Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUIAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD


NRI 1945) mengamanatkan bahwa salah satu tujuan utama Negara
Indonesia adalah menciptakan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara
yang adil dan sejahtera demi mewujudkan suatu keadilan sosial, dengan
cara pemenuhan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian
dalam Pasal 28D UUD NRI 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. 1

Tenaga kerja atau karyawan merupakan salah satu instrumen dalam


pembangunan nasional. Dengan demikian perlu adanya perlindungan
terhadap hak-hak tenaga kerja terutama jika terjadi kepailitan.
Pemenuhan hak dasar pekerja yang tidak dipenuhi oleh pengusaha inilah
yang seringkali menimbulkan kasus ketenagakerjaan dewasa ini, terutama
yang terjadi pada saat perusahaan mengalami persoalan finansial baik
sebelum atau setelah putusan pailit dijatuhkan oleh pengadilan niaga, yang
menyebabkan debitur menjadi kesulitan memenuhi hak-hak dasar (upah)
pekerja/buruh karena tidak berhak dan berwenang lagi untuk mengurus
harta kekayaannya yang telah berada dibawah sitaan umum untuk
selanjutnya harta kekayaan debitur tersebut akan diurus oleh kurator di
bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Tuntutan akan hak-hak dasar bagi pekerja akibat terjadinya kepailitan


perusahaan merupakan suatu keharusan mutlak untuk dapat memenuhi
hak-

1
Jefri Ariman Sitopu, “Upaya Hukum Kurator Untuk Memberikan Perlindungan Hukum
Atas Hak Karyawan Pada Perusahaan Yang Diputus Pailit Setelah Putusan MK No.
67/PUU-XI/2013”, Tesis, hlm. 1, 2017.

1
haknya. Namun pada kenyataannya banyak permasalahan yang kemudian
menjadi kendala, baik kendala struktural, hambatan kultural, substansi
peraturan perundang-undangan atau kebijakan, maupun hambatan
finansial.2

Kepailitan merupakan dimana debitor tidak mampu atau kesulitan


dalam hal keuangan untuk membayar utang kepada kreditor dan
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga karena tidak mampu membayar
utangnya. 3

Menyadari bahwa kepailitan ataupun pembubaran suatu perusahaan


akan berdampak buruk terhadap perlindungan hak dan masa depan dari
para pekerja, maka kepentingan pekerja dalam suatu perusahaan yang
dinyatakan pailit itu adalah berkaitan dengan pembayaran upah dan
pesangon.

Penentuan golongan kreditur di dalam kepailitan di Indonesia adalah


berdasarkan pasal 1131-1138 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPdt) Jis. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan
ketiga at as Undang-Undang Nomor 6 tahun 1993 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 37 tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU).

Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, golongan kreditur tersebut


meliputi:

Pertama, kreditur yang kedudukannya diatas kreditur pemegang


saham jaminan kebendaan (contoh utang pajak) dimana dasar hukum
mengenai kreditur ini terdapat didalam pasal undang-undang nomor 28
tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 6 tahun
1993 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Kedua, kreditur pemegang jaminan kebendaan yang disebut sebagai

2
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia ( Bogor:
GhaliaIndonesia, 2010), hlm..65
3
Imran Nating, Peranan dan Tanggungjawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta
Pailit, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 2.

2
kreditur separatis (dasar hukum pasal 1134 (2) KUHPdt).

Ketiga, utang harta pailit yang termasuk utang harta pailit antara lain:

a. Biaya kepailitan dan upah kurator

b. Upah tenaga kerja, baik waktu sebelum kreditur pailit maupun


sesudah kreditur pailit4

c. Sewa gedung sesudah debitur pailit, dan seterusnya.

Keempat, kreditur preferen khusus, sebagaimana terdapat didalam


pasal 1139 Kuhper.

Kelima, kreditur preferen umum, sebagaimana terdapat di pasal 1149


KUHPdt.

Keenam, kreditur konkuren, kreditur golongan ini merupakan semua


kreditur yang bukan termasuk kreditur separatis maupun kreditur preferen.

