Anda di halaman 1dari 37

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia i

KATA PENGANTAR

Bahan ajar Kebijakan Ketenagakerjaan di Indonesia ini

disusun sebagai salah satu perangkat pembelajaran pendidikan

satuan pengamanan sektor pariwisata.

Secara garis besar bahan ajar ini berisi tentang hak dan

kewajiban buruh/tenaga kerja, hak dan kewajiban

majikan/pengusaha serta hubungan industrial yang melibatkan

buruh dan pengusaaha.

Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih banyak

kekurangan, kritik membangun kami perlukan demi

sempurnanya bahan ajar ini.

Harapan kami dengan membaca bahan ajar ini,

buruh/tenaga kerja dapat memahami dan melaksan hak dan

kewajian mereka sebagai buruh/tenaga kerja.

Semarang, 2016

Kepala,

Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd.


NIP. 196306251990021001

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia ii


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................. iii

BAB I HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KERJA ............................. 1

1.1. Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia ..... 1

1.2. JaminanPerlindungan Hukum Buruh Berdasarkan UU

Nomor 13 Tahun 2003 .................................................... 5

1.3. Hak dan Kewajiban Buruh Menurut Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 .................................................... 8

BAB II HUBUNGAN INDUSTRIAL.............................................. 26

2.1. Pengertian ................................................................. 26

2.2. Perselisihan Hubungan Industrial ................................ 28

2.3. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial .......... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 32

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia iii


Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia iv
BAB I

HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KERJA

1.1. Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia

Hak dasar warga negara untuk memperoleh pekerjaan

diatur dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang yang menyatakan

bahwa : “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ketentuan tersebut

dipertegas kembali dalam pasal 28 D yang menyatakan bahwa : “

Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Sedangkan pasal 28 I ayat (4) menyatakan bahwa: “

perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah”.

Artinya hak atas pekerjaan serta hak untuk mendapatkan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan menjadi tanggung

jawab negara untuk memenuhinya. Atas dasar konstitusi inilah

negara berperan aktif terlibat dalam melindungi buruh/tenaga

kerja.

Sejak masa reformasi lahir Undang-Undanng yang yang

berkaitan dengan ketenagakerjaan antara lain UU No. 21 Tahun

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 1


2000 tentang Serikat Pekerja, UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Hubungan

Industrial. Undang-undang tersebut lahir sebagai salah satu

konsekuensi amandemen UUD 1945 yang dalam salah satu

pasalnya menegaskan,” setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja “ dan ratifikasi Konvensi International Labour

Organization (ILO) di antaranya Konvensi No. 87 dan No. 98

tentang Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama, Konvensi

No. 100 dan No. 111 tentang Larangan Diskriminas, Konvensi No.

29 dan No. 105 tentang Larangan Kerja Paksa dan Konvensi No.

138 dan 182 tentang Larangan Mempekerjakan Anak.

Dalam pandangan Ikhwan Fahrojih pelaksanaan UU No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat beberapa

ketimpangan antara lain :

Pertama, Outsourcing (alih daya). Istilah ini diartikan

sebagai pemindahan atau pendelegasian proses bisnis kepada

suatu badan penyedia jasa di mana badan penyedia jasa tersebut

melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan

definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Alih

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 2


daya dapat berbentuk pemborongan pekerjaan atau penyedia

jasa buruh. Outsourcing (alih daya) yang diatur dalam pasal 65

ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

seharusnya hanya untuk pekerjaan penunjang (non-core bussines)

bukan untuk pekerjaan inti (core business), namun secara praktik

banyak ditabrak dan diputarbalikkan oleh pengusaha, sehingga

banyak pekerjaan inti yang dilaksanakan berdasarkan kontrak

kerja outsourcing.

Meskipun norma yang terdapat dalam ketentuan UU

Ketenagakerjaan telah jelas melarang alih daya dalam pekerjaan

inti, namun ketentuan tersebut tidak disertai dengan

konsekuensi hukum (sanksi), sehingga sulit untuk ditegakkan.

