Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL ETIKA PROFESI DAN BISNIS ISLAMI

TENTANG HAK HAK PEKERJA

OLEH :

FERDISA PUTRI DARMA

22215149

AKUNTANSI PERPAJAKAN

DOSEN PENGAMPU :

Bpk. AHMAD RIFQI HIDAYAT

FAKULTAS BISNIS DAN EKONIMIKA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2022/2023
“ HAK CUTI PARA KARYAWATI ”

ABSTRAK

Tenaga kerja merupakan salah satu komponen terpenting dalam roda perindustrian suatu
Negara. Tanpa adanya suatu tenaga kerja, roda industry suatu Negara tidak dapat berjalan
dengan optimal dan efektif. Industri yang dapat berjalan dengan baik akan berkontribsi terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Tenaga kerja membutuhkan suatu kepastian hukum yang
mengatur atau memiliki fungsi sebagai regulator dan jaminan perlindungan terhadap hak-hak.
Oleh karena itu, hukum ketenagakerjaan hadir sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap
perlindungan atau regulasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tenaga kerja di Indonesia.
Salah satu pelaksanaan perlindungan tehadap tenaga kerja adalah hak cuti. Hak cuti merupakan
hak dasar atau fundamental yang harus diberikan terhadap tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana penerapan pemberian hak cuti bagi pekerja perempuan hamil yang
dilakukan oleh para perusahaan salah satunya adalah perusahaan es krim di Bekasi serta bentuk
perlindungan apa yang diberikan pemerintah untuk melindungi para pekerja perempuan hamil
jika tidak terpenuhi hak cutinya. Penerapan pemberian hak cuti dan perlindungan bagi pekerja
perempuan hamil dan cuti melahirkan pada perusahaan telah sesuai dengan UU No. 13-2003.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian hak yang dilakukan oleh perusahaan es krim
terhadap pekerja perempuan hamil mengenai hak reproduksi, yaitu hak cutinya sudah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan dan status pekerja sebagai pekerja waktu tidak tertentu
atau pekerja tetap. Hanya penerapanya masih belum berjalan sesuai ketentuan UU No. 13-2003,
hal in dipengaruihi oleh tidak adanya perjanjian kerja bersama (PKB) antara pengusaha dengan
organisasi serikat pekerja yang menjadikan pekerja tidak mengetahui secara pasti hak dan
kewajiban apa yang didapatkan diluar dari UU No. 13-2003 sehingga pekerja mngalami kerugian
karena tidak dapat mendapatkan haknya secara penuh.

Kata Kunci : Hak Cuti; Undang-Undang Hak Cipta Kerja; Hak Reproduksi; Pekrja Perempuan
Hamil; Perlindungan Hukum.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai modal dari suatu
usaha yang maju tetapi juga merupakan jalan atau modal utama untuk terselenggaranya
pembangunan daerah dan kemajuan kesejahteraan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Pasal 1 ayat (3) tentang ketenagakerjaan memberikan pengertian mengenai pekerja sebagai
setiap orang yang bekerja untuk menerima upah atau imbalan. Pengertian ini dimaksudkan
untuk semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum
ataupun badan lainnya yang menerima upah atau imbalan dalam bentuk uang.

Begitu banyak masalah kesejahteraan pekerja yang tidak kunjung selesai terlebih lagi
untuk pekerja waktu tertentu (PKWT) disamping status pekerja yang merupakan pekerja
kontrak membuat hak yang seharusnya dapat diperoleh menjadi sulit untuk diperjuangkan.
Status pekerja yang bukan sebagai pekerja tetap sangat lemah dibandingkan pekerja tetap
dari suatu perusahaan. Berdasarkan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, pekerja waktu tertentu (PKWT) dibuat atas dasar jangka waktu,
dan atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Bekerja dalam waktu tertentu mungkin merupakan pekerjaan yang layak jika ditinjau dari
segi upah yang didapat, akan tetapi para pekerjanya ternyata masih banyak yang belum
mendapatkan hak-hak atas kewajiban yang telah dipenuhi pada pihak pengusaha. Hal
tersebut merupakan bentuk realitas sosial ketidakadilan dimana pihak yang lebih kuat
(pengusaha) dapat bertindak semena-mena terhadap pihak yang lemah (pekerja).

B. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hak Cipta Kerja
mengatur mengenai hak cuti bagi tenaga kerja?
2. Apakah pekerja waktu tertentu berhak untuk mendapatkan cuti tahunan sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia?
3.
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui hak cipta kerja mengatur mengenai hak cuti bagi tenaga kerja.
2. Untuk mnegetahui hak pekerja dalam waktu tertentu mendapatkan cuti tahunan yang
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia

II. METODE

Dalam kasus ini menggunakan metode study literatur, yaitu digunakan untuk mencari
ladasan teori, kerangka berfikir dan mencari hipoteisi penelitian. Dimana poin-poin ini bersifat
dasar dalam penelitian ilmiah. Studi literartur menurut Darmadi (2011) studi literatu yang akan
digunakan ketika sudah menentukan topic penelitian dan rumusan masalah. Dimana studi
literature ini digunakan untuk membantu pengumpulan data selama dilapangan.

Cara membuat studi literature adalah ; memilih sumbar pustaka yang sesuai atau relevan
dengan tema, topic atau ide yang diangkat; menelusuri sumber pustaka dari memilih sumber
pustaka selanjutnya harus menelusuri sumber pustaka setelah menemukan sebuah kutipan,
penting dirujuk dan di klarifikasi dari sumber pustaka; membaca sumber pustaka membaca
langsung ke sumber pustaka dan membentuk kerangka teori dalam memudahkan proses
penulisan; melakukan pencatatan, pastikan untuk mencatat poin-poin penting yang di perlukan;
penyajian kajian pustaka, menyajikan kajian pustaka ke sebuah deksripsi yang sudah di olah
menggunakan bahasa sendiri.

III. PEMBAHASAN
A. Pengaturan Hak Cuti Menurut UU Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) menyebutkan
bahwa pemberian cuti merupakan suatu kewajiban suatu perusahaan atau pengusaha.
Ketetentuan dalam Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja ini mengubah beberapa ketentuan dalam
Pasal 79 UU Ketenagakerjaan. Adapun ketentuan-ketentuan mengenai kewajiban perusahaan
atau employer menurut Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja sebagai berikut.
Pengusaha wajib memberi:

a. waktu istirahat; dan

b. cuti.

Selain memberikan kewajiban memberikan waktu cuti terhadap pekerja, perusahaan juga
diwajibkan memberikan waktu istirahat. Waktu istirahat disini dapat diartikan sebagai waktu
jeda yang diberikan terhadap pekerja setelah bekerja selama kurun waktu tertentu.5 Adapun
ketentuan mengenai waktu istirahat adalah “istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah
jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja; dan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu” (Pasal 79 ayat (2) UU Ketenagakerjaan sebagaimana yang telah dirubah oleh UU
Cipta Kerja).

Tujuan dari pemberian waktu istirahat tersebut adalah guna sebagai penyeimbang antara
work/life balance pekerja dengan pekerjaannya serta melindungi pekerja dari jam kerja atau
workload yang tidak manusiawi. UU Cipta Kerja mengatur bahwa waktu istirahat adalah paling
sedikit sebanyak 30 menit setelah bekerja selama 4 jam secara terus-menerus. Serta terdapat jam
istirahat mingguan sebanyak 1 (satu) hari setelah bekerja selama 6 hari dalam 1(satu) minggu.

Lalu kemudian terdapat hak cuti tahunan. Adapun yang dimaksud dengan hak cuti
tahunan adalah hak cuti yang didapatkan oleh pekerja apabila pekerja tersebut telah bekerja
selama 11 bulan. UU Cipta Kerja dalam Pasal 81 angka 23 mengatur bahwa hak cuti tahunan ini
minimum sebanyak 12 hari kerja. Dengan demikian hak cuti tahunan dapat digolongkan sebagai
hak cuti dengan pemberian waktu cuti terbanyak. Hal ini sebanding, dikarenakan hak cuti
tahunan membutuhkan suatu persyaratan jam kerja yang terbilang banyak.

Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja juga telah mengatur tentang istirahat panjang. Istirahat
panjang dapat diartikan sebagai istirahat yang diberikan kepada pekerja atau buruh setelah masa
kerja tertentu pada perusahaan yang sama. Hak cuti panjang atau istirahat panjang mengalami
perubahan dalam UU Cipta Kerja, perubahan ini lebih memberikan perusahaan kebebasan atau
kewenangan dalam mengatur hak cuti panjang sesuai dengan perjanjian kerja, kontrak kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama antara perusahaan dan pekerja dan tidak
terikat batasan minimum masa kerja 6 tahun seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Dalam islam sudah dijelaskan juga betpa pentingnya bagi kita semua untuk istirahat
terutama kepada ibu yang melahirkan dan para perempuan haid dengan artian mereka sangat
membutuhkah istirahat kerena kondisi tubuh mereka. Oleh karena itu allah sudah menerangkan
dalam al-Qur’an Surah Al-Qhasas ayat 73 yang menjelaskan tentang Allah sudah menciptakan
kepada kita malam gelap gulita agar kita beristirahat pada malam hari setelah sepanjang hari
kamu bekerja sehingga memerlukan istirahat. Dengan demikian juga di kaitakan dengan para ibu
melahirkan dan perempuan haid juga sangat perlu istirahat karena tubuh mereka yang masih
lemah dan tidak bisa untuk istirahat.

B. Tinjauan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT)

1. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Perjanjian kerja waktu tertentu dikenal dengan istilah kontrak dan pekerja harian lepas
sedangkan untuk waktu yang tidak tertentu dikenal dengan pekerja tetap.
Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :
KEP.100/MEN/VI/2004, tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT
adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

2. Syarat Sah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dibuat secara tertulis/lisan.Perjanjian kerja yang
dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan Peraturan perundang undangan
yang berlaku. Syarat-syarat perjanjian kerja pada dasarnya dibedakan menjadi 2 (dua) ,yaitu
syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 dibuat atas:

1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :


a. kesepakatan kedua belah pihak (konsensus);
b. kemampuan/kecakapan melakukan perbuatan hukum (cakap hukum);
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku (causa yang
halal).
2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

3. Cara Membuat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Perjanjian kerja dibuat antara pekerja dengan perusahaan kemudian menjadikan adanya
hubungan kerja antara keduanya. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 didefinisikan
bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja
yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam rangka memberikan
perlindungan kepada pekerja untuk mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarga, Undang-Undang No. 13 tahun 2003 memberikan
panduan mengenai perjanjian kerja. PWKT adalah perjanjian kerja bersyarat, yaitu antara
lain dipersyaratkan bahwa harus dibuat secara tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia,
dengan ancaman, apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa
Indonesia maka akan dianggap sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PWKTT).

4. Berakhirnya Hubungan Kerja Waktu Tertentu.

Menurut Ketentuan Dalam Pasal 61 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Berakhirnya hubungan kerja waktu tertentu dapat disebabkan oleh :

1) Perjanjian kerja berakhir apabila :


a. Pekerja meninggal dunia;
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. Adanya putusan pengadilan
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya
hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi
tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian
pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja atau buruh
4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris
pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan
pekerja atau buruh.
5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak
mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan PerUndang-Undangan yang
berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

5. Tinjauan Tentang Cuti


1) Cuti Tahunan

Dalam perjanjian kerja seharusnya telah diatur tentang pemberian hak cuti
pekerja. Pemberian hak cuti tahunan pekerja pada prinsipnya adalah memberikan
kesematan kepada pekerja untuk melepaskan semua beban tugas kewajiban sehari-
hari atau beristirahat.

Salah satu hak pekerja adalah cuti tahunan yang apabila tidak di ambil penuh
selama 12 hari kerja akan diberikan uang cuti tahunan. Dalam pasl 79 angka (2) huruf
c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa “ Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja
setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus.”