Pada saat perusahaan mengalami pailit, yang diutamakan adalah


pengupahan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh yang merupakan utang
harus didahulukan pembayarannya, hal ini tertuang dalam Pasal 95 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 dan berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XI/2013. Hal ini terjadi
norma yang bertentangan antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, berdampak pada kepastian hukum. Salah satu
kasusnya adalah Kasus Pailit PT. Selaras Kausa Busana (PT. SKB) yang
bermula dari pengusaha asal Korea Selatan yang merupakan direktur PT.
SKB yang bernama Kim Jae Chul membawa atau melarikan modal
perusahaan sebesar Rp. 90 miliar. Akibatnya perusahaan tersebut berhenti
total beroperasi, kemudian pada tanggal 12 November 2018 seluruh
karyawan mogok kerja untuk menuntut upah. Berubahnya status pailit
perusahaan PT. SKB berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam putusan tersebut juga

4
Pasal 39 Ayat (2) Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

3
menyatakan bahwa PT. SKB memiliki utang kepada PT. LIMAS CITRA
HARAPAN, KANTOR JASA AKUNTASI JPM, dan BANK KEB
HANA (salah satu bank terbesar di Korea Selatan).

Dalam putusan tersebut, PT. SKB juga memiliki utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih. Jika melihat syarat kepailitan PT. SKB
telah memenuhi hal tersebut, yakni memiliki dua atau lebih kreditor dan
memiliki utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Oleh Para
Kurator yaitu Alberto Siregar, S.H., M.H, Sexio Yuni Noor Sidqi, S.H,
Peber E.W Silalahi, S.H.

Dalam hal tersebut, telah dilakukan pelelangan oleh Kantor Pelayanan


Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bekasi dan berhasil menjual aset
PT. SKB senilai Rp. 31.050.000.000 (tiga puluh satu miliar lima puluh
juta rupiah). Namun sampai saat ini sebanyak 2000 pekerja garment PT.
SKB belum dibayarkan upahnya dan keadaan perusahaan tersebut sudah
berstatus pailit.

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul

“PENYELESAIAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH


KURATOR DALAM PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA
PAILIT PT. SELARAS KAUSA BUSANA”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas


maka dapat di identifikasi masalah sebagai berikut:
1. PT. SKB telah memenuhi syarat pailit. berdasarkan Putusan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. PT. SKB telah dilelang dan
terjual senilai Rp. 31.050.000.000 (tiga puluh satu miliar lima puluh
juta rupiah).
2. Sebanyak 2000 pekerja/buruh PT. SKB belum dibayarkan upahnya.
3. Adanya norma yang bertentangan antara Undang-Undang 37 Tahun

4
2004 Tentang Kepailitan dan PKPU dengan Undang-Undang 11
Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, masalah utama dalam


penelitian ini adalah Penyelesaian Hukum yang dilakukan oleh Kurator
Dalam Pelaksanaan Pembagian Budel Pailit PT. Selaras Kausa Busana.
Untuk menemukan solusi untuk masalah ini, pertanyaan berikut akan
diajukan :
1. Bagaimana pelaksanaan pemberian hak-hak upah dan pesangon yang
jatuh palit pada PT. SKB?
2. Bagaimana penyelesaian kurator dalam melaksanakan pembagian harta
pailit yang mendahulukan separatis di bandingkan preferen?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksaaan pemberian hak upah bagi
perusahaan yang palit.
2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban kurator terhadap pembagian
budel pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luas tentang pengetahuan hak dan
kewajiban yang terkait dengan bidang usaha dan
ketenagakerjaan ketika terjadi sebuah peristiwa hukum
(kepailitan pada perusahaan).
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
masukan bagi Pemerintah, Pengusaha, Karyawan Perusahaan
serta Kurator dalam mengakomodasi dan memberikan
perlindungan hak pekerja ketika perusahaan mengalami
keadaan pailit dengan tetap menjunjung tinggi penegakan

5
hukum ketenagakerjaan.

1.5 Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual, dan Kerangka Pemikiran


1.5.1 Kerangka Teoritis
1.5.1.1 Teori Sistem Hukum

Untuk menganalisis data guna menjawab pertanyaan tersebut


diatas, maka penulis menggunakan teori sistem hukum. Menurut
Lawrence M. Friedman, secara institusional, setiap sistem hukum
selalu meliputi tiga komponen, yaitu:5

a. Komponen Struktural;
b. Komponen Kultural; dan
c. Komponen Substantif.

Pertama, meliputi institusi, bentuk dalam proses dari sistem


hukum. Yang kedua meliputi nilai-nilai, sikap dan tingkah laku yang
mengikat keseluruhan sistem itu sebagai kesatuan. Sedangkan
komponen ketiga merupakan output dari sistem hukum itu yang
meliputi peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin,dan
keputusan-keputusan yang secara aktual diberlakukan.