Kedua, sistem kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu (PKWT) yang diatur dalam pasal 56 s.d 59 UU No.13

tahun 2003 sesungguhnya dimaksudkan untuk mengatur

hubungan kerja dalam pekerjaan yang bersifat sementara.

Karena sifat pekerjaannya hanya sementara (dalam waktu

tertentu/musiman) sehingga status pekerjaan buruhnya adalah

sementara juga, UU ini secara tegas melarang penggunaan PKWT

dalam pekerjaan yang bersifat permanen. Pengaturan ini

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 3


dimaksudkan untuk menjaga agar buruh/pekerja mendapatkan

kepastian atas pekerjaan namun dalam praktiknya banyak terjadi

pekerja kontrak dalam pekerjaan yang permanen.

Ketiga, Pengawasan Ketenagakerjaan. Secara konseptual

pengaturan pengawasan di bidang ketenagakerjaan telah diatur

dalam sejumlah peraturan perundang-undangan meliputi:

Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan

Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun

1948, Peraturan Menteri Buruh No. 3 Tahun 1984 tentang

Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu,Undang-Undang NO. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Bab XIV, pasal 176-181

UUK) dan Undang-Undang No.21 Tahun 2003 tentang

Pengesahan Konvensi ILO No.81 (1947) tentang Pengawasan

Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan (Labour

Inspection in Industry and Commerce).

Dengan disahkannya Konvensi ILO No. 81, maka fungsi

sistem pengawasan diharapkan memenuhi standar hukum

internasional, serta memperkuat pengaturan pengawasan

ketenagakerjaan yang diatur dalam Undang-Undang

Ketenagakerjaan (UUK).

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 4


Secara teori, konsekuensi sanksi hukum yang didasarkan

pada pengawasan ketenagakerjaan bisa berupa dua hal, Sanksi

Administratif dan Sanksi Pidara. Namun ada sejumlah kelemahan

mendasar dalam pengaturan sanksi terkait dengan kinerja

pengawasan, antara lain: Menyangkut kekosongan hukum, yang

mana mekanisme sanksinya tidak jelas. Sebagai contoh,

penegakan hukum yang tidak memiliki konsekuensi sanksi

administratif maupun pidana seperti kejahatan pelanggaran

menyangkut Pasal 59 UUK ( (mengenai Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu), Pasal 64-66 UUK ( (mengenai outsourcing), dan Pasal

189 UUK (mengenai kewajiban pengusaha membayar hak atau

ganti rugi) belum adanya pengaturan dan mekanisme komplain

bila pengawasan ketenagakerjaan tidak menegakkan hukum

secara administratif maupun pidana dan menyangkut ketidak

efektifan dan kelemahan kerja pengawasan.

1.2. Jaminan Perlindungan Hukum Buruh Berdasarkan UU

Nomor 13 Tahun 2003

Adapun jaminanan perlindungan yang diberikan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan antara lain:

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 5


1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah

memberikan perlindungan kepada buruh dalam mewujudkan

kesejahteraan (Pasal 4 huruf C).

2. Setiap warga negara memiIiki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5),

3. Setiap pekerja berhak memperoleh pengakuan yang sama

tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6);

4. Setiap buruh berhak untuk memperoleh dan/atau

meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja

sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan melalui

pelatihan kerja (Pasal 11);

5. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk

mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang-bidang

tugasnya (Pasal 12 ayat (3));

6. Setiap buruh memunyai hak dan kesempatan yang sama

untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan

memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar

negeri (Pasal 31);

7. Setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 6


keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia

serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat (1));

8. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang

memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal

88 ayat (1));

9. Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh

jaminan sosial buruh (Pasal 99 ayat (1));

10. Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota

serikat pekerja (Pasal 104 ayat (1)).

Lingkup perlindungan terhadap pekerja menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 meIiputi:

1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja untuk berunding

dengan pengusaha;

2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

3. Perlindungan khusus bagi pekerja perempuan, anak-anak, dan

penyandang cacat;

4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan dan jaminan sosial

buruh.

