Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

TINJAUAN UMUM UU NO. 13 TENTANG KETENAGAKERJAAN JIKA


DIKAITKAN DENGAN UU NO. 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

OLEH KELOMPOK 12

Lurias Anggun Sari 19. 227


Sartika Sari 19. 218
Agung Prakoso 19. 178
Orlandi K Sinurat
Karina Lestiani 18.208

Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Kelompok 12 Tentang Tinjauan Umum
Uu No. 13 Tentang Ketenagakerjaan Jika Dikaitkan Dengan Uu No. 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Hukum
Ketenagakerjaan. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Makalah Upaya Hukum ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi dari buku dan jurnal yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Upaya
Hukum ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia.
Dengan demikian, penyusun sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penyusun dan pembaca
umumnya.

Bukittinggi, 07 Januari 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk memenuhi segala
kebutuhannya. Kebutuhan hidup sangatlah bervariasi, sedikit atau banyaknya
adalah relatif tergantung pada kemampuan atau daya beli seseorang. Daya beli
seseorang tentulah sangat dipengaruhi oleh penghasilan yang ia peroleh dalam
kurun waktu tertentu setelah ia bekerja. Secara sosial ekonomis, kedudukan
pekerja/buruh adalah tidak bebas. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal
hidup lain daripada itu, ia terpaksa bekerja pada orang lain.

Bekerja ditinjau dari segi kemasyarakatan yaitu melakukan pekerjaan guna


untuk menghasilkan barang-barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Selain itu juga mengandung arti sebagai hubungan antara
sesama umat manusia, yaitu hubungan antara orang yang melakukan pekerjaan
dengan orang yang memberi pekerjaan atau hubungan antara pekerja/buruh
dengan pengusaha/majikan yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja.

Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah, dan perintah” Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Manusia yang bekerja disebut pekerja. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa
pekerja/buruh adalah “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain”.
Dalam pekerjaan terdapat unsur hak dan kewajiban, hak mendapat
perlakuan yang layak, upah yang layak. Penyedia kerja atau perusahaan
diwajibkan dalam peraturan perundang0undangan memberikan periindungan,
upah, kesejahteraan pekerja yang menyediakan fasilitas-fasilitas bagi pekerjanya.
Tidak hanya itu saja pengusaha diharuskan memberikan uang pesangon dan
tunjangan lainnya. Maka dari itu kami kelompok 12 akan menyusun makalah
mengenai Perlindungan, Pengupahan, Kesejahteraan Pekerja, PKWT, PKWTT,
PHK dan Pesangon

B. Tujuan
Berdasasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan tujuan
makalah ini adalah untuk dapat mengetahui konsep Perlindungan, Pengupahan,
Kesejahteraan Pekerja, PKWT, PKWTT, PHK dan Pesangon. Perbandingan
antara UU Ketenagakerjaan NO 13 Tahun 2003 dengan UU Cipta Kerja NO. 11
Tahun 2020
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN


1. PERLINDUNGAN

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan


terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis.

a. Prinsip perlindungan tenaga kerja

Perlindungan tenaga kerja mendapat perhatian khusus dalam hukum


ketenagakerjaan. Berikut prinsip-prinsip perlindungan tenaga
kerja dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja di antaranya:

1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan


perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
2. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan

3. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa


diskriminasi dari pengusaha

4. Setiap mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat


kemampuannya melalui pelatihan kerja

5. Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk


mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya
6. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri

7. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlindungan atas


keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama

8. Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi


kemanusiaan

9. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh


jaminan sosial tenaga kerja

10. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat


pekerja/serikat buruh

b. Bentuk Perlindungan Tenaga Kerja Menurut Soepomo dibagi menjadi

3 (tiga ) macam, yaitu :

1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam


bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak
mampu bekerja di luar kehendaknya.
2.    Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan
perlindungan hak untuk berorganisasi.
3.  perlindungan teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk keamanan dan keselamatan kerja.

2. PENGUPAHAN
a. Pengertian upah
Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 tahun 2013
tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003), Upah adalah hak pekerja yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan

Upah Pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada


pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

b. kebijakan pengupahan yang ditetapkan pemerintah

Berdasarkan pasal 88 ayat (3) UU 13/2003 jo. Undang-


undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 (PP 36/2021),
Kebijakan Pengupahan meliputi: 

1. upah minimum;
2. struktur dan skala upah;

3. upah kerja lembur;

4. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan


karena alasan tertentu;

5. bentuk dan cara pembayaran upah;

6. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan


7. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan
kewajiban lainnya.

c.prinsip kebijakan pengupahan yang diatur dalam peraturan


perundang-undangan

Adapun prinsip kebijakan pengupahan sebagaimana termuat


dalam peraturan perundang-undangan UU 13/2003 jo. UU 11/2020
dan PP 36/2021 adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu


upaya mewujudkan hak pekerja untuk memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
(Pasal 88 ayat (1) dan (2) UU 13/2003 jo. UU 11/2020 dan pasal
2 ayat (1) PP 36/2021)
2. Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama dalam
penerapan sistem pengupahan tanpa diskriminasi. 

3. Setiap pekerja berhak memperoleh Upah yang sama untuk


pekerjaan yang sama nilainya (Pasal 88A ayat (1) dan (2) UU
13/2003 jo. UU 11/2020 dan pasal 2 ayat (2) dan (3) PP
36/2021)  

d. dasar dalam penetapan upah

Berdasarkan pasal 88B ayat (1) UU 13/2003 jo. UU 11/2020


dan pasal 14 PP 36/2021, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu
dan satuan hasil. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Berdasarkan satuan waktu:


a. Upah per jam (pasal 16 PP 36/2021):

1) Penetapan Upah per jam hanya dapat diperuntukkan bagi


Pekerja/Buruh yang bekerja secara paruh waktu. Yang
dimaksud dengan "bekerja secara paruh waktu" adalah
bekerja kurang dari 7 jam 1 hari dan kurang dari 35 jam 1
minggu.

2) Upah per jam dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara


Pengusaha dan Pekerja/Buruh. 

3) Kesepakatan tersebut tidak boleh lebih rendah dari hasil


perhitungan formula Upah per jam sebagai berikut: Upah
per jam = Upah sebulan : 126 

Catatan: Angka 126 merupakan angka penyebut yang diperoleh


dari hasil perkalian antara 29 jam (median jam kerja pekerja
paruh waktu tertinggi dari seluruh Provinsi dalam 1 minggu)
dengan 52 minggu (jumlah minggu dalam 1 tahun)
kemudian dibagi 12 bulan

b. Upah harian (pasal 17 PP 36/2021), dalam hal Upah ditetapkan


secara harian, perhitungan upah sehari sebagai berikut:

1) Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 hari dalam


seminggu, upah sebulan dibagi 25, atau 

2) Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 hari dalam


seminggu, upah sebulan dibagi 21.

c. Upah bulanan 
2. Berdasarkan satuan hasil (pasal 18 dan 19 PP 36/2021):

a. Ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah


disepakati. 

b. Penetapan besarnya upah dilakukan oleh pengusaha


berdasarkan hasil kesepakatan antara pekerja dengan
pengusaha. 

c. Penetapan Upah sebulan berdasarkan satuan hasil ditetapkan


berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir yang diterima
oleh pekerja.

e. komponen upah

Pasal 7 ayat (1) PP 36/2021 menyebut, upah terdiri atas


komponen: 

1. Upah tanpa tunjangan/upah pokok; 


2. Upah pokok dan tunjangan tetap;

3. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap; dan

4. Upah pokok dan tunjangan tidak tetap. 

Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan


tunjangan tetap, maupun tunjangan tidak tetap seperti tersebut dalam
poin 2, 3, dan 4 diatas, besarnya upah pokok paling sedikit 75% dari
jumlah upah pokok dan tunjangan tetap tersebut.   
f. pendapatan non-upah

Selain komponen upah seperti tersebut di atas, dikenal pula


Pendapatan non-Upah (pasal 8 ayat (1) PP 36/2021) berupa
tunjangan hari raya keagamaan (THR), insentif, bonus, uang
pengganti fasilitas kerja, dan/atau uang servis pada usaha tertentu,
berikut penjelasannya:

1. Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut


THR adalah hak pendapatan pekerja berupa uang yang wajib
dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya
Keagamaan.
2. Insentif dapat diberikan oleh Pengusaha kepada pekerja dalam
jabatan atau pekerjaan tertentu sesuai kebijakan perusahaan.  

3. Bonus dapat diberikan oleh pengusaha kepada pekerja atas


keuntungan perusahaan. Bonus untuk pekerja diatur dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama. 

4. Uang pengganti fasilitas kerja: perusahaan dapat menyediakan


fasilitas kerja dan/atau memberikan uang pengganti fasilitas
kerja bagi pekerja dalam jabatan atau pekerjaan tertentu atau
seluruh pekerja, dalam hal fasilitas kerja tidak tersedia atau tidak
mencukupi. Penyediaan fasilitas kerja dan/atau pemberian uang
pengganti fasilitas kerja diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. 

5. Uang servis pada usaha tertentu dikumpulkan dan dikelola oleh


perusahaan. Uang servis pada usaha tertentu wajib dibagikan
kepada pekerja, setelah dikurangi biaya cadangan terhadap risiko
kehilangan atau kerusakan dan pendayagunaan peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Ketentuan mengenai uang servis
pada usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri

3. KESEJAHTERAAN 

Berdasarkan UU No 13. Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (31) Kesejahteraan


pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang
bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi

produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Kesejahteraan merupakan perwujudan dari terpenuhinya hak normatif


atau hak dasar serta kewajiban pada pekerja/buruh, pengaturan kesejahteraan
terdapat pada pasal 99, pasal 100 dan pasal 101 Undang-undang
Ketenagakerjaan bab X bagian ketiga yaitu mengenai kesejahteraan. Bahasan
kali ini akan membahas salah satu pasal yaitu tentang pengaturan mengenai
jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan untuk pekerja/buruh terkait dengan
pasal 100 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pada pasal 100 Undang-undang
Ketenagakerjaan dikatakan bahwa:

“1). Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya,


pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan;

2). Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),


dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan
ukuran kemampuan perusahaan;

3). Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai


dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.”
Beberapa unsur dalam pasal 100 Undang-undang Ketenagakerjaan
yaitu merupakan bentuk fasilitas kesejahteraan, kebutuhan pekerja/buruh,
serta ukuran kemampuan perusahaan. Hal tersebut akan dijelaskan oleh
penulis mengenai bentuk fasilitas kesejahteraan pada bagian penjelasan pasal
100 Undang-undang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa yang dimaksudkan
dengan fasilitas kesejahteraan, antara lain:

