Anda di halaman 1dari 17

Kecerdasan Qolbiyah dalam Psikologi Pembelajaran PAI (kecerdasan Intelektual,

Emosional, & Spritual)

Muhammad Andri Buana,


Mhd.Nurdin
muhammadandribuana@gmail.com
dinmuhammadn100@gmail.com,
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Abstrak
Kecerdasan Qolbiyah Secara umum terdiri dari kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan
emosional (EQ), dan kecerdasan spritiual (SQ). apabila kecerdasan Qalbiyah (kognitif
Qalbiyah) telah mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang tenang.
Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah library riset, dan bertujuan untuk
mengenalkan kecerdasan qolbiyah dalam psikologi PAI dalam meningkatkan hasil pendidikan,
yang terdiri dari kecerdasan intelektula yaitu suatu kemampuan umum yang membedakan
kualitas orang yang satu dengan yang lain, kecerdasan Emosional yaitu kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage ouremotional life with
intellegence), dan kecerdasan Sritula yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap
setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,
menuju manusia yang seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik),
serta berprinsip “hanya kepada Allah”

Keyword : Kecerdasan, Qolbiyah.

A. Pendahuluan

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT. Kepada manusia dan
menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Melalui kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar
secara terus menerus. Sudah sepantasnya manusia bersyukur, sebab meski secara fisik tidak
begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia
ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya. kecerdasan
merupakan kemampuan adaptasi menangani situasi yang baru dan berpikir abstrak serta
menyelesaikan masalah secara cepat dan efektif. Meskipun penyelesaian masalah secara
cepat dan efektif merupa- kan ciri kescerdasan yang tentu menjadi nilai plus bagi keahlian
seseorang, namun banyak kasus yang menunjukkan bahwa mereka yang cerdas dan
memiliki IQ tinggi belum tentu sukses dalam pekerjaan dan karirnya. Apa dan bagaimana
kecerdasan qalbiyah itu?, tulisan ini akan membahas masalah tersebut meliputi pengertian
kecerdasan qalbiyah, macam-macam kecerdasan qalbiyah dalam psikologi Islam, bentuk-
bentuk kecerdasan qalbiyah serta metode menumbuhkembangkan kecerdasan qalbiyah.
B. Pembahasan

1. Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang
membedakan kualitas orang yang satu dengan yang lain. Kecerdasan intelektual ini
dipopulerkan pertama kali oleh Francis Galton, seorang ilmuwan dan ahli matematika
yang termuka dari inggris.Kecerdasan dapat definisikan sebagai bakat umum untuk
belajar atau kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau
ketrampilan.1

Kecerdasan intelektual juga lazim disebut sebagai intelegensi yang merupakan


kemampuan kognitif yang dimiliki seseorang untuk menyesuaikan diri secara efektif pada
lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik.

Menurut Williem Sterm, “inteligensi ialah suatu kesanggupan untuk


menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat berpikir yang
sesuai dengan tujuannya, dan inteligensi tersebut sebagian besar tergantungdengan dasar
dan turunan” Berdasar pendapat tersebut pendidikan dan lingkungan tidaklah begitu
berpengaruh kepada inteligensi seseorang.

Sedangkan menurut Jean Piaget, “intelligence atau inteligensi diartikan sama


dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif,
termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir, mempertimbangkan,
menganalisis, mensiotesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan”.

1
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik, (Jakarta: Indeks, 2011), h.159
Pendapat ini mempertegas bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan
koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi
mental terhadap situasi baru. Dalam arti sempit inteligensi sering kali diartikan sebagai
inteligensi perasional.

Edward Lee Thorndike, mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan dalam


memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta. David Wechsler,
mendefinisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk
bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi
lingkungannya dengan efektif.2

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual

Menurut Ngalim Purwanto kecerdasan intelektual manusia dipengaruhi oleh


beberapa faktor, yaitu:

1) Pembawaan

Pembawaan ditentukan sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir, yakni
dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh
pembawaan kita .

