Anda di halaman 1dari 20

Karya Ilmiah

Perlindungan Pekerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun


2003 Tentang Ketenagakerjaan

OLEH
RITA FAURA, S.H., MH

Fakultas Hukum
Universitas Ekasakti
Padang
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................2
Kata Pengantar........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
A.     Latar Belakang............................................................................................................4
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................8
2.1  Pengertian Hukum Ketenagakerjaan............................................................................8
2.2  Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja..................................................8
2.3 Hubungan Ketenagakerjaan Atau Perjanjian Kerja.....................................................12
2.4 Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan.........................................................................................15
2.5 Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita....................................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................................18
A. Kesimpulan......................................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20

2
Kata Pengantar

Tugas seorang Staf pengajar di Perguruan Tinggi selain melaksanakan kegiatan


pendidikan dan pengajaran juga dituntut untuk melaksanakan penelitian dan menulis karya
ilmiah sebagai penunjang kemampuan akademis dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi,
Pengabdian Masyarakat.
Untuk memenuhi tugas penulis di bidang Pengabdian Masyarakat, pada kesempatan
ini penulis ingin membahas tentang “Sosialisasi Perlindungan Pekerja Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.
Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran serta masukan demi penyempurnaan karya ilmiah ini sangat diharapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi masyarakat di lingkungan tempat penulis
bertugas dan masyarakat tempat penulis mengadakan penyuluhan/sosialisasi.

Padang, Februari 2021

Penulis

3
BAB I PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
 
Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan masalah tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dalam hal ini seiring berjalannya
waktu terdapat begitu banyak perkembangan dalam bidang ketenagakerjaan, meningkatnya
pekerjaan yang ilegal atau tidak dinyatakan sebagai pekerjaan terhubung dengan
munculnya model-model
usaha baru dan mode produksi, globalisasi dan meningkatnya migrasi pekerja, serta
kemajuan teknologi. Gangguan yang tiba-tiba dan menyebar dalam pasar kerjanasional
yang terkait dengan krisis keuangan dan ekonomi saat ini, telah menguji kemampuan
pengawasan ketenagakerjaan untuk mempromosikan dan memastikan kepatuhan kepada
undang-undang ketenagakerjaan.
Hukum tentang ketenagakerjaan dalam pelaksanaannya harus memenuhi hak-hak
dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat
yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia
usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan.
Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah
masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara
lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya
saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan
tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Hukum Perburuhan atau ketenagakerjaan merupakan seperangkat aturan dan norma
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara
Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain. Syarat dalam mencapai
kesuksesan pembangunan nasional adalah kualitas dari sumber daya manusia Indonesia itu
sendiri yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas.

4
Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup,
sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila manusia tidak mempunyai pekerjaan,
dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan
keluarganya.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-
industri baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita.
Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang
tidak membutuhkan keterampilan yang khusus lebih banyak memberi peluang bagi tenaga
kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta
penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin,
dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang
kuat bagi tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa
yang sudah dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum
dewasa yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.
Disisi lain terdapat masalah gangguan yang dialami oleh perempuan di tempat kerja,
baik oleh teman sekerja maupun oleh majikan. Gangguan ini bisa berbentuk komentar-
komentar atau ucapan-ucapan verbal, tindakan atau kontak fisik yang mempunyai konotasi
seksual. Walaupun seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan tersebut, suatu
gangguan tampaknya tidak membahayakan secara langsung, namun dengan adanya
tindakan itu yang mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang tersebut selalu
menjadi sadar akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan
tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan yang
seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering dianggap
peristiwa tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak menyangkut pelanggaran
hak asasi manusia.
Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga
memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran
nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggara
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata
kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut

5
untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung segala
perkembangan yang terjadi.
Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus
terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh
para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan
sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan/keserasian hubungan
antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha
dan ktenagakerjaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja
dapat terjamin.
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan
tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi
perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan
kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Dengan demikian,Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja
maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa
menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan
yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap
kemajuan dunia usaha di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
2. Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja

6
3. Hubungan Ketenagakerjaan atau Pengawasannya
4. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita menurut dari UU No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan?
5. Masalah apa saja yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita? 

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
2. Mengetahui Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.
3. Mengetahui Hubungan Ketenagakerjaan Atau Pengawasannya
4. Mengetahui perlindungan hukum tenaga kerja wanita menurut dari UU No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan?
5. Mengetahui apa saja yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja
wanita

7
BAB II PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

       Istilah hukum ketenagakerjaan merupakan istilah baru dalam bidang ilmu hukum
pada umumnya dan bidang hukum perburuhan pada khususnya, karena istilah itu timbul
dari akibat dari tuntutan hukum perburuhan itu sendiri serta perkembangan hukum nasional
yang didasarkan pada sumber dari segala sumber hukum yaitu pancasila dan UUD 1945.
Hukum ketenagakerjaan berdasarkan definisi para ahli:
a. A.H. Nolenhaar
Hukum ketenagakerjaan atau arteidrecht adalah bidang dari hukum yang berlaku yang
pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan penguasa serta antara
tenaga kerja dengan tenaga kerja.
b.  M.G. Levenbach
Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang berkaitan dengan hubungan kerja,
dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan denga keadaan penghidupan yang
langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja
c. Prof. Imam Soepomo
Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
yang berkenaan dengan kejadian dalam seorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.
d. Prof. Imam Soepomo dan M.G. Levenbach
Memberikan penjelasan bahwa hukum ketenagakerjaan dalam beberap hal telah mulai
berlaku juga sebelum terjadinya hubungan antar buruh dan majikan.

2.2  Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja

Dalam pelaksanaannya secara opersional, tenaga kerja dibagi menjadi 3:

8
A.      Pra employment (sebelum masuk kerja)
Aturan pelaksanaan:
a.   UU no7 Tahun 1981 tentang wajib laor tenaga kerja diperusahaan.
b.   Keputusan Presiden no 4. tahun 1980 tentang wajib lapor lowongan pekerjaan
Setiap pengusaha atau pengurus perusahaan wajib melaporkan secara tertulis
setiap ada atau akan ada lowongan pekerjaan kepada menteri atau pejabat yang
ditunjuk, yang memuat:
 Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
 Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan
 Jenis kelamin
 Usia
 Pendidikan, keterampilan, keahlian atau pengalaman.
 Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.
c.  Peraturan Menteri no. 4 tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja.
Pengerahan ternaga kerja dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
dari suatu daerah atau ari luar negeri dengan memindahkannya dari daerah yang
kelebihan tenaga kerja. Pengerahan dilarang bila tidak ada ijin dari menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
Ijin pengerahan tenaga kerja ini antara lain memuat:
 Jumlah tenaga kerja yang dikerahkan
 Cara pengarahnya
 Tempat penampungannya
 Biaya pengerahan dan penampungannya
 Perjanjian kerja yang berisi tentang: upah, cuti, jam kerja/lembur,
perumahan, tunjangan-tunjangan, dll.
d.  Latihan Kerja.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan latihan kerja diatur
didalam keputusan presiden no 34 tahun 1972 dan instruksi presiden no. 15 tahun
1974.