1. Pelayanan keluarga berencana;

2. Tempat penitipan anak;

3. Perumahan pekerja/buruh;

4. Fasilitas beribadah;

5. Fasilitas olah raga;

6. Fasilitas kantin;

7. Fasilitas kesehatan; dan

8. Fasilitas rekreasi.

B. PKWT DAN PKWTT


1. PKWT
a. Pengertian PKWT
Menurut PP No 35 tahun 2021, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
atau yang disingkat PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan
pengusaha/ pemberi kerja untuk mengadakan hubungan kerja dalam
waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Jangka waktu perjanjian
kerja, dapat ditentukan berdasarkan waktu atau berdasarkan
selesainya pekerjaan. Jika diatur berdasarkan selesainya pekerjaan,
misalnya proyek A dapat diselesaikan dalam waktu 2 tahun, maka
perjanjian kerja dilakukan selama 2 tahun. Perjanjian ini bisa
diperpanjang oleh perusahaan jika ada kondisi khusus yang menyebabkan
penyelesaian pekerjaan memerlukan waktu yang lebih lama. Jika batas
perjanjian diatur berdasarkan jangka waktu, maka hal ini disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan, apakah 1 tahun kontrak, 2 tahun, dan
seterusnya.
b. Dasar Hukum dalam PKWT
Dalam pasal 59 UU Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor 100 Tahun 2004, disebutkan bahwa PKWT hanya
dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, dengan
beberapa penjelasan sebagai berikut:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara yang penyelesaiannya
paling lama 3 tahun. PKWT yang didasarkan atas selesainya
pekerjaan tertentu harus mencantumkan batasan kapan pekerjaan
dinyatakan selesai. Dapat diperbaharui apabila kondisi pekerjaan
belum selesai dan dilakukan setelah melebihi masa tenggang 30 hari
setelah berakhirnya masa kerja.
b. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang
pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. PKWT yang
dilakukan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada
musim tertentu.
c. Pekerjaan yang berhubungan dengan sesuatu yang baru atau produk
yang masih dalam percobaan dan PKWT hanya dapat dilakukan
untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang
untuk satu kali paling lama 1 tahun.
d. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan
pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Jika bekerja
lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja
harian lepas berubah menjadi  PKWTT.
c. Syarat PKWT
Pada pelaksanaan PKWT, tercantum beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yakni:
a. Berdasarkan jangka waktu maksimal 3 tahun maupun selesainya
suatu pekerjaan tertentu.
b. Tidak berlaku masa percobaan (probation).
c. PKWT dibuat 3 rangkap secara tertulis yang ditujukan kepada
pekerja, pengusaha, dan Disnaker (Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi) setempat.
d. Diutamakan ditulis dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin.
d. Jangka Waktu PKWT
sebelum perjanjian kerja berakhir. Penambahan masa kerja hanya
boleh selama 1 tahun (setelah tahun ke-2, total 3 tahun). Masa kerja yang
melebihi dari 3 tahun, akan Sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003,
perusahaan hanya bisa menerapkan PKWT dalam waktu maksimal 2
tahun.
Apabila menginginkan perpanjangan, perusahaan harus
memberitahu maksimal paling lama 7 hari dianggap batal. Dan tergolong
ke dalam PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu).
e. Contoh Kasus PKWT
Diketahui bahwa PKWT tidak boleh memberikan masa percobaan
yang lamanya 3 bulan. Seandainya pekerja/buruh baru bekerja selama 2
bulan dari jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, lalu pengusaha
berkehendak untuk mengakhiri hubungan-kerja tersebut, maka pengusaha
wajib memberikan ganti rugi sebanyak 24 bulan dikurangi 2 bulan dan
sisanya dikalikan besarnya gaji per bulan. Sebaliknya, apabila diadakan
masa percobaan selama tiga bulan, dan seandainya baru dua bulan bekerja
lalu pekerja/buruh keluar, maka pengusaha tidak perlu memberikan ganti
rugi karena masih dalam masa percobaan. 
2. PKWTT
1. Pengertian PKWTT
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah
perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan Kerja yang bersifat tetap, tidak ada batasan waktu. Hubungan
kerja lahir atas dasar sebuah perjanjian kerja antara pekerja dan
pengusaha. Peraturan perundang-undangan perburuhan mengatur 2 jenis
perjanjian kerja menurut jangka waktunya yakni Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) atau pekerjanya sering disebut sebagai pekerja kontrak
dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pekerjanya
sering disebut sebagai pekerja tetap.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 (PP
35/2021) tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang
merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020,
pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya
disingkat PKWTT sebagai perjanjian kerja antara Pekerja/Buruh dengan
Pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap. 
Hubungan kerja yang bersifat tetap ini, tidak ada batasan waktu (bisa
sampai usia pensiun atau bila pekerja meninggal dunia). Perjanjian kerja
untuk pekerja PKWTT bisa tertulis atau lisan (pasal 2 ayat (2) PP
35/2021) selain itu hanya jenis perjanjian ini yang dapat mensyaratkan
adanya masa percobaan (pasal 58 ayat (1) UU Ketenagakerjaan No. 13
tahun 2003 dan pasal 12 ayat (1) PP 35/2021), Mengacu pada dasar
hukum PKWTT yakni UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 60
ayat (1), PKWTT hanya akan berakhir apabila karyawan memasuki masa
pensiun, meninggal dunia, atau mengajukan pengunduran diri atau resign.
Karena itulah, karyawan yang terikat dengan Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu ini disebut sebagai karyawan tetap.

3. Perbedaan PKWT Dan PKWTT

ASPEK PKWT PKWTT

Waktu Memiliki batasan waktu Tidak memiliki batasan


atau, durasi waktu atau bisa terus
Penyelesaian, berlangsung sampai
Pekerjaannya yang sudah karyawan memasuki
di sepakati bersama masa Pensiunan atau
Meninggal dunia.

Masa Percobaan Tidak di perbolehkan Diperbolehkan


masa percobaan melakukan masa
percobaan yang
waktunya berbeda-beda
sesuai kebijakan
Perusahaan

Kontrak kerja Pembuatan kontrak kerja Pembuatan kontrak


dilakukan secara tertulis kerja dapat dilakukan
secara tertulis maupun
lisan, namun dengan
menyertakan surat
pengangkatan kerja

Pencatatan Perjanjian kerja harus Perjanjian kerja tidak


dilaporkan ke dinas harus di laporkan
ketenaga kerjaan kedinas,ketenagakerjaan
setempat. setempat

Pemutusan Hubungan Sesuai dengan disepakati Jika PHK Dilakukan


Kerja (PHK) dalam perjanjian dengan alasan tertentu ,
maka harus dip roses
melalui lembaga
Penyelesaian

Kewajiban,Perusahaan Tidak ada kewajiban Perusahaan harus


Terkait PHK tertentu menyiapkan uang
Kompensasi , seperti
uang Pengantian hak,
uang Pasangon , atau
uang Penghargaan Masa
Kerja

C. PHK
1. Pengertian PHK
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa
tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan
yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang
goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang
berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja
berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat
tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada
waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya
diberhentian dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya. Maka
dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
juga dapat disebut dengan pemberhentian, separation atau pemisahan
memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan
alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban pekerja dan
perusahaan.

