Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Setiap orang berkeinginan supaya dirinya dapat berhasil, baik berhasil di
saat sekolah maupun di saat keluar dari sekolah nanti, berhasil dalam meniti karier
dan kehidupannya.Untuk mencapai keberhasilan tersebut, terdapat beberapa faktor
penentu yang mempengaruhinya, salah satunya adalah intelegensi. Djamarah
(2011:286 ) menarik kesimpulan bahwa “ Intelektual merupakan salah satu aspek
yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan, keaktualan itu
dikarenakan intelegensi adalah unsur yang ikut mempengaruhi keberhasilan
belajar anak didik”.
Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan memang adalah dua hal
yang saling berkaitan. Di mana biasanya anak yang memiliki intelegensi yang
tinggi dia akanmemiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan
prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan.Disisi lain,
untuk mencapai prestasi yang unggul dalam bidang tertentu diperlukan bakat
yangdilatih, pengalaman, dan dorongan/kesempatan untuk pengembangannya.
Sama halnya keberhasilan, intelegansidan bakat pun memiliki beberapa
faktor penentu yang mempengaruhi tinggi rendahnya intelegensi seseorang dan
juga perkembangan bakat seseorang.Dalam makalah ini kami akan memaparkan
hal-hal yang berkaitan erat dengan intelegensidan bakat tersebut, seperti definisi,
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembagnan intelegensi dan bakat
seseorang, dan bagaimana cara mengembangakan intelegensi dan bakat di dalam
dunia pendidikan. Makalah ini memberikan contoh perkembangan secara khusus
pada masa remaja.Semua hal tersebut akan dipaparkan lebih rinci lagi di dalam
bab selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan intelegensi dan bakat?
1.2.2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi intelegensi dan bakat?
1.2.3 Bagaimana karakteristik perkembangan intelegensi pada masa remaja?

1
1.2.3 Metode-metode apa saja yang digunakan dalam pengukuran intelegensi ?
1.2.4 Bagaimana karakteristik perkembangan intelegensi pada masa remaja ?
1.2.5 Bagaimana implikasi perkembangan intelektual dan bakat terhadap
pengyelenggaraan pendidikan dalam pembelajaran di dunia pendidikan ?

1.3 Tujuan Pembahasan


3.1 Menjelaskan pengertian intelegensi dan bakat.
3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi dan bakat.
3.3 Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pengukuran intelegensi.
3.4 Untuk mengetahui karakteristik perkembangan intelegensi pada masa
remaja.
3.5 Untuk mengetahui bagaimana implikasi perkembangan intelektual dan bakat
dalam pembelajaran di dunia pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Intelegensi Dan Bakat


2.1.1 Definisi Intelegensi
Intelegensi atau sering disebut dengan kecerdasan, merupakan suatu
karunia yang dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan
hidupnya, serta bagaimana ia berusaha menghambakan dirinya kepada Pencipta-
Nya. Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat
bergantung pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam
perkembangannya anak makin meningkatkan berbagai kemempuan untuk
mengurangi ketergantungan dirinya pada orang lain dan berusaha untuk dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi namun
pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif
manusia merupakan proses psikologi yang didalamnya melibatkan proses
memperoleh, menyusun dan menggunakan pengetahuan serta kegiatan mental
seperti berfikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi dan memecahkan persoalan yang berlangsung melalui interaksi
dengan lingkungan. Kecerdasan (intelegensi) individu berkembang sejalan dengan
interaksi antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang
lainnya begitu juga dengan alamnya. Maka dengan itu individu mempunyai
kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kecerdasan dasar yang
dimiliki.
Konsep-konsep baru mengenai intelegensi muncul pada awal abad ke-20.
Dalam sebuah penelitian, orang-orang diminta untuk menilai perilau mana antara
250 perilaku yang menurut mereka khas menggambarkan orang yang cerdas
(Sternberg, dll. 1981). Sedangkan istilah intelek berasal dari bahasa Inggris
intellect yang menurut Chaplin (1981) dalam Syah (2010:98) diartikan sebagai
berikut.
1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai,
dan kemampuan mempertimbangkan.