Dua komponen yaitu Struktur Hukum (Legal Structure) dan


Substansi Hukum (Legal Substance), sangat ditentukan oleh Kultur
Hukum (Legal Culture) di mana kedua komponen itu berada. Sistem
hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem hukum itu berubah
dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak
secepat bagian tertentu lainnya. Inilah Struktur Sistem Hukum (Legal
Structure), Kerangka atau Rangkanya, bagian yang tetap bertahan,
bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap
keseluruhan. Jelasnya, struktur adalah semacam sayatan sistem hukum

5
Lawrence M. Friedman. Legal Culture and Social Development, dikutip oleh J.E.
Sahetapy.“Bantuan Hukum dan Penyantunan Terpidana”(Fakultas Pasca Sarjana Bidang Ilmu
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1985). Lihat pula Jimly Ashiddiqie.“Pendekatan Sistem
Dalam Pemasyarakatan Terpidana Menurut Tinjauan Ilmu Hukum”.(Jurnal Hukum dan
Pembangunan No. 5 Tahun ke-XVII, FHUI, Oktober 1987), hlm. 478-490

6
semacam foto diam yang menghentikan gerak.

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Substansi


Hukum (Legal Substance) adalah aturan, norma, dan pola perilaku
nyata manusi yang berada dalam sistem itu. Yang dimaksud dengan
Budaya Hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem
hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.

Untuk menjawab permasalahan bagaimana supaya tenaga kerja


mendapatkan hak-haknya dan menjamin kepastian hukumnya itu ada
struktur hukum tersebut Undang-undang yang mengatur yaitu Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja terdapat di
substansi hukum, dan untuk melakukan substansi hukum tersebut agar
sebagai pisau analisis supaya dapat dilaksanakan maka ada struktur
hukum. Struktur hukum itulah yang memberikan perlindungan hukum
terhadap tenaga kerja, siapa yang melindungi tenaga kerja yaitu
budaya hukum atau orangnya dari aturan yang ada yaitu substansi
hukum. Struktur hukum dalam mempertahankan substansi hukum, jika
dalam hukum acara perdata formilnya itu struktur hukum dan
materilnya itu Undang-Undang untuk kepentingan budaya dan
masyarakat, maka dari itu jawaban dan aturan ini dapat dilaksanakan
kepada masyarakat.

BAGAN TEORI SISTEM HUKUM

TEORI SISTEM HUKUM


(LEGAL SYSTEM THEORY)

Lawrence M. Friedman

STRUKTUR SUBSTANSI HUKUM BUDAYA HUKUM


HUKUM (LEGALSUBTANCE) (LEGAL SUBSTANCE)
(LEGAL STRUCTURE)

A. LEMBAGA UNDANG-UNDANG NO 37
PERADILAN HARAPAN
TAHUN 2004
B. PENGADILAN MASYARAKAT
NIAGA
C. DEPARTEMEN UNDANG-UNDANG NO 11
HUKUM & HAM TAHUN 2020
D. KURATOR
7
1.5.1.2 Teori Kepailitan

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004


tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa kepailitan adalah
sitaan umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan
hakim pengawasan sebagaimana diatur didalam undang-undang ini.

Imran Nating menjelaskan kepailitan merupakan suatu proses


ketika seorang debitor yang mempunyai kesulitan keungan untuk
membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar
utangnya.6

Tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu


penyitaan umum atas kekayaan debitor (segala harta benda
disita/dibekukan) untuk kepentingan semua orang yang
mengutangkannya (kreditor). Prinsip kepailitan itu adalah suatu usaha
bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi sesama orang yang
berpiutang secara adil.7

Kepailitan termasuk dalam kategori bentuk permohonan, yaitu


permohonan kepailitan yang diajukan debitor maupun kreditor yang
bertujuan untuk memperoleh pernyataan pailit oleh pengadilan yang
sifatnya konstitutif baik bagi debitor maupun kreditor, yaitu suatu
putusan yang menyatakan seseorang atau badan usaha dalam keadaan
kepailitan.8

a. Kreditor
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang gadai,hipotik,

6
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan
Harta Pailit (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2004), hlm. 2.
7
Abdul R.Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus (Jakarta:
Kencana,2011), hlm.134
8
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis (Jakarta: Mitra Wacana Media,2012),hlm.90

8
jaminan fidusia, hak tanggungan, dan hak agunan atas kebendaan
lainnya. Kreditor ini mempunyai kedudukan yang paling tinggi
jika dibandingkan oleh kreditor lainnya. Kreditor ini dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Pada
pelaksanaannya tetapi hak kreditor separatis dapat ditangguhkan
selama Sembilan puluh hari sejak tanggal putusan pailit
diucapkan. Kreditor separatis dan kreditor preferen dapat
mengajukan permohonan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas
kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan tanpa
kehilangan haknya untuk didahulukan.9
Kreditor preferen berarti kreditor yang memiliki hak istimewa
atau hak prioritas. Terdapat dua jenis hak istimewa yang diatur
dalam KUHPerdata, yaitu hak istimewa khusus (pasal 1139
KUHPerdata) dan hak istimewa umum (pasal 1149 KUHPerdata).
Hak istimewa atas semua benda bergerak dan tak bergerak.
Berdasarkan Pasal 1138 KUHPerdata hak-hak istimewa ada yang
mengenai benda-benda tertentu, dan ada yang mengenai seluruh
benda, baik bergerak maupun tak bergerak. Yang pertama
didahulukan daripada yang tersebut terakhir.
Kreditur Konkuren adalah kreditur yang tidak memegang hak
jaminan kebendaan. Berdasarkan KUHPerdata, kreditor konkuren
memiliki kedudukan yang setara dan memiliki hak yang
seimbang (proporsional) atas piutang-piutang mereka.
b. Kurator
Kurator melaksanakan fungsinya melalui tindakan hukum yang
berhubungan pada pengurusan maupun pemberesan harta (budel)
pailit, di awasi oleh hakim pengawas, maka dari itu tampak bahwa
peranan kurator sangat penting dalam memastikan
terselesaikannya pemberesan harta pailit, UU kepailitan dan PKPU
mengambarkan inkonsistensi terhadap peranan kurator mengenai
time frame pada waktu kapan kurator dapat menjalankan fungsi

9
M. Syamsudin Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia “, op.cit., hlm.17

9
sebagai pengurusan dan pemberesan harta pailit. Berdasarkan
prinsip zero hour yang tertulis pada pasal 16 ayat (1) UU
Kepailitan dan PKPU, dikatakan bahwa kewenangan kurator dapat
dilakukan sejak tanggal putusan atau jam 00.00. Selain itu pada
pasal 98 UU Kepailitan dan PKPU dijelaskan sejak mulai
pengangkatannya.
Kurator memilik peran penting dalam melakukan pengurusan dan
pemberesan harta pailit demi mencapai kepentingan hak kreditor.
Kurator yang diangkat oleh pengadilan kemudian pengadilan juga
menunjuk hakim pengawas untuk mengawasi kurator dalam
kewajibanya. Dalam menjalankan kewenangan dan
tanggungjawabnya, kurator wajib mematuhi serta memahami
kewenangan dan tanggungjawabnya dengan memperhatikan
undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang. Kewajiban kurator wajib
selaras terhadap integritas dengan mengedepankan kebenaran dan
keadilan serta wajib untuk memperhatikan dan menaati standar
profesi dan etika dengan bersikap transparan dan tidak mengurangi
kepercayaan publik demi kepentingan pribadi maka dari itu
kurator wajib bersikap objektif dalam menjalankan profesinya
secara cermat dans seksama.10
1.5.1.3 Teori Tenaga Kerja

Menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta


Kerja Pasal 1 Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa
kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
a. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.

10
Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Bagian Pertama Prinsip kelima.

10
b. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan
hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga
kerja dengan membayar upah atau imbalan dalambentuklain.
c. Upah merupakan imbalan dari pihak perusahaan yang telah
menerima pekerjaan dari tenaga kerja dan pada umumnya adalah
tujuan dari karyawan atau untuk melakukan pekerjaan. Bila tiada
upah, pada umunya juga tiada hubungan kerja, misalnya pekerjaan
yang dilakukan dalam hubungan gotong royong.11
d. Hak-hak pekerja sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun hak-hak pekerja
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (Pasal 88).
2. Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja sesuai
dengan kesepakatan (Pasal 88A).
3. Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau
pekerja/buruh dalam pembayaran upah (Pasal 88A).
1.5.2 Kerangka Konseptual