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 7


1.3. Hak dan Kewajiban Buruh menurut Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003

Setiap hubungan hukum yang lahir baik dari perikatan

maupun peraturan perundang-undangan selalu mempunyai dua

aspek yaitu hak dan kewaiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban,

sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.

Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Hak

memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam

melaksanakannya. Kewajiban merupakan norma hukum positif

yang memerintahkan perilaku individu dengan menetapkan

sanksi atas perilaku yang sebaliknya. Konsep kewajiban hukum

pada dasarnya terkait dengan konsep sanksi. Subyek dari suatu

kewajiban hukum adalah individu yang perilakunya bisa menjadi

syarat pengenaan sanksi sebagai konsekuensinya.

Hak dan kewajiban bukan merupakan kumpuIan peraturan

atau kaidah, melainkan merupakan perimbangan kekuasaan

dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada

kewajiban pada pihak lawan. Hak dan kewajiban merupakan

kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum.

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 8


Darwin Prints memberikan pengertian hak bagai sesuatu

yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari

kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban

adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus

dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya.

1.3.1. Hak-Hak Buruh

Adapun hak-hak yang dimiliki pekerja adalah sebagai

berikut:

1. Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88

s/d 97 Undang-undang No. 13 Tahun 2003; Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah);

2. Hak atas pekejaan dan penghasilan yang layak bagi

kemanusiaan (Pasal 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

3. Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan

kemampuannya (Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

4. Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh

serta menambah keahlian dan keterampilan lagi (Pasal 9-30

Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

5. Hak mendapatkan perlindungan atau keseIamatan,

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 9


kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat

manusia dan moral agama ( Pasal 3 Undang-undang No. 3

Tahun 1992 tentang Jamsostek);

6. Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Buruh

(Pasal 104 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 jo.

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh);

7. Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali selelah ía mempunyai

masa kerja 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada satu

majikan atau beberapa majikan dan satu organisasi majikan

(Pasal 79 ) Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

8. Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan (Pasal 88-98

Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

9. Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan

bila pada saat diputuskan hubungan kerja la sudah

mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung

dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir yaitu

dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa

alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh atau, oleh

buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 10


Majikan (Pasal 150-172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

10. Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian

perselisihan hubungan industrial melaui hubungan bipartit,

mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian melalui

pengadilan (Pasal 6-115 Undang-undang No. 2 Tahun 2004).

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan hak-hak yang dimiliki oleh tenaga

kerja adalah:

1. Pasal 5: Setiap buruh memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminassi untuk memperoleh pekerjaan.

2. Pasal 6: Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang

sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

3. Pasal 11: Setiap buruh berhak untuk memperoleh dan/atau

meningkatkan dan atau mengembangkan kompetensi kerja

sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui

pelatihan kerja.

4. Pasal 12 ayat (3): Setiap pekerja memiliki kesempatan yang

sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang

tugasnya.

5. Pasal 18 ayat (1): Buruh berhak memperoleh pengakuan

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 11


kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang

diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah,

lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di tempat kerja

6. Pasal 23: Buruh yang telah mengikuti program pemagangan

berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari

perusahaan atau lembaga sertifikasi.

7. Pasal 31: Setiap buruh mempunyai hak dan kesempatan yang

sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan

dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar

negeri.

8. Pasal 67: Pengusaha yang mempekerjakan buruh Penyandang

Cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis

dan derajat kecacatannya.

9. Pasal 78 ayat (2): Pengusaha yang mempekerjakan pekerja

melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 78

ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

10. Pasal 79 ayat (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat

dan cuti kepada pekerja.

11. Pasal 80: Pengusaha Wajib memberikan kesempatan yang

secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 12


diwajibkan oleh agamanya.

12. Pasal 82: Pekerja perempuan berhak mernperoleh istirahat

selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan

anak dan 1.5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan

menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

13. Pasal 84: Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu

istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf

b, c dan d Pasal 80 dan Pasal 82 berhak mendapatkan upah

penuh.

