Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS

PADA PT METRO BATAVIA (BATAVIA AIR)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Manajemen Strategis

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Andhika Dwi Utama (145134005)
Heidi Theana (145134013)
Tri Haryuni ( 145134029)

3 AMP
POLBAN

Jalan Gegerkalong Hilir, Ciwaruga, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat,


Jawa Barat 40559, Indonesia

2017
Pengertian Etika Bisnis
Menurut Wikipedia, etika bisnis adalah merupakan cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat
membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun
hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham,
masyarakat

Kondisi yang menyebabkan terjadinya pelanggaran Etika Bisnis


Pelanggaran etika bisa saja terjadi akibat salah satu pihak di dalam perjanjian
yang menyalahi aturan kesepakatan yang telah dibuat. Pelanggaran etika bisnis juga
bisa terjadi pada kondisi dimana perjanjian tidak bisa diteruskan karena permasalahan
sepihak sehingga pihak tersebut membuat perjanjian baru dengan pihak lain. Misalnya
seperti pelanggaran etika bisnis dalam aspek perjanjian bisnis, pelanggaran etika
bisnis yang selanjutnya adalah dalam aspek peminjaman modal atau investasi, dll.
Kasus Pelanggaran Etika Bisnis PT. Metro Batavia
(Batavia Air) :

Ini Penyebab Batavia Air Dinyatakan Pailit

TEMPO.CO, Jakarta - Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan,


menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia
(Batavia Air) dinyatakan pailit. "Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku
tidak bisa membayar utang," ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena "force
majeur". Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance
Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak
memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13
Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC
mengajukan somasi atau peringatan. Namun akrena maskapai itu tetap tidak bisa
membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan
tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

Seharusnya, kata Bagus, kuasa hukum Batavia Air harusnya mengajukan "counter"
agar tidak dipailitkan dalam lima hari setelah ada gugatan pailit. "Karena itu tidak
dilakukan oleh Batavia, maka kita mau tidak mau menyidangkan perkara pailit,"
ujarnya.

Ia pun menjelaskan, dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan
bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan
menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-
pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta
adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil "force majeur" untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus
bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia
Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi
selama 8 hari. "Kalau tidak mengajukan, maka pailit tetap," ujarnya.

Kegiatan operasional Batavia Air kemudian akan dialihkan kepada kurator. Batavia Air
sempat disebut-sebut menolak dicabutnya gugatan pailit itu. Hal tersebut menjadi
tanda tanya bagi pengadilan. "Mengapa mereka menolak untuk dicabut?" ujarnya.

Menurut Bagus, Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air
sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun
menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi
di dunia penerbangan.

Analisis Kasus :

PT Metro Batavia (Batavia Air) adalah maskapai penerbangan yang berbasis


di Jakarta dan Surabaya. Memiliki penerbangan domestik dengan 42 tujuan rute
penerbangan. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2002, memulai
dengan satu buah pesawat Fokker F28 dan dua buah Boeing 737-200.
PT Metro Batavia (Batavia Air) berhenti beroperasi di Jakarta Central Court
(JCC) diberikan banding atas kebangkrutan oleh International Lease Finance
Corporation (ILFC) pada tanggal 31 Januari 2013. PT Metro Batavia Air dinyatakan
memiliki utang sebesar US $ 4,68 , dikarenakan mengalami kesulitan keuangan
sehingga PT Metro Batavia (Batavia Air) tidak mampu atau gagal membayar
utangnya.
Salah satu hal yang menyebabkan PT Metro Batavia tidak mampu melunasi
utangnya adalah karena force majure, yang mana PT Metro Batavia menyewa
beberapa pesawat ILFC untuk keperluan haji. Namun kenyataanya PT Metro Batavia
(Batavia Air) tidak memenuhi syarat untuk mengikuti tender yang dilakukan
pemerintah, sedangkan proses penyewaan pesawat pada ILFC telah dilakukan dan
disepakati perjanjiannya. Setelah permasalahan ini dibawa ke persidangan PT Metro
Batavia (Batavia Air) tetap saja tidak mampu melunasi utangnya. Disamping utang
yang tidak kunjung dibayar, dan hal tersebut diperparah lagi dengan terbengkalainya
pesawat-pesawat yang telah disewa oleh PT Metro Batavia (Batavia Air). Dan di lain
pihak ILFC mampu menghadirkan beberapa bukti yang kuat mengenai utang oleh
pihak PT Metro Batavia. Setelah dilalui serangkaian pengadilan, PT Metr o Batavia
(Batavia Air) dinyatakan pailit. Namun sebelum pengadilan keputusan menyatakan PT
Metro Batavia (Batavia Air) akan dipailitkan ternyata pengadilan masih memberi
kesempatan kepada PT Metro Batavia (Batavia Air) untuk melakukan kasasi kurang
lebih selama 8 hari, namun tetap saja PT Metro Batavia (Batavia Air) tidak bisa
melunasi utangnya. Dan setelah dinyatakan pailit, PT Metro Batavia diharuskan untuk
memberi informasi kepada para calon penumpangnya di seluruh Indonesia sebagai
bentuk tanggung jawab terhadap pelayanan kepada para calon penumpang.