3
2. Kemampuan mental atau itelegensi.
David Wechster dalam santrock (1986:166) mendefinisikan intelegensi
mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi
untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia
mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Sedangkan Santrock (2009:151) mengungkapakan intelegensi adalah
“kecerdasan atau keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk
beradaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari”. Artinya bahwa
seorang individu dapat menyelesaikan masalah dengan kemampuan yang
dimilikinya dan berusaha menyesuaikan diri dalam lingkungannya baik yang
datang dari lingkungan internal maupun eksternalnya.
Disisi lain Reber (1988) dalam Syah (2010:131) mengungkapkan bahwa
“intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat”. Jadi intelegensi sebenarnya tidak hanya merambah kualitas otak saja,
melainkan juga kualitas dari organ-organ tubuh yang lainnya.
Menurut Mahfudin Shalahudin (dalam Djamarah 2001:251) dinyatakan
bahwa “intelek” adalah akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk
meletakkan hubungan dari proses berfikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang
yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu
yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu
bertindak cepat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
intelek tidak berbeda dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti
kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga
dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru.
Kecerdasan yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara
adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir,
mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan
persoalan-persoalan. Inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang
memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental
terhadap situsi baru. Dalam arti sempit, inteligensi operasional, termasuk pula

4
tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensorimotoris sampai dengan
operasional formal.
Menurut English dan English dalam bukunya “A Comprehensive
Dictionary of Psichological and Psichoanalytical Terms” yang dikutip oleh
Sunarto (2002) , istilah intelek berarti antara lain: (1) kekuatan mental dimana
manusia dapat berfikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutamam
untuk aktifitas yang berkenaan dengan berfikir (misalnya menghubungkan,
menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi
untuk berfikir.Menurut kamus Webster New World Doctionary of the American
Language dalam Sunarto (2002), intelek berarti:
1. Kecakapan untuk berfikir, mengamati atau mengerti, kecakapan untuk
mengamati hubunga-hubungan, perbedaan-perbedaan dan sebagainya.
Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauan dan perasaan
2. Kecakapan mental yang besar
3. Pikiran
Wechler (1958) dalam Sunarto (2002) merumuskan intelegensi sebagai
“keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah
serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Pakar psikolog maupun orang awam menilai perilaku-perilaku manusia
dengan cara yang sama. Kedua kelompok tersebut sepakat bahwa intelegensi
dapat dipilah menjadi dua dimensi.
1. Kemampuan verbal, tercermin dalam perilaku seperti “kosa kata yang baik”,
“membaca dengan pemahaman yang tinggi”, “berpengetahuan mendalam
dalam suatu bidang pengetahuan tertentu” dan “menunjukkan rasa ingin
tahu”.
2. Keterampilan memecahkan masalah, yang tercermin pada perilaku seperti “
berpikir logis dan jernih”, “mampu menerapkan pengetahuan dalam
menghadapi masalah”, dan “membuat keputusan yang baik”.
Intelegensi secara umum dapat didefinisikan bagaimana intelegensi
ditampilkan dalam perilaku dapat bervariasi dalam budaya-budaya yang berbeda
(Lonner 1990). Intelegensi mudah diketahui dengan melihat tingkah laku atau
perbuatan seseorang dalam menghadapi persoalan. Seseorang yang dapat

5
mengatasi setiap persoalan dengan cepat dan efektif pada situasi yang baru bisa
dikatakan perbuatan inteligen. Kepraktisan inteligen dilihat dari perbuatan nyata
(inteligen praktis). Demikian halnya , tingkah laku intelegensif dibedakan dari
yang kurang intelegensif oleh unsur , seperti pikiran , akal atau rasio.
Jadi, intelegensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak
secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya
dengan cepat.
Seorang individu yang mempunayai intelegensi tinggi cenderung akan
muncul kecerdasannya dalam berbagai lingkungan dimanapun individu itu berada,
yang tentu menjadi harapan keluarga, masyarakat bangsa dan negara untuk
menjadi generasi penerus yang tampil lebih dalam dalam lingkungan
pembelajaran. Seperti yang dikatakan, Slavin dalam Sunarto (2006:163), satu hal
bahwa terdapat orang-orang ‘pandai’ yang dapat diharapkan tampil dengan baik
dalam berbagai jenis situasi pembalajaran .
Kecerdasan ( Intelegensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :
kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang
membentuk pengetahuan dan kesadaran . Kecerdasan sebagai kemampuan untuk
memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat
dipecahkan dan dengan demikian pengetahuanpun bertambah.
Menurut Djaali (2006:63) menyatakan bahwa “Kecerdasan sebagai
pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien”.
Artinya bahwa seorang individu bisa menyelesaikan permasalahan dengan
cepat apabila memadukan dan menyatukan dari berbagai intelegensi-intelegensi ,
sehingga individu tersebut dapat menyelesaiakan permasalahannya dengan
secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas , akan mampu memilih strategi
pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang
yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas , yang sering
membingungkan ialah kenyataannya adanya orang yang kelihatan tidak cerdas

6
kemudian tampil sukses , bahkan lebih sukses dari rekan –rekannya yang lebih
cerdas , dan sebaliknya.
Kesimpulan kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan adaptasi dan
menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam menghadapi berbagai masalah
dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan merupakan
kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan tujuan
hidupnya.

2.1.2 Pengertian bakat


Peserta didik merupakan anak-anak yang memiliki karakteristikunik yang
berbeda-beda, misalnya bakatnya.Secara umum, bakat (aptitude) adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1988 dalam Syah (2010:133). Dengan
demikian sebenarnya setiap orang berbakat, dalam arti berpotensi untuk mencapai
prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.Jadi
secara umum bakat mirip dengan intelegensi.Itulah sebabnya seorang anak yang
berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior)
disebut talented child atau anak berbakat.
Sedangkan menurut Munandar dalam Ali (2005) bakat (aptitude) itu
sendiri mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi
(potential ability) yang masih perlu dikembangkan dan dilatih lebih lanjut. Karena
sifatnya yang masih potensial atau laten, bakat merupakan potensi yang masih
memerlukan pengembangan dan latihan secara serius dan sistematis agar dapat
terwujud. Disisi lain Semiawan dalam Ali (2005) menyimpulkan bahwa bakat
adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan,
baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Bakat umum merupakan
kemampuan yang berupa potensi itu bersifat umum, misalnya bakat intelektual
umum.Biasanya anak yang memiliki bakan umum ini berintelegensi
tinggi.Sedangkan bakat khusus merupakan kemampuan yang berupa potensi itu

7
bersifat khusus, misalnya bakat akademik, bakat kinestetik, bakat seni, atau bakat
sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, U.S. Office of Education dalam Ali (2005)
menekankan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program
pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan agar dapat
merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat dan untuk pengembangan
diri sendiri. Kemudian diungkapkan oleh Ali (2005) bahwa untuk mewujudkan
bakat ke dalam suatu prestasi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan
motivasi. Jika seseorang yang memiliki potensi bakat musik tetapi tidak
memperoleh kesempatan mengembangkannya, maka bakat tersebut tidak akan
berkembang dan terwujud dengan baik (menghasilkan prestasi). Sebaliknya anak
yang pada dasarnya memiliki bakat musik dan orang tuanya mendukung, ia akan
mengusahakan agar anaknya memperoleh pengalaman untuk mengembangkan
bakatnya dan dengan motivasi yang tinggi dapat berlatih sehingga bakatnya
berkembang maksimal dan memperoleh prestasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bakat merupakan potensi
alamiah dalam bidang pengetahuan dan keterampilan yang masih perlu
dikembangkan dan dilatih lebih lanjutmelalui latihan dengan stimulus motivasi
yang tinggi agar dapat berkembang maksimal. Bakat yang berkembang secara
maksimal akan memberikan sumbangan yang berarti, baik untuk masyarakat
maupun untuk pengembangan diri siswa yang bersangkutan.

2.2 Pengukuran Intelegensi


Dalam pembahasan mengenai tes-tes intelegensi yang paling luas
dipakai dan hakikat intelegensi pada tes intelegensi individual yang paling sering
digunakan untuk remaja Binet dan Wechsler.
a. Tes Binet
Binet mengemukakan konsep mental age (MA) (usia mental) yaitu
tingkat perkembangan mental seseorang yang dibandingkaan dengan orang-orang
lain. Binet berpendapat bahwa anak yang terbelakang mental akan menunjukkkan
perilaku yang sama dengan anak normal dengan usia yang lebih muda. Score rata-
rata usia mental (MA) berkaitan dengan “chronological age) (CA) usia kronologis

8
yaitu usia sejak seorang lahir. Anak yang cerdas memiliki MA yang lebih tinggi
dari pada CA , anak yang lambat MA nya dibawah CA.
Istilah “intelegensi Quotient” (IQ) diciptakan pada tahun 1912 oleh
William Stern. IQ adalah usia mental anak dibagi dengan usia klonologis dan
dikalikan seratus.
 Bila usia mental sama dengan usia klonologis, maka IQ orang tersebut adalah
100
 Bila usia mental ada diatas usia klonologis, IQnya lebih dari 100
 Bila usia mental dibawah usia klonologis, maka IQ akkan kurang dari 100
Hasil tes menunjukan bahwa intelegensi yang diukur oleh tes binet
membentuk suatu penyebaran normal berbentuk simetris, sebagian besar skor tes
berada didaerah tengah-tengah rentang skor, dan sejumlah kecil skor berada
diujung-ujung ekstrim dari rentang skor. Tes binet diperbaiki berkali-kali untuk
mengikuti perkembangan dalam pemahaman tentang intelegensi dan tes
intelegensi.
b. Tes Wechsler
Tes Wechsler terdiri dari “Wechsler Adult Integent Scala-Revised”
(WAIS-R) untuk remaja dan orang dewasa, dan “Wechsler Intelegensi Test for
Children-Revised” (WISC-R) yang dapat digunakan untuk anak-anak dan remaja
mulai usia 6-16 tahun.
Jenis Tingkatan IQ
Nama Jenis Tingkatan IQ Frekuensi
SANGAT SUPERIOR > 130
SUPERIOR 110 - 130
NORMAL 90 - 110
DULT NORMAL 70 - 90
DEBIL 50 - 70
EMBISIL 35 - 50
IDIOT < 35

2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi dan Bakat

9
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi
Hingga sekarang sudah banyak beberapa kajian dalam hal intelegensi atau
tingkat IQ seseorang. Menurut Kohstan, intelegensi dapat dikembangkan, namun
hanya sebatas segi kualitasnya, yaitu pengembangan akan terjadi sampai pola
pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu intelegensi, dan
cara-cara berpikir secara metodis.Intelegensi orang satu dengan yang lain
cenderung berbeda-beda. Hal ini karena beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Djaali (2007), faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain sebagai
berikut.
a. Faktor bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas
kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara
lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat
dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekalimeskipun mereka
menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
b. Faktor minat dan pembawaan yang khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif
yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa
yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih
giat dan lebih baik.
c. Faktor pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara
pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau
pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
d. Faktor kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat
dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.Oleh karena itu,
tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan

10
soal soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal soal itu masih
terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum
matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat
dengan faktor umur.
e. Faktor kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas
dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.Kelima faktor diatas
saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk
menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau
berpatokan kepada salah satu faktor saja.
Sedangkan menurut Bayley dalam Bintunahel (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuanintelektual individu, yaitu sebagai berikut.
a. Keturunan
Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua, atau
dengan kakek neneknya menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan
terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.
b. Latar belakang sosial ekonomi
Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi
lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu
mulai 3 tahun sampai dengan remaja.
c. Lingkungan hidup
Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang
kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan
intelegensi adalah panti-panti asuhan serta institusi lainnya, terutama bila anak
ditempatkan disana sejak awal kehidupannya.
d. Kondisi fisik
Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik
yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.
e. Iklim emosi
Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan
mental individu yang bersangkutan.

11
Kemudian diungkapkan oleh Sunarto (2002:106-108), pandangan yang
mengakui bahwa intelegensi adalah faktor bakat dikemukakan oleh aliran
Nativisme. Sementara itu, pendapat bahwa intelegensi dipengaruhi oleh faktor
pengalaman atau lingkungan dikemukakan oleh aliran Empirisme. Sedangkan
berikut merupakan dua faktor yang juga mempengaruhi perkembangan
intelegensi.
a. Peran pengalaman dari sekolah terhadap intelegensi
Penelitian tentang pengaruh pengalaman indra terhadap IQ telah dilaporkan
oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus hasil studinya. Rata-rata nilai IQ
yang diteliti adalah diatas 110. Anak yang mengalami prasekolah sebelum
sekolah dasar menunjukkan perbedaan kemajuan atau nilai rata-rata IQ
(intellegent quotient) mereka lebih besar daripada mereka yang tidak
mengalami prasekolah.
b. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti faktor lingkungan terhadap perkembangan
intelegensi ternyata cukup besar. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang
menggambarkan adanya pengaruh belajar terhadap perkembangan intelegensi
(Natawijaya, Musa. 1992:45), dimana kesamaan IQ adalah karena kesamaan
pengalaman belajar dari lingkungan yang sama.
Jika dua anak kembar diasuh bersama dalam lingkungan yang sama, nilai IQ
mereka akan hampir sama jika dibandingkan dengan bila mereka diasuh
secara terpisah di lingkungan yang berbeda. Demikian pula bila anak-anak
yang berbeda diasuh bersama pada lingkungan yang sama, terdapat korelasi
yang cukup bermakna (+0,24) di antara mereka.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi intelegensi sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang
dengan yang lain adalah (1) pembawaan yang ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri
yang dapat dibawa sejak lahir, (2) kematangan yaitu tiap organ dalam tubuh
manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, (3) minat dan pembawaan
yang khas yaitu motif yang mendorong manusia melakukan perbuatan untuk
suatu tujuan, (4) pembentukan yaitu segala keadaan luar diri seseorang yang
mempengaruhi intelegensi, (5) kebebasan yang berarti bahwa manusia itu dapat

12
memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah, (6) latar belakang
sosial ekonomi, (7) lingkungan tempat tinggal yang bisa mempengaruhi emosi
seseorang, (8) kondisi fisik, (9) pengalaman belajar. Selain itu perlu
digarisbawahibahwa semua faktor tersebut bersangkut paut satu sama lain karena
intelegensi merupakan hal yang menyeluruh.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi bakat


Bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pengembangan agar
dapat diwujudkan dalam bentuk prestasi.Bakat memiliki bidang dan kadar yang
berbeda sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Munandar (1999)
mengungkapkan bahwa yang menentukan keberbakatan seorang individu tidak
hanya karena kemampuan umumnya berada di atas rata-rata, melainkan juga
kreativitas dan pengikatan diri terhadap tugas (task commitment).
Menurut Sunarto (2002:122) berikut merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan minat dan bakat anak.
a. Anak itu sendiri
Misalnya, anak itu kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang
ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau
mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia
mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi seusai
bakatnya.
b. Lingkungan anak
Misalnya, orangtuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan
sarana pendidikan yang dibutuhkan, atau ekonominya cukup tinggi tetapi
kurang memberi perhatian terhadap pendidikan anaknya, sehingga ia
mengalami hambatan dalam mengembangkan bakatnya.
Selain itu menurut Irzu (2011) faktor- faktor yang mempengaruhi
pengembangan minat dan bakat anak adalah sebagai berikut.
1. Anak itu sendiri
Misalnya tidak adanya minat untuk mengembangkan bakat- bakat yang ia
miliki, kurangnya motivasi untuk berprestasi, stamina tubuh, intelegensi,
masalah- masalah pribadi, kesehatan emosional dan mental anak.

13
2. Keluarga.
Misalnya orang tua kurang mampu menyediakan kesempatan dan sarana
pendidikan yang mereka butuhkan, masalah perekonomian yang sulit atau
ekonominya cukup tetapi kurang memperhatikan terhadap pendidikan dan
kebutuhan anak.
3. Lingkungan anak
Lingkungan yang kurang tercipta keamanan dan kebebasan psikologis akan
menghambat kreativitas anak, misalnya ketika anak tersebut dibatasai pola
pikir dan aktivitasnya.
Disisi lain ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat
khusus. Ali (2005) mengelompokkan faktor yang mempengaruhi bakat khusus ke
dalam dua kelompok, yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor-
faktor internal tersebut mencakup: minat, motif berprestasi, keberanian
mengambil resiko, ulet dan tekun, serta kegigihan dan daya juang.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan tempat
seorang anak tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor eksternal meliputi:
kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri, sarana dan prasarana,
dukungan dan dorongan orang tua/keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan
pola asuh.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi bakat yaitu (1) anak itu sendiri, bagaimana motivasi, minat,
intelegensi, kondisi fisik, dan faktor-faktor internal sejenisnya, (2) faktor
lingkungan, seperti dukungan orang tua, tempat tinggal, sarana dan prasarana.

2.4 Karakeristik Perkembangan


2.4.1 Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Perkembangan kognitif bayi sampai kira-kira berusia 2 tahun pada
umumnya mengandalkan observasi dari panca indera dan gerakan tubuh mereka.
Satu tanda dari perkembangan ini adalah memahami objek tetap / permanen. Bayi

14
berkembang dengan cara merespon kejadian dengan gerak refleks atau ’pola
kesiapan’. Mereka belajar melihat diri mereka sebagai bagian dari objek yang ada
di lingkungan.
2.4.2 Tahap Pra-operasional (2-7 tahun)
Pra-operasional ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih awal dan
memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan objek atau benda dan
keterikatan atau hubungan di antara mereka. Pemikiran atau sifat anak yang
aneh /ganjil menunjukkan fakta bahwa mereka pada umumnya tidak mampu
menunjukkan operations (eksploitasi) atau jika mereka bisa menunjukkan
operation maka keadaannya akan terbatas. Mental operations pada tahap ini
sifatnya fleksibel dan dapat berubah. Tahap pra-operasional ini juga ditandai oleh
beberapa hal, antara lain : egosentrisme, ketidakmatangan pikiran / ide / gagasan
tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek yang
mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan
kebingungan tentang identitas orang dan objek.
2.4.3 Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Pada tahap konkrit operasional, penambahan dan pengurangan dalam
hitung-hitungan bukan merupakan aktivitas yang mudah. Konkrit operasional
anak mengenal bahwa ada hubungan antara angka-angka dan bahwa operasi dapat
dilaksanakan menurut aturan tertentu. Pada tahap ini anak menunjukkan
permulaan dari kapasitas logika orang-orang dewasa. Mereka mengerti aturan
dasar dari logika. Bagaimanapun juga, proses berfikir, atau operasi, pada
umumnya melibatkan objek yang kelihatan (konkrit) daripada ide yang abstrak.
Egosentrisme pada tahap ini sudah mulai berkurang. Kemampuan mereka untuk
menggunakan peran dari orang lain dan melihat dunia, dan mereka sendiri, dari
perspektif orang-orang lain sudah berkembang dengan pesat. Mereka mengenal
bahwa orang melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, karena perbedaan situasi
dan perbedaan nilai. Mereka dapat fokus pada lebih dari satu dimensi pada
beberapa waktu. Pada tahap ini juga sudah menunjukkan pemahaman akan hukum
kekekalan (konservasi).
2.4.4 Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)

15
Tingkat operasi formal merupakan tahapan terakhir dari skema Piaget,
yang merupakan tingkatan dari kedewasaan kognitif.  Formal operational
biasanya dimulai pada masa pubertas, sekitar umur 11 atau 12 tahun. Akan tetapi
tidak semua anak memasuki tingkatan ini pada saat pubertas, dan beberapa orang
tidak pernah mencapainya. Tugas utama pada tahap ini meliputi kemampuan
klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan hipotetis. Ada beberapa feature yang
memberi remaja kapasitas lebih besar untuk memanipulasi dan menghargai
lingkungan luar dan dunia imajinasi yang mencakup pemikiran hipotetis,
penyelesaian masalah yang sistematis, kemampuan untuk menggunakan simbol
dan pemikiran deduksi. Remaja dapat memproyeksikan dirinya pada situasi yang
melebihi pengalaman mereka saat itu, dan untuk alasan itu, mereka terbungkus
dalam fantasi yang panjang.

2.5 Implikasi Perkembangan Intelektual dan Bakat dalam


Penyelenggaraan Pendidikan
2.5.1 Implikasi perkembangan intektual dalam penyelenggaraan pendidikan
Intelegensi memainkan peranan yang sangat besar khususnya pengaruh
terhadap tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh peserta didik di lembaga
pendidikan. Mengenai intelegensi Slameto (1987) juga berpendapat bahwa
intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar, intelegensi siswa akan
membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pelajaran yang
telah diberikan. Meskipun begitu prestasi siswa tidak semata-mata ditentukan oleh
tingkat kemampuan intelektual yang dimiliki siswa. Faktor-faktor lain seperti
yang telah disebutkan di atas juga berpengaruh terhadap intelegensi siswa.
Untuk menciptakan faktor-faktor yang mampu mendukung perkembangan
intelegensi, maka sudah sewajarnya jika orang tua ataupun calon guru
memberikan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan
intelegensi siswa.Hal ini diperlukan agar guru tidak memberikan stimulus yang
salah, karena misalnya untuk mengajar seorang anak apalagi remaja seharusnya
guru tidak memposisikan pikiran siswa seperti pikirannya sendiri. Menurut Syah
(2010:73), seyogyanya para calon guru dan orang tua mengetahui bahwa

16
intelegensi (kecerdasan) itu melibatkan interaksi aktif antara siswa dengan dunia
di sekitarnya.

Untuk menciptakan interaksi aktif dengan siswa, seorang guru hendaknya


tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru
ataupun dengan anak-anak, guru perlu mengetahui bagaimana perkembangan
intelegensi remaja. Piaget dalam Sunarto (2002:113) menyebutkan bahwa
sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak
dalam batas-batas tertentu. Kemudian ditambahakan oleh Bruner dalam Sunarto
(2002:113), siswa usia remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol
dengan cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan
pendekatan keterampilan proses (discover approach) dengan memberi penekanan
pada penguasaan konsep-konsep abstrak. Selain itu usia remaja yang masih dalam
proses penyempurnaan penalaran, perlu diberikan cara pengajaran tersendiri
sehingga hasil belajar bisa optimal seiring dengan perkembangan intelektualnya.

Salah satu cara yang bisa dilakukan guru adalah memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengadakan diskusi secara baik serta memberikan tugas-
tugas penulisan makalah (Afandi, 2010). Kegiatan seperti ini diharapkan bisa
menunjang penyempurnaan penalaran remaja. Kemudian guru hendaknya
mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri dalam
hal-hal yang belum tergali dengan sempurna. Cara yang baik dalam mengatasi
bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari
bahwa ada pertimbangan/pengetahuan lain yang mungkin terlupakan atau belum
diketahui.

Disamping itu, salah satu tugas serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh
guru adalah membantu mempengaruhi kemampuan intelektual siswa agar dapat
berfungsi secara optimal dan mencoba melengkapi program pengajaran yang
ditujukan bagi mereka yang lambat dalam belajar. Adapun cara yang dapat
dilakukan oleh guru yaitu dengan memperhatikan kondisi kesehatan fisiksiswa,
membantu pengembangan sifat-sifat positif pada diri siswa, memperbaiki kondisi
motivasi siswa, menciptakan kesempatan belajar yang lebih baik bagi siswa.

17
Dalam membantu mengembangkan sifat-sifat positif pada diri siswa
seperti percaya diri, perasaan diri dihargai, guru dapat melakukan dengan cara
menaruh respect terhadap pertanyaan-pertanyaan serta gagasan-gagasan yang
diajukan siswa sehingga dapat membantu meningkatkan keyakinan diri siswa
serta perasaan bahwa dirinya dihargai. Selain ituagar perasaan-perasaan cemas,
rendah diri, tegang, konflik atau salah dapat dihindari oleh siswa. Sedangkan
untuk memperbaiki kondisi motivasi siswa, guru dapat melakukannya dengan
memberikan insentif atas keberhasilan yang diraih siswa yaitu dapat berupa pujian
ketika mendapatkan nilai yang baik, memberikan kesempatan melaksanakan
tugas-tugas yang relevan, seperti di dalam kelompok diskusi, di muka kelas,
pembuatan karya tulis, dan lain-lain untuk menciptakan kesempatan belajar yang
lebih baik bagi siswa.
Disisi lain untuk menyikapi siswa yang memiliki intelegensi tinggi, guru
perlu memberikan tratmen tersendiri sehingga kemampuan intelegensi siswa
tersebut berkembang maksimal. Salah satu treatmen yang bisa diberikan guru
adalah dengan memberikan tantangan-tantangan baru bagi anak tersebut untuk
mengembangkan pengetahuannya, misalnya dengan memberikan latihan soal
dalam taraf kesulitan yang lebih tinggi daripada yang dikuasainya, atau
menaikkan kelasnya lebih tinggi dari anak-anak berintelegensi rata-rata.Treatmen
seperti ini dibutuhkan agar siswa berintelegensi tinggi tersebut tidak merasa bosan
dengan pelajaran yang disajiakan terlampau mudah baginya.Selain itu, agar siswa
tersebut tidak frustasi karena tuntutan keingintahuannya merasa dibendung secara
tidak adil.

2.5.2 Implikasi perkembangan bakat dalam penyelenggaraan pendidikan


Sampai sekarang belum ditemukan tes bakat khusus yang cukup luas
daerah pemakaiannya (seperti tes intelegensi). Berbagai tes bakat yang sudah ada,
seperti FACT (Flanegen Aptitude Clasification Test) yang disusun oleh Flanegen,
DAT (Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Binnet, M-T test
(Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh Luningprak masih sangat
terbatas jangkauan dan daerah berlakunya. Hal ini disebabkan karena tes bakat
sangat terikat oleh konteks kebudayaan tempat tes itu disusun dan dilaksanakan

18
(Afandi, 2010). Yang harus diukur oleh alat identifikasi adalah baik potensi (bakat
pembawaan) maupun bakat yang sudah terwujud dalam prestasi yang tinggi. Alat
ukur atau tes apa yang dipakai tentu saja tergantung pada macam abkat yang
dicari (Sunarto, 2002:124).

Pengenalan bakat anak sangat bermanfaat bagi orangtua dan guru untuk
memahami dan memberikan perlakuan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka. Dengan mengenal ciri-ciri anak berbakat, orangtua dapat menyediakan
lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak tersebut. Selain itu, dapat
membantu anak-anak dalam memahami potensi dirinya. Disamping itu menurut
Afandi (2010), manfaat lain dari kemampuan orangtua untuk mengenal bakat anak
ialah orangtua dapat membantu sekolah dalam menyusun program dan prosedur
pemanduan anak-anak berbakat, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan
tentang ciri-ciri dan keadaan mereka. Sebagai contoh, orangtua memberi
keterangan tentang hal-hal berikut.
a. hobi dan minat anak yang khusus,
b. jenis buku yang disenangi,
c. masalah dan kebutuhan pokok,
d. prestasi yang pernah dicapai,
e. pengalaman-pengalaman khusus,
f. kegiatan kelompok yang disenangi,
g. kegiatan mandiri yang disenangi,
h. sikap anak terhadap sekolah dan guru,
i. cita-cita masa depan.
Seorang guru hendaknya memberikan stimulus untuk menyempurnakan
pengetahuan/pertimbangan baru kepada siswa untuk menunjang perkembangan
bakat siswa tersebut. Dengan mengenali bakat setiap siswanya, seorang guru bisa
memperlakukan setiap siswa sesuai dengan komposisinya, sehingga siswa akan
merasa aman secara psikologis dan bisa mengapresiasikan bakatnya dengan
optimal. Menurut Afandi (2010), anak akan merasa aman secara psikologis
apabila:

19
a. Guru sebagai pendidik dapat menerima siswa sebagaimana adanya, tanpa
syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi kepercayaan
bahwa pada dasarnya semua siswa baik dan mampu.
b. Guru sebagai pendidik mengusahakan suasana yang mengondisikan anak tidak
merasa dinilai. Sebab, memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan
sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c. Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, dan
perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari
sudut pandang atau pola pikir anak. Dalam suasana seperti ini, anak-anak akan
merasa aman untuk mengungkapkan atau mengekspresikan bakatnya.

Dengan demikian pendidikan hendaknya berfungsi sebagai media


pengembangan dan pembinaan bakat anak, sehingga dunia sekolah tidak hanya
semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat abstrak dan
skolastik saja, namun membantu remaja untuk menentukan pilihan yang tepat
dalam menyiapkan dirinya untuk mencapai tujuan dan karier kehidupan

20
ANALISIS FILM

The Freedom Writer

Awalnya perkembangan intelegensi sebagian besar tokoh yang ada di film


tersebut terhambat. Salah satu faktor penghambatnya adalah latar belakang sosial
ekonomi. Mereka cenderung mempermasalahkan latar belakang sosial sesuai ras
mereka. Sejak kecil pikiran mereka didoktrin untuk melindungi wilayah dan aktivitas
mereka dari ras yang berbeda, sehingga mereka membuat sebuah kelompok dari ras
yang sama untuk melindungi wilayah aktivitas ras mereka sendiri. Mereka tidak segan
untuk menyakiti orang dari ras yang berbeda ketika ada orang lain masuk ke dalam
wilayahnya

Faktor pembentukan dari orang tua yang mengajarkan mereka untuk bisa
membela diri ketika ras berbeda memusuhinya, kian menghambat intelegensi siswa.
Orang tua yang hendaknya mengarahkan anak ke kegiatan yang baik-baik, justru
mendukung anak masuk dunia geng yang begitu keras. Orang tua mereka berpikir
bahwa geng mampu menjadi benteng keselamatan diri. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika mereka cenderung berusaha bertahan hidup melalui tindakan-
tindakan kekerasan daripada melakukan hal-hal positif misalnya sekolah. Bagi mereka
sekolah hanyalah formalitas, dan bertahan untuk tidak “mati” adalah suatu keharusan
pasti, agar ras mereka tidak terus terjajah.

Cara orang tua mengajarkan tindakan kekerasan setiap harinya, juga bisa
menghambat perkembangan intelegensi anak. Pukulan keras pada kepala mungkin saja
bisa merusak kondisi fisik otak mereka. Terlebih lagi dukungan orang tua untuk
bertindak kekerasan bisa merusak pola pikir mereka secara perlahan.

Disamping itu perkembangan bakat mereka yang terhambat, juga lebih banyak
dipengaruhi faktor lingkungan. Mereka tidak mengetahui bakat diri mereka sendiri, dan
cenderung sibuk untuk mengurusi keselamatan diri mereka. Padahal sebenarnya mereka
memiliki bakat yang akan menghasilkan prestasi ketika di jembatani. Salah satu
fenomena yang terjadi pada film tersebut adalah, bakat menggambar cenderung
digunakan untuk melakukan hal-hal negatif misalnya jail terhadap teman, atau membuat
grafiti tidak pada tempat seharusnya misalnya di tembok sekolah. Padalah jika
tersalurkan, bakat menggambar tersebut

Anda mungkin juga menyukai