14. Pasal 185 ayat (1): Pekejra tidak wajib bekerja pada hari-hari

libur resmi.

15. Pasal 86 ayat (1): Setiap pekerja mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas:

a. Keselamatandan kesehatan kerja;

b. Moral dan kesusilaan dan;

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

manusia serta nilai-nilai agama

16. 88: Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang

memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

17. PasaI 90 Pengusaha dilarang membayar upah Iebih rendah

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 13


dari upah mininum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

18. Pasal 99 ayat (1): Setiap pekejra dan keluarganya berhak

untuk memperoleh jaminan sosial buruh.

19. Pasal 104 ayat(1): Setiap pekerja berhak membentuk dan

menjadi anggota serikat pekerja.

20. PasaI 137: Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat

pekera dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat

gagalnya perundingan.

21. Pasal 156 ayat (1): Dalam hal terjadi pemutusan hubungan

kerja, pengusaaha diwajibkan membayar uang pesangon

dan uang penghargaan masa kerja serta uang pengganti hak

yang seharusnya diterima.

1.3.2. Kewajiban Buruh

Adapun kewajiban buruh menurut Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 adalah:

1) Pasal 102 ayat (2): Dalam melaksanakan hubungan industrial.

pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan

pekerjaan sesuai dengan kewajibannya menjaga ketertiban

demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara

demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 14


serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan

kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

2) Pasal 126 ayat (1) : Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja

wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian

kerja bersama.

Ayat (2): Pengusaha dan serikat pekerja wajib

memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau

perubahannya kepada seluruh pekerja.

3) Pasal 136 ayat (1): Penyelesaian perselisihan hubungan

industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja

atau serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat.

4) Pasal 140 ayat (1): sekurang-kurangnya dalam waktu (tujuh)

hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan

serikat pekerja wajib membentahukan secara tertulis kepada

pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan setempat.

Sedangkan Darwin Prints menguraikan tentang kewajiban

buruh, yaitu sebagai berikut :

1) Wajib melakukan prestasi/pekerjaan bagi majikan.

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 15


2 ) Wajib mematuhi peraruran perusahaan

3) Wajib mematuhi perjanjian kerja;

4) Wajib mematuhi perjanjian perburuhan;

5) Wajib menjaga rahasia perusahaan,

6) Wajib mematuhi peraturan majikan;

7) Wajib memenuhi segala kewajiban selama ijin belum

diberikan dalam hal ada banding yang belum ada putusannya.

1.4. Hak dan Kewajiban Pengusaha

1.4.1. Hak-Hak Pengusaha

Pengusaha juga memiliki hak. Hak-hak pegusaha

diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Boleh menunda pembayaran tunjangan sementara kepada

buruh yang kecelakaan sehingga tidak mampu bekerja sampai

paling lama lima bulan terhitung mulai dari kecelakaan itu

terjadi. Jika buruh yang ditimpa kecelakaan tidak dengan

perantaraan perusahaan atau kalau belum memperoleh surat

keterangan dokter yang menerangkan bahwa buruh tidak

dapat bekerja karena ditimpa kecelakaan.

Dengan persetujuan sebanyak-banyaknya 50% apabila

kecelakaan terjadi sedang di bawah pengaruh minuman keras

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 16


atau barang-barang lain yang memabukkan.

2) Boleh mengajukan permintaan kepada pegawai pengawas

untuk menetapkan bagi jumlah uang tunjangan yang telah

ditetapkan. Jika dalam keadaan selama-lamanya tidak mampu

bekerja itu terdapat perubahan yang nyata.

3) Dapat mengajukan keberatan dengan surat kepada Menteri

Buruh. Apabila permintaan ijin atau permintaan untuk

memperpanjang waktu berlakunya ijin ditolak dalam waktu

60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal penolakan;

4) Pengusaha berhak untuk :

a) Mendapat pelayanan untuk memperoleh calon buruh

Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri dari

Kandepnaker.

b) Mendapat informasi pasar kerja.

