NIM : 205010100111201
Mata Kuliah : Hukum Perburuhan
Menurut UU Ketenagakerjaan, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha.5 Akan tetapi, PHK harus senantiasa diupayakan untuk tidak terjadi. Berkaitan dengan
kasus PHK massal yang dilakukan oleh perusahaan start up di Indonesia, efisiensi menjadi
alasan yang memungkinkan pengusaha untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya. PHK juga
harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,
yaitu dengan pemberitahuan alasan serta pemberitahuan PHK dalam bentuk surat yang
disampaikan secara sah dan patut paling lama empat belas hari sebelum PHK.6 Walaupun
demikian, perlu diketahui bahwa undang-undang mengutamakan perundingan antara pengusaha
dan serikat pekerja atau buruh untuk mempertemukan kepentingan para pihak dalam kaitannya
dengan PHK yang dilakukan perusahaan. Tidak dapat dimungkiri bahwa tidak mudah
PHK memiliki konsekuensi hukum pada pengusaha berupa kewajiban membayar uang
pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak yang seharusnya
diterima. Ketentuan terkait besaran pesangon untuk pekerja yang mengalami PHK akibat kondisi
keuangan perusahaan diatur dalam Pasal 40—47 PP No. 35 Tahun 2021. Dalam peristiwa PHK
karena efisiensi, pekerja pun masih berhak atas uang pesangon sebesar setengah dari besarnya
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021. Walaupun
peraturan perundang-undangan telah memberikan perlindungan untuk menjamin hak-hak pekerja
dalam hal terjadi PHK, pada kenyataannya terdapat beberapa faktor yang berpotensi
menimbulkan konflik. Pertama, sarana hubungan industrial yang bersifat formalitas dalam
perusahaan. Hal ini dapat terjadi apabila pengusaha memandang sarana hubungan industrial
semata-mata sebagai alat bagi pekerja untuk menuntut kesejahteraan kepada pengusaha, padahal
pembentukan sarana hubungan industrial yang optimal merupakan kunci terciptanya hubungan
yang harmonis antara pengusaha dan buruh.8 Kedua, kurangnya kesadaran hukum, baik
pengusaha maupun pekerja. Pada prinsipnya, terdapat perbedaan kepentingan yang berusaha
dijembatani oleh hukum ketenagakerjaan: pengusaha di satu sisi menghendaki biaya yang
seminimal mungkin, sedangkan pekerja di sisi lain menghendaki upah yang tinggi.15 Kurangnya
kesadaran hukum pengusaha dapat menyebabkan tidak dapat diterapkannya ketentuan terkait
perlindungan terhadap kesejahteraan buruh yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan, sedangkan kurangnya kesadaran pekerja dapat menyebabkan tidak terwujudnya
perlindungan yang diberikan karena ketidaktahuan akan hak-haknya yang diberikan oleh hukum.
Konflik antara pengusaha dan pekerja menjadi hal akan akan terus berpotensi untuk
terjadi. Hal ini tidak lain disebabkan perbedaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha yang
bahkan sifatnya saling bertolak belakang. Hukum telah memberikan perlindungan bagi pekerja
7 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus (Jakarta: Prenadamedia Group, 2004),
hlm 4.
8 Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek (Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial
Indonesia, 2003), hlm. 85—86.
sebagai pihak dengan kondisi ekonomi yang lebih lemah dari pengusaha untuk memastikan
bahwa tindakan-tindakan dalam hubungan kerja dilakukan dalam koridor yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa
hukum tidak selalu mampu mengakomodasi kepentingan para pihak karena sifatnya yang
dinamis mengikuti pesatnya perkembangan zaman, dalam kasus ini PHK massal oleh perusahaan
start up, sehingga musyawarah dan komunikasi antara para pihak tetap dikedepankan dalam
mempertemukan kepentingan pengusaha dan pekerja. PHK dapat dilakukan selama mematuhi
ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal yang perlu dipastikan di sini
adalah kesadaran para pihak akan kewajiban dan hak hukumnya serta adanya sarana hubungan
industrial yang memadai untuk mengoptimalkan proses musyawarah dalam mencari solusi yang
menguntungkan kedua belah pihak dalam hal PHK karena alasan efisiensi terjadi. Sudah menjadi
barang tentu bahwa kewajiban pengusaha adalah memberikan pesangon bagi pekerja yang di-
PHK, terkait besarannya dapat dirundingkan selama tidak kurang dari ketentuan yang telah
ditetapkan undang-undang.