Anda di halaman 1dari 13

Konsep dasar

Akuntansi

BAND
Bab 6, Kelompok 5 :
1. Indah Dwi A (182010300237)
I
2. Rafika Putri F (192010300015)
3. Qiflainy Shalsa D.M (192010300050)
Manfaat Konsep Dasar

 Menjadi komponen argumen dalam penalaran logis pada


tingkat perekayasaan, penetapan standar, atau penerapan
standar.
 Terrefleksi di basis penyimpulan (basis for conclusion) dalam
rerangka konseptual sebagai hasil perekayasaan.
 Terrefleksi di latar belakang penyimpulan (background
information)
dalam pernyataan standar akuntansi.
 Terrefleksi di kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan
dalam buku pedoman akuntansi.
Konsep Dasar
Paton dan Littleton (P&L)
1. Entitas bisnis atau kesatuan usaha (business entity)
2. Kontinuitas usaha (continuity of activity)
3. Penghargaan sepakatan (measured consideration)
4. Kos melekat (costs attach)
5. Upaya dan hasil/capaian (effort and accomplishment)
6. Bukti terverifikasi dan objektif (verifiable, objective
evidence)
7. Asumsi (assumptions)
Accounting Postulate

Ada 4 dalil utama untuk Konvensi akuntansi:

1. Entity postulate
2. Going-concern postulate
3. Unit of measure postulate
4. Accounting period postulate
Entity Postulate
• Berpendapat bahwa setiap akuntansi unit terpisah dan
berbeda dari pemiliknya dan perusahaan lain
• Membedakan antara bisnis dan transaksi pribadi
• Salah satu cara untuk menentukan unit ekonomi yang
bertanggung jawab untuk kegiatan ekonomi dan kontrol
atas unit tsb
• Menentukan kepentingan ekonomi untuk berbagai
pengguna informasi akuntansi
Going Concern Postulate

1. Berpendapat bahwa aktivitas bisnis akan melanjutkan operasinya


cukup lama untuk merealisasikan proyek, komitmen, dan kegiatan
yang sedang berjalan.
2. Tidak mengharapkan unit untuk dilikuidasi pada masa yang akan datang
atau untuk jangka waktu terbatas.
3. Memberikan laporan keuangan sebagai rangkaian laporan yang terus-
menerus
4. Membenarkan penilaian aset pada basis bebas likuidasi dan memberikan
dasar untuk penyusutan atau pemeliharaan (impairment) aset.
5. Aktiva tetap diamortisasi selama umur ekonomisnya, daripada jangka
likuidasi yang pendek.
6. Mendukung teori manfaat yang mendorong manajer untuk melihat ke
depan dan memotivasi investor untuk melakukan investasi modal ke dalam
perusahaan.
Going Concern Postulate

- Semua ahli teori akuntansi tidak berbagi interpretasi yang sama pada dalil
ini :

• Paton dan Littleton menyatakan ‘kemungkinan tiba-tiba penghentian kegiatan tidak bisa
menjadi dasar akuntansi

• Chamber memandang sbg kejadian yang terus menerus dari likuidasi teratur, ketimbang
likuidasi paksaan
Unit of Measure Postulate

1. Diperlukan untuk mencatat transaksi perusahaan dalam cara atau


unit moneter yang seragam
2. Akuntansi dapat menjadi proses pengukuran dan komunikasi yang
dapat diukur dalam unit moneter
3. Dua pembatasan prinsip dari akuntansi :
• Informasi akuntansi diukur dan membatasi prediksi informasi non -
keuangan
• Unit moneter memiliki unit daya beli yang tidak dapat ditentukan secara
akurat dan stabil.
The accounting period postulate
1. Berpendapat bahwa laporan keuangan yang menggambarkan
perubahan dalam kekayaan perusahaan harus diungkapkan secara
berkala.
2. Durasi periode mungkin bervariasi tetapi pajak penghasilan memerlukan
penentuan pendapatan pada dasar tahunan, atau periode praktek bisnis
normal.
3. Lebih banyak perusahaan mengeluarkan laporan interim untuk lebih
update dan informasi yang dapat dipercaya.
4. Memaksakan akrual dan deferrals, diperlukan penyusunan posisi
keuangan dalam hal biaya dibayar di muka, pendapatan belum diterima,
gaji terutang dan biaya depresiasi.
5. Akuntan mungkin harus bergantung pada pengalaman dan penghakiman
untuk menentukan perlunya akrual dan deferrals
Contoh Kasus
Aspek Akuntansi Kasus Pailit PT Telkomsel

Kasus pailit PT Telkomsel pada dasarnya berada pada ranah hukum, namun substansi dari kasus ini merupakan pemahaman
atas konsep dasar akuntansi yaitu pengakuan utang piutang. Seperti kita ketahui bersama, kasus ini bermula dari sengketa
utang piutang antara PT Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika. Pada tanggal 1 Juni 2011 PT Telkomsel
menandatangani memorandum of understanding (MoU) nomor PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011
dengan Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) untuk menjual produk PT Telkomsel, yakni kartu perdana dan voucher isi
ulang (disebut dengan kartu prima) kepada para atlet di Indonesia. Untuk mengeksekusi MoU tersebut, YOI kemudian
menunjuk PT Prima Jaya Informatika.
Pada tanggal 20 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika yang dalam hal ini bertindak sebagai distributor PT Telkomsel
mengajukan Purchase Order (PO) kepada PT Telkomsel untuk membeli kartu prima senilai Rp. 2,26 miliar. PO tersebut oleh
PT Telkomsel tidak dipenuhi. Pada tanggal 21 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika kembali mengajukan PO kedua senilai Rp
3 miliar. Namun sama dengan PO sebelumnya, oleh PT Telkomsel juga tidak dipenuhi. Nah disinilah timbul masalahnya. PT
Prima Jaya Informatika mengganggap kedua PO yang tidak dipenuhi ini senilai total Rp. 5,26 miliar adalah merupakan
piutang yang telah jatuh tempo. Tidak dipenuhinya kedua PO tersebut menurut PT Telkomsel karena PT Prima Jaya
Informatika tidak memenuhi ketentuan kontrak. Kasus ini kemudian disengketakan ke pengadilan hingga berujung pada
kepailitan PT Telkomsel di Pengadilan Niaga Jakarta tanggal 14 September 2012. Menurut pertimbangan hakim Pengadilan
hari itu, janji sudah dapat dikatagorikan sebagai utang, sedangkan utang adalah kewajiban yang bisa dikuantifikasi dengan
uang.
Jika membeli, bukannya seharusnya si pembeli menyerahkan uang terlebih dahulu baik sebagai uang muka atau senilai dari
barang yang akan dibeli. Atau jika pembelian dilakukan secara kredit, berarti si pembeli berhutang kepada si penjual bukan?
Kok dalam kasus ini justru sebaliknya, Telkomsel malah yang jadi berhutang kepada si pembeli (PT Prima Jaya
Telekomunikasi). Inilah alasan PT Telkomsel melakukan perlawanan terhadap tuntutan hukum PT Prima Jaya Informatika
karena PT Telkomsel menganggap utang belum terjadi.
Secara akuntansi, Piutang termasuk kategori aset keuangan yang diatur di PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan) No. 55 dan termasuk ke dalam klasifikasi “Pinjaman yang diberikan
dan Piutang”. Menurut standar ini, yang termasuk ke dalam klasifikasi “Pinjaman yang diberikan
dan piutang” adalah aset keuangan yang bukan derivatif, dengan pembayaran tetap atau telah
ditentukan dan tidak diperdagangkan di pasar aktif. Selanjutnya, pengertian dari piutang adalah
aset keuangan yang mencerminkan hak kontraktual untuk menerima sejumlah kas atau aset
keuangan lainnya di masa depan. Dengan demikian, piutang mencerminkan hak tagih terhadap
pihak lain atas kas atau aset keuangan lainnya.
Didalam akuntansi ada yang dikenal dengan istilah substance over form yang artinya substansi
mengungguli bentuk hukum. Pengakuan kejadian ekonomi secara akuntansi lebih konservatif
daripada pengakuan secara hukum. Kongkritnya jika suatu kejadian ekonomi telah terjadi namun
bentuk formal legalnya belum ada, maka kejadian tersebut sudah bisa dicatat secara akuntansi.
Sebagai contoh nyata dalam bisnis telekomunikasi. Jika pelanggan pasca bayar belum
menerima tagihan (bukti hukum) penggunaan pulsa, namun si pelanggan tersebut telah
menggunakan pulsa tersebut, maka pada periode pelaporan oleh operator yang
bersangkutan, kejadian ini sudah dicatat sebagai piutang dan pendapatan. Atau contoh
lain lagi, jika tagihan (bukti hukum) dari bank atas bunga pinjaman yang diberikan belum
diterima oleh suatu perusahaan pada tanggal pelaporan, tetapi selama periode tersebut
perusahaan telah menikmati pinjaman tersebut, maka pada tanggal pelaporan
perusahaan sudah harus mengakui beban bunga dan hutang (akrual) bunga. Bahkan atas
suatu piutang, perusahaan sudah mencadangkan piutang yang kemungkinan tidak dapat
ditagih.
saya mengajak para pembaca untuk berpikir secara logis. Apakah permintaan pembelian
(PO) yang tidak dipenuhi bisa langsung dikatakan sebagai piutang? statusnya saja
masih permintaan pembelian, serah terima barang pun belum terjadi, apalagi melakukan
penagihan (invoicing), mengapa malah dikatakan piutang telah jatuh tempo?
Mendefenisikan utang saja kedua belah pihak belum satu persepsi. Oleh karena itu wajar
saja beberapa pakar hukum mengatakan bawa jika status utangnya saja masih sengketa,
sebaiknya diselesaikan dulu di ranah perdata, jangan langsung dipailitkan. Jika ini bisa
dikatakan utang, maka kekacauan dalam dunia bisnis di Indonesia pasti akan terjadi.
Dengan gampangnya nanti setiap perusahaan membuat PO kepada perusahaan lain
dengan atau tanpa MoU yang pernah ditandatangani, lalu kemudian mengklaimnya
melalui pengadilan niaga, tanpa perlu ada penyerahan barang dan penagihan. Perusahaan
tersebut pasti dengan gampangnya akan merujuk pada kasus PT Telkomsel ini. “Dulu
dalam kasus PT Telkomsel saja pengadilan mengganggap ini sebagai piutang kok”. Kalau ini
memang terjadi, bisa makin suram iklim bisnis negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai