Anda di halaman 1dari 15

JURNAL

PERUNDANGAN DAN PERATURAN K3

Dosen Pengampu:

S.H Andi Lala M.H

NAMA KELOMPOK:

1. SHOFWAN DWI LEVIANDANI_20020022

2. NURUL ISMI PETTA SOLONG_20020023

3. MUHAMMAD ALIF TANZILAL S_20020024

4. AZIZAH ANDELLA_20020025

5. MUHAMMAD MAULANA ROMDHONI_20020026

6. WIJDAN TORIQ NABAWI_20020027

KELAS A

JURUSAN FIRE AND SAFETY

AKAMIGAS BALONGAN

Jl. Soekarno Hatta, Pekandangan, Kec. Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat 45216

i
Abstrak: Pada masa perkembangan zaman seperti sekarang ini, dimana semua menjadi
modern contoh nya pada lingkungan kerja berbagai aspek pun semakin berkembang baik
dalam peralatan ataupun ilmu pengetahuan. Pada penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan jaminan kesehatan kerja bagi pekerja, peraturan
perundangan- undangan yang dilaksanakan dalam jaminan kesehatan kerja bagi pekerja,
faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan jaminan kesehatan kerja bagi pekerja.
Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis pendekatan yang berupa kepustakaan,
yang dimana studi ini lebih banyak mengumpulkan informasi dan data, seperti artikel dan
jurnal- jurnal, buku, dan kisah-kisah sejarah terkait dengan jaminan kesehatan kerja bagi
tenaga kerja. Di dalam studi kepustakaan ini juga dapat membaca rujukan-rujukan yang
terdapat di dalam nya hasil-hasil dari penelitian orang sebelumnya. Kesimpulan nya pada
pembahasan atau hasil memaparkan mengenai jaminan kesehatan kerja bagi pekerja
bagaimana penting nya setiap pekerja mendapatkan sebuah jaminan kesehatan baik berupa
BPJS ataupun lain nya.

Kata Kunci: Jaminan kesehatan kerja bagi pekerja, peraturan perundang-undangan dalam
jaminan kesehatan kerja bagi pekerja, faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
jaminan kesehatan kerja bagi pekerja.

i
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan


sumber daya manusia, merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dengan
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-undang
Dasar 1945 terutama pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Untuk menjabarkan
dan merealisasikan ketentuan pasal tersebut khususnya dalam meningkatkan harkat dan
kemampuan serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil
dan makmur baik materiil maupun spirituil, maka pemerintah mengeluarkan PP No 33 Tahun
1997 tentang ASTEK, Undang undang No 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK dan PP No
14 Tahun 1993 tentang Penyelenggraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Tenaga
Kerja.

Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat disertai
berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu
diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan produktivitas nasional.

Pelaksanaan prinsip keadilan sosial dalam hukum perburuhan harus ditegakkan sesuai
peranan dan kedudukan tenaga kerja untuk meningkatkan kualtias dan kontribusinya dalam
pembangunan . Berkaitan hal itu Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja menyatakan bahwa cacat adalah “Keadaan hilang atau berkurangnnya fungsi
anggota badan yang secara langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan
untuk menjalankan pekerjaan”.

Berhubung dengan jaminan dan perlindungan tersebut, maka diperlukan pengawasan


yang ketat untuk dapat menjamin terlaksananya keseimbangan antara tenaga kerja dengan
pengusaha, karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-undang pengawasan perburuhan
untuk merealisasi hal tersebut.

Pada umumnya kecelakaan itu terjadi tidak hanya dikarenakan mesin yang
membahayakan, namun seringkali kecelakaan yang terjadi tersebut dikarenakan orang yang
menjadi korban itu sendiri (Human Eror) seperti misalnya kecelakaan karena kurang berhati-
hati dan kurang keahlian.

Tenaga kerja yang memberikan tenaga dan keahliannya pada perusahaan untuk
kegiatan yang produktif, sudah sewajarnya apabila kepada mereka diberikan perlindungan,
pemeliharaan dan pengembangan terhadap kesejahteraan tenaga kerja serta jaminan
sosialnya, baik pada saat masih bekerja dihari tua ataupun sesuatu hal mereka tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Upaya perlindungan terhadap tenaga kerja terutama dalam hal jaminan kecelakaan
kerja perlu terus ditingkatkan melalui perbaikan syarat kerja termasuk upah, gaji dan jamian
sosialnya, kondisi kerja serta hubungan dalam rangka peningkatan sistem para pekerja secara

i
menyeluruh.

i
Beberapa peraturan tersebut di atas menegaskan apabila buruh mengalami kecelakaan
sewaktu menjalankan pekerjaan atau sewaktu dalam hubungan dengan majikan harus
memberikan ganti kerugian pada buruh. Pemberian ganti kerugian ini merupakan tangung
jawab majikan atas kerugian yang terjadia di perusahan. Kenyataan pelaksanaan ketentuan
dalam peraturan tersebut tidak memuaskan, sebab salah satu diantaranya banyak majikan
yang karena kondisi perusahaan tidak memberikan ganti kerugian kepada buruhnya yang
mengalami kecelakaan.

Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan
disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi, oleh karena itu tenaga kerja yang
bekerja dalam suatu perusahaan, kepadanya perlu diberikan suatu perlindungan,
pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan, karena hal ini tidak saja cukup diukur dengan
upah yang diterimanya sehingga pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas nasional.

Penelitian yang dilakukan Sukijo (1998: 54-60) menunjukkan bahwa tenaga kerja
merupakan pekerja yang diberikan perlindungan dalam bentuk santunan, berupa uang sebagai
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat
dari peristiwa atau keadaan yang dialaminya.

Pada dasarnya program jaminan sosial tenaga kerja menekankan pada perlindungan
bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan lebih lemah, oleh karena itu pengusaha
memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.

Undang-undang No 25 tahun 1997 pada pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa tenaga
kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Jadi titik berat tenaga kerja adalah mengenai soal kemampuan manusia atau seseorang untuk
menghasilkan sesuatu baik barang atau jasa sehingga apabila ditinjau kegiatan yang
dilakukan, maka tenaga kerja dapat digolongkan dalam dua sektor, yaitu tenaga kerja yang
bergerak dalam sektor formal dan informal.

Tenaga kerja mempunyai kewajiban (1) melakukan pekerjaan yang dijanjikan


menurut kemampuannya sebaik-baiknya. Dengan demikian pekerjaan yang dilakukan adalah
pekerjaan yang telah diperjanjikan. Menurut kenyataan kekurangan atau tidak adanya
pekerjaan tidak menimbulkan keluh kesah dari pihak pekerja, asalkan upahnya tetap
diberikan. Buruh tidak kehilangan haknya atas upah yang ditentukan menurut lamanya waktu
jika bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan tidak menggunakannya, baik karena
salahnya sendiri maupun karena halangan yang tidak disengaja yang mengenai dirinya.
Dengan demikian berarti tenaga kerja mendapatkan upah sesuai dengan hasil pekerjaan yang
dilakukan menurut peraturan yang berlaku di tempat kerja, sedangkan tidak diberikannya
cukup pekerjaan kepada pekerja dapat dipandang sebagai alasan mendesak bagi tenaga kerja
untuk memutuskan hubungan kerja, (2) Mentaati tata tertib perusahaan.Tata tertib perusahaan
ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat adanya kepemimpinan pengusaha terhadap pekerja,
penolakan untuk mentaati petunjuk atau perintah pengusaha adalah menyalahi perjanjian
dan dianggap tidak sah. Hal demikian

i
dapat dijadikan alasan bagi pengusaha untuk meminta pengadilan, agar hubungan kerja
dinyatakan putus, (3) Membayar ganti rugi dan denda. Pemberian denda dan ganti rugi bagi
pekerja yang tidak mengindahkan kewajibannya dimaksudkan agar roda perusahaan tetap
berjalan. Ancaman denda disebut janji denda yaitu pelanggaran terhadap kewajiban-
kewajiban pekerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan
pekerja.

Untuk setiap pelanggaran terhadap suatu perbuatan yang telah dikenakan denda tidak
boleh lagi dituntut ganti rugi untuk perbuatan yang bersangkutan. Selain dituntut kewajiban
maka pekerja memiliki hak yang harus dipenuhi oleh pengusaha dari hasil pekerjaannya.yang
meliputi (1) menerima upah, (2) mendapatkan cuti, (3) mendapatkan tunjangan, (4)
mendapatkan perawatan dan pengobatan, (5) mendapatkan ganti rugi.

Di samping hak dan kewajiban tenaga kerja terdapat kewajiban pengusaha yaitu (1)
Membayar upah. Pada dasarnya upah dibayarkan dalam bentuk uang, namun dimungkinkan
sebagian upah tenga kerja dibayarkan dalam bentuk lain, yaitu bentuk hasil produksi atau
barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis bagi pekerja. Pembayaran tenaga kerja
dibayarkan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian atau peraturan
perusahaan, (2) Memberi waktu istirahat dan hari libur, (3) Mengatur tempat kerja dan alat
kerja. Untuk itu diatur dengan Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undangundang ini memberikan perlindungan terhadap pekerja dari bahaya dipakainya alat-
alat kerja maupun dari bahan-bahan yang dipakai dalam perusahaan. (4) Memberi surat
keterangan. Pada saat berakirnya hubungan kerja pengusaha berkewajiban memberikan surat
keterangan permintaan pekerja. Di samping kewajiban-kewajiban tersebut pengusaha juga
mem-punyai hak-hak yaitu (1) Menerima hasil pekerjaan dari pekerja atau yang dikerjakan
oleh pekerja, (2) Memerintah pekerja.

Tentang Jaminan Sosial dikatakan oleh Manulang bahwa Jaminan sosial adalah
perlindungan yang memberikan santunan, berupa uang pelayanan dan pengobatan yang
merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, meninggal
dunia, dan menganggur (Manulang, 1990: 131) Sedangkan Soepomo menyatakan Jaminan
sosial merupakan pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar
kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan (in coke
Security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena di luar kehendaknya (Soopomo,
1987:136) Sejalan dengan pendapat di atas Undang-undang No 3 Tahun 1992 pasal 1 ayat (1)
dijelaskan bahwa Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja,
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang
atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja, berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

Program Jaminan Sosial tenaga kerja diatur dalam UU No 3 Tahun 1992 pada pasal 6
ayat 1 meliputi (1) Jaminan kecelakaan kerja, (2) Jaminan kematian (3) Jaminan hari tua, (4)
Jaminan pemeliharaan kesehatan, Pada pasal 9 UU No.3 Tahun 1992 diatur tentang hak-hak
tenaga kerja yang mendapat kecelakaan yang meliputi (1) Biaya pengangkutan tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah satu dan atau kerumahnya, termasuk biaya
i
pertolongan pertama pada kecelakaan, (2) Biaya pemeriksaan, pengobatan dan atau
perawatan di rumah sakit, termasuk rawat jalan, (3) Biaya rehabilitasi, berupa alat bantu
(orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau
tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja, (4) Santunan berupa uang yang meliputi: (a)
Santunan sementara tidak mampu bekerja, (b)Santunan cacat total untuk selama-lamanya, (c)
Santunan catat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental (d) santunan kematian.

Kecelakaan yang diatur dalam PP No. 33 Tahun 1947 pada pasal 1, ayat (12)
dikatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubunga kerja, dengan demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat adari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah
melalui jalan biasa atau wajar dilalui.

Sedangkan Budiono mengatakan bahwa kecelakaan kerja meliputi (1) Buruh yang
jatuh sakit sewaktu menjalankan kerja dipandang sebagai terjadinya kecelakaan kerja, (2)
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan pada pekerjaan,
(3) Buruh yang menderita luka dan cacat badan dipandang sebagai kecelakaan pada
pekerjaan.

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis pendekatan yang berupa
kepustakaan, yang dimana studi ini lebih banyak mengumpulkan informasi dan data, seperti
artikel dan jurnal-jurnal, buku, dan kisah- kisah sejarah terkait dengan permasalahan
penelitian didalam studi kepustakaan ini juga dapat membaca rujukan-rujukan yang terdapat
didalamnya hasil-hasil dari penelitian orang sebelumnya dan semacamnya yang terdapat
beberapa landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti, Kepustakaan yang menerima
informasi dari berbagai media seperti membaca rujukan-rujukan buku yang terdapat
didalamnya hasil-hasil dari penelitian orang sebelumnya dan semacamnya yang terdapat
beberapa landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti, didalam, studi kepustakaan ini
teknik pengumpulan data didalam pandangan para ahli dan, studi kepustakaan ini merupakan
kajian teoritis, rujukan serta literasi ilmiah lainnya yang berkaitan dengan, nilai, budaya, dan
norma-norma yang berkembang pada situasi tersebut. metode penelitian pustaka biasanya
digunakan untuk menyusun yang bertujuan sebagai dasar dalam pengembangan langka-
langkah mudah sebagai cara dalam pendekatan konselor, yang terdapat langkah-langkah
dalam penelitian tersebut. Pertama, pemilihan topik masalah. Kedua, mencari informasi.
Ketiga, menentukan titik fokus permasalahan. Keempat mengumpulkan informasi dan data
yang diperoleh. Kelima, penyusunan kerangka dan struktur laporan.

i
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SEJARAH KESEHATAN KERJA

Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan
pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di
semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi
kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu
kesehatan, penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan
fisik dan psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia
dan manusia kepada pekerjaannya.

Menurut Suma’mur (1986) Kesehatan Kerja merupakan spesialisasi ilmu Kesehatan


yang bertujuan agar para pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat Kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun social dengan usaha preventif dan kuratif
terhadap penyakit.gangguan Kesehatan yang diakibatkan faktor-factor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum lainnya

Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja atau tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,
rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum (Buntarto, 2015 : 4).

Tujuan kesehatan kerja:

Menurut Mangkunegara (2004: 161),

• Melindungi tenaga kerja atas hak dan kesehatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.

• Menjamin kesehatan tenaga kerja yang berada di tempat kerja.

• Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993, tujuan dari
kesehatan kerja adalah mewujudkan tenaga kerja dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan
sejahtera, sehingga akan tercapai suasana lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman
dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial, dan bebas kecelakaan atau
penyakit akibat kerja dan akibat hubungan kerja”.

Pada mulanya, kesehatan kerja berkembang dari kesadaran bahwa bekerja dapat
menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya
pencegahan. Pada jaman prasejarah, orang Mesir telah mengenal manfaat cadar bagi
perlindungan respirasi saat menambang cinabar (red mercury oxide);

i
Georgius Agricola (1494-1555) dari Bohemia menemukan pekerja tambang dengan
gejala silikosis. Dia menganjurkan tentang pentingnya kebersihan udara di lingkungan kerja,
dan menulis buku Of Things Metallic;

Bernardino Ramazini (1633-1714), seorang professor di Modena, menulis buku yang


berjudul A Diatribe on Diseases of Workers yang membahas penyakit yang terdapat di
kalangan pekerja. Kepada para dokter ia menekankan agar selalu bertanya kepada pasien
tentang pekerjaan mereka. Dia dikenal sebagai ‘Bapak Kesehatan Kerja’ karena prestasi dan
jasanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan kerja.

Pada jaman revolusi industri, Percivall Pott (1766) menyatakan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan, yaitu kanker skrotum yang banyak ditemukan pada
pembersih cerobong asap batubara. Sekarang diketahui bahwa penyebabnya adalah senyawa
PAHs/polinuklear aromatik hidrokarbon yang terdapat dalam jelaga cerobong.

Kesehatan kerja di tingkat internasional: Sehat merupakan hak azazi manusia. United
Nations Declaration on Human Rights yang dirumuskan pada tahun 1948 di Helzinki menyebutkan
bahwa setiap orang mempunyai hak azasi untuk bekerja, bebas memilih jenis pekerjaan dan
mendapatkan kondisi pekerjaan yang adil dan membuatnya sejahtera.

Kesehatan kerja di tingkat nasional: Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia Pasal
27 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan yang layak adalah pekerjan yang bersifat manusiawi, yang
memungkinkan pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, bebas dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.

Kesehatan kerja di tingkat perusahaan: Pemberi kerja wajib menciptkakan kondisi dan
lingkungan kerja yang sesuai standar, memotivasi pekerja bekerja sesuai standar operating
procedure, menjamin kesehatan, keselamaan dan kesejahteraan pekerja.

Dasar hukum kesehatan kerja:

• Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28, menyatakan setiap warga negara berhak atas
pelayanan kesehatan

• Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, antara lain menyatakan
pemberi kerja wajib memeriksakan kesehatan pekerja awal, berkala dan khusus

• Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dalam Pasal 22 ayat (2)
tentang Pelaksanaan Kesehatan Lingkungan Kerja, Pasal 23 ayat (1,2,3) tentang
Kewajiban Melaksanakan Kesehatan Kerja, mencakup pelayanan, pencegahan PAK
dan syarat kesehatan kerja, serta Pasal 84 tentang Sangsi Pidana Bagi Yang Tidak
Melaksanakan.

• Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, antara lain
menyebutkan bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan biaya
kecelakaan, kematian, hari tua dan pemeliharaan kesehatan

i
• Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain
menyebutkan bahwa pemberi kerja wajib melindungi keselamatan pekerja melalui
penyelenggaraan upaya keselamatan dan kesehatan kerja

• Kepres RI No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul akibat Hubungan Kerja.

• Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Wajib Laporan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja

• Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.Kep-333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan


Pelaporan Penyakit Akibat Kerja

• Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.01/MEN/1981 tentang


Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja. Pemberi kerja wajib melaporkan secara
tertulis kepada Direktorat Pimbinaan Hubungan Perburuhan Perlindungan Tenaga
Kerja setempat. Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan ditetapkan dalam
lampiran Permen ini, antara lain adalah pneumokoniosis (salah satu PAK paru)

• Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No.Per.


03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif meliput,
Promotif, Preventif , Kuratif , Rehabilitatif.

• Pertama, penempatan pekerja pada pekerjaan/jabatan yang sesuai (fit) dengan


kapasitas kerja dan status kesehatannya, merupakan upaya preventif.

• Kedua adalah promosi kesehatan di tempat kerja/PKDTK (workplace health


promotion) untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja serta
pencegahan penyakit, merupakan upaya promotif dan preventif.

• Ketiga adalah perbaikan lingkungan kerja, merupakan upaya preventif.

• Keempat adalah perbaikan ergonomi, merupakan upaya preventif.

• Kelima adalah pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja


merupakan upaya preventif.

• Keenam adalah surveilans kesehatan pekerja, merupakan upaya preventif.

• pelayanan klinik, merupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.

i
Perbedaan antara kesehatan kerja dan kesehatan masyarakat:
KESEHATAN KERJA

• Tenaga kerja merupakan tujuan utama

• Biasanya mengurusi golongan karyawan yang mudah didekati

• Efektifnya pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja dan periodic

• Yang dihadapi lingkungan kerja

• Terutama bertujuan meningkatkan produktivitas

• Dibiayai oleh perusahaan atau masyarakat kerja

• Perkembangan sangat pesat setelah revolusi industry

• Perundang-undangan berada dalam ruang lingkup ketenaga kerjaan.

KESEHATAN MASYARAKAT

• Masyarakat umum merupakan tujuan utama

• Biasanya mengurusi masyarakat yang kurang mudah dicapai

• Sulit melakukan pemeriksaaan kesehtan periodic

• Yang dihadapi lingkungan umum

• Terutama bertujuan meningkatkan kesehtan dan kesejahteraan mayarakat

• Dibiayai oleh anggaran pemerintah

• Perkembangan sangat pesat setelah kemajuan dibidang ilnu jasad-jasad renik

• Perundang-undangan berada dalam ilmu Kesehatan.

B. PROGRAM K3

Program K3 adalah upaya untuk mengatasi ketimpangan pada empat unsur produksi
yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen. Program ini meliputi administrasi
dan manajemen, P2K3, kebersihan dan tata ruang, peralatan K3, pengendalian bahaya dan
beracun, pencegahan kebakaran, keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi program
(DK3N, 1993).

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program


keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan semaunya.
Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan
nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan
financial, dan lainnya. Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik
untuk masing-
i
masing perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman
dari pihak lain.

• Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Mengatur program kesehatan


kerja pada Pasal 23 yaitu “Tentang menekankan pentingnya kesehatan kerja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal.”
karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat
kerja dan syarat kesehatan kerja.

• Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur program


kesehatan kerja pada Pasal 86 yaitu “Pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas program keselamatan kerja dan kesehatan kerja” dan
pada Pasal 87 yaitu “Setiap perusahaan wajib menerapkan program – program
Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan program
perusahaan”.

• Menurut Lubis dalam (Raman 2013: 87), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah Suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha
sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja.

Tujuan Program Kesehatan Kerja

1. Melindungi Keselamatan Karyawan

2. Menjamin Sumber Produksi Yang Digunakan

3. Meningkatkan Kesejahteraan

Pekerja Sasaran Program Kesehatan

Kerja

1. Keselamatan setiap tenaga kerja

2. Keselamatan dan keamanan orang di sekitar tempat kerja

3. Keamanan selama proses produksi berlangsung.

Ruang Program Kesehatan Kerja

1. Tempat kerja

2. Alat – alat kerja

3. Metode atau cara kerja

i
Perusahaan menyusun rencana K3 berdasarkan

a. Hasil penelaahan awal

b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko

c. Peraturan perundang-undangan

d. Sumber daya yang dimiliki.

Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit memenuhi kualifikasi

a. Dapat diukur

b. Satuan/indicator pengukurannya

c. Sasaran capaiannya

Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, perusahaan harus berkonsultasi dengan:

a. Wakil pekerja/buruh

b. Ahli K3

c. P2K3

d. Pihak-pihak lain yang terkait

Aspek dalam Penyusunan Tujuan dan Sasaran K3

1. Pembelajaran

2. Skala prioritas

3. Jangka waktu pelaksanaan

4. Penanggung jawab

5. Indikator kinerja

6. Penetapan sumber daya

i
KESIMPULAN
Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja atau tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,
rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum. Jaminan Kesehatan Kerja itu sangat penting bagi pekerja agar pekerja merasa aman
dan nyaman saat melakukan pekerjaan. Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Pemeliharaan Kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan.

Pelaksanaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) di BPJS Ketenagakerjaan tidak sesuai


dengan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109
Tahun 2013 Tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Hal ini dikarenakan
dalam ketentuan perundang undangan tersebut setiap perusahaan wajib mendaftarkan dirinya
dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Terciptanya rasa aman bagi peserta karena sudah ada jaminan dari asuransi dan
mendapatkan pengganti penghasilan apabila terjadi resiko kecelakaan kerja atau kematian
dalam bentuk penggantian biaya pengobatan, perawatan termasuk pengangkutan ke Rumah
Sakit, santunan sementara tidak bisa bekerja (STMB) dan santunan kematian, Hal ini karena
dapat mengurangi beban keluarga dan memenuhi kebutuhan hidup secara layak ketika
pencari nafkah utama dalam keluarga tidak dapat melaksanakan perannya.

i
DAFTAR PUSTAKA
Manullang, Senjun, 1990. Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan, Editor : Andi Hamzah,
Jakarta : Rineka Cipta

R.I, 1992, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan,
Surabaya : Sinar Grafika

R.I, 1994, Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta : Sinar Grafika

R.I, 1997, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1997 tentang


Ketenagakerjaan, Jakarta: BP Cipta Jaya

Sukijo, 1998, Palaksanaan Jaminan Kecelakaan Kerja dalam JAMSOSTEK studi Kasus di PT
Pabelan Surakarta, Fakultas Hukum, UMS

Anda mungkin juga menyukai