Anda di halaman 1dari 2

KASUS PT TELKOMSEL

“PENGAKUAN UTANG PIUTANG”

Seperti kita ketahui bersama, kasus ini bermula dari sengketa utang piutang antara
PT Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika. Pada tanggal 1 Juni 2011 PT Telkomsel
menandatangani memorandum of understanding (MoU) nomor PKS.591/LG.05/SL-
01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011 dengan Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI)
untuk menjual produk PT Telkomsel, yakni kartu perdana dan voucher isi ulang (disebut
dengan kartu prima) kepada para atlet di Indonesia. Untuk mengeksekusi MoU tersebut,
YOI kemudian menunjuk PT Prima Jaya Informatika.
Pada tanggal 20 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika yang dalam hal ini bertindak
sebagai distributor PT Telkomsel mengajukan Purchase Order (PO) kepada PT Telkomsel
untuk membeli kartu prima senilai Rp. 2,26 miliar. PO tersebut oleh PT Telkomsel tidak
dipenuhi. Pada tanggal 21 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika kembali mengajukan PO
kedua senilai Rp 3 miliar. Namun sama dengan PO sebelumnya, oleh PT Telkomsel juga
tidak dipenuhi. Nah disinilah timbul masalahnya. PT Prima Jaya Informatika mengganggap
kedua PO yang tidak dipenuhi ini senilai total Rp. 5,26 miliar adalah merupakan piutang
yang telah jatuh tempo. Tidak dipenuhinya kedua PO tersebut menurut PT Telkomsel
karena PT Prima Jaya Informatika tidak memenuhi ketentuan kontrak, sehingga tidak saya
bahas dalam tulisan ini. Kasus ini kemudian disengketakan ke pengadilan hingga berujung
pada kepailitan PT Telkomsel di Pengadilan Niaga Jakarta tanggal 14 September 2012.
Menurut pertimbangan hakim Pengadilan hari itu, janji sudah dapat dikatagorikan sebagai
utang, sedangkan utang adalah kewajiban yang bisa dikuantifikasi dengan uang.
Jika membeli, bukannya seharusnya si pembeli menyerahkan uang terlebih dahulu
baik sebagai uang muka atau senilai dari barang yang akan dibeli. Atau jika pembelian
dilakukan secara kredit, berarti si pembeli berhutang kepada si penjual bukan? Kok dalam
kasus ini justru sebaliknya, Telkomsel malah yang jadi berhutang kepada si pembeli (PT
Prima Jaya Telekomunikasi). Inilah alasan PT Telkomsel melakukan perlawanan terhadap
tuntutan hukum PT Prima Jaya Informatika karena PT Telkomsel menganggap utang belum
terjadi.
Sebelum berbicara akuntansi, saya mengajak para pembaca untuk berpikir secara
logis. Apakah permintaan pembelian (PO) yang tidak dipenuhi bisa langsung dikatakan
sebagai piutang? statusnya saja masih permintaan pembelian, serah terima barang pun
belum terjadi, apalagi melakukan penagihan (invoicing), mengapa malah dikatakan piutang
telah jatuh tempo? Mendefenisikan utang saja kedua belah pihak belum satu persepsi.
Makanya wajar saja beberapa pakar hukum mengatakan bawa jika status utangnya saja
masih sengketa, sebaiknya diselesaikan dulu di ranah perdata, jangan langsung dipailitkan.
Jika ini bisa dikatakan utang, maka kekacauan dalam dunia bisnis di Indonesia pasti akan
terjadi. Dengan gampangnya nanti setiap perusahaan membuat PO kepada perusahaan lain
dengan atau tanpa MoU yang pernah ditandatangani, lalu kemudian mengklaimnya melalui
pengadilan niaga, tanpa perlu ada penyerahan barang dan penagihan. Perusahaan tersebut
pasti dengan gampangnya akan merujuk pada kasus PT Telkomsel ini. “Dulu dalam kasus
PT Telkomsel saja pengadilan mengganggap ini sebagai piutang kok”. Kalau ini memang
terjadi, bisa makin suram iklim bisnis negeri ini.
Secara akuntansi, Piutang termasuk kategori aset keuangan yang diatur di PSAK
(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 55 dan termasuk ke dalam klasifikasi
“Pinjaman yang diberikan dan Piutang”. Menurut standar ini, yang termasuk ke dalam
klasifikasi “Pinjaman yang diberikan dan piutang” adalah aset keuangan yang bukan
derivatif, dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan tidak diperdagangkan di pasar
aktif. Selanjutnya, pengertian dari piutang adalah aset keuangan yang mencerminkan hak
kontraktual untuk menerima sejumlah kas atau aset keuangan lainnya di masa depan.
Dengan demikian, piutang mencerminkan hak tagih terhadap pihak lain atas kas atau aset
keuangan lainnya.
Didalam akuntansi ada yang dikenal dengan istilah substance over form yang
artinya substansi mengungguli bentuk hukum. Pengakuan kejadian ekonomi secara
akuntansi lebih konservatif daripada pengakuan secara hukum. Kongkritnya jika suatu
kejadian ekonomi telah terjadi namun bentuk formal legalnya belum ada, maka kejadian
tersebut sudah bisa dicatat secara akuntansi. Sebagai contoh nyata dalam bisnis
telekomunikasi. Jika pelanggan pasca bayar belum menerima tagihan (bukti hukum)
penggunaan pulsa, namun si pelanggan tersebut telah menggunakan pulsa tersebut, maka
pada periode pelaporan oleh operator yang bersangkutan, kejadian ini sudah dicatat sebagai
piutang dan pendapatan. Atau contoh lain lagi, jika tagihan (bukti hukum) dari bank atas
bunga pinjaman yang diberikan belum diterima oleh suatu perusahaan pada tanggal
pelaporan, tetapi selama periode tersebut perusahaan telah menikmati pinjaman tersebut,
maka pada tanggal pelaporan perusahaan sudah harus mengakui beban bunga dan hutang
(akrual) bunga. Bahkan atas suatu piutang, perusahaan sudah mencadangkan piutang yang
kemungkinan tidak dapat ditagih. Sangat konservatif bukan?
Berdasarkan prinsip akuntansi, pengakuan akuntansi lebih konservatif daripada
hukum, namun dalam kasus ini justru hukum lah yang lebih konservatif dari akuntansi.
Inilah yang membuat para praktisi akuntansi geleng-geleng kepala.
Singkatnya, secara akuntansi semua utang piutang yang telah dicatat di dalam
laporan keuangan perusahaan tersebut adalah benar-benar utang dan piutang perusahaan
tersebut. Klaim perusahaan atas aset perusahaan lain sesuai defenisi piutang dalam PSAK
55 tertera secara langsung dalam laporan keuangan. Jika belum muncul di laporan
keuangan pasti saja belum dianggap sebagai utang piutang. Nah lebih jauhnya mari kita
lihat pada laporan keuangan kedua perusahaan tersebut. Apakah di laporan keuangan PT
Prima Jaya Informatika pada bulan pelaporan gugatan tersebut diajukan ke pengadilan
kedua PO tersebut sudah dicatat sebagai piutang, sebaliknya apakah di laporan keuangan
PT Telkomsel pada bulan pelaporan gugatan tersebut diajukan ke pengadilan kedua PO
tersebut sudah dicatat sebagai utang.

Anda mungkin juga menyukai