2) Kematangan

Setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan


perkembangan. Setiaporgan (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang
jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-
anak tidak dapat memecahkan soal-soal tertentu, karena soal-soal itu terlampau
sukar. Organ-organ tubuhnya masih belum matang untuk melakukan mengenai
soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.

3) Pembentukan

2
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalamPerspektif Islam,
(Jakarta: Kencana, 2014),h. 6-7
Pembentukkan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan dengan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukkan tidak sengaja.

4) Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
kegiatan itu. Dalam diri manusia berinteraksi dengan dunia luar (manipulate and
exploring motive). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia
luar, akan timbul minat terhadap sesuatu. Yang menarik minat seseorang
mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

5) Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode yang tertentu


dalam memecahkan masalah-masalah.3

3. Faktor-faktor yang lain dari kecerdasan intelektual adalah :

1) Mudah mempergunakan bilangan

2) Ingatan

3) Kemampuan menangkap hubungan percakapan/bahasa

4) Tajam penglihatan

5) Kemampuan numeri kesimpulan dari data-data yang ada

6) Cepat mengamati

7) Pemecahan masalah4

3
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT RemajaRosdakarya, 2013), h.55-56
4
Mutaqim, Psikologi pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008), h.106.
4. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional dalam Islam disebut kognitif Qalbiyah karena hati


merupakan pusat pendidikan akhlak.5 Oleh karena itu hati harus dididik, diperbaiki,
diluruskan, diberi perhitungan dan diberi teguran. Pendidikan dan pelurusan hati
bertujuan memunculkan kecerdasan yang dimilikinya atau untuk mengobati
penyakit-penyakit psikis yang diderita. Dengan dididik dan diluruskan, hati akan
dapat menggapai kondisi-kondisi ruhani yang positif dan sifat-sifat kesempurnaan.
Dengan pendidikan hati dapat melepaskan hati dari sifat-sifat tercela, keyakinan-
keyakinan syirik dan batil, berbagai penyakit psikis dan kondisi-kondisi ruhani yang
rendah dan bodoh. Demikian juga jika hati manusia dididik dengan baik dan teratur,
manusia akan dapat mencapai derajat Ihsan dalam beribadah kepada Allah.6

Menurut penelitian Daniel Goleman seorang psikolog dari Harvard


menunjukkan bahwa manusia mempunyai suatu jenis potensi dasar yang lain, yaitu
kecerdasan emosional. Menurut pendapatnya bahwa kecerdasan akan dapat secara
efektif apabila seorang mampu memfungsikan kecerdasan emosinya. Kecerdasan
emosional dapat dilatih, dipelajari, dan dikembangkan pada masa kanak-kanak,
sehingga masih ada peluang untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkannya
untuk memberikan sumbangan bagi sukses hidup seseorang.

Menurut Goleman kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang


mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage ouremotional life with
intellegence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan social.7 Emosi diwakili oleh prilaku yang mengekpresikan kenyamanan
atau ketidak nyamanan terhadap keadaan atau interaksi yag sedang dialami.Emosi
juga bisa berbentuk sesuatu yang soesifik seperti rasa senang, takut, marah dan
seterusnya tergantung dari interaksi yang dialami.Para psikilog masa kini percaya
bahwa emosi, terutama ekspresi wajah dari emosi memiliki dasar biologis yang kuat.

5
M.Yaniyullah Delta Auliya,Melejitkan Hati dan Otak Menurut Petunjuk al-Qur’an dan Neurologi,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2005), h. 14.
6
Ibid., h. 17
7
Daniel Goleman, Emotional Intellegence terj, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), 18
Sebagai contoh seorang anak yang buta sejak ahir dan tidak pernah melihat
senyuman atau ekspresi sedih di wajah orang lain tetap dap tersenyum atau muram
seperti anak-anak yang normal.8

Pertumbuhan emosional dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


lingkungan, keluarga, dan faktor kematangan.9

1. Faktor lingkungan

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat


menetap, dapat berubah –ubah setiap saat. Peranan lingkungan terutama orang tua
pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan
emosional. Keterampilan emosional bukanlah lawan dari keterampilan intelektual,
namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik tingkatan konseptual maupun
didunia nyata. Selain itu emosional tidak begitu dipengaruhi oleh faktor
keturunan. 10

2. Faktor keluarga

Orangtua merupakan cermin bagi anak-anak di dalam keluarga. Anak-


anak cenderung meniru apa yang ia lihat dan temukan dalam keluarga sebab anak
diibaratkan bagaikan radar yang akan menangkap segala macam bentuk sikap dan
tingkah laku yang terdapat dalam keluarga. Jika yang ditangkap radar anak
tersebut adalah hal-hal buruk, maka ia akan menjadi buruk meskipun pada
hakikatnya anak dilahirkan dalam keadaan suci.

Antara fitrah yang dibawa anak sejak lahir dan peran pendidikan orangtua
harus sejalan. Fitrah anak tidak akan selalu terjaga apabila orangtua tidak
memberikan bimbingan kepadanya dengan benar. Jika orangtua tidak
memberikan dan mengarahkan pendidikan anak pada aspek sopan santun dan
akhlak yang baik, maka perilaku anak akan cenderung menentang kepada

8
John W. Santrock, Perkembangan Anak,( Jakarta : Erlangga, 2007),hal 6-7
9
Ibid., h. 51
10
Muhammad Utsman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah terj. (Jakarta: Hikmah, 2004), 6
orangtua. Ekspresi menentang tersebut bisa berupa perkataan keji dan sikap yang
menyimpang, bahkan sampai pada taraf meremehkan kedudukan orang tua.

Berkaitan dengan aspek emosional anak, kasih sayang orang tua sangat
diperlukan anak pada awal-awal pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa
bayi anak sangat tergantung pada orangtuanya dikarenakan ketidak-berdayaannya
dan juga banyaknya bahaya yang mengancam dirinya. Pada periode ini, rasa cinta
dan kasih sayang mutlak diperlukan oleh anak agar kehidupannya kelak
berkembang normal.

Tidak bisa dipungkiri bahwa anak belum bisa mengekspresikan dengan


kata-kata apa yang ia rasakan. Akan tetapi, sejak hari pertama kelahirannya, anak
sudah dapat merasakan kasih sayang orang-orang di sekelilingnya. Ia
merefleksikan kasih sayang yang ia rasakan dengan senyuman.

Menurut Banu Garawiyan, kasih sayang merupakan “makanan” yang


dapat menyehatkan jiwa anak. Secara alamiah makanan merupakan kebutuhan
pokok manusia yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup. Tanpa adanya
makanan, tentunya hidup seseorang tidak sempurna. Kasih sayang merupakan
kebutuhan yang asasi juga bagi kehidupan seseorang. Dengan kasih sayang, aspek
kejiwaan anak berkembang dengan baik karena ia merasa diterima di dalam
komunitasnya, baik itu di lingkungan keluarga maupun masyarakat sehingga ia
pun bisa memberikan kasih sayang kepada orang lain berdasarkan pengalaman
hidup yang ia jalani.

Lebih lanjut lagi, seorang anak belajar bagaimana cara memberikan kasih
sayang terhadap sesama dari dalam lingkungan keluarga. Perasaan marah dan
kasih sayang seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai
macam perasaan dan sikap yang menjadi dasar dalam berinteraksi dan
berhubungan dengan sesama manusia berawal dari lingkungan rumah tangga.
Pengalaman-pengalaman tersebut akan tertanam kuat dalam jiwanya sehingga
segala perilakunya dalam menyikapi perkara yang baik atau yang buruk, ego, dan
kecenderungannya semuanya tergantung dan bersumber dari kondisi kehidupan
rumah tangga.

Keluarga merupakan penentu arah sikap dan perilaku anak pada masa
mendatang. Muhammad Taqi Falsafi menyatakan bahwa lingkungan keluarga
merupakan sekolah yang mampu mengembangkan potensi tersembunyi dalam
jiwa anak dan mengajarkan kepadanya tentang kemuliaan dan kepribadian,
keberanian dan kebijaksanaan, toleransi dan kedermawanan, serta sifat-sifat mulia
lainnya.

Apabila aspek emosional anak telah terbina, maka akan muncul suatu
keterikatan secara psikis antara orangtua dan anak. Keterikatan tersebut akan
menuntun anak merasakan cinta, kasih sayang, perhatian, dan perlindungan
mereka terhadapnya, serta anak juga akan mencintai orangtua dan anggota
keluarga. Dengan demikian, anak bisa memfungsikan aspek emosinya secara
positif sebab atmosfir yang sarat dengan rasa saling mencintai dalam kehidupan
keluarga merupakan faktor penting dalam membentuk kematangan kepribadian
anak dan agar ia merasa damai, percaya diri, dan bahagia.

Tugas pendidikan emosional anak dengan cara menciptakan suasana


keluarga yang “kondusif” merupakan tanggung jawab kedua orangtua. Tugas
tersebut tidak bisa digantikan oleh siapapun, terutama peranan seorang ibu dalam
mendidik aspek psikis anak. Dengan keberadaan dan pengasuhan serta kasih
sayangnya dapat memberikan influensi yang signifikan dalam membentuk
kepribadian dan spiritual anak.

Selain ibu, peran pembentukan kepribadian anak juga dipengaruhi oleh


ayah, Shapiro menyatakan, banyak anak yang menderita karena dibesarkan oleh
ayah yang secara fisik hadir di tengah keluarga, tetapi secara emosional tidak
pernah ada. Si ayah tidak bereaksi terhadap kebutuhan anak-anak akan perhatian,
kasih sayang, dan keterikatan. Jika anak menuntut kepedulian sang ayah, mereka
diabaikan atau dihukum. Kondisi ini akan memicu tumbuhnya penghargaan diri
yang rendah dan rasa takut ditolak dalam diri si anak.
Suasana “kondusif” dalam keluarga akan tercipta jika orangtua tahu posisi
masing-masing. Posisi keduanya dalam keluarga seperti miniatur yang akan
dilihat dan ditiru oleh si anak. Berhasilnya orangtua dalam mendidik emosi anak
tergantung pada suasana kehidupan keluarga yang ada di dalamnya. Oleh karena
itu, keluarga memberikan pengaruh, baik itu yang positif maupun yang negatif,
pada perkembangan emosional anak. Orangtua perlu menyadari akan pentingnya
keharmonisan dalam rumah tangga dan juga perlu peka terhadap kebutuhan psikis
anak, yaitu ketenangan jiwa.11

3. Faktor kematangan

Chaplin mengungkapkan bahwa kematangan emosi adalah suatu keadaan


atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena
itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosi yang pantas
bagi anak-anak. Menurut Young dalam Yuyuk kematangan emosi merupakan
suatu kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan untuk
mengatasi rangsangan dan stimulusnya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Walgito orang yang matang emosinya memiliki ciri-ciri antara


lain:

1) Dapat menerima keadaan dirinya maupun oranglain sesuai dengan


objektifnya, Pada umumnya tidak bersifat impulsive, dapat mengatur
pikirannya dalam memberikan tanggapan terhadap stimulus yang
mengenainya.

2) Dapat mengontrol emosinyadengan baik dan dapat mengontrol ekspresi


emosinya walaupun dalam keadaan marah dan kemarahan itu tidak
ditampakkan keluar.

3) Dapat berpikir objektif sehingga akan bersifat sabar, penuh pengertian dan
cukup mempunyai toleransi yang baik, mempunyai tanggung jawab yang

11
Yuni Setia Ningsih, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
Emosional, 1P3M STAIN Purwokerto INSANIA|Vol. 13|No. 3|Sep-Des 2008|426-440, h. 6-7
baik, dapat berdiri sendiri, tidak mengalami frustasi dan mampu menghadapi
masalah dengan penuh pengertian.