2. Fungsi dan tujuan PHK


a. Fungsi PHK
1. Mengurangi biaya tenaga kerja.
2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen
adalah mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu
meningkatkan kinerjanya.
3. Meningkatkan inofasi PHK meningkatkan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan, yaitu:
 Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual
yang tinggi.
 Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk.
 Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebagai
sumber daya yang dapat memberikan inovasi/menawarkan
pandangan baru.
4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan
kesempatan untuk mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang
berbeda-beda dan mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis
kelamin tenaga kerja.
b. Tujuan PHK
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat
dengan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun tujuan lebih
menitik beratkan pada jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka
tujuan PHK diantaranya:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya dengan
baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti
kesulitan penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan,
tidak adanya bahan baku produkti, menurunnya permintaan, kekurangan
bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya
persaingan.
3. Jenis-jenis PHK
1. PHK Demi Hukum Pekerja yang telah meninggal dunia ataupun pekerja
yang perjanjian kerjanya telah habis tidak perlu diberikan surat PHK.
2. PHK Akibat dari Pelanggaran Perjanjian Kerja Jenis PHK ini terjadi atas
kemauan salah satu pihak, bisa karena pengunduran diri ataupun
pelanggaran terhadap perjanjian kerja.
3. PHK Akibat dari Kondisi Tertentu Penyebab PHK ini karena pekerja
mengalami sakit berkepanjangan, efisiensi perusahaan, perusahaan pailit,
dan perusahaan terus mengalami kerugian.
4. PHK Akibat dari Kesalahan Berat Pekerja mengalami PHK jenis ini karena
telah melakukan kesalahan berat, seperti penipuan, penggelapan uang,
penganiayaan rekan kerja, pembocoran rahasia perusahaan yang bukan
untuk kepentingan negara, dan sebagainya.
4. Peoses dan Prosedur PHK
Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur prosedur PHK untuk dua
jenis karyawan, yaitu karyawan kontrak (PKWT) dan karyawan tetap
(PKWTT).
1. Prosedur PHK untuk karyawan kontrak Di bawah ini merupakan prosedur
PHK untuk karyawan kontrak (PKWT), yaitu:
 Perusahaan menyiapkan berkas serta data pendukung sebagai dasar
PHK.
 Menginformasikan berita PHK kepada karyawan yang bersangkutan.
 Melakukan musyawarah untuk mencari kesepakatan dua belah pihak.
 Mengadakan mediasi hukum.
 Mempersiapkan kompensasi PHK.
2. Prosedur PHK untuk karyawan tetap Di bawah ini merupakan prosedur
dalam melakukan PHK untuk karyawan tetap (PKWTT), yaitu:
 Mencari jalan tengah di antara karyawan dengan perusahaan melalui
musyawarah untuk menemukan solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
 Jika musyawarah tidak mendapatkan hasil, makan akan dilakukan
mediasi bersama Dinas Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga untuk
membantu mencari solusi.
 Jika mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja juga tidak berhasil mencapai
jalan tengah, maka akan diadakan mediasi hukum ke pengadilan
hubungan industrial lewat surat permohonan secara tertulis.
 Setelah persetujuan bipartit disetujui, yaitu perundingan hubungan
industrial di antara pekerja dan perusahaan, maka dapat melakukan
penandatanganan perjanjian bersama.
 Prosedur terakhir adalah pemberian uang pesangon yang wajib
diberikan setelah karyawan resmi terkena PHK, sesuai aturan dalam
UU Ketenagakerjaan.

D. UANG PESANGON
1. Pengertian
Uang pesangon adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh
perusahaan pemberi kerja kepada pegawai, dengan nama dan
atau dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau
terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak
Pasal 40 Ayat 3 Berdasarkan UU Cipta Kerja, dijelaskan bahwa
komponen pesangon PHK meliputi gaji pokok dan juga tunjangan tetap bagi
karyawan beserta keluarganya. Sehingga perusahaan harus ingat untuk tetap
memberikan slip gaji kepada karyawan dan menginput semua informasi
beserta tunjangan dalam aplikasi slip gaji
2. Tujuan Adanya Uang Pesangon

Uang pesangon merupakan hak yang harus diterima pekerja yang


mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan demikian perusahaan
wajib memberikan kompensasi kepada karyawan yang terkena PHK
tersebut.Adapun tujuan pemberian uang pesangon adalah sebagai bentuk
tanggung jawab perusahaan kepada karyawannya yang tidak lagi
mendapatkan upah setelah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sehingga dengan begitu uang pesangon dapat digunakan karyawan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sampai mereka mendapatkan
pekerjaan lagi.

3. Jenis-Jenis Uang Pesangon


a. Uang Pesangon

Uang pesangon umumnya terbagi menjadi tiga jenis. Jenis-jenis


ini wajib diketahui oleh masing-masing pihak, antara perusahaan dan
karyawan: Jenis pertama adalah uang pesangon, di mana perhitungan
didasarkan pada sejumlah uang atau gaji pokok ditambah tunjangan lain
seperti tunjangan makanan, transport, jabatan, kesehatan dan lainnya. Hal
tersebut sudah tertuang dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 156 ayat 2. 

b. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)


Selain uang pesangon, ada juga uang penghargaan masa kerja atau
disebut UPMK. Pendanaan yang diterima ini tidak hanya berasal dari gaji
pokok dan tetap saja, tapi juga hak penghargaan yang diberikan oleh
perusahaan atas loyalitas dan prestasi Anda di sana. UPMK tertulis dalam
undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 156
ayat 3. Anda bisa mengecek klausul-klausul tentang UPMK di pasal
tersebut. 

c. Uang Penggantian Hak (UPH)

Jenis pesangon terakhir adalah penggantian hak (UPH). Sesuai


namanya, jenis pesangon ini juga wajib diberikan perusahaan kepada
karyawan. Contoh UPH seperti cuti tahunan yang belum sempat diambil
atau hangis. UPH juga termasuk pada perawatan, pengobatan dan
perumahan sebesar 15% dari uang penghargaan masa kerja apabila
karyawan memenuhi syarat. Selain itu, biaya transportasi pegawai yang
melakukan dinas di luar daerah, dan lain-lain. UPH sudah tertuang dalam
UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 4 karena
mantan pegawai memiliki hak untuk  memperoleh uang penggantian hak. 

4. Mekanisme atau Cara Kerja Uang Pesangon

Perusahaan biasanya menawarkan pembayaran pesangon kepada


karyawan dalam situasi dan keadaan tertentu, biasanya saat karyawan tersebut
mampu bekerja dalam waktu tertentu kemudian mengundurkan diri atau
diberhentikan (PHK). Sebagian besar pemberi kerja memiliki kebijakan dalam
buku panduan karyawan yang menjelaskan metodologi khusus mereka dalam
menangani uang pesangon.
Berikut cara cara kerja pembayaran pesangon di sebagian besar
organisasi:

1. Perusahaan memberitahu karyawan terkait PHK mendatang

2. Korporasi mengatur pertemuan dengan karyawan untuk menetapkan


bahasan tentang pesangon.

3. Perusahaan menawarkan uang pesangon yang bersyarat setelah


menandatangani perjanjian pesangon

4. Karyawan menerima paket pesangon atau menegosiasikannya kembali

5. Karyawan dan perusahaan menandatangani perjanjian pesangon setelah


mencapai kesepakatan.

Setelah menandatangani dan mengencani perjanjian pesangon,


karyawan akan mendapatkan paket pesangon berupa pembayaran tunggal atau
pembayaran berulang selama periode tertentu.

5. Apakah Pesangon Kena Pajak?

Uang pesangon adalah penghasilan kena pajak secara hukum.


Umumnya, baik perusahaan maupun pekerja sama-sama membayar persentase
tertentu untuk jaminan sosial dan pajak kesehatan atas gaji karyawan. Uang
pesangon untuk karyawan yang terkena PHK akan dikenakan pajak sesuai
besarnya jumlah upah yang didapatkan. Simulasinya seperti ini: 

1. Penerimaan pesangon sampai dengan Rp50.000.000 = 0%

2. Pesangon Rp50.000.000 – Rp100.000.000 = 5%

3. Penerimaan pesangon Rp100.000.000 – Rp500.000.000 = 15% 

4. Penerimaan Pesangon lebih dari Rp500.000.000 = 25% 


Perlu diketahui bahwa pajak pesangon ini masuk dalam objek dari PPh
21. Lebih jauh, tarif pajak pada pesangon karyawan yang pensiun lebih kecil.
Berikut besarannya:

1. Penerimaan Pesangon sampai Rp50.000.000 = 0%

2. Penerimaan pesangon lebih dari Rp50.000.000 = 5%

6. Ketentuan Uang Pesangon dan Cara Menghitungnya


Untuk bisa mengetahui besaran uang pesangon yang akan dapatkan
maka hal yang perlu diketahui adalah alasan pemutusan hubungan kerja.
Karena hal ini yang akan membedakan perhitungan uang pesangon akibat
pemutusan hubungan kerja karena pensiun, mengundurkan diri, atau karena
alasan yang lainnya. Jenis uang dibawah ini wajib dibayarkan oleh perusahaan
setelah adanya pemutusan hubungan kerja dan menjadi hak pekerja untuk
menerimanya. Kalaupun ada kejanggalan, maka layak untuk
mengkonsultasikannya ke Dinas Tenaga Kerja setempat untuk mendapatkan
penyelesaian yang pasti. Berikut rincian ketentuan dan besaran uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak adalah
sebagai berikut:

a. Uang Pesangon (UP)

Upah yang dimaksud disini adalah jumlah gaji pokok setelah ditambah
dengan tunjangan tetap. Perlu diketahui bahwa tunjangan tetap bisa
berbeda-beda pada suatu perusahaan. Kadang kita bingung mengenai
istilah tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Contoh dari tunjangan
tetap bisa seperti tunjangan transport, kesehatan dan lain sebagainya.
Intinya tunjangan tetap akan selalu dihitung dan dibayarkan meskipun
kamu sedang berhalangan hadir ke kantor/perusahaan.Besarnya uang
pesangon karyawan yang wajib kamu berikan juga telah ditentukan oleh
Pasal 156 Ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003,
yakni:

 Masa kerja < 1 tahun = 1 bulan upah;


 Lama kerja 1 tahun/ lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah;
 Masa kerja 2 tahun/lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah;
 Lama kerja 3 tahun/ lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah;
 Masa kerja 5 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 5 bulan upah;
 Lama kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 6 bulan upah;
 Masa kerja 7 tahun/lebih tetapi kurang dari 8 tahun= 7 bulan upah;
 Lama kerja 8 tahun/lebih = 9 bulan upah.
b. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)

Orang bekerja bukan hanya soal gaji bulanan, tapi juga perlu
mendapatkan penghargaan atas apa yang dikerjakan. Oleh karena itu kita
mesti bersyukur hidup di negeri tercinta ini karena apa yang kita kerjakan
juga dinilai dan dihargai. Minimal setelah 3 (tiga) tahun bekerja di
perusahaan dan apabila terjadi pemutusan hak kerja, kita telah berhak
mendapatkan penghargaan itu dalam bentuk uang. Semua itu juga diatur
dalam Undang-Undang. Berikut ini adalah ketentuan uang penghargaan
atas masa kerja seseorang di perusahaan. Ketentuan ini sesuai dengan UU
Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat (3).

Perhitungan uang penghargaan masa kerja mengikuti ketentuan


berikut ini:

 Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah


 Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
 lama kerja 9 tahun/lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
 Masa kerja 12 tahun/lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
 Masa kerja 15 tahun/lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
 Lama kerja 18 tahun/lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
 Lama kerja 21 tahun/lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
 Masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah

c. Uang Penggantian Hak (UPH)

Selain dua komponen diatas setelah adanya pemutusan hubungan


kerja mantan karyawan juga berhak berhak atas uang penggantian hak
sebagai pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Hal ini diatur
dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat
(4).

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh mantan


karyawan tersebut sebagai berikut:

 Cuti tahunan yang belum sempat diambil atau belum gugur;

 Biaya transportasi pekerja (termasuk keluarga) ke tempat dimana ia


diterima bekerja (uang ini biasanya diberikan ketika
pekerja/karyawan ditugaskan ke lain daerah yang cukup jauh dan
sulit dijangkau; perusahaan biasanya memberikan uang ganti
transportasi);

 Biaya penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang


ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja (UPMK) bagi yang memenuhi syarat;
 Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

7. Syarat Mendapatkan Uang Pesangon

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa uang pesangon


merupakan sejumlah dana yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas
dasar berakhirnya masa kerja atau adanya pemutusan hubungan kerja. Di
Indonesia ini sendiri, untuk mendapatkan uang pesangon ada syarat yang
harus dipenuhi. Berikut diantaranya:

a. Karyawan Memasuki Masa Pensiun

Tidak selalu karyawan dapat bekerja seumur hidupnya. Akan ada


masa dimana karyawan tersebut memasuki masa pensiun. Karyawan yang
memasuki masa pensiun maupun pensiun dini wajib diberikan uang
penghargaan. Yang membedakan adalah nominal yang diberikan. Sebagai
contoh apabila karyawan tersebut pensiun dikarenakan sakit maka jumlah
uang yang diberikan lebih sedikit. Hal tersebut dikarenakan adanya
tunjangan lain yang dapat menggantikan.

Namun, apabila karyawan tersebut pensiun karena sudah melewati


usia masa aktif maka uang diberikan akan jauh lebih tinggi. Hal tersebut
dikarenakan tidak adanya tunjangan kerja bagi karyawan tersebut.
b. Karyawan Terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja bisa disebabkan oleh beberapa hal,


karena memang kondisi perusahaan yang tidak baik atau kinerja
karyawan yang bertindak diluar peraturan perusahaan. Perusahaan yang
kondisinya sedang tidak baik seperti penurunan profit maka bisa
menyebabkan pemutusan hubungan kerja. Dalam kondisi pemutusan
hubungan kerja maka perusahaan wajib memberikan uang pesangon
kepada karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
tersebut. Apabila perusahaan tidak memberikan uang pesangon kepada
karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maka
karyawan akan merasa tidak dihargai atas kinerja dan loyalitas yang telah
diberikan terhadap perusahaan tersebut.

Bahkan segala hal mengenai uang pesangon sudah disesuaikan


dengan aturan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia. Apabila terjadi
tindakan diluar hukum atau tindakan yang tidak menyenangkan seperti
tidak adanya pesangon bagi karyawan yang memenuhi syarat maka
karyawan tersebut dapat mengadukannya kepada bagian ketenagakerjaan.

8. Perbedaan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang


Penggantian Hak

Diantara ketiga uang yang wajib diberikan perusahaan kepada


karyawannya yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Lantas
apa saja perbedaan dari ketiga jenis dana tersebut? Pada keadaan PHK seperti
apa uang tersebut dapat diberikan? Berikut diantaranya. Uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak diberikan kepada buruh
atau karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagai berikut:

a. Buruh atau karyawan melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau


melanggar aturan perusahaan

b. Buruh atau karyawan mengajukan pemutusan hubungan kerja sendiri


karena pelanggaran pengusaha

c. Adanya pernikahan antara pekerja dalam satu perusahaan (jika ada aturan
di perusahaan)

d. Adanya pemutusan hubungan kerja masal karena perusahaan mengalami


penurunan profit atau merugi

e. Pemutusan hubungan kerja masal karena perusahaan melakukan efisiensi

f. Adanya peleburan, penggabungan dan perubahan status sehingga buruh


atau karyawan tidak mau melanjutkan hubungan kerja

g. Adanya peleburan, penggabungan dan perubahan status sementara


pemilik usaha tidak mau melanjutkan hubungan kerja

h. Perusahaan pailit

i. Pekerja yang meninggal dunia


j. Pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan dikarenakan kecelakaan
kerja (setelah 12 bulan)

Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui lagi bahwa buruh atau


karyawan hanya mendapatkan uang penggantian hak dan uang penghargaan
masa kerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja karena beberapa hal
sebagai  berikut:

 Pekerja yang ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan setelah 6 bulan
lamanya

 Pekerja yang ditahan dan diputuskan bersalah

Kemudian, pekerja yang hanya mendapatkan uang penggantian hal dan


uang pisah jika terjadi pemutusan kerja karena alasan sebagai berikut:

 Pekerja yang mangkir selama 5 hari lebih dan telah dipanggil 2 kali secara
patut

 Pekerja yang mengundurkan diri tanpa adanya tekanan

Aturan Pesangon Berdasarkan Pasal 40 Ayat (2) PP NO. 35 Tahun 2021

Masa Kerja Uang Pesangon (UP)

>1 Tahun 1 Bulan Upah

1-2 Tahun 2 Bulan Upah

2-3 Tahun 3 Bulan Upah


3-4 Tahun 4 Bulan Upah

4-5 Tahun 5 Bulan Upah

5-6 Tahun 6 Bulan Upah

6-7 Tahun 7 Bulan Upah


7-8 Tahun 8 Bulan Upah
<8 Tahun 9 Bulan Upah

Pemerintah menerbitkan aturan terbaru terkait pesangon PHK dalam


UU Cipta Kerja atau yang dikenal juga dengan Omnibus Law Cipta Kerja.