2) Hak Cuti Tahunan bagi Pekerja

Setiap Pekerja berhak atas cuti tahunan sekurangnya selama 12 hari kerja setelah
pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Hak tersebut harus
di ambil dimohonkan secara terus menerus selama 12 hari kerja.

3) Syarat Pengambilan Cuti

Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan salam jangka waktu
tertentu. Dalam syarat pengambilan cuti tahunan adalah bekerja selama 12 bulan
secara terus menerus pekerja tersebut dapat mengajukan permohonan cuti tahunan
yaitu 12 hari kerja selama setahun.

4) Macam Cuti Pekerja

Cuti Yng di atur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terbagi atas
beberapa jenis cuti yaitu :

a) Cuti Tahunan
b) Cuti Melahirkan
c) Cuti Mengalami Keguguran
d) Cuti Pernikahan
e) Cuti Sakit
f) Istirahat anatara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
g) Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hak cuti
besar / istirahat panjan, bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun terus
menerus pada seorang pengusaha atau beberapa majikan yang bergabung dalam
satu organisasi berhak istirahat selama 3 bulan lamanya.
h) Cuti menunaikan ibadah agama, diberikan wktu cuti secukupnya tanpa
mengurangi hak cuti lainnya.
i) Untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
j) Cuti untuk alas an penting selama 3 hari

Abu Hamid Al-Ghazali mengaitkan keadilan kekuasaan dengan kesejahteraan dan


kemakmuran masyarakat seperti contohnya dengan hak cuti kepada para karyawan terutama
kepada perempuan yang melahirkan. Menurutnya keadilan merupakan nilai paling asasi dalam
kebijakan yang dibuat dan dijalankan oleh suatu pemerintahan. Dia menguhubungkan keadilam
dengan stabilitas Negara, kemakmurannya dan kesetiaan rakyat kepada pemereintahan.
Menurutnya bila keadilan sirna dari sebuah pemerintahan, masyarakat tidak akan memiliki
tumpuan dan kekacauan social akan terjadi dimana-mana.baik dikota maupun di daerah. Asas
tanggungjawab public ini di ambil dari doktrin ketatanegaraan yang terdapat dalam hadits :
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibahas dalam pembahsan sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan

1. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja mengatur atau
merubah beberapa jenis hak cuti. Diantaranya adalah cuti tahunan dan cuti panjang.
Selain mengatur tentang kewajiban pemberian hak cuti, diatur mengenai kewajiban
dlaam memberikan waktu istirahat bagi pekerja.

2. Hak Cuti Tahunan untuk Pekerja Waktu Tertentu.

Hak cuti antara pekerja kontrak (PKWT) dengan hak cuti pada pekerja tetap (PKWTT)
keduanya sama-sama mengacu pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun
2003 yang mengatur secara tegas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan persoalan cuti
tahunan dalam Pasal 79 ayat (2) huruf c Pasal 79 ayat (3) ang berbunyi :

a) Cuti tahuna, serkuran-kurangnya 12 hari kerja setelah pekkerja/buruh yang


bersankutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
b) Pelaksanaan waktu istirahat tahuna sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) huruf c
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Garda Yustisia Pambudi Dan Fatma Ulfatun Najicha, Agustus 2022, Tinjauan Yuridis Hak Cuti Bagi
Pekerja Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Rismaenar Triyani Dan Dwi Desi Yayi Tarina, Februari 2021, Perlindungan Hkum Terhadap Hak
Cuti Pekerja Perempuan Hamil.

Syahril Izha Ferri Buldan Firnanda, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Perempuan Atas Hak
Cuti Haid Dan Menyusui Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Dwi Mia Rahmawati, Mei 2022, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Pekerja Perempuan
Hamil.

http://repository.radenintan.ac.id/11621/1/SKRIPSI%202.pdf

https://deepublishstore.com/studi-literatur/

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/phpj/article/download/7756/5400

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/5017

http://e-journal.uajy.ac.id/7619/1/JURNAL.pdf

http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/Justitia/article/view/3543

http://103.207.99.162/

Anda mungkin juga menyukai