Untuk menghindari multi-tafsir dan kerancuan peneliti, serta


dengan menjelaskan definisi terkait judul yang telah diambil dan
berikut penjabarannya:
1. Penyelesaian adalah proses, cara, perbuatan, menyelesaikan
(dalam berbagai-bagai arti seperti pemberesan, pemecahan).
2. Kurator adalah seseorang yang diberi wewenang oleh
Pengadilan atas perusahaan yang pailit.
3. Kepailitan adalah perusahaan yang dinyatakan pailit oleh
Pengadilan karena mempunyai kesulitan dalam pembayaran
utang.
4. Perusahaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
ekonomi untuk menghasilkan barang/jasa dan memperoleh
keuntungan.

11
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 1980), hlm.5.

11
1.5.3 Kerangka Pemikiran

UUD 1945
Pasal 28D

Undang-Undang Nomor 37 Tahun Undang-Undang Nomor 11 Tahun


2004 Tentang Kepailitan dan PKPU 2020 Tentang Cipta Kerja

Masalah:
Harapan yang terkandung dalam pasal 95 Ayat (1) UU Cipta
Kerja dan Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013 tidak tercapai
karena adanya UU Nomor 37 Tahun 2004 yaitu tidak
mendahulukan upah dan hak pekerja pada saat pembagian harta
pailit perusahaan.

Saran: Kesimpulan:
1. Perlu adanya penegasan dalam pembagian 1. Bahwa upah dan hak pekerja harus
harta pailit agar menjamin kepastian hukum didahulukan
2. Perlu adanya pertanggungjawaban kurator 2. Kurator melakukan pengurusan dan
dalam pelaksanaan pengurusan dan atau atau pemberesan harta kepailitan
pemberesan harta pailit dengan sebagaimana diatur dalam Pasal 69
mendahulukan upah dan hak pekerja Ayat (1) UU 37 Tahun 2004

1.6 Metode Penelitian

Penelitian memiliki istilah lain atau dikenal dengan riset. Riset berasal
dari bahasa inggris yaitu research yang berasal dari kata re (kembali)
search (mencari) dengan demikian penelitian yang memiliki istilah riset
dapat diartikan sebagai mencari kembali. Adapun kegiatan penelitian ini
didasari rasa keingintahuan seseorang yang kemudian disebut sebagai
peneliti dalam menjalankan kegiatan penelitiannya. Penelitian merupakan
bentuk ungkapan dari rasa ingin tahu yang dilakukan dalam bentuk atau
kegiatan penelitian secara ilmiah. Penelitian ini dilakukan dengan sebuah
rasa percaya akan objek yang menjadi penelitian akan diteliti dengan

12
mencari tahu sebab-akibat yang timbul atau terjadi pada objek penelitian.12
1.6.1 Jenis Penelitian

Dari Latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di


atas, maka jenis penelitian ini termasuk dalam kategori jenis
penelitian yuridis normatif dengan mengutamakan penelitian
kepustakaan karena penelitian ini dilakukan dengan mengkaji
peraturan perundang-undangan (dari mulai UUD 1945 hingga
peraturan-peraturan yang berada dibawahnya), teori-teori hukum (teori
perlindungan hukum, teori tenaga kerja, dan teori kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang), serta berbagai pendapat
sarjana. Dalam penelitian hukum normatif ini juga menggunakan
bahan- bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitian (Library
Research).

1.6.2 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya, pendekatan


penelitian untuk jenis penelitian hukum normatif dan/kepustakaan
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.2.1 Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)


Pendekatan ini merupakan pendekatan penelitian yang di
gunakan untuk menelaah semua hirarki perundang-undangan
dan/ regulasi yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti.
Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kesesuaian dan konsistensi antara peraturan perundang-
undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan
yang lain.13
Dalam penelitian ini, penulis meneliti Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 Tentang Cipta Kerja.

12
Bambang Sugono, MetodePenelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2007, hlm. 27-
28.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. 6, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 93.

13
1.6.2.2 Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan ini merupakan jenis pendekatan dalam penelitian
hukum yang memberikan sudut pandang analisa
penyelesaian permasalahan dalam penelitian hukum dilihat
dari aspek konsep-konsep hukum yang melatarbelakanginya,
atau bahkan dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung
dalam penormaan sebuah peraturan kaitannya dengan konsep-
konsep yang digunakan. Sebagian besar jenis pendekatan ini
dipakai untuk memahami konsep-konsep yang berkaitan
dengan penormaan dalam suatu perundang-undangan apakah
telah sesuai dengan ruh yang terkandung dalam konsep-konsep
hukum yang mendasarinya. Pendekatan konseptual yaitu suatu
metode pendekatan melalui pendekatan dengan merujuk dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di
dalam ilmu hukum.14
1.6.2.3 Pendekatan Kasus (Case Approach)
Metode pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah
terhadap kasus- kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi
dan telah diputus oleh pengadilan dengan berkekuatan hukum
tetap.15
Dalam penelitian ini, penulis meneliti kasus PT. Selaras Kausa
Busana (PT. SKB) dengan Putusan Nomor
30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN. Niaga.Jkt.Pst.
1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder yaitu bahan Pustaka merupakan data dasar dalam (ilmu) penelitian
digolongkan sebagai data sekunder seperti:

Bahan Hukum Primer, yakni adalah hukum yang mengikat dari


sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan.
Dalam penelitian ini, bahan hukum primer bersumber dari: Undang-

14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Bandung: PT Kharisma Putra Utama,
2015, hlm. 135
15
Ibid, hal. 134

14
undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, dan Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang.

Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan


penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau
penemuan ilmiah lainnya. Bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari
kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini.

Bahan Hukum Tertier, adalah bahan yang memberikan petunjuk


maupun penjelasan bahan hukum primer sekunder yang berupa kamus,
ensiklopedia, majalah, surat kabar, jurnal-jurnal atau karya-karya ilmiah,
16
dan melakukan wawancara.

1.6.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan


identifikasi peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan
sistematisasi bahan hukum sesuai permasalahan penelitian. Oleh
karena itu, teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan
dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat membuat ulasan
bahan-bahan pustaka, maupun penulusuran melalui media internet
yang ada kaitannya dengan objek penelitian.

1.6.5 Metode Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum


1.6.5.1 Pengolahan Bahan Hukum
Setelah bahan hukum materil terkumpul, maka selanjutnya
dilakukan pengolahan terhadap bahan hukum tersebut, yaitu
tahap sistematisasi, yakni menyeleksi bahan hukum, kemudian
mengklasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan
menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis yang
dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan
antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lain. Kemudian

16
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Malang: Bayumedia
Publishing, 2006, hlm. 296.

15
tahap deskripsi, yakni penulis menggambarkan hasil penelitian
berdasarkan bahan hukum yang diperoleh kemudian
menganalisisnya.17
1.6.5.2 Analisis Bahan Hukum
Untuk memahami penelitian ini penulis tidak memakai metode
analisis tetapi metode penafsiran.merupakan metode penemuan
hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai
teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode
interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna
undang-undang.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun secara sistematis dan secara berurutan
sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan terarah, adapun
sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah,


tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konseptual,
metode penelitian dan sistematika penulisan dengan maksud untuk
memperjelas dasar penelitian dan urutan penuangan pokok tulisan dalam
skripsi ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II ini diuraikan Teori Sistem hukum, tinjauan umum mengenai


Perseroan Terbatas, tinjauan tentang tenaga kerja, tinjauan umum tentang
kepailitan, tinjauan umum tentang kurator, tinjauan umum tentang upah,
beserta teori tanggung jawab.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III berisi tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber


bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, teknik pengolahan dan

17
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. hal. 181

16
analisis bahan hukum. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian yuridis normatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan
kasus.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini berisi uraian data penelitian, mengungkapkan dan menjelaskan


dan membahas hasil penelitian serta analisis terhadap kasus yang
berkaitan dengan pembagian budel pailit, yang terdiri dari pembahasan
mengenai bagaimana pertanggungjawaban hukum kurator dalam
melaksanakan pembagian budel pailit PT. Selaras Kausa Busana
berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

BAB V PENUTUP

Bab V ini penulis akan menguraikan hasil, kesimpulan dan saran penulis.

Kesimpulan tersebut mengenai hal-hal yang dapat disimpulkan


berdasarkan pembahasan serta analisa yang telah dirumuskan pada
rumusan masalah I dan masalah II.

Dan saran penulis sesuai dengan tema penelitian yang penulis bahas
berupa rekomendasi kepada pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan
hasil kesimpulan yang telah di uraikan sebelumnya.

17

Anda mungkin juga menyukai