Anda di halaman 1dari 17

PENEGAKKAN HUKUM KETENAGA KERJAAN DI

INDONESIA

Makalah ini dususun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah :

Hukum Ketenagakerjaan

Dosen pengampu:

Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H, M.H.

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Wahyu Firdaus Saputra 11200490000010

Muhammad Maulana 11200490000009

Muhammad Sofian Ardhan 11200490000113

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Assamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
"PENEGAKKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA". Makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Ketenagakerjaan dosen
pengampu Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H., M.H.

Dalam penulisan Makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang


sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam proses penulisan makalah ini. Terima kasih kepada dosen
pengampu, dan teman teman sekelompok yang telah memberikan kontribusi,
pengajaran, serta dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki


kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan dan pengembangan penulisan
selanjutnya.

Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan


manfaat dan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang Hukum Ekonomi Syariah. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, 9 November 2023

Pemakalah
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki populasi tenaga kerja yang besar, dengan sekitar 60


juta lebih pekerja formal dan lebih dari 114 juta pekerja informal. Meskipun ada
peraturan yang mengatur hak-hak pekerja, penegakan hukum ketenagakerjaan
sering kali menghadapi tantangan yang kompleks. Pelanggaran hak-hak pekerja
seperti upah minim, jam kerja yang tidak sesuai, diskriminasi, dan kondisi kerja
yang tidak aman masih menjadi masalah yang sering terjadi.

Ketika undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan ada,


implementasinya sering kali kurang efektif. Banyak kasus di mana pekerja tidak
mendapatkan perlindungan hukum yang seharusnya mereka terima, dan hal ini
menggarisbawahi perlunya peninjauan mendalam tentang sistem penegakan
hukum ketenagakerjaan di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana struktur dan mekanisme penegakan hukum
ketenagakerjaan di Indonesia?
1.2.2. Apa saja kendala utama yang menghambat penegakan hukum
ketenagakerjaan di Indonesia?
1.2.3. Apa contoh kasus nyata terkait pelanggaran ketenagakerjaan dan
bagaimana penegakan hukum dilakukan?
1.2.4. Bagaimana sistem penegakan hukum ketenagakerjaan dapat diperbaiki
untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja?
1.3. Tujuan
1.3.1. Menganalisis Struktur Hukum Ketenagakerjaan: Menyelidiki secara
rinci bagaimana undang-undang dan peraturan terkait ketenagakerjaan
di Indonesia diimplementasikan dan dijalankan dalam sistem
penegakan hukum.
1.3.2. Mengidentifikasi Tantangan Utama: Mengidentifikasi faktor-faktor
yang menghambat efektivitas penegakan hukum ketenagakerjaan di
Indonesia, seperti kekurangan sumber daya, proses birokrasi, dan
kurangnya kesadaran akan hak-hak pekerja.
1.3.3. Menganalisis Kasus-Kasus Penting: Memberikan contoh-contoh kasus
nyata terkait pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan serta bagaimana
penegakan hukum dilakukan dalam kasus-kasus tersebut.
1.3.4. Memberikan Rekomendasi: Menyajikan rekomendasi konkret untuk
perbaikan sistem penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia,
termasuk langkah-langkah yang dapat diambil oleh pemerintah,
lembaga terkait, dan pihak-pihak terkait lainnya.
BAB II

Pembahasan

2.1. Landasan Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia


2.1.1. UU Ketenagakerjaan Di Indonesia UU No 13 Tahun 2003

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja


mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan
tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja,
diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan
perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Beberapa undang
undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu
perlu dicabut dan/atau ditarik kembali, Atas dasar pertimbangan tersebut di
atas, perlu membentuk Undang undang tentang Ketenagakerjaan.

Dasar hukum undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20


ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Undang-Undang ini diatur tentang : Landasan, asas, dan


tujuan pembangunan ketenagakerjaan; Perencanaan tenaga kerja dan
informasi ketenagakerjaan; Pemberian kesempatan dan perlakuan yang
sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh; Pelatihan kerja yang diarahkan
untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian
tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan; Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka
pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan penempatan tenaga kerja
pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya
perluasan kesempatan kerja; Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat
sesuai dengan kompetensi yang diperlukan; Pembinaan hubungan industrial
yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk
menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
antar para pelaku proses produksi; Pembinaan kelembagaan dan sarana
hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama
bipartit, lembaga kerja sama tripartit, pemasyarakatan hubungan industrial
dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial; Perlindungan
pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh
untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan
kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak,
dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan
jaminan sosial tenaga kerja; dan Pengawasan ketenagakerjaan dengan
maksud agar dalam peraturan perundangundangan di bidang
ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya.1

2.1.2. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU
Ciptaker atau UU CK)

Adalah undang-undang di Indonesia yang telah disahkan pada


tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November
2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan
untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki panjang 1.187
halaman dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai undang-
undang sapu jagat atau omnibus law.

1
UU NO. 13, LN 2003/ NO. 39, TLN. NO. 4279, LL SETKAB
Khusus untuk kluster ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagerjaan sendiri bukan berarti tidak berlaku lagi.
Ada pasal-pasal yang masih dipertahankan, ada pasal-pasal yang dihapus
dan ada pasal baru yang disisipkan. Berikut ini adalah dokumen Undang-
Undang No. 13 tahun 2003 yang telah disisipkan Undang-Undang
No. 11 tahun 2020.

Sesuai ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan


penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UU Cipta
Kerja mulai berlaku pada 2 November 2020. Peraturan pelaksanaan yang
pertama kali diselesaikan adalah 2 (dua) Peraturan Pemerintah (PP) terkait
Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang
Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang
Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi. Selanjutnya, diselesaikan juga 49
peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 45 PP dan 4 Peraturan Presiden
(Perpres) yang disusun bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga (K/L)
sesuai klasternya masing-masing. Adapun untuk kluster Ketenagakerjaan,
ada 4 Peraturan Pemerintah yang berlaku yakni sebagai berikut.

1. PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing


2. PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja
dan Waktu Istirahat dan PHK
3. PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
4. PP Nomor 37 Tahun 2021 Penyelenggaraan Program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan

Selanjutnya juga terdapat 3 (tiga) Peraturan Menteri turunan dari


Peraturan Pemerintah terkait Cipta Kerja, yang dapat didownload melalui
link berikut ini.

1. Permenaker 6 thn 2021 tentang Perizinan Berusaha


2. Permenaker 7 tahun 2021 tentang Rekomposisi Iuran JKP
3. Permenaker 8 tahun 2021 tentang Tata Cara Penggunaan TKA2
2.2. Struktur Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia
Sistem penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang ini mencakup berbagai aspek, termasuk pengaturan sistem
pengupahan, hubungan industrial, perlindungan tenaga kerja Indonesia di
luar negeri, serta pengawasan dan penegakan peraturan ketenagakerjaan.
Selain itu, hukum ketenagakerjaan bertujuan untuk menjamin ketertiban,
keamanan, dan keadilan bagi para pihak yang terlibat
dalam ketenagakerjaan
Pengaturan sistem pengupahan di Indonesia diatur dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini mencakup
aspek pengaturan upah, jaminan sosial, dan perlindungan ketenagakerjaan3
Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan
industrial dan kelembagaannya. Hal ini mencakup aspek serikat pekerja, hak
dan kewajiban pekerja/buruh, serta pengawasan dan penegakan
peraturan ketenagakerjaan
Perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri juga menjadi
bagian penting dalam hukum ketenagakerjaan. Hal ini mencakup hak-hak
dan kewajiban pekerja, serta peran hukum diplomatik terhadap tenaga kerja
Indonesia di luar negeri4
Dalam konteks pengawasan dan penegakan peraturan
ketenagakerjaan, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan
penegakan peraturan untuk mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban
pekerja/buruh dan pengusaha5
2.2.1. Peran Peran Lembaga Terkait Penegakan Hukum Ketenagakerjaan
Lembaga-lembaga terkait dalam penegakan hukum
ketenagakerjaan di Indonesia memiliki peran penting dalam mewujudkan
2
https://disnakertrans.sanggau.go.id/peraturan-perundangan-ketenagakerjaan/
3
https://www.bphn.go.id/data/documents/ketenagakerjaan.pdf
4
https://media.neliti.com/media/publications/14994-ID-peranan-hukum-diplomatik-terhadap-
tenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri.pdf
5
UU NO 13 Tahun 2003
pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh serta pengusaha. Beberapa
peran utama lembaga-lembaga tersebut antara lain:
1. Kementerian Ketenagakerjaan: Bertanggung jawab atas
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan,
termasuk pengelolaan barang milik negara, pengawasan, bimbingan
teknis, dan kegiatan teknis berskala nasional6
2. Dinas Tenaga Kerja: Melakukan pengawasan dan penegakan aturan
ketenagakerjaan, serta menyelenggarakan lembaga kerja sama tripartit
untuk memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada
pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan
pemecahan masalah ketenagakerjaan7
3. Pengawas Ketenagakerjaan: Memiliki peran penting dalam penerapan
dan penegakan hukum ketenagakerjaan, dengan tugas meliputi
pengawasan, penegakan aturan, serta penyampaian laporan
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada instansi terkait
2.3. Kendala Dalam Penegakan Hukum Ketenagakerjaan
2.3.1. Kekurangan Sumber Daya
Lembaga-lembaga terkait dalam penegakan hukum ketenagakerjaan
seringkali mengalami keterbatasan sumber daya, baik dari segi tenaga
maupun anggaran. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas
pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan
2.3.2. Kurangnya kesadaran dan pemahaman:
Banyak pengusaha dan pekerja yang kurang memahami aturan
ketenagakerjaan, sehingga seringkali terjadi pelanggaran yang sulit
untuk dideteksi dan ditindaklanjuti
2.3.3. Keterbatasan akses informasi
Informasi mengenai aturan ketenagakerjaan seringkali sulit diakses
oleh masyarakat, sehingga sulit untuk memahami hak dan kewajiban
dalam hubungan kerja
6
https://disnaker.sumutprov.go.id/halaman/seksi-penegakan-hukum-ketenagakerjaan
7
https://disnakertrans.lomboktimurkab.go.id/baca-berita-162-peran-pemerintah-
ketenagakerjaan-dalam-perspektif-undangundang-nomor-13-tahun-2003-tentang-ketenagak.html
2.3.4. Keterbatasan koordinasi
Kurangnya koordinasi antara lembaga-lembaga terkait dalam
penegakan hukum ketenagakerjaan dapat mempengaruhi efektivitas
pengawasan dan penegakan hukum
2.3.5. Keterbatasan sanksi:
Sanksi yang diberikan kepada pengusaha yang melanggar aturan
ketenagakerjaan seringkali tidak memadai, sehingga tidak
memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum
ketenagakerjaan di Indonesia antara lain:
2.4.1. Faktor hukum: Aturan hukum yang tidak jelas, bertentangan, atau
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat mempengaruhi
efektivitas penegakan hukum ketenagakerjaan
2.4.2. Faktor penegak hukum: Kualitas dan integritas aparat penegak hukum,
termasuk keberadaan korupsi dan diskriminasi, dapat mempengaruhi
efektivitas penegakan hukum ketenagakerjaan
2.4.3. Faktor sarana dan prasarana: Ketersediaan sumber daya pendukung,
seperti sarana dan prasarana yang memadai, dapat mempengaruhi
efektivitas penegakan hukum ketenagakerjaan
2.4.4. Faktor masyarakat: Pemahaman dan pengetahuan masyarakat
mengenai aturan atau norma hukum ketenagakerjaan, serta
kepercayaan dan pemikiran masyarakat terhadap aparat penegak
hukum, dapat mempengaruhi efektivitas penegakan hukum
ketenagakerjaan
2.4.5. Faktor kebudayaan: Sifat dan corak kebudayaan masyarakat dapat
mempengaruhi efektivitas penegakan hukum ketenagakerjaan,
terutama dalam hal perilaku masyarakat sebelum dan setelah
mengetahui norma hukum yang ada
2.5. Kasus-kasus nyata terkait dengan pelanggaran ketenagakerjaan dan
penegakannya
Dalam kasus pemagangan di Indonesia, pemikiran Karl Marx tentang
pertentangan kelas dan eksploitasi buruh masih relevan. Sistem pemagangan
nasional cenderung eksploitatif terhadap buruh, dengan pembagian kerja buruk,
alienasi buruh, waktu kerja yang panjang, dan posisi buruh yang lemah. Perlunya
kebijakan pro-rakyat dan pro-buruh yang lebih tegas untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi eksploitasi dalam sistem
ketenagakerjaan di Indonesia. Sistem pemagangan nasional juga menimbulkan
dilema ketenagakerjaan di Indonesia, dengan rendahnya daya saing global dan
buruh asing menjadi alasan sulitnya pemagang menjadi pekerja di perusahaan.
Diperlukan kebijakan yang lebih progresif dan berpihak kepada kaum buruh untuk
mengurangi eksploitasi dalam sistem pemagangan.8

2.6. Analisis Terhadap Penyelesaian Kasus dan Implikasinya

Dalam kasus pemagangan di Indonesia, terdapat beberapa temuan yang


relevan dengan pemikiran Karl Marx. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif-eksploratif dengan pendekatan fenomenologi untuk mengeksplorasi
pemikiran Karl Marx terkait eksploitasi ketenagakerjaan dalam perusahaan
pemagangan di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pemagangan
nasional di Indonesia masih sangat syarat akan pelanggaran ekonomis dan politis
terhadap kaum buruh, menunjukkan bahwa pemerintah melalui legal system tidak
serius dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemikiran Karl Marx
tentang pertentangan kelas antara kelas buruh dan pemilik modal masih sangat
relevan dalam mengupas kondisi ketenagakerjaan di negara berkembang seperti
Indonesia. Terlihat bahwa sistem ketenagakerjaan nasional cenderung berpihak
kepada kepemilikan modal dan eksploitasi buruh murah, dengan pembagian kerja
buruk, alienasi buruh, waktu kerja yang panjang, dan posisi buruh yang lemah.

Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Karl Marx


masih relevan dalam konteks ketenagakerjaan di Indonesia. Meskipun cita-cita
negara sosialis Marx mungkin tergilas oleh liberalisme kapitalis, analisisnya

8
Jurnal Identitas Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Bandung Vol. 1, No. 2,
Agustus 2021, pp. 48-61
terhadap pertentangan kelas dan eksploitasi buruh masih sangat relevan dalam
memahami kondisi ketenagakerjaan saat ini. Hal ini menunjukkan perlunya
kebijakan pro-rakyat dan pro-buruh yang lebih tegas untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi eksploitasi dalam sistem
ketenagakerjaan di Indonesia.

Dengan demikian, pemikiran Karl Marx dapat menjadi landasan analisis


yang penting dalam memahami dan mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di
Indonesia, terutama terkait dengan sistem pemagangan nasional. Diperlukan
kebijakan yang lebih progresif dan berpihak kepada kaum buruh
untuk mengurangi.

Dalam kasus pemagangan di Indonesia, terdapat temuan bahwa sistem


pemagangan nasional cenderung menguntungkan pemilik modal dan kurang
memperhatikan kesejahteraan pekerja. Hal ini menciptakan eksploitasi dan
pemiskinan buruh, melanggar hak-hak buruh yang dijamin dalam UUD 1945
Pasal 28D Ayat 2. Implikasinya, diperlukan kebijakan progresif yang berpihak
kepada kaum buruh untuk mengurangi eksploitasi dalam sistem pemagangan.
Perlindungan hukum yang lebih kuat dan penegakan aturan terhadap upah
minimum, batas waktu magang, dan perlakuan adil terhadap pekerja magang
sangat penting. Selain itu, perlu adanya perubahan dalam relasi industrial antara
lembaga pelatihan kerja dan perusahaan tempat bekerja untuk memastikan
keadilan bagi pekerja magang. Dengan demikian, perlu adanya reformasi
kebijakan ketenagakerjaan yang lebih manusiawi dan berpihak kepada kaum
buruh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.7. Upaya Perbaikan dan Rekomendasi

