya sendiri.
Muslim yang cerdas spiritualnya akan berusaha keras untuk mempunyai akhlak
mulia. Akhlak seperti sifat Nabi Muhammad. Sifat itu adalah jujur, cerdas, menyampaikan,
dan dapat dipercaya. Muslim yang cerdas spiritualnya hanya menggantungkan hidupnya
kepada Allah Tuhan yang menguasai seluruh dunia ini dengan sempurna. 14
14
Ismi Rahmayanti, Guru Pai Dan kecerdasan Spiritual Anak Tunagrahita, Iq (Ilmu Al-Qur’an): Jurnal
Pendidikan Islam Volume 1 No. 01 2018, h. 25
15
Danah Zohar, dan Ian Marshal, SQKecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan, 2017), h.4
9) Bidang mandiri atau Kemampuan untuk bekerja di luarkonvensi16
2) Titik Tuhan
Ada bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika
pengalaman religious atau spiritual berlangsung yang disebut sebagai titik Tuhan atau
God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam
pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak
dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh
aspek dari dan seluruh segi kehidupan.18
16
Ibid., h. 14
17
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah,(trasendental Intelegence), Membentuk Kepribadian Yang
Bertanggung Jawab, Profesional Dan Berakhlak, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.47
18
Danah Zohar, dan Ian Marshal, Op.Cit., h. 35
Mereka yang bertanggung jawab dan cerdas secara ruhaniah, merasakan
kehadiran Allah dimana saja mereka berada. Mereka meyakini bahwa salah satu
produk dari keyakinannya beragama antara lain melahirkan kecerdasan spiritual
yang menumbuhkan perasaan yang sangat mendalam (zauq) bahwa dirinya
senantiasa berada dalam pengawasan Allah.
ِ س ُه ْم أُولَئِ َك ُه ُم ا ْلفَا
َ ُسق
ون َ ُسا ُه ْم أَ ْنف
َ سوا هَّللا َ فَأ َ ْن َ َواَل تَ ُكونُوا َكالَّ ِذ
ُ َين ن
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram”
3) Sabar
19
Toto Tasmara., Op.Cit., h. 17
Pendapat lain mengatakan kata “sabar” itu dari yang bermakna menghimpun dan
merangkum, karena orang yang sabar adalahdia yang menghimpun dan
merangkum, karena orang yang sabar adalah dia yang mennghimpun
(mengkonsentrasikan) jiwanya untuk tidak cemas dan keluh kesah. Dalam
kandungan kualitas sabar, terdapat sikap istiqomah (4C: commitment,
consistence, consequences, continous) . sabar berarti tidak bergeser dari jalan
yang mereka tempuh.20 Sabar berarti tidak bergeser dari jalan yang mereka
tempuh. Sabar berkaitan pula dengan masa depan sebagaimana firman-Nya QS
as-Sajadah ayat 24:
4) Empati
20
Ibid., h. 29
21
Ibid., h. 34
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang
mukmin”
5) Berjiwa besar
6) Jujur
Salah satu dimensi kecerdasan spiritual terletak pada nilai kejujuran yang
merupakan mahkota kepribadian orang-orang yang mulia. kejujuran adalah
komponen ruhani yang memantulkan berbagai sikap terpuji (honorable,
creditable, respectable, maqamam mahmudah) orang yang jujur yakni orang yang
berani menyatakan sikap secara trasparan, dari segala kepalsuan dan penipuan
C. Penutup
Dengan kecerdasan yang dianugerahkan Allah Swt., manusia dapat terus menerus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui
proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Akan tetapi Kecerdasan tidak hanya
berkaitan dengan kemampuan struktural akal dalam menangkap gejala sesuatu, dan
bukan pula kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif, berpikir linear
yang menunjukkan kemampuan logika. Terdapat proses berpikir lain yang perlu
mendapat tempat tersendiri karena posisinya sangat mempengaruhi kepribadian
seseorang, serta menumbuhkan aspek-aspek afektif, seperti kehidupan emosional, moral,
22
Ibid., h. 35
spiritual, dan agama yakni Kecerdasan Qalbiyah. Kadar dan nilai kemanusiaan pada
sistem organisasi psikis manusia itu tidak hanya bersumber pada kecerdasn intellektual
belaka melainkan terdapat sumber lain yakni al-„aql dan al-qalb (akal dan hati). Bahkan
Nabi menegaskan esensi seseorang sangat bergantung kepada kondisi qalb itu (baik
buruknya manusia ditentukan oleh baik buruknya qalb). Dari pemahaman tersebut maka
menumbuhkembangkan dan mencerdaskan qalbu dalam diri manusia merupakan suatu
keniscayaan yang akan membawa manusia kepada derajat kemuliaan dan kesempurnaan
karena didalam qalbu yang bersih bersemayam “ketaqwaan”.
Dartar Pustaka
Slavin, Robert E, 2011, Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik, Jakarta: Indeks.
Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab, 2014, Psikologi Suatu Pengantar
dalamPerspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2014.
Auliya, M.Yaniyullah Delta, 2005, Melejitkan Hati dan Otak Menurut Petunjuk al-Qur’an dan
Neurologi, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Goleman, Daniel, 2007, Emotional Intellegence terj, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Najati, Muhammad Utsman, 2004, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah terj. Jakarta: Hikmah.
Ningsih, Yuni Setia,2008, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Peranan Keluarga Dalam
Pendidikan Emosional, 1P3M STAIN Purwokerto INSANIA,Vol. 13, No. 3.
Kusumawardhani, Ika Ayu, Anita Chandra Dewi Sagala, Ismatul Khasanah, 2019, Analisis
Kematangan Emosional Anak Ditinjau Dari Usia Masuk Tk A, Jurnal Penelitian dalam
Bidang Pendidikan Anak Usia DiniVolume 8 Nomor 1.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir,2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.
Ismi Rahmayanti, Guru Pai Dan kecerdasan Spiritual Anak Tunagrahita, Iq (Ilmu Al-Qur’an):
Jurnal Pendidikan Islam Volume 1 No. 01.
Zohar, Danah, dan Ian Marshal, 2017, SQKecerdasan Spiritual, Bandung: Mizan.