Beberapa ahli psikologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang


mempengaruhi perkembangan kematangan emosi yaitu: pola asuh orangtua,
temperamen, jenis kelamin, usia perkembangan kematangan emosi yang dimiliki
seseorang sejalan dengan pertambahan usianya, perubahan jasmani, perubahan
interaksi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar.12

5. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan Spiritual Secara terminologi, kecerdasan spiritual merupakan


kecerdasan pokok yang dengannya dapat memecahkan masalah-masalah makna dan
nilai, menempatkan tindakan atau suatu jalan hidup dalam konteks yang lebih luas,
kaya dan bermakna. Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan


dengan bagaimana seseorang cerdas dalam mengelola dan mendayagunakan makna-
makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual
meliputi hasrat untuk bermakna (the will to meaning) yang memotivasi kehidupan
seseorang untuk senantiasa mencari makna hidup (the meaning of life) dan
mendambakan hidup bermakna (the meaningful life).13

Sedangkan di dalam ESQ Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah


kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan,
melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip

12
Ika Ayu Kusumawardhani, Anita Chandra Dewi Sagala, Ismatul Khasanah, Analisis Kematangan
Emosional Anak Ditinjau Dari Usia Masuk Tk A, Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia
DiniVolume 8 Nomor 1, Juli 2019, h. 139
13
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 36
“hanya kepada Allah”. Kecerdasan spiritual seseorang diartikan sebagai kemampuan
seseorang yang memiliki kecakapan transenden, kesadaran yang tinggi untuk
menjalani kehidupan, menggunakan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan
permasalahan hidup, dan berbudi luhur. Ia mampu berhubungan baik dengan Tuhan,
manusia alam dan dirinya sendiri.

Muslim yang cerdas spiritualnya akan berusaha keras untuk mempunyai akhlak
mulia. Akhlak seperti sifat Nabi Muhammad. Sifat itu adalah jujur, cerdas, menyampaikan,
dan dapat dipercaya. Muslim yang cerdas spiritualnya hanya menggantungkan hidupnya
kepada Allah Tuhan yang menguasai seluruh dunia ini dengan sempurna. 14

Menurut Zohar dan Marshall kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk


menghadapi dan memecahkan persoalan makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan yang lain.15Ciri-ciri seseorang yang mempunyai kecerdasan spiritual menurut
Danah Zohar Ian Marshall, yaitu :

1) Kemampuan bersikap fleksibel(adaptif secara spontan dan aktif)

2) Tingkat kesadaran diri yang tinggi

3) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

4) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit

5) Kualitas hidup yang dilandasi visi dan nilai-nilai

6) Keengganan menyebabkan kerugian yang tidak perlu

7) Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (holistik)

8) Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika” untuk


mencari jawaban-jawaban yang mendasar

14
Ismi Rahmayanti, Guru Pai Dan kecerdasan Spiritual Anak Tunagrahita, Iq (Ilmu Al-Qur’an): Jurnal
Pendidikan Islam Volume 1 No. 01 2018, h. 25
15
Danah Zohar, dan Ian Marshal, SQKecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan, 2017), h.4
9) Bidang mandiri atau Kemampuan untuk bekerja di luarkonvensi16

Kecerdasan ruhiyah atau spiritual sangat di tentukan oleh upaya untuk


membersihkan dan memberikan pencerahan qolbu (tazkiyah, tarbiyatul qulub).
Sehingga mampu memberikan nasihat dan arahan tindakan serta caranya mengambil
keputusan.17

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual

Zohar dan Marshall mengungkapkan ada beberapa faktor yang


mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu:

1) Sel saraf otak

Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah. Ia mampu


menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu
mengorganisasikan diri.

2) Titik Tuhan

Ada bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika
pengalaman religious atau spiritual berlangsung yang disebut sebagai titik Tuhan atau
God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam
pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak
dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh
aspek dari dan seluruh segi kehidupan.18

2. Indikator Kecerdasan Spiritual

Pada hakikatnya orang-orang yang cerdas spiritualnya menurut Toto Tasmara


akan memiliki indikator-indikator sebagai berikut :

1) Merasakan kehadiran Allah

16
Ibid., h. 14
17
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah,(trasendental Intelegence), Membentuk Kepribadian Yang
Bertanggung Jawab, Profesional Dan Berakhlak, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.47
18
Danah Zohar, dan Ian Marshal, Op.Cit., h. 35
Mereka yang bertanggung jawab dan cerdas secara ruhaniah, merasakan
kehadiran Allah dimana saja mereka berada. Mereka meyakini bahwa salah satu
produk dari keyakinannya beragama antara lain melahirkan kecerdasan spiritual
yang menumbuhkan perasaan yang sangat mendalam (zauq) bahwa dirinya
senantiasa berada dalam pengawasan Allah.

Allah berfirman dalam QS. Al-Qaaf ayat 16:

ُ ‫سهُ َونَ ْحنُ أَ ْق َر‬


‫ب إِلَ ْي ِه ِمنْ َح ْب ِل‬ ُ ‫س بِ ِه نَ ْف‬ ْ ‫سانَ َونَ ْعلَ ُم َما تُ َو‬
ُ ‫س ِو‬ َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن‬
‫ا ْل َو ِري ِد‬

“dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui


apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya”.

2) Berdzikir dan berdoa

Zikir memberikan mana kesadaran diri (self awarnes) aku dihadapan


Tuhanku, yang mendorong dirinya secara sadar dan penuh tanggung jawab
untuk melanjutkan misi hidupnya yang dinamis, yaitu memberi makna melalui
amal-amal saleh.19

Allah berfirman dalam QS. Al-hasr ayat 19

ِ ‫س ُه ْم أُولَئِ َك ُه ُم ا ْلفَا‬
َ ُ‫سق‬
‫ون‬ َ ُ‫سا ُه ْم أَ ْنف‬
َ ‫سوا هَّللا َ فَأ َ ْن‬ َ ‫َواَل تَ ُكونُوا َكالَّ ِذ‬
ُ َ‫ين ن‬
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram”

3) Sabar

Kata sabar bermakna mencegah, mengekang atau menahan jiwa dari


perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh kesah dan menahan anggota badan.

19
Toto Tasmara., Op.Cit., h. 17
Pendapat lain mengatakan kata “sabar” itu dari yang bermakna menghimpun dan
merangkum, karena orang yang sabar adalahdia yang menghimpun dan
merangkum, karena orang yang sabar adalah dia yang mennghimpun
(mengkonsentrasikan) jiwanya untuk tidak cemas dan keluh kesah. Dalam
kandungan kualitas sabar, terdapat sikap istiqomah (4C: commitment,
consistence, consequences, continous) . sabar berarti tidak bergeser dari jalan
yang mereka tempuh.20 Sabar berarti tidak bergeser dari jalan yang mereka
tempuh. Sabar berkaitan pula dengan masa depan sebagaimana firman-Nya QS
as-Sajadah ayat 24:

َ ‫ُون بِأ َ ْم ِرنَا لَ َّما‬


‫صبَ ُروا َو َكانُوا بِآيَاتِنَا‬ َ ‫َو َج َع ْلنَا ِم ْن ُه ْم أَئِ َّمةً يَ ْهد‬
َ ُ‫يُوقِن‬
‫ون‬
“dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat kami”

4) Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain,


merasakan dan mendengarkan debar jantung mereka sehingga mampu beradaptasi
dengan merasakan kondisi batin dari orang lain21

Allah berfirman dalam QS at-Taubah ayat 128

‫يص َعلَ ْي ُك ْم‬ ِ ُ‫سو ٌل ِمنْ أَ ْنف‬


ٌ ‫س ُك ْم َع ِزي ٌز َعلَ ْي ِه َما َعنِتُّ ْم َح ِر‬ ُ ‫لَقَ ْد َجا َء ُك ْم َر‬
‫وف َر ِحي ٌم‬
rٌ ‫ين َر ُء‬َ ِ‫بِا ْل ُم ْؤ ِمن‬
“sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan

20
Ibid., h. 29
21
Ibid., h. 34
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang
mukmin”

5) Berjiwa besar

Jiwa besar adalah keberanian untuk memaafkan dan sekaligus melupakan


kesalahan yang pernah dilakukan orang lain.22Orang yang cerdas spirituannya
adalah orang yang yang mampu memaafkan orang lain , karena menyadari bahwa
sikap pemberian maaf bukan saja bukti kesalahan melainkan salah satu bentuk
tanggung jawab hidupnya. Mereka yang memiliki sikap pemaaf akan
memudahkan dirinya beradaptasi dengan orang lain untuk membangun kualitas
moral yang lebih baik. Sikap memaafkan dan berjiwa besar dapat memberikan
kekuatan tersendiri dalam menjalani kehidupan.

