Anda di halaman 1dari 2

Pemohon pailit Batavia Air, International Lease Finance Coorporation (ILFC) menolak dalil-dalil yang diajukan maskapai

penerbangan nasional tersebut, Senin (21/1). Menurut perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum negara bagian California,
Amerika Serikat tersebut, keadaan gagal bayar Batavia Air tidak termasuk dalam kategori force majeur sebagaimana yang
didalilkan Batavia dalam berkas jawabannya.

Untuk diketahui, dalam berkas jawabannya, Batavia Air meminta ILFC memahami kondisi keuangan perusahaan pengangkut
udara ini. Maskapai memang tidak mengingkari adanya utang senilai AS$4.688.064,07 per 13 Desember 2012, tetapi maskapai
belum dapat membayar kewajibannya karena perusahaan kalah tender pelayanan transportasi ibadah haji dan umroh.

Kekalahan ini menjadi sebab tersendatnya pembayaran. Karena, pesawat yang disewa tersebut diperuntukkan melayani
penumpang yang hendak melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah-Madinah. Sehingga, sumber pembayaran sewa pesawat
berasal dari pelayanan penumpang yang melakukan ibadah haji dan umrah.

Kemudian, Batavia menyebut kondisi ini sebagai force majeur karena perusahaan yang berlogo Trust Us to Fly telah berupaya
dan melakukan hal terbaik untuk memenangkan tender tersebut. Namun apa daya, maskapai burung besi ini gagal
memenangkannya.

Kondisi ini pun segera disampaikan ke ILFC. Batavia meminta agar jadwal pembayaran sewa direstrukturisasi. Batavia merasa
yakin dapat menyelesaikan kewajibannya dalam waktu dekat. Sayangnya, ILFC tak mau tahu kesulitan yang dialami maskapai
ini.

Keengganan ILFC menanggapi permintaan moda transportasi udara ini karena kalah tender bukanlah termasuk kategori force
majeur. Karena, Batavia sepatutnya dapat menduga dan mengetahui risiko jika tidak memenangkan tender.

"Gagal memenangkan tender bukanlah suatu syarat yang mempengaruhi kewajiban membayar utang dan tidak dapat
dikategorikan sebagai force majeur," tulis kuasa hukum ILFC Immanuel Adventius Indrawan dalam berkas repliknya, Senin
(21/1).

Adapun unsur-unsur suatu keadaan dikatakan sebagai force majeur seperti tertuang dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata.
Kondisi tersebut adalah adanya sebab yang tidak terduga oleh para pihak. Lalu, keadaan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang harus melaksanakan prestasi. Serta diluar kesalahan debitor, dan tidak disengaja oleh
debitor, dan debitor tidak berada pada keadaan yang beriktikad buruk.

Unsur ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 409K/Sip/1983, keadaan memaksa harus memenuhi unsur
tidak terduga, tidak dapat dicegah oleh pihak yang memenuhi kewajiban atau melaksanakan perjanjian, dan di luar kesalahan dari
pihak tersebut.

Lebih lanjut, ILFC tak menyia-nyiakan pengakuan Batavia atas adanya perjanjian Aircraft Lease Agreement dan pengakuan
utang tersebut. Oleh karena itu, dalil adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih telah terbukti.

"Berdasarkan Pasal 164 HIR, pengakuan termohon atas adanya utang yang belum dibayar adalah bukti yang sempurna," pungkas
Immanuel.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Batavia Air Raden Catur Wibowo mengatakan tidak akan memberikan duplik. Pihaknya tetap
berpegang pada dalil jawabannya. 

"Oleh karena jawaban kami sudah jelas, kami tetap pada jawaban kami," ucap Catur dalam persidangan, Senin (21/1).

Rupanya, perkara permohonan pailit Batavia Air tidak hanya menjadi urusan ILFC semata. Perkara ini terdengar hingga ke
telinga Herman Suryatna. Melalui kuasa hukumnya, Thomas Edwino meminta majelis agar diizinkan masuk sebagai kreditor lain
dari perkara ini. Batavia memiliki utang senilai Rp10 miliar yang telah jatuh tempo pada Oktober 2012.

Atas intervensi ini, majelis yang diketuai Agus Iskandar mengatakan agar Herman Suryatna berkolaborasi bersama pemohon.
Soalnya, permohonan ini diajukan oleh ILFC dan belum diputus pailit atau tidak. Sayangnya, Thomas Edwino tak bisa
berkomentar lebih banyak kepada wartawan asal sebab utang tersebut muncul.
Atas hal ini, kuasa hukum Batavia Air Raden Catur Wibowo mengakui adanya kreditor Herman Suryatna. Dirinya pun tidak
mempermasalahkan jika Herman masuk sebagai kreditor lain di perkara ini. "Kami tidak berkeberatan jika Herman Suryatna
masuk sebagai kreditor lain," pungkasnya dalam persidangan.

Anda mungkin juga menyukai