Di sana dijelaskan mengenai alih daya, perjanjian kerja kontrak


karyawan, PHK, jam kerja dan juga waktu istirahat. Jadi jangan lupa untuk
selalu memperbarui software payroll yang anda gunakan dengan adanya
aturan aturan baru ini.

Semua tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah nomor 35 th. 2021.


Adapun penjabaran mekanismenya, yaitu:

1. Pasal 40 Ayat 2

Mengatur nilai atau besar pesangon yang harus dibayarkan


perusahaan kepada karyawan, seperti:

 Karyawan yang di PHK setelah masa kerja kurang dari setahun,


menerima pesangon sebesar satu bulan gaji
 Masa kerja setahun lebih tapi kurang dari dua tahun, menerima dua
bulan gaji

 Bagi yang bekerja dua tahun lebih tapi kurang dari tiga tahun,
pesangonnya tiga bulan gaji

 Karyawan dengan masa kerja 3 sampai kurang dari 4 tahun, menerima 4


bulan gaji

 Apabila bekerja 4 tahun sampai kurang dari 5 tahun, maka pesangonnya


5 bulan gaji

 Masa kerja lima sampai kurang dari enam tahun, pesangonnya 6 bulan
gaji
Untuk karyawan dengan masa kerja 6-kurang dari 7 tahun, menerima
pesangon 7

 bulan gaji

 Untuk masa kerja 7-kurang dari 8 tahun, menerima 8 bulan gaji untuk
pesangon

 Sementara yang masa kerjanya 8 tahun hingga lebih, pesangon yang


diterima sebesar 9 bulan gaji

2. Pasal 43

Menyatakan bahwasanya perusahaan atau pihak pemberi kerja


dapat membayarkan pesangon kurang dari ketentuan yang ada di pasal 40
ayat 2. Perusahaan dapat mengurangi nilai pesangon PHK apabila terjadi
efisiensi pada perusahaan karena menderita kerugian.
3. Pasal 42 Ayat 2

Menerangkan bahwa jika terjadi perubahan persyaratan kerja akibat


pengalihan usaha dan karyawan tidak ingin melanjutkan hubungan kerja,
maka pesangon bisa dikurangi.

4. Pasal 40 Ayat 3

Dalam pasal ini disebutkan, bahwa selain pesangon PHK karyawan


juga berhak menerima uang penghargaan masa kerja.

Ketentuan tersebut dijabarkan sebagai berikut.

 Karyawan dengan masa kerja 3 tahun sampai kurang dari 6 tahun menerima
UPMK sebesar dua bulan gaji
 Masa kerja 6 sampai kurang dari 9 tahun menerima 3 bulan gaji

 Untuk masa kerja 9 sampai kurang dari dua belas tahun, menerima empat
bulan gaji

 Masa kerja 12 sampai kurang dari 15 tahun, menerima 5 bulan gaji

 Bagi yang masa kerjanya 15 tahun sampai kurang dari 18 tahun, UPMK yang
diterima sebesar 6 bulan gaji

 Untuk masa kerja 18 sampai kurang dari 21 tahun, UPMK yang diterima 7
bulan gaji

 Masa kerja 21 tahun hingga kurang dari 24 tahun, UPMK yang diterima
sebesar 8 bulan gaji

 Masa kerja 24 tahun hingga lebih, UPMK yang diterima sebesar 10 bulan gaji
Berdasarkan UU Cipta Kerja, dijelaskan bahwa komponen pesangon PHK
meliputi gaji pokok dan juga tunjangan tetap bagi karyawan beserta keluarganya.
Sehingga perusahaan harus ingat untuk tetap memberikan slip gaji kepada
karyawan dan menginput semua informasi beserta tunjangan dalam aplikasi slip
gaji. Pihak pemberi kerja atau perusahaan juga berhak tidak memberikan
pesangon pada karyawan yang di PHK dengan beberapa alasan.

Adapun PHK yang tidak dapat pesangon diantaranya karena karyawan


melakukan tindak pidana, melanggar peraturan yang ada, atau karyawan berhenti
secara sukarela. Baik pekerja maupun pemilik usaha, idealnya memahami
peraturan ini. Dengan begitu, dapat saling bekerja sama hingga saatnya terjadi
pemutusan hubungan kerja tanpa ada yang rugi.

Pihak pemberi kerja bisa memberikan pesangon 0,5 kali dan UPMK
sebesar 1x jika segala alasannya memenuhi ketentuan untuk pengurangan
pesangon.

Pesangon PHK adalah uang terakhir yang diterima karyawan dari


tempatnya bekerja usai putus hubungan kerja. Oleh karena itu, agar bermanfaat
maka Anda harus pandai dalam mengelolanya. Berikut ini tips mengelola uang
pesangon agar bermanfaat bagi kehidupan Anda.
Perbedaan PHK dan Pesangon pada UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

perbedaan aturan yang ada di Undang-Undang Ketenagakerjaan dan RUU


Cipta Kerja

No Topik Undang-Undang Ketenagakerjaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

1. Upah
Adanya upah satuan hasil dan waktu.
Upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan
Upah satuan hasil berdasarkan satu waktu seperti harian,
Tidak diatur dalam UUK sebelumnya
dan waktu mingguan atau bulanan. Sementara upah satuan
hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan
hasil dari pekerjaan yang telah disepakati.
Upah minimum ditetapkan di tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Meniadakan upah minimum sektoral
Upah Minimum
Sektoral. Berdasarkan Pasal 89 UUK, kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral
Sektoral dan
setiap wilayah  diberikan hak untuk kabupaten/kota (UMSK), sehingga penentuan
Upah Minimum
menetapkan kebijakan Upah minimum upah hanya berdasarkan Upah Minimum
Kabupaten/Kota
mereka sendiri baik  di tingkat provinsi Provinsi (UMP)
dan tingkat Kabupaten/Kotamadya.
Memberikan bonus, atau penghargaan lainnya
bagi pekerja sesuai dengan masa kerjanya.
Bonus Tidak diatur dalam UUK sebelumnya Bonus tertinggi senilai lima kali upah bagi
pekerja yang telah bekerja selama 12 tahun atau
lebih.
Rumus yang dipakai adalah UMt+{UMt,
x (INFLASIt + % ∆ PDBt )}
Keterangan :
UMn : Upah minimum yang
ditetapkan
UMt : Upah minimum tahun Rumus yang dipakai adalah UMt+1 = UMt +
berjalan (UMt x %PEt)
Inflasit : Inflasi yang dihitung dari Keterangan :
Perbedaan Rumus periode September tahun yang lalu UMt : Upah minimum tahun berjalan
menghitung upah sampai dengan periode September PEt : Pertumbuhan ekonomi tahunan
minimum
tahun berjalan Tidak ada ada inflasi, tapi menjadi
∆ PDBt : Pertumbuhan Produk pertumbuhan ekonomi daerah
Domestik Bruto (PDB) yang dihitung
dari pertumbuhan PDB yang
mencakup periode kwartal III dan IV
tahun sebelumnya dan periode
kwartal I dan II tahun berjalan

2. Pesangon
Uang Penggantian
Diatur dalam pasal 156 (4) UUK Tidak adanya uang penggantian hak
Hak
Uang penghargaan masa kerja 24 tahun dihapus.
RUU Cipta Kerja menghapus poin H dalam
Uang pasal 156 ayat 3 terkait uang penghargaan bagi
Penghargaan Diatur dalam pasal 156 (3) UUK pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 24
Masa Kerja tahun atau lebih dimana seharusnya
pekerja/buruh menerima uang penghargaan
sebanyak 10 bulan upah.
Uang pesangon Pasal 161 UUK menyebutkan : • Menghapuskan uang pesangon bagi
(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerja/buruh yang di PHK karena surat
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam peringatan. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan
perjanjian kerja, peraturan perusahaan pasal 161 menyebutkan pekerja/buruh yang di
atau perjanjian kerja bersama, pengusaha PHK karena mendapat surat peringatan
dapat melakukan pemutusan hubungan memiliki hak mendapatkan pesangon.
kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang • Menghapuskan uang pesangon bagi
bersangkutan diberikan surat peringatan pekerja/buruh yang di PHK karena
pertama, kedua, dan ketiga secara
peleburan, pergantian status kepemilikan
berturut-turut.Pasal 163  (1) UUK
menyebutkan : perusahaan. Pekerja/buruh yang di PHK
Pengusaha dapat melakukan pemutusan karena pergantian status kepemilikan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh perusahaan tidak akan diberi pesangon
dalam hal terjadi perubahan status, lagi oleh perusahaan awal,  sebab hal ini
penggabungan, peleburan, atau perubahan sudah dihapus dalam RUU Cipta Kerja.
kepemilikan perusahaan dan pekerja/
buruh tidak bersedia melanjutkan
hubungan kerja, maka pekerja/buruh • Menghapuskan  uang pesangon bagi
berhak atas uang pesangon sebesar 1 pekerja/buruh yang di PHK karena
(satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat perusahaan merugi 2 tahun dan pailit.
(2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu)
Pemerintah telah menghapus UU
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam Ketenagakerjaan pasal 164 dan 165 di
Pasal 156 ayat (4).Pasal 164 dan 165 dalam RUU Cipta Kerja. Jadi nantinya
UUK mengatur mengenai pekerja/buruh pekerja/buruh yang di PHK karena
yang di PHK karena perusahaan merugi perusahaan mengalami kerugian dan
dan pailit berhak mendapat pailit tidak mendapatkan pesangon.
pesangon.Pasal 166 UUK mengatur hak
keluarga buruh atau pekerja. Bila buruh
atau pekerja meninggal dunia, pengusaha • Menghapuskan uang santunan berupa
harus memberikan uang kepada ahli pesangon bagi ahli waris atau keluarga
waris.
apabila pekerja/buruh meninggal. Draft
RUU Cipta Kerja juga telah menghapus
pemberian uang santunan berupa
pesangon, hak uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak bagi ahli
Pasal 167 UUK mengatur mengenai waris yang ditinggalkan.
pesangon untuk pekerja/buruh yang
di PHK karena memasuki usia • Menghapuskan uang pesangon bagi
pensiun. pekerja/buruh yang di PHK karena akan
memasuki usia pensiun. Pemerintah
telah menghapus pasal 167 UUK yang
isinya mengatur pesangon bagi
pekerja/buruh yang di PHK karena
memasuki usia pensiun.

Pemutusan
5 Hubungan
Kerja (PHK)
RUU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi alasan
Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada  9
perusahaan boleh melakukan PHK, diantaranya
alasan perusahaan boleh melakukan PHK
meliputi:
seperti:
• Perusahaan melakukan efisiensi
• Perusahaan bangkrut
• Perusahaan melakukan penggabungan,
• Perusahaan tutup karena merugi
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
• Perubahan status perusahaan
Alasan perusahaan
• pekerja/buruh melanggar perjanjian
perusahaan boleh • Perusahaan dalam keadaan penundaan
kerja
melakukan PHK kewajiban pembayaran utang
• pekerja/buruh melakukan kesalahan
• Perusahaan melakukan perbuatan yang
berat
merugikan pekerja/buruh
• pekerja/buruh memasuki usia pensiun
• Pekerja/buruh mengalami sakit
• pekerja/buruh mengundurkan diri
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan
• pekerja/buruh meninggal dunia
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya
• pekerja/buruh mangkir
setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan

Anda mungkin juga menyukai