6) Jujur

Salah satu dimensi kecerdasan spiritual terletak pada nilai kejujuran yang
merupakan mahkota kepribadian orang-orang yang mulia. kejujuran adalah
komponen ruhani yang memantulkan berbagai sikap terpuji (honorable,
creditable, respectable, maqamam mahmudah) orang yang jujur yakni orang yang
berani menyatakan sikap secara trasparan, dari segala kepalsuan dan penipuan

C. Penutup

Dengan kecerdasan yang dianugerahkan Allah Swt., manusia dapat terus menerus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui
proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Akan tetapi Kecerdasan tidak hanya
berkaitan dengan kemampuan struktural akal dalam menangkap gejala sesuatu, dan
bukan pula kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif, berpikir linear
yang menunjukkan kemampuan logika. Terdapat proses berpikir lain yang perlu
mendapat tempat tersendiri karena posisinya sangat mempengaruhi kepribadian
seseorang, serta menumbuhkan aspek-aspek afektif, seperti kehidupan emosional, moral,
22
Ibid., h. 35
spiritual, dan agama yakni Kecerdasan Qalbiyah. Kadar dan nilai kemanusiaan pada
sistem organisasi psikis manusia itu tidak hanya bersumber pada kecerdasn intellektual
belaka melainkan terdapat sumber lain yakni al-„aql dan al-qalb (akal dan hati). Bahkan
Nabi menegaskan esensi seseorang sangat bergantung kepada kondisi qalb itu (baik
buruknya manusia ditentukan oleh baik buruknya qalb). Dari pemahaman tersebut maka
menumbuhkembangkan dan mencerdaskan qalbu dalam diri manusia merupakan suatu
keniscayaan yang akan membawa manusia kepada derajat kemuliaan dan kesempurnaan
karena didalam qalbu yang bersih bersemayam “ketaqwaan”.
Dartar Pustaka

Slavin, Robert E, 2011, Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik, Jakarta: Indeks.

Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab, 2014, Psikologi Suatu Pengantar
dalamPerspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2014.

Purwanto, Ngalim, 201, Psikologi Pendidikan, Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Mutaqim, 2008, Psikologi pendidikan, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.

Auliya, M.Yaniyullah Delta, 2005, Melejitkan Hati dan Otak Menurut Petunjuk al-Qur’an dan
Neurologi, Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Goleman, Daniel, 2007, Emotional Intellegence terj, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Santrock, John W., 2007, Perkembangan Anak, Jakarta : Erlangga.

Najati, Muhammad Utsman, 2004, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah terj. Jakarta: Hikmah.

Ningsih, Yuni Setia,2008, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Peranan Keluarga Dalam
Pendidikan Emosional, 1P3M STAIN Purwokerto INSANIA,Vol. 13, No. 3.

Kusumawardhani, Ika Ayu, Anita Chandra Dewi Sagala, Ismatul Khasanah, 2019, Analisis
Kematangan Emosional Anak Ditinjau Dari Usia Masuk Tk A, Jurnal Penelitian dalam
Bidang Pendidikan Anak Usia DiniVolume 8 Nomor 1.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir,2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.

Ismi Rahmayanti, Guru Pai Dan kecerdasan Spiritual Anak Tunagrahita, Iq (Ilmu Al-Qur’an):
Jurnal Pendidikan Islam Volume 1 No. 01.
Zohar, Danah, dan Ian Marshal, 2017, SQKecerdasan Spiritual, Bandung: Mizan.

Tasmara, Toto,2001, Kecerdasan Ruhaniah,(trasendental Intelegence), Membentuk


Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional Dan Berakhlak, Jakarta: Gema Insani.

Anda mungkin juga menyukai