9
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja adalah melalui latihan
keja baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Dengan latihan kerja
dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga kerja dengan memberikan serta
meningkatkan keterampilan dan keahlian guna membentuk sikap kerja, mutu
kerja dan produktivitas kerja.
e.           Dalam GBHN bahwa perluasan dan pemerataan tenaga kerja, peningkatan
mutu dan perlindungan tenaga kerja adalah kebijaksanaan yang menyeluruh
disemua sektor, sasaran utama meningkatkan perluasan tenaga kerja, diarahkan
pada usaha penanggulangan-penanggulangan. Pengngguran sebagi akibat tingakt
pertumbuhan tenaga kerja cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang masih belum seimbang atas dasar masalah
penanganan tenaga kerja dititik beratkan pada upaya penempatan tenaga kerja
melalui jalur-jalur kesempatan kerja sebagai berikut:
 Pendaftaran pengangguran
 Bursa tenaga kerja
 AKAD (Antar Kerja Antar Daerah)
 AKAN (Antar Kerja Antar Negara)
 PKGB ( Padat Karya Gaya Baru)
B.      During Employment (Dalam Hubungan Kerja)
Sejak campur tangan pemerintah dalam masalah hubungan kerja, maka hukum
ketenagakerjaan yang mengatur semua aspek hubungan ketenagakerjaan bergeser arahnya
dari hubungan privat menjadi hubungan publik, akan tetapi tetap menjamin kebebasan
tenaga kerja dalam bidang ketenagakerjaan, seperti memilih bidang kerja yang sesuai.
Perjanjian kerja merupakan pangkal tolak dari pada perkembangan hukum ketenagakerjaan
deasa ini dan untuk masa yang akan datang, mendewasakan asas demokrasi yang berintikan
musyawarah dan mufakat.
Perjanjian kerja antara tenaga kerja dengan pengusaha ini sangat diperlukan untuk:
 Memberikan landasan pada jiwa dan falsafah pancasila
 Memberikan arah agar perjanjian kerja benar-benar menciptakan kondisi yang
lebih mantap dalam

10
C.          Post Employment (Sesudah Bekerja)
Yang dimaksud dalam post employment ini antara lain tabugan hari tua atau
pension, yang merupakan bagian dari Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program
Jaminan Sosial tenaga kerja ini secara keseluruhan meliputi asuransi kecelakaan kerj,
tabungan hari tua dan asuransi kematian.
Iuaran tabungan hari tua ini ditanggung secara bersama antara tenaga kerja dengan
pengusaha atau perusahaan. Besarnya iuran tabungan hari tua untuk masing-masing adalah:
         Iuran dari pengusaha sebesar 1,5% dari upah tiap bulan.
         Iuran dari tenaga kerja sebesar 1 % dari upah tiap bulan.
Tabungan hari tua ini dibayarkan oleh perusahaan kepada tenaga kerja dalam hal:
a.       Tenaga kerja yang bersangkuan mencapai usia 55 tahun
b.      Tenaga kerja yang bersangkutan mengalami cacat total/tetap menurut keterangan dokter
yang ditunjuk oleh perusahaan (dokter perusahaan ).
c.       Dalam hal tenaga kerja tersebut meninggal dunia sebelum usia 55 tahun, maka tabungan
hari tua itu dibayarkan kepada ahli warisnya.
Dasar perhitungan jaminan hari tua yang dipakai untuk menentukan besarnya jaminan
pension ialah : besarnya iuran yang telah dibayarkan perusahaan/ pengusaha dan tenagaa
kerja kepada badan penyelenggara/ ASTEK pada bulan terakhir dimana tenaga kerja
diberhentikan dengan hak menerima jaminan pensiun / meninggal dunia. Faktor-faktor
yang mempengaruhi jaminan pensiun, yaitu:
1. Usia
2. Masa kerja
3. Lama kepersetaan mengikuti program jaminan
Bilamana tenaga kerja yang meninggal dunia tersebut tidak mempunyai istri atau
suami, maka hak menerima jaminan beralih pada anaknya dan jaminan ini disebut
jaminan pensiun yatim piatu. Hak untuk mendapatkan jaminan hari tua / pensiun
menjadi hilang dalam 2 peristiwa, yaitu:
1. Berakhirnya karena suatu peristiwa
2. Dibatalkan karena suatu keadaan atau perbuatan.

11
3. Berakhirnya jaminan pensiun karena suatu peristiwa apabila duda/ janda
penerima pensiun tersebut menikah lagi, duda atau janda tersebut meninggal
dunia sedangkan tidak terdapat lagi anak yang berhak menerima jaminan
pensiun sebagai pensiunan yatim piatu. Hak untuk mendapatkan jaminan
pensiun dapat dibatalkan karena:
 Apabila pada waktu mengajukan permintaan jaminan pensiun tersebut
ternyata terdapat suatu pemalsuan, baik pemalsuan surat-surat maupun
pemalsuan orangnya
 Apabila penerima jaminan pensiun tenaga kerja dengan seijin pemerintah
menjadi anggota tentara atau tenaga kerja suatu Negara asing
 Apabila penerima jaminan pensiun tenaga kerja tersebut janda atau duda
berdasarkan Keputusan Pejabat Pemerintah atau Badan yang berwenang
dinyatakan salah melakuakn tindakan atau terlibat dalam suatu gerakan yang
menentang pemerintah.

2.3 Hubungan Ketenagakerjaan Atau Perjanjian Kerja

2.3.1 Perjanjian Kerja


Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu yaitu buruh
mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihaklainnya yaitu majikan untuk selama waktu
tertentu dengan menerima upah (pasal 106 a bw / kuh per)
Dari pengertian / perumusan di atas oleh sendjum h. Manulang, s.h. dijabarkan
sebagai berikut:
1.      Perjanjian antara seorang pekerja (buruh) dengan pengusaha untuk melakukan
pekerjaan.
2.      Dalam melakukan pekerjaan itu pekerja harus tunduk dan berada di  bawah
perintah penguasa/ pemberi kuasa
3.      Sebagai imbalan dari pekerjaan yang dilakukan, pekerja berhak atas upah yang
wajib dibayar oleh penguasa/ pemberi kerja.
Hubungan kerja pada dasarnya meliputi:
a.       Pembuatan perjanjian kerja

12
b.      Kewajiban buruh
c.       Kewajiban majikan / pengusaha
d.      Berakhirnya hubungan kerja
e.       Cara penyelesaian antara piha-pihak yang bersangkutan

A.        Syarat-syarat sahnya Perjanjian Kerja


Sesuai dengan pasal 1320 kuhperdata, syarat-syarat sahnya perjanjian kerja, yaitu:
1.      Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut
2.      Adanya kemampuan / kecakapan pihak-pihan untuk membuat perjanjian
3.      Suatu hal tertentu, artinya bahwa isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum maupun kesusilaan
B.        Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk perjanjian kerja adalah bebas, artinya perjanjian kerja tersebut dapat dibuat secara:
a.       Tertulis
b.      Lisan atau tidak tertulis
Pengecualian : perjanjian kerja laut, perjanjian kerja akad (antar kerja antar daerah),
dan perjanjian kerja akan (antar kerja antar negara), harus di buat secara tertulis
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis lebih menjamin adanya kepastian hukum
C.        Jenis Perjanjian Kerja           
1.      Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
Perjanjian kerja yang jangka waktu berlakunya ditentukan dalam perjanjian kerja
tersebut
2.      Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
Jangka waktu berlakunya tidak disebutkan dalam perjanjian kerja, tidak menyebutkan
untuk beberapa lama tenaga kerja harus melakukan pekerjaan tersebut
Perjanjian kerja untuk jangka waktu tidak tertentu berakhir, apabila:
  Pihak buruh memasuki masa waktu pension tertentu
  Pekerja buruh meninggal dunia
  Adanya putusan pengadilan yang menyatakan buruh melakukan tindak pidana

13
D.    Berakhirnya hubungan Kerja   
Ada beberapa cara yang dapat mengakibatkan berakhirnya atau putusnya hubungan
kerja, yaitu:
1.      Putus Demi Hukum (Hubungan Kerja Putus Dengan Sendirinya)
Hubungan kerja putus demi hukum apabila:
a.       Buruh meninggal dunia
b.      Hubungan kerja atau perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu dan
waktu yang ditentukan itu telah berkhir atau lampau
2.      Diputuskan Oleh Pengusaha/ Majikan
Pemutusan hubungan kerja oleh majikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Tanggang waktu pernyataan pengakhiran
b.      Dasar-dasar untuk memilih buruh manakah yang akan dihentikan atau dihemat
c.       Cara-cara mendapatkan pertimbangan atau perundingan sebelum pemutusan kerja
boleh dilakukan
Alasan – alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian atau pemutusan kerja
(PHK), yaitu:
a.       Alsan-alasan yang berhubungan atau melekat pada pribadi buruh
b.      Alas an yang berhubungan dengan tingkah laku buruh
c.       Alas an yang berkenaan dengan jalannya perusahaan

3.      Diputuskan Oleh Pihak Tenaga Kerja/ Buruh


Seorang buruh yang akan mengakhiri hubungan kerja harus mengemukakan alasan-alasan
mendesak kepada pihak majikan. Alsan-alasan yang mendesak, antara lain:
a.       Apabila majikan menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancama yang
membahayakan si buruh atau anggota keluarganya
b.      Apabila majikan membujuk buruh atau keluarganya untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan undang-undang atau tata susila
c.       Majikan tidak membayar upah pada waktunya, dan sebagainya
4.      Karena Keputusan Pengadilan

14
Pemutusan oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (majikan atau
buruh) berdasarkan alasan kepentingan.

2.4 Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

             Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita
adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja
dengan menerima upah. Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan
pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam
perlindungan dan lain-lain.

1. Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita


Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81,
82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau
perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:
a.      Perlindungan Jam Kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul
07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang
mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:
1) Memberikan makanan dan minuman bergizi
2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
3) Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang
bekerja antara pukul 23.00 – 05.00.

15
Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berumur di
bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara
pukul 23.00 – 07.00. Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak
memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal
ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang.
b.      Perlindungan dalam masa haid
Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang
dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan
upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan
alasan tidak mendapatkan premi hadir.
c.       Perlindungan Selama Cuti Hamil
Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5
bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh.
Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara
penuh.
d.      Pemberian Lokasi Menyusui
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur
masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang
anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya
dekat dengan perusahaan.

2. Peranan Penting Dinas tenaga Kerja


Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
pekerja wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan
pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan
dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.

16
2.5 Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang
kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan
perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak
menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.

Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan
mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-
undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka
sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri masih belum banyak yang sadar
bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah
dihormati dan dilaksanakan secara universal.
CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan
diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi
terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang:
a. Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;
b.  Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak
perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau
c. Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
yang dimilikinya.
Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi
reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap
fungsi reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan
nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja yang
tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi
pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal

17
15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan
semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan
kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut, khususnya
dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan dilaksanakan oleh
pemerintah, pengusaha dan pekerja pada perusahaan-perusahaan, berorientasi pada tiga
domein, yaitu domein tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan kerja).
2. Pemerintah dan pelaksana peraturan perundangan tersebut telah melakukan
pengawasan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, dengan
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan kultur yang berkembang
dalam masyarakat.
3. Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan memberikan perlindungan terhadap
tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan, yaitu memberikan perempuan
berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja, perlindungan tenaga kerja perempuan
terhadap diskriminasi, perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak dasar pekerja,
perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, adalah
kendala yang bersifat eksternal dan kendala internal. Namun demikian peraturan
perundangan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif untuk memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan.

18
B. Saran

1. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan hendaknya dilakukan


perusahaan dengan sepenuh hati, sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat
perempuan yang juga merupakan manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang
sama dengan laki-laki. Kepada perusahaan dan pihak pemerintah hendaknya
melakukan sosialisasi yang cukup terhadap perlindungan hukum tenaga kerja
perempuan.
2. Untuk menghindari tidak dipenuhinya hak-hak tenaga kerja perempuan, hendaknya
perusahaan menganggap pekerja/buruh sebagai mitra kerja, dan lebih terbuka dan
mensosialisasikan hak-hak pekerja/buruh perempuan yang dimuat dalam
perjanjian kerja maupun dalam undang-undang yang berlaku sehingga dapat
meminimalisir sengketa pekerja/buruh khususnya pekerja perempuan dengan
perusahaan.

19
DAFTAR PUSTAKA

H. Manulang, Sendjun, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jakarta:


PT. Rineka Cipta
Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
UU No. 14 Tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

20

Anda mungkin juga menyukai