6) Mewakili dan bertindak untuk dan atas nama perusahaan

asing di luar negeri yang menunjuknya ( Pasal 17 Peraturan

Menteri Buruh dan Transmigrasi No. Per. 01/Men./1983).

7) Dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Buruh atas

pencabutan ijin usahanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)

hari dan setelah keputusan ijin usaha dikeluarkan (Pasal 10

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 17


ayat (2) Peraturan Menteri Buruh dan Transmigrasi

No.01/Men./I1983).

8) Menetapkan saat dimulainya istirahat tahunan dengan

memperhatikan kepentingan buruh;

9) Mengundurkan saat istirahat tahunan untuk selama-lamanya

6 (enam) bulan terhitung mulai saat buruh berhak atas

istirahat tahunan berhubung dengan kepentingan perusahaan

yang nyata-nyata;

10) Dapat memperhitungkan upah buruh selama sakit dengan

suatu pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang

timbul dari suatu peraturan perundangan/peraturan

perusahaan/suatu dana yang menyelenggarakan jaminan

sosial ataupun suatu pertanggungan (Pasal 7 Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 1981);

11) Menjatuhkan denda atas pelanggaran sesuatu hal apabila

hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau

peraturan perusahaan (Pasal 20 ayat (1) Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 1981),

12) Minta ganti rugi dari buruh, bila teradi kerusakan barang

atau kerugian lainnya baik milik perusahaan maupun milik

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 18


pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya

( Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981)

13) Memperhitungkan upah dengan:

a) Denda, potongan dan ganti rugi.

b) Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada

buruh dengan perjanjian tertulis.

c) Uang muka atas upah. Kelebihan upah yang telah

dibayarkan dan cicilan hutang buruh terhadap pengusaha,

dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis ( Pasal 24

ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).

1.4.2. Kewajiban Pengusaha

Kewajiban pengusaha adalah suatu prestasi yang harus

dilakukan oleh pengusaha bagi kepentingan buruhnya. Adapun

kewajiban pengusaha ¡tu adalah sebagai berikut :

1) Wajib menjaga agar di perusahaannya tidak dilakukan

pekerjaan yang bertentangan dengan ditetapkan dalam Pasal

4 Stb. 647 Tahun 1925.

2) Wajib memberikan keterangan yang diminta oleh pejabat

yang berwenang.

3) Wajib memberikan upah buruh:

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 19


(a) Jika buruh sakit, sehingga tidak dapat melakukan

pekerjaannya; dengan ketentuan:

- Untuk tiga bulan pertama dibayar 100%

- Untuk tiga bulan kedua dibayar 75%

- Untuk tiga bulan ketiga dibayar 50%

- Untuk tiga bulan keempat dibayar 25%

(b) Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal:

- Buruh sendiri kawin dibayar

untuk selama dua hari.

- Menyunatkan anaknya dibayar

untuk selama satu hari.

- Membababtiskan anaknya dibayar untuk selama satu

hari.

- Mengawinkan anaknya dibayar untuk selama dua hari.

- Anggota keluarga meninggal dunia, yaitu suami/istri,

orang tua/mertua atau anak dibayar untuk selama dua

hari.

- Istri melahirkan anak dibayar untuk selama satu hari

(Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun

1981).

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 20


4) Wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada buruh

yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang

menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan

kewajiban negara tersebut buruh tidak mendapat upah atau

tunjangan Iainnya dari pemerintah tetapi tidak melebihi satu

tahun (Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun

1981).

5) Wajib membayarkan kekurangan atas upah yang biasa

dibayarkan kepada buruh yang menjalankan kewajiban negara.

Bilamana jumlah upah yang diterimanya kurang dari upah

yang biasa diterima tetapi tidak melebihi satu tahun (Pasal 6

ayat (20 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).

6) Wajib membayarkan upah kepada buruh yang tidak dapat

bekerja karena memenuhi kewajiban ibadah menurut

agamanya, akan tetapi tidak melebihi tiga bulan (Pasal 6 ayat

(4) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).

7) Wajib membayar upah kepada buruh yang bersedia

melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 21


pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan

sendiri maupun karena halangan yang dialami oleh pengusaha

yang seharusnya dapat dihindari (Pasal 8 Peraturan

Pemerintah No. 5 Tahun 1981).

8) Membayar upah buruh pada waktu yang telah ditentukan

sesuai dengan perjanjian (Pasal 10 ayat (1) Peraturan

Pemerintah No 5 Tahun 1981).

9) Harus mernbayar seluruh jaminan upah pada tiap

pembayaran (Pasal 11 Praturan Pemerintah No.8 Tahun 1981).

10) Wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau

pejabat yang ditunjuk (Kakandep Buruh setempat)

selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah:

-Pendirian perusahaan;

- Menjalankan kembali 1 (satu) perusahaan;

- Memindahkan perusahaan (Pasa) 6 ayat (1) Undang

undang No. 7 Tahun 1981).

11) Wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai

ketenagakerjaan kepada Menteri Buruh atau pejabat yang

ditunjuk (Kakandep Buruh setempat) (Pasal 7 ayat (1)

Undang-undang No. 7 Tahun 1981).

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 22


12) Wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau

Pejabat yang ditunjuk (Kakandep Buruh setempat)

selambat-Iambatnya dalam ¡jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

sebelum:

- Memindahkan perusahaan;

- Menghentikan perusahaan;

- Membubarkan perusahaan (Pasal 5 ayat (1) Undang-undang

No. 7 Tahun 1981).

13) Wajib mengadakan dan memelihara daftar-daftar yang

berhuhungan dengan istirahat tahunan menurut contoh yang

ditetapkan (daftar A dan daftar B);

14) Pengusaha wajib:

1) Menjaga jangan terjadi pemutusan hubungan kerja;

2) Merundingkan maksud pemutusan hubungan kerja

dengan organisasi buruh/buruh yang bersangkutan,

3) Pengusaha hanya dapat memutusskan hubungan kerja

dengan buruh setelah memperoleh izin P4D/P4P;

4) Memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh P4D/P4P di

dalam ijin:

5) Memenuhi kewajiban selama ijin belum diberikan dan

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 23


dalam hal ada permintaan banding belum ada

keputusan.

15) Setiap permohonan ijin akan menggunakan buruh warga

negara asing pendatang, wajib memiliki Rencana

Penggunaan Buruh (RPTK) yang disahkan oleh Menteri

Buruh (Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Buruh No.Per

04/Men/1964).

16) Pengajuan pemohonan RPTK wajib memperhatikan

Keputusan Menteri Buruh di sektor/subsektor yang

bersangkutan sesuai dengan bidang usahanya (Pasa) 2 ayat

(3) Peraturan Menteri Buruh No.Per. O4/Men/1984).

17) Memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam ijin

pengerahan Pasal 2 ayat (2),. Pasal 3 jo. Pasal 4 sub b dan d

Peraturan Menteri Buruh No.04/1970.

18) Memenuhi instruksi-instruksi yang dikeluarkan oleh Pejabat

yang memberi ijin Pengerahan Pasal 2 ayat (3) jo. Pasal 4 sub

c Peraturan Menteri Buruh No.04/1970.

19) Wajib memiliki ijin usaha dari Dirjen Binaguna (sekarang

Dirjen Binapenta), apabila menjalankan usaha pengerahan

Buruh Indonesia ke luar Negeri (Pasal 2 Peraturan Menteri

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 24


Buruh dan Transmigrasi No. Per .01/Men/1983).

20) Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen

Binapenta apabila akan memperoleh ijin usaha (PasaI 5 ayat

(1) Peraturan Menteri Buruh dan Transmigrasi No. Per. 0l

/Men/1983):

21) Wajib menyelenggarakan Program Astek dengan

mempertanggungkan buruhnya dalam program AKK

(Asuransi Kecelakaan Kerja). AK (Asuransi Kesehatan), dan

THT (Tabungan Hari Tua) Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1)

Peraturan Pemerintah No. 33/1977).

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 25


BAB II

HUBUNGAN INDUSTRIAL

2.1. Pengertian

Menurut UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1

angka 16, Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan

yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang

dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh,

dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial adalah

hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan

atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan.

Hubungan industrial tersebut harus dicipatkan sedemikian rupa

agar aman, harmonis, serasi dan sejalan, agar perusahaan dapat

terus meningkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan

kesejahteraan semua pihak yang terkait atau berkepentingan

terhadap perusahaan tersebutMenurut UU No. 13/2003 tentang

ketenagakerjaan pasal 1 angka 16, Hubungan Industrial adalah

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 26


suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam

proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur

pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan

pada nilai nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial adalah

hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan

atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan.

Hubungan industrial tersebut harus dicipatkan sedemikian rupa

agar aman, harmonis, serasi dan sejalan, agar perusahaan dapat

terus meningkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan

kesejahteraan semua pihak yang terkait atau berkepentingan

terhadap perusahaan tersebut.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara

pengusaha dan pekerja sangat diperlukan demi terciptanya

hubungan industrial yang harmonis dan kondusif antara kedua

belah pihak.

Dalam sebuah perusahaan, baik itu pengusaha maupun

pekerja pada dasarnya memiliki kepentingan atas kelangsungan

usaha dan keberhasilan perusahaan.Meskipun keduanya

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 27


memiliki kepentingan terhadap keberhasilan perusahaan, tidak

dapat dipungkiri konflik/perselisihan masih sering terjadi antara

pengusaha dan pekerja.

Bila sampai terjadi perselisihan antara pekerja dan

pengusaha, perundingan bipartit bisa menjadi solusi utama agar

mencapai hubungan industrial yang harmonis. Hubungan

industrial yang kondusif antara pengusaha dan pekerja/buruh

menjadi kunci utama untuk menghindari terjadinya PHK,

meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh serta memperluas

kesempatan kerja baru untuk menanggulangi pengangguran di

Indonesia

2.2. Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan

pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha

atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat

Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,

perselisihan kepentingan,perselisihan pemutusan hubungan

kerja danperselisihan antar serikat pekerja/serikat Buruh dalam

satu perusahaan (pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Hubungan Industrial)

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 28


2.3. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

2.3.1. Perundingan bipartit

Berdasarkan pasal 3 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2004,

perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau

gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja / serikat

buruh atau antara serikat pekerja / serikat buruh dan serikat

pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang

berselisih. Perundingan Bipartit adalah perundingan secara

musyawarah untuk mencapai mufakat.

Penyelesaian melalui perundingan bipartit harus

diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak perundingan

dilaksanakan. Apabila perundingan bipartit mencapai

kesepakatan maka para pihak wajib membuat Perjanjian

Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Hubungan

Industrial.

2.3.2. Konsinyasi

Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau

beberapa orang atau badan yang disebut sebagai konsiliator

yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 29


bekerja, dimana konsiliator tersebut akan menengahi pihak

yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara

damai.

Jenis Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui

konsiliasi antara lain : untuk perselisihan kepentingan,

perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja / serikat

buruh dalam satu perusahaan

2.3.3. Mediasi

Mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian

perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator

yang netral (Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004)

Proses mediasi dibantu oleh seorang mediator hubungan

industrial, yang merupakan pegawai instansi pemerintah yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi

syarat – syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri

Tenaga Kerja.

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 30


2.3.4.Penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan

Industrial (PHI)

Menurut pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004, Pengadilan

Hubungan Industrial mempunyai kompetensi absolut untuk

memeriksa dan memutus :

- Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak

- Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan

kepentingan

- Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan

kerja

- Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 31


DAFTAR PUSTAKA

Fahrojih, Ikhwan. 2016. Hukum Perburuhan. Konsepsi, Sejarah,


dan Jaminan Konstitusional. Malang : Setara Press.

Prints, Darwin. 2000. Hukum Perburuhan Indonesia. Bandung :


PT. Citra Aditya Bakti.

http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/serikat-peke

rja/hubungan-industrial diakses pada tanggal 1 Juli 2016.

Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 32


Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia 33

Anda mungkin juga menyukai