Anda di halaman 1dari 12

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN TERHADAP KARYAWAN

(Analisis Putusan Mahkamah Agung No.186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015


joNo.557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018)

Sofia Manik
Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular
Jalan Cipinang Besar No.2. 68 Jakarta Timur13410, Indonesia
email:sofiamanik1@gmail.com, inaheliany@mputantular.ac.id
Dr. Ina Heliany, S.H., M.H.

Abstrak

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-
pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Masalah akan timbul ketika
perusahaan yang mempekerjakan pekerja/karyawan tersebut dinyatakan pailit (bankrupt) oleh
putusan Pengadilan Niaga. Perusahan tidak lagi menjadi pihak yang memenuhi hak-hak atas
kesejahtraan bagi karyawan, melainkan telah berpindah kepada kurator. Berdasarkan paparan
diatas maka skripsi ini meneliti tentang Bagaimana pertimbangan Mahkamah Agung terhadap
Karyawan PT. United Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan di
Indonesia? Bagaimana implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap karyawan ketika
perusahaan di nyatakan pailit? Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi
adalah yuridis normatif. Berdasarkan kesimpulan diketahui bahwa Pertimbangan hukum
Mahkamah Agung terhadap karyawan PT. United Coal Indonesia (dalam pailit), bahwa
dalam pembuktian pembagian akhir harta pailit yang dilakukan oleh kurator telah tepat dalam
melakukan tugasnya sesuai dengan asas keadilan, peraturan perundang-undangan dan telah
sesuai dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013. Dalam hal
perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan peraturan perundang-undangan upah dari
karyawan/perkerja merupakan utang yang di dahulukan pembayarannya. Posisi kedudukan
karyawan diberikan hak istimewa sebagai kreditor yang mana pemenuhan haknya merupakan
prioritas pertama sehingga PT. United Coal Indonesia harus membayar tagihan upah
karyawan/pekerja.

Kata Kunci : Kepailitan, Karyawan, Kurator, Debitor, Kreditor, Pengadilan Niaga,


Mahkamah Agung

PENDAHULUAN
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak
mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (Financial
distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan
merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan
debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk
mengajukan, baik yang di lakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun untuk

1
permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu permohonan pernyataan ke
Pengadilan.1 Permohonan pernyataan pailit dapat di kabulkan jika persyaratan
kepailitan telah terpenuhi: 1. debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor; 2.
debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat di tagih.2
Dalam hubungan pekerja/karyawan karena dilaksanakan berdasarkan
perjanjian kerja, akan timbul hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan penerima
kerja. Pengusaha atau perusahaan memiliki hak, misalnya mendapatkan hasil produksi
barang atau jasa yang di lakukan oleh buruh. Keadaan tersebut ada dalam kondisi
normal, yakni perusahaan secara normal dan regular dapat membayar seluruh upah
bagi pekerja/karyawan dan ketika berhenti bekerja atau terjadi pemutusan hubungan
kerja pesangon dapat di bayarkan juga kepada pekerja/karyawan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di bidang perburuhan atau ketenagakerjaan yang ada.
Dalam hal ini pekerja/karyawan ingin sekali memperjuangkan haknya atas upah
dan pesangon yang sering kali sulit untuk di dapat karena keberadaan kreditor
separatis (kreditor yang memiliki hak jaminan hutang kebendaan), sebagai pihak yang
menjadi prioritas dalam pembagian harta ketika terjadi pailit. Karyawan hanya
dianggap sebagai kreditor, yang pembayaran utangnya di lakukan setelah utang negara
(pajak) dan utang kreditor separatis selesai di bayarkan. Dengan kata lain
pekerja/karyawan memiliki hak istimewa yang tidak lebih tinggi dari kreditor separatis
dan utang pajak.
Masalah akan timbul ketika perusahaan yang mempekerjakan pekerja/karyawan
tersebut dinyatakan pailit (bankrupt) oleh putusan Pengadilan Niaga. Maka akan timbul
persoalan karena perusahan tidak lagi menjadi pihak yang memenuhi hak-hak atas
kesejahtraan bagi karyawan, melainkan telah berpindah kepada kurator. Perusahaan
ketika masih dapat beroperasi dengan baik, kepentingan dan hak-hak
pekerja/karyawan, masih dapat di akomodasi oleh manajemen perusahaan. Tetapi
ketika perusahaan tersebut mendapatkan terpaan krisis atau masalah keuangan (pailit)
seringkali hak-hak pekerja/karyawan tidak bisa di akomodasi lagi bahkan di lupakan
oleh manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang di perintahkan untuk mengurusi

1
Ahmad Yani, 2002. Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
hal. 11.
2
Gunawan Widjaja. 2004. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
persada. hal. 85.

2
masalah keuangan dan asset perusahaan.3 Di Indonesia ketentuan Pasal 39 Undang-
Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur mengenai
akibat kepailitan terhadap perjanjian kerja. Dari ketentuan tersebut di ketahui bahwa
pekerja/karyawan yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja.
Namun pihak lain, Kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka
waktu menurut persetujuan atas menurut ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.4 Kepentingan pekerja/karyawan suatu perusahaan yang dinyatakan pailit
adalah berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon. Maka dari itu sangat di
perlukannya perlindungan hukum terhadap pekerja atau karyawan pada kasus
kepailitan tersebut.

PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka ada pertanyaan
penting yaitu:
a. Bagaimana pertimbangan Mahkamah Agung terhadap Karyawan PT. United
Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan di
Indonesia?
b. Bagaimana implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap karyawan
ketika perusahaan di nyatakan pailit?

METODE PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini di butuhkan data yang akurat, yang berasal dari studi
dokumentasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada pada skripsi ini. Oleh
karena itu penelitian yang di gunakan adalah menggunakan metode penelitian yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif mengacu pada peraturan perundang-undangan
dan keputusan pengadilan, penelitian hukum normatif mencakup asas-asas hukum,
penelitian terhadap sistematika hukum dan sinkronisasi hukum serta penelitian
terhadap sejarah dan perbandingan hukum. Bahan hukum yang di gunakan adalah :
1. Bahan Hukum Primer yaitu :
a. Undang-Undang Dasar 1945
3
Ali Rido. 1998. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan Koperasi, Yayasan
Wakap. Bandung : Alumni. hal. 78.
4
Man S. Sastrawidjaja. 2010. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung :
P.T Alumni. hal. 118.

3
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);
c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);
d. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
e. Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
f. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;
g. Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015;
h. Putusan Mahkamah Agung Nomor Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018;
i. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013;
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang berupa
rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku, buku teks,
jurnal, media cetak dan media elektronik.

PEMBAHASAN
Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata “pailit” yang berasal dari kata bahasa
Belanda “failliet”.5 Kata “faillief” berasal dari kata bahasa Perancis “faillite” yang berarti
pemogokan atau kemacetan pembayaran. Berbagai defenisi tentang kepailitan menurut
hukum telah banyak di kemukakan oleh beberapa ahli hukum, yang melihat dari berbagai
sudut pandang.
Salah satunya yaitu Purwosutjipto, yang menyatakan bahwa “pailit” adalah keadaan
berhenti membayar (utang-utangnya)6 sedangkan Subekti menyatakan kepailitan adalah
eksekusi massal yang di tetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta dengan
melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada
pada waktu pernyataan pailit maupun yang di peroleh selama kepailitan berlangsung, untuk
kepentingan semua kreditor, yang di lakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.7
Kepailitan menurut undang-undang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
yaitu sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam

5
Rachmadi Usman. 2004. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. hal
11.
6
H.M.N. Purwosutjipto. 1999. Pengertian dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta : Djambatan.
hal 28.
7
Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Dagang. Jakarta : Intermasa. hal. 28.

4
Undang-Undang ini. Kepailitan dimaksud untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau
eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama
sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-
masing.

Pertimbangan hukum Mahkamah Agung terhadap karyawan PT. United Coal


Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia.
Pertimbangan hukum berisi mengenai analisis, argument, pendapat atau
kesimpulan hakim dari hakim yang memeriksa perkara. Biasanya terdapat
pertimbangan yang sering kali dijadikan alasan atau dasar bagi pihak yang dikalahkan
untuk melakukan upaya hukum selanjutnya, dengan menganggap bahwa suatu putusan
tidak memiliki cukup pertimbangan, sehingga berharap putusan tersebut dibatalkan.
Seperti yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 672 K/Sip/1972, bahwa
putusan harus dibatalkan, karena tidak cukup pertimbangan. 8
PT. United Coal Indonesia yang beralamat di Sudirman Plaza Marein 11 th Floor, Jalan
Jenderal Sudirman Kav. 76-78. Jakarta. PT. United Coal Indonesia ini bergerak sebagai
perusahaan pertambangan batu bara di Samarinda. Permohonan kepailitan tersebut
diajukan karena adanya hak-hak kreditor lain yang diajukan, yaitu untuk membantu
karyawan PT. United Coal Indonesia cabang site Palaran yang upahnya tidak dibayar
selama 3 bulan berturut-turut sejak bulan Juni, Juli dan Agustus oleh PT. United Coal
Indonesia utang tersebut sudah jatuh tempo.9 Setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga, untuk selanjutnya pengurusan dan pemberesan harta pailit debitor dilakukan
oleh Kurator selaku pihak yang di tunjuk oleh pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta debitor pailit.
Bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari penetapan jumlah pembagian, ada
beberapa hal yang perlu dianalisis dalam pertimbangan hukum pada putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, yakni adalah pembuktian bahwa kurator
kurang tepat dalam melakukan tugasnya sesuai dengan asas keadilan peraturan
perundang-undangan yang telah sesuai dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 67/PUU/XI/2013.
8
M.Yahya Harahap. 2007. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika. hal. 809-810.
9
Pebrianto Eko Wicaksono. 2014. United Coal di gugat pailit. Diakses dari:
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2118397/united-coal-indonesia-digugat-pailit. Tanggal 13 Oktober
2014.

5
Hal tersebut akan Peneliti analisis secara mendetail sehingga mudah untuk
menjabarkannya, adapun analisis Penelitian adalah sebagai berikut:
a. Bahwa kurator telah memenuhi ketentuan sesuai dengan asas keadilan.
Dalam Undang-Undang Kepailitan menjelaskan mengenai Asas Keadilan Dalam
kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai
kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berwenang. Asas
keadilan ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang
mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan
tidak memperdulikan Kreditor lainnya”. Prinsip Keadilan yang dimaksud oleh
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah
keadilan bagi semua yang terkait kepentingannya dengan kapailitan debitor. Hal ini
bermakna bahwa keadilan tidak hanya ditunjukkan kepada debitor semata, akan
tetapi kepada kreditor maupun pihak yang ketiga yang terimbas atau terkait dengan
kepailitan debitor. Misalnya para pekerja debitor atau pihak ketiga lainnya. Prinsip
dari keadilan ini bertujuan mencegah kesewengan-wenangan kreditor yang
berkepentingan langsung dengan harta pailit. Prinsip keadilan terkandung dalam
Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

b. Bahwa kurator telah sesuai dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
67/PUU/XI/2013.
Dengan demikian maka urutan dan kedudukan kreditor yang ditentukan dalam
Putusan Mahkah Konstitusi tersebut adalah sesuai dengan yang ditentukan oleh
Termohon dan Hakim Pengawas yakni: Urutan dan kedudukan kreditor yang di
tentukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013 yakni
sebagai berikut:
1. Urutan pertama : Kreditor Preferen Buruh, dalam hal ini tagihan upah.
Dalam hal ini, kreditor preferen buruh mendapat bagian sebesar
Rp.12.288.085.500,- (dua belas miliar dua ratus delapan puluh
delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah) dalam hal ini
adalah gaji karyawan.
2. Urutan kedua : Kreditor Separatis

6
Terdapat 1(satu) kreditor separatis yaitu PT. Bank Mandiri (Persero)
Tbk, hanya menerima Rp.14.000.000.000,- (empat belas miliar rupiah)
atau hanya sebesar 4.99% dari nilai seluruh tagihan yang diakui.
3. Urutan ketiga : Kreditor Preferen Buruh, dalam hal ini tagihan
pesangon.
Besarnya utang pesangon yang seharusnya dibayarkan kepada
karyawan sebesar Rp.10.011.914.500,- (sepuluh miliar sebelas juta
sembilan ratus empat belas ribu lima ratus rupiah).
4. Urutan keempat : Kreditor Tagihan Kantor Pajak
Dalam hal ini kreditor preferen pajak mendapatkan bagian sebesar
Rp.2.549.161.883,- (dua miliar lima ratus empat puluh sembilan juta
seratus enam puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh tiga
rupiah) atau hanya sebesar 5,88% dari nilai seluruh tagihan yang
diakui.
5. Urutan kelima : Kreditor Konkuren
Kreditor konkuren hanya mendapat bagian sebesar
Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dari 160 (setatus enam puluh)
kreditor konkuren, yang mengajukan tagihan sebesar 88 (delapan
puluh delapan) kreditor dan sebanyak 72 (tujuh puluh dua) kreditor
yang diakui oleh debitor.
Dalam perkara ini Gaji Karyawan PT. United Coal Indonesia terdapat
tagihan sebesar Rp.12.288.085.500,- (dua belas miliar dua ratus delapan puluh
delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah), dimana berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU/XI/2013 tanggal 11
September 2014 disebutkan bahwa kedudukan dan hak tagih Gaji Karyawan
berada diatas seluruh kreditor lainnya, termasuk kreditor Preferen dalam hal ini
adalah Kantor Pajak.
Berdasarkan uraian diatas adalah tepat jika majelis hakim dalam
pertimbangannya menganggap bahwa kurator telah memenuhi seluruh unsur-
unsur yang sesuai dengan Prinsip keadilan dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah ada.

Implikasi Putusan Pailit Terhadap Karyawan

7
Sebenarnya tujuan di dirikannya suatu proses di muka pengadilan adalah
untuk memperoleh putusan hakim. 10 Putusan hakim atau biasanya disebut
dengan istilah putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat di inginkan
atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak yang berperkara guna menyelesaikan
sengketa diantara para pihak dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan
hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya keadilan
dalam perkara yang mereka hadapi.11
Putusan hakim ditinjau dari sifatnya, maka putusan hakim ini di
pengadilan adalah putusan Condemnatoir (menghukum) dimana pihak yang
dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi prestasi. Di pengadilan putusan
Condemnatoir ini mempunyai kekuatan mengikat terhadap salah satu pihak yang
di kalahkan dalam persidangan untuk memenuhi prestasinya sesuai dengan
perjanjian yang sebelumnya telah mereka sepakati bersama ditambah bunga dan
biaya-biaya persidangan dan eksekusi, yang mana pelaksanaanya eksekusi
terhadap barang-barang yang menjadi jaminan atas perikatan dapat
dilaksanakan dengan cara paksa oleh panitera pengadilan yang di bantu oleh
apparat territorial (apparat pemerintah) setempat. Eksekusi berasal dari kata
eksecutie, artinya melaksanakan putusan hakim
Jika dikaitkan dalam sebuah putusan Pengadilan Niaga tentang kepailitan,
sejak debitor dinyatakan pailit, upah karyawan dianggap utang harta pailit,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.12 Dan jika dikaitkan dengan salah satu sifat
putusan tersebut maka putusan hakim ini termasuk dalam putusan
Condemnatoir, yang mana putusan tersebut dapat di eksekusi (dapat
dilaksanakan).
Akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja jika ditinjau dari tenaga
kerja/karyawan. Dilihat dari suatu pandang tenaga kerja/karyawan, dari
pemutusan hubungan kerja dapat mengakibatkan kehilangan nafkah dan
kehilangan status bagi para tenaga kerja/karyawan. Sehingga dari hal tersebut
berdampak buruk terhadap karyawan salah satu akan kesulitan dalam

10
M.Nur Rasaid. 2003. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika Offset. hal. 48.
11
Moh. Taufik Makarao. 2004. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal.124.
12
Susanti Adi Nugroho. 2018. Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan
Hukumnya. Jakarta : Prenadamedia Grup. hal. 348.

8
membiayai kehidupan rumah tangganya terutama bagi kepala rumah tangga
yang menjadi pekerja tunggal dalam menghidupi istrinya dan membiayai sekolah
anak-anaknya. Dalam hal yang telah diuraikan diatas, maka Akibat Hukum
kepailitan PT. United Coal Indonesia terhadap karyawannya yaitu, PT. United
Coal Indonesia harus membayar utang yang mencapai Rp.22.300.000.000,- (dua
puluh dua miliar tiga ratus juta rupiah) dengan tagihan karyawan sebesar
Rp12.288.085.500,- (dua belas miliar dua ratus delapan puluh delapan juta
delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah). Dimana mereka belum menerima
upahnya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut sejak bulan juni, juli dan agustus
oleh PT. United Coal Indonesia dan telah jatuh tempo. Dari pembahasan ini,
dapat ditarik kesimpulan bahwa akibat hukum kepailitan PT. United Coal
Indonesia terhadap karyawan yaitu PT. United Coal Indonesia harus membayar
utang yang mencapai Rp.22.300.000.000,- (dua puluh dua miliar tiga ratus juta
rupiah).
Hal tersebut dalam salah satu sifat putusan, yaitu putusan condemnatoir
(menghukum) yang mana putusan tersebut mengandung unsur penghukuman,
sehingga dapat di gunakan sebagai pemaksa bagi pihak yang kalah (PT. United
Coal Indonesia selaku debitor) untuk melaksanakan putusan tersebut dengan
pengurusannya di wakili oleh Kurator sebagai pihak yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor pailit di bawah
pengawasan hakim pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji
pada setiap sub bab pembahasan diatas, maka dalam hal ini peneliti
memberikan kesimpulan bahwa Pertimbangan hukum Mahkamah Agung
terhadap karyawan PT. United Coal Indonesia (dalam pailit), bahwa dalam
pembuktian pembagian akhir harta pailit yang dilakukan oleh kurator telah
tepat dalam melakukan tugasnya sesuai dengan asas keadilan, peraturan
perundang-undangan dan telah sesuai dengan amar Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit

9
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku upah,
karyawan/perkerja merupakan utang yang di dahulukan pembayarannya.
Sehingga Majelis Hakim dalam pertimbangannya menganggap bahwa kurator
telah memenuhi seluruh unsur-unsur yang sesuai dengan Prinsip Keadilan
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
2. Dalam kepailitan pada Perseroan Terbatas yang dinyatakan pailit,
perusahaan tetap harus bertanggung jawab terhadap karyawan sebagai
kreditor preferen. Dari posisi kedudukan karyawan pada perusahaan pailit,
karyawan diberikan hak istimewa sebagai kreditor yang mana pemenuhan
haknya merupakan prioritas pertama. Apabila di dasarkan pada prinsip
keadilan yang berarti bahwa kekayaan tersebut harus dibagikan secara
proporsional antara para pihak kreditor lainnya, kecuali jika diantara para
kreditor itu ada yang menurut Undang-undang harus di dahulukan dalam
menerima pembayaran tagihannya. Akibat Hukum Kepailitan PT. United Coal
Indonesia terhadap karyawannya jika dilihat dari Perusahaan yaitu, PT.
United Coal Indonesia harus membayar utang yang mencapai
Rp.22.300.000.000,- (dua puluh dua miliar tiga ratus juta rupiah) dengan
tagihan karyawan sebesar Rp12.288.085.500,- (dua belas miliar dua ratus
delapan puluh delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah).
Dimana mereka belum menerima upahnya selama 3 bulan berturut-turut
sejak bulan juni, juli dan agustus oleh PT. United Coal Indonesia dan telah
jatuh tempo sehingga jika dilihat dari sudut pandang karyawan/buruh, dari
pemutusan hubungan kerja dapat mengakibatkan kehilangan nafkah dan
kehilangan status perekjaan bagi para karyawan/buruh.
A. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka Penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut :
1. Dalam peraturan hukum kepailitan di Indonesia hendaknya memuat sanksi-sanksi
pidana khusus tentang masalah kepailitan terlepas dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata untuk melindungi para pihak yang merasa dirugikan atas perkara
tersebut, karena pada dasarnya permasalahan kepailitan bermula dari suatu
perjanjian yang telah di setujui oleh para pihak yaitu Debitor dan Kreditor,
sehingga secara otomatis akan menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak.

10
Hal tersebut apabila tidak dipenuhi secara baik maka akan menimbulkan
ketidakseimbangan dan ketidakadilan yang berakibat merugikan salah satu pihak.
Dengan adanya sanksi pidana akan menimbulkan efek jera kepada pihak yang
merugikan lainnya.
2. Dalam hal ini pembagian hak-hak para kreditor terdapat kelemahan Undang-
Undang Kepailitan, karena hal tersebut tidak diatur secara rinci dan sistematik di
dalam Undang-undang. Dalam pembagian harta pailit tidak terdapat rumusanya,
melainkan semua itu tergantung dari kewenangan hakim dan kurator sebagai
pihak yang mengurus dan membereskan boedel pailit. Hendaknya Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan sinkronisasi dan merevisi Undang-
Undang yang berkaitan dengan peraturan hak-hak pekerja/karyawan di buat
rumusan yang secara rinci dalam undang-undang kepailitan tentang pembagian
harta pailit sehingga mendapat pembagian yang adil terhadap harta pailit
perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani, (2002). Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.

Ali Rido. (1998). Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan
Koperasi, Yayasan Wakap. Bandung : Alumni.

Gunawan Widjaja. (2004). Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan. Jakarta :
PT. Raja Grafindo persada.

H.M.N. Purwosutjipto. (1999). Pengertian dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia.


Jakarta : Djambatan.

Man S. Sastrawidjaja. (2010). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang. Bandung : P.T Alumni.

Mukti Arto. (2004). Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.

M.Yahya Harahap. (2007). Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika.

M.Nur Rasaid. (2003). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Moh. Taufik Makarao. (2004). Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
11
Rachmadi Usman. 2004. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.

Subekti. (1995). Pokok-Pokok Hukum Dagang. Jakarta : Intermasa.

Susanti Adi Nugroho. (2018). Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik
Serta Penerapan Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia Grup.

Pebrianto Eko Wicaksono. (2014). United Coal di gugat pailit.


https://www.liputan6.com/bisnis/read/2118397/united-coal-indonesia-digugat-
pailit. diakses tanggal 13 Oktober 2014.

12

Anda mungkin juga menyukai