Penyelesaiannya :
Berdasarkan kasus di atas karena setelah diberi waktu untuk melunasi utang
tersebut ternyata PT Metro Batavia (Batavia Air) tidak bisa mematuhi perjanjian bisnis
dengan ILFC maka terpaksa PT Metro Batavia (Batavia Air) berdasarkan keputusan
pengadilan dipailitkan. Dan PT Metro Batavia (Batavia Air) diharuskan untuk
menangani dan memberikan penjelasan kepada para calon penumpangnya yang
telah membeli tiket, untuk mengantisipasi adanya kebingungan para calon
penumpang.

Pendapat kelompok :
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa PT Metro Batavia (Batavia Air)
telah melakukan pelanggaran etika bisnis, yaitu PT Metro Batavia (Batavia Air) tidak
mampu memenuhi kewajibannya dalam kesepakatan yang telah dibuat bersama
International Lease Finance Corporation (ILFC) mengenai penyewaan pesawat guna
melaksanakan tender pemerintah atas angkutan haji. Setelah diberi kepercayaan
untuk melunasi utangnya dengan diberi perpanjangan waktu, PT Metro Batavia
(Batavia Air) masih belum mampu melunasi utangnya.
Saran dari kelompok kami sebaiknya dianjurkan PT Metro Batavia (Batavia Air)
sebelum resmi menerima tender pemerintah atas angkutan haji tsb, PT Metro Batavia
(Batavia Air) memperhitungkan terlebih dahulu kemampuan perusahaan apakah
perusahaan mumpuni untuk mengerjakan tender tersebut atau tidak. Lalu perusahaan
seharusnya tidak melakukan kesepakatan bisnis dengan International Lease Finance
Corporation (ILFC) sebelum pengumuman resmi mengenai tender angkutan haji
diterbitkan.

Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan
dan pengeluaran serta bias akan potensi bisnis bahwa semua itu tidak pasti. Oleh
karena itu, pemanfaatan celah pasar yang diharapkan oleh pihak manajemen Batavia
Air tidak berjalan sesuai rencana. Dengan demikian berpijak pada ulasan sebelumnya
terdapat beberapa hal yang dapat diambil hikmahnya dari kasus pailitnya Batavia Air,
yakni:
a. Sense of crisis
Alasan pertama dari sense of crisis yakni pihak manajerial tidak mampu memahami
bahwa kondisi bisnis saat ini tidak pasti, oleh karena itu kepekaan dan ketanggapan
bisnis perlu diperhatikan. Dalam aplikasi penggunaan utang sebagai sumber
pendanaan maka langkah pertama yang harus ditelaah secara mendalam adalah
kemampuan dan kondisi pemasukan bisnis. Sampai di sini dapat ditarik benarng
merah bahwa sense of crisis perlu mendapatkan perhatian serius dari perusahaan-
perusahaan yang berkeinginan bertahan pada kondisi persaingan yang tajam serta
penuh ketidakpastian. Lanjut bahwa apabila perusahaan memiliki sense of crisis maka
pihak manajerial perusahaan dapat bersikap dengan tepat sebelum bahaya itu terjadi.
Dalam kasus Batavia Air, sudah terjadi goncangan barulah mulai memikirkan solusi
untuk menyelesaikannya. Tentu saja hal tersebut terlambat dan ebrakhir dengan pailit.
b. GCG
Seperti yang diketahui bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik saat ini
tidak dapat diabaikan seperti waktu-waktu sebelumnya dan memang hal itu benar
adanya karena melalui tata kelola yang baiklah akan memudahkan proses
operasionalisasi dan perbaikan secara kontinyu. Dalam konteks pailitnya Batavia Air
perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.
c. Lemahnya analis C/B
Analisis cost benefit sangat penting ketika suatu perusahaan hendak membuat
keputusan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan. Karena dari analisis C/B
inilah akan membantu memahami kondisi perusahaan dengan lebih baik. Dalam arti
akan membuka cakrawala kekuatan melunasi utang serta bagaimana keuntungan
lainnya apabila mau menggunakan utang. Dalam konteks Batavia Air ada indikasi
bahwa analisis C/B belumlah dilakukan sepenuhnya sehingga analisis utang
diabaikan dan mengalami utang yang berlebihan, atau dengan kata lain mengalami
kekurangan kemampuan melunasi utang.
d. Harga
Harga memang sangat peka oleh konsumen karena konsumen cenderung lebih
memilih harga yang murah. Dan hal itu memang normal karena lebih kecil jumlah uang
untuk mendapatkan suatu barang maka akan semakin baik adanya. Hanya saja dalam
konteks Batavia Air, untuk menunjang keberlangsungan arus kas masuk
membutuhkan lebih dari hanya sekedar bersaing menggunakan harga sebagai ujung
tombak. Dalam arti membutuhkan aspek lainnya selain harga guna memperkuat arus
kas masuk sehingga laba ditahan pun dapat meningkat, dan apabila kondisi itu terus
berlangsung akan meningkatkan kemampuan melunasi utang.
e. Menggunakan sumber pendanaan berimbang
Maksudnya adalah bagaimana menggunakan sumber pembiayaan atau kombinasi
yang sehat dari dana internal dan dana ekternal. Kasus pailitnya Batavia Air
mengindikasikan penggunaan utang yang berelbihan tanpa analisis yang mendalam.
Oleh karena itu gunakan persentase dana internal dan eksternal yang bijak yang
mana terindikasi dari tidak jangan menggunakan utang sebagai modal utama
operasionalisasi. Memang benar bahwa ada juga perusahaan yang menggunakan
utang sebagai sumber utama pendanaan yakni perusahaan-perusahaan yang
berbisnis dalam lang[angan bisnis perbankan. Nah dalam hal ini dapat dilihat bahwa
karakteristik jenis industri dimana Batavia Air beroperasionaliasi memiliki perbedaan
karakter dengan industri perbankan sehingga sekali lagi persentase penggunaan
utang sebagai sumber pendanaan haruslah benar-benar dianalisis secara mendalam.
Sebaiknya jangan melebihi dari 40% dari total aset yang dimiliki sehingga ketika terjadi
goncangan keuangan masih berpeluang untuk menghasilkan aset.

Batavia Air seperti yang diketahui merupakan suatu organisasi dan yang
namanya organisasi mendeskrisikan kumpulan orang-orang yang secara sadar
bergabung untuk mencapai visi organisasi. Berpijak pada definisi tersebut diketahui
bahwa dalam tubuh Batavia Air terdapat cukup besar tenaga kerja. Nah apa yang
akan terjadi pada mereka ketika Batavia Air dinyatakan pailit? Jawabannya adalah
tenaga kerjanya sudah dipastikan tidak akan bekerja lagi, atau dengan kata lain akan
menganggur. Hal inilah yang perlu dipikirkan oleh pihak manajerial Batavia Air karena
jumlah kapasitas tenaga kerja yang cukup banyak akan berdampak pada aspek makro
dan mikro. Dengan demikian berpijak pada kasus pailitnya Batavia Air, perusahaan-
perusahaan lainnya dapat mempersiapkan program-program khusus guna
menyelamatkan nasib tenaga kerjanya apabila perusahaan tempat mereka bekerja
mengalami kasus yang sama dengan Batavia Air. Dalam jargon manajemen biasanya
disebut sebagai corporate social responsibility (CSR) yakni bagaimana sebuah
perusahaan memahami dan mengerti serta memberikan tangung jawab berupa solusi
kepada stakeholder yang meliputi juga tenaga kerjanya apabila perusahaan
mengalami pailit. Dengan demikian, jalankan program CSR sekarang juga untuk
mempersiapkan sesuatu yang mungkin saja terjadi dari sekarang hingga di masa
depan.

Dengan terjadinya kasus pailit Batavia Air, hendaknya Departemen


Perhubungan untuk membuat peraturan baru dimana deposit travel agent dan deposit
tiket yang belum terpakai untuk ditempatkan dalam escrow account atau akun
penjaminan yang terpisah dari operasional perusahaan penerbangan. Sehingga
dalam kasus-kasus pailit seperti Batavia Air, deposit tersebut dapat diamankan secara
terpisah. Proposal yang kedua adalah kerja sama dari Asosiasi Travel yang telah ada,
antara lain Astindo, Asita, maupun assosiasi-assosiasi lain nya, untuk membuat
sebuah “early detection system”. Early detection ini dapat menggunakan beberapa
indikasi, antara lain: pengurangan rute penerbangan secara signifikan, hutang yang
mulai gagal bayar, analisa perbandingan hutang dengan aset perusahaan, dll.
Dengan fasilitas seperti ini, iuran tahunan assosiasi-assosiasi yang terkadang
berjumlah cukup besar menjadi lebih berguna.

Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis diakses pada tanggal 27 Maret 2017 pukul


16:03
https://m.tempo.co/read/news/2013/01/30/090458040/ini-penyebab-batavia-air-
dinyatakan-pailit diakses pada tanggal 27 Maret 2017 pukul 16:12

Anda mungkin juga menyukai