Untuk memperbaiki penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia,


beberapa langkah-langkah yang dapat diambil meliputi:

1. Penyelidikan dan pemantauan: Tingkatkan penyelidikan dan


pemantauan anda mengenai hukum ketenagakerjaan dan kebijakan
yang mengatur penegakannya. Hal ini akan membantu Anda
memahami syarat dan tangkapan hukum yang berlaku dalam
penegakan hukum ketenagakerjaan
2. Koordinasi dengan pihak-pihak: Berkoordinasi dengan pihak-pihak
seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polri,
DPR, dan Kementerian/Lembaga lain yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan untuk mendukung pembentukan unit khusus yang
menangani pidana ketenagakerjaan di kepolisian
3. Pengembangan kapasitas pengawasan: Untuk meningkatkan
profesionalisme pengawas ketenagakerjaan, penting untuk
mengembangkan kapasitas pengawasan mereka. Hal ini mencakup
pembelajaran tentang hukum, prosedur, dan metode yang baru dalam
menangani kasus ketenagakerjaan
4. Kolaborasi dengan stakeholder: Berkolaborasi dengan Serikat
Pekerja/Buruh, Asosiasi Pengusaha, Stakeholder K3, Kader Norma
Ketenagakerjaan, Kementerian atau Dinas terkait, serta akademisi
untuk menciptakan sinergitas antar pengawas ketenagakerjaan dan
stakeholder terkait
5. Penerapan teknologi dan sistem informasi: Menerapkan teknologi dan
sistem informasi untuk membantu dalam proses penegakan hukum
ketenagakerjaan, seperti dalam sistem informasi kesempatan kerja,
informasi pasar kerja, dan mekanisme antar kerja
6. Pengawasan preventif: Lakukan upaya preventif untuk mencegah
kasus ketenagakerjaan terjadi. Hal ini mencakup perlindungan tenaga
kerja sebelum bekerja atau pra penempatan, serta pendekatan
pembinaan yang melibatkan hak dan kewajiban perusahaan
7. Evaluasi dan pengawasan: Evaluasi keberhasilan upaya penegakan
hukum ketenagakerjaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
pengawas ketenagakerjaan. Langkah ini akan membantu
mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan mencapai
hasil yang diinginkan
2.8. Rekomendasi untuk penguatan sistem penegakan hukum
ketenagakerjaan

Untuk penguatan sistem penegakan hukum ketenagakerjaan, berikut


adalah beberapa rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian
dan kegiatan yang telah dilakukan:

1. Peningkatan profesionalisme pengawas ketenagakerjaan:


Meningkatkan kemampuan dan kapasitas pengawas ketenagakerjaan
untuk menjaga keseimbangan perlindungan pekerja dan pengusaha
tanpa diskriminasi
2. Koordinasi dengan pihak-pihak: Berkoordinasi dengan pihak-pihak
seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polri,
DPR, dan Kementerian/Lembaga lain yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan untuk mendukung pembentukan unit khusus yang
menangani pidana ketenagakerjaan di kepolisian
3. Pengembangan sistem manajemen resmi: Mengembangkan sistem
manajemen resmi yang efektif untuk menangani kasus
ketenagakerjaan, seperti sistem document management dan
compliance system
4. Pengembangan kapasitas pengawasan di daerah: Meningkatkan
kapasitas pengawasan di daerah dengan melakukan pelatihan dan
pendidikan tentang hukum ketenagakerjaan
5. Pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap pekerja: Mencegah
dan penanganan kekerasan terhadap pekerja, seperti pencegahan dan
penanganan kekerasan sexual, perlindungan pekerja migran Indonesia,
anak buah kapal (ABK) kemaritiman, tenaga kerja bongkar muat
(TKBM), dan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak jangka
pendek (PKWT)
6. Pengembangan hukum di bidang ketenagakerjaan: Menggunakan
perundang-undangan ketenagakerjaan sebagai bahan untuk
perencanaan dan pembangunan hukum di bidang ketenagakerjaan
7. Keadilan restoratif: Menerapkan keadilan restoratif sebagai upaya
penguatan sistem penegakan hukum terhadap pelaku
penyelundupan pengungsi
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai