Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja
Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo adalah
pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat spesifik,
penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat
kerja dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.
Secara filosofis, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani maupun rohani tenaga kerja,
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara keilmuan K3 diartikan sebagai suatu
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Menurut Sumamur, Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk
pencegahan kecelakaan seperti cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja dalam hubungannya dengan perlindungan tenaga kerja adalah
salah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja.
Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993 adalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah
upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat
kerja /perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber
produksi dapat digunakan secara aman dan efisien
Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja adalah perilaku yang
tidak aman karena kurangnya kesadaran pekerja dan kondisi lingkungan yang tidak
aman.
2.2 Pengertian Peralatan Perlindungan Diri
Menurut Ervianto, kesehatan dan keselamatan kerja adalah dua hal yang sangat
penting. Oleh karenanya, perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua
keperluan peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau Personal Protective
Equipment.
Kontrol manajemen konstruksi dapat mengurangi ataupun mengeliminasi kondisi
rawan kecelakaan. Walaupun teknik manajemen dapat menjamin keselamatan, tetapi

akan lebih aman jika digunakan Alat Perlindungan Diri (APD). Jika kecelakaan tetap
terjadi setelah kontrol manajemen konstruksi diterapkan, yang harus diperhatikan
adalah mengkaji kelengkapan keamanan dan keselamatan. Peralatan keamanan
menyediakan keamanan dalam bekerja, jika peralatan ini tidak berfungsi dengan baik,
maka resiko terjadi kecelakaan pada pekerja besar.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja enggan menggunakan peralatan
perlindungan diri antara lain :
a. Sulit, tidak nyaman, atau mengganggu untuk digunakan.
b. Pengertian yang rendah akan pentingnya peralatan keamanan.
c. Ketidakdisiplinan dalam penggunaan.
Alat pelindung diri guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi dimana alat
pelindung diri harus dikenakan, harus ditentukan, dan direncanakan secara sesuai,
serta dirancang meliputi training dan pengawasan untuk tetap terjamin.
2.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja
antara lain:
Menurut Gary J. Dessler untuk sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi
kerja yang aman dan sehat kepada setiap pekerja dan untuk melindungi sumber daya
manusia.
Menurut Sumamur tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
a) Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.
b) Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
c) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Menurut pendapat Sumamur menyebutkan bahwa dalam aneka pendekatan
keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan diuraikan pentingnya perencanaan
yang tepat, pakaian kerja yang tepat, penggunaan alat - alat perlindungan diri,
pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk, label-label, pengaturan pertukaran udara dan
suhu serta usaha-usaha terhadap kebisingan.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993, tujuan
dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat dan lingkungan
kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai ; suasana lingkungan

kerja yang aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik,
mental, sosial, dan bebas kecelakaan.
2.4 Pengertian Jasa Penerbangan
Menurut Irianto berdasarkan uraian tentang pengertian dan lingkup yang
terkandung dalam suatu produk maupun jasa, dapat dijelaskan bahwa produk dari jasa
penerbangan meliputipesawat yang digunakan, skedul atau jadwal penerbangan, dan
pelayanan yang diberikan.
Jasa penerbangan memiliki keunggulan seperti mempunyai kecepatan yang
sangat tinggi dan daya jelajah yang sangat jauh, serta dapat digunakan secara fleksibel
karena tidak terikat pada hambatan alam kecuali cuaca. Damardjanti, mendefinisikan
perusahaan penerbangan sebagai berikut perusahaan penerbangan adalah perusahaan
milik swasta atau pemerintah yang khusus menyelenggarakan pelayanan angkutan
udara untuk penumpang umum, baik yang berjadwal maupun tidak berjadwal.
2.5 Pekerja
Beberapa peristilahan mengenai tenaga kerja dipengaruhi oleh posisi dan tempat
tenaga kerja tersebut bekerja. Misalnya ada yang menyebut buruh, karyawan atau
pegawai. Namun sesungguhnya dapat dipahami bahwa maksud dari semua
peristilahan tersebut adalah sama, yaitu : orang yang bekerja pada orang lain dan
mendapat upah sebagai imbalannya. Maka berdasarkan rumusan tersebut, maka yang
dimaksud dengan tenaga kerja (pekerja /karyawan/buruh/buruh atau pegawai itu
mencakup pegawai swasta maupun pegawai negeri (Sipil dan Militer)
Maimun berpendapat pekerja / buruh dewasa (biasa disebut pekerja / buruh)
adalah tiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain. Di mana dalam definisi tersebut dua unsur yaitu unsur orang yang bekerja dan
unsur menerima imbalan dalam bentuk lain. Selanjutnya Maimun menyebutkan
bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat.
Pengertian tenaga kerja mencakup pekerja/buruh, pegawai negeri , tentara, orang
yang sedang mencari pekerjaan, orang-orang yang berprofesi bebas seperti pengacara,
dokter, pedagang, penjahit dan lain-lain.

Menurut Anwar menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan di dalam atau di luar hubungan kerja guna menghasilkan
barang-barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengertian ini
sangat luas karena meliputi juga pegawai negeri yang bekerja pada Instansi
pemerintah yang dilindungi undang-undangan kepegawaian. Sedangkan buruh adalah
pekerja di suatu perusahaan, dan dalam melakukan pekerjaannya harus tunduk pada
perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang
bertanggung jawab dalam lingkungan perusahaannya, dan buruh / pekerja akan
memperoleh upah serta jaminan hidup lainnya yang wajar dari pengusaha (majikan).
Menurut Suprihanto tenaga kerja terbagi 2 jenis, yaitu: angkatan kerja (labour
force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja
dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan
kerja masih dibagi lagi yaitu golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus
rumah tangga dan golongan yang lain atau penerima pendapatan atau kelompok
potensial (alboruf force).
.

Pekerja/buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang

bekerja di dalam hubungan kerja, di bawah perintah pemberi kerja (bisa perseroan,
pengusaha, dan hukum atau ada lainya, dan atas jasa dalam bekerja yang
bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, dengan kata lain tenaga
kerja disebut sebagai pekerja/buruh bila ia melakukan pekerjaan di dalam hubungan
kerja dan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain. Tenaga kerja yang bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain tetapi tidak di dalam hubungan kerja seperti
tukang semir sepatu, bukan merupakan pekerja.
Dalam Undang-Undang No. 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja dan UndangUndang No. 2/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memperluas pengertian
pekerja/buruh, sehingga meliputi:
1) Magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang diwajibkan
memberikan tunjangan dalam hal mereka menerima upah.
2) Mereka yang memborong pekerjaan yang dikerjakan di perusahaan yang
diwajibkan memberikan tunjangan kecuali jika mereka yang memborong
pekerjaan itu sendiri yang menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberi
tunjangan.

3) Mereka yang bekerja pada seorang yang memborongkan pekerjaan yang biasanya
dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan. Mereka itu
dianggap bekerja di perusahaan majikannya yang memborongkan itu sendiri
(menjalankan suatu perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dalam
mana pekerjaan yang diborongkan itu dikerjakan).
4) Orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan,
tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti kerugian karena kecelakaan selama
mereka menjalani hukuman.
2.6 Sistem Manajemen K3 (PERMEN 05 / MEN / 1996)
Sistem manajemen K3 adalah bagian sistem manajemen yang meliputi organisasi,
perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan , prosedur proses dan sumberdaya yang
dibutuhkan bagi pengembangan , penerapan, pencapaian, pengkajian, pemeliharaan,
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
agar tercipta tempat kerja yang aman dan produktif.
2.7 Tujuan Sasaran Sistem Manajemen K3
Tujuan dan sasaran sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem
kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen
, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegerasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang nyaman dan efisien.
2.7.1 Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Jasa Pelayanan Penerbangan
a. Safety
Perusahaan penerbangan harus mengutamakan faktor keselamatan di atas segalagalanya dalam pengoperasian pesawat dari suatu rute tertentu ke rute tertentu. Seluruh
penumpang, awak pesawat, dan barang-barang selam penerbangan harus benar-benar
diperhatikan keselamatannya agar perusahaan itu mendapat kepercayaan dari
masyarakat. Untuk menunjang keselamatan pesawat yang akan dioperasikan,
perusahaan mengadakan tindakan-tindakan sebagai berikut.
1) Pesawatnya harus memenuhi syarat seperti udara yang dibuktikan dengan
certificate of airworthines dari yang berwenang.

2) Release sheet oleh dinas teknik perusahaan tersebut (krunya harus qualified).
3) Membuat flight planning yang mencakup arah penerbangan ke mana, bahan bakar
yang dibawa, tinggi yang akan diterbangi, dan lain-lainnya.
4) Air traffic control yang baik pada stasiun tertentu.
5) Adanya peta-peta dan navigation bag yang lengkap.
b. Comfortability
Dalam hal ini perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar penumpang
mendapat kenyamanan selama penerbangan berlangsung. Dengan demikian,
penumpang harus mendapat pelayanan yang sebaik mungkin dari petugas perusahaan
yang bersangkutan Service yang dimaksud di sini adalah pada saat calon penumpang
mengadakan hubungan dengan perusahaan sampai penumpang tiba di tempat
tujuanya. Bilamana hal ini dapat dipertahankan, penumpang tersebut akan terkesan
pada perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Dengan demikian, perusahaan
penerbangan tersebut akan dapat mencapai kesuksesannya.
c. Regularity
Dalam mengoperasikan pesawat udara harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal
penerbangan yang telah ditentukan secara cepat dan teratur serta sesuai dengan waktu
yang diinginkan oleh penumpang. Hal tersebut sangat diperlukan untuk menjamin
kepuasan

penumpanng

dan

citra

perusahaan

penerbangan

sehingga

dapat

mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk dapat melaksanakan operasi


penerbangan tepat waktu, diperlukan disiplin dan koordinasi antara bagian produksi
atau operasi dengan bagian pemeliharaan pesawat, pemasaran, dan bagian lainnya.
d. Economy for company
Bilamana safety dan passengers comfort telah berjalan dengan baik, tibalah
saatnya bagi perusahaan menikmati hasil dari pengoperasian pesawat terbang. Di
samping mengadakan penghematan biaya di segala bidang serta adanya pegawai yang
cakap dan terampil, penjualan yang tinggi akan menimbulkan perbandingan antara
revenue dan costs yang menonjol. Profit semaksimal mungkin akan tercapai dan
efisiensi perusahaan akan selalu meningkat sehingga asas kontinuitas perusahaan

dapat dipertahankan. Hal ini akan dapat mengadakan ekspansi (perluasan) perusahaan
tersebut, seperti pembaruan armada, meningkatkan frekuensi pnerbangan dalam
maupun luar negeri, dan sebagainya.
Keempat fungsi jasa angkutan udara tersebut di atas dilaksanakan secara cepat
agar jasa angkutan udar yang dihasilkan harus mencapai tiga sasaran, yaitu kalitas
pelayanan memberikan kepuasan kepada penumpang atau pemakai jasa angkutan
(users), biaya operasi penerbangan yang seminimal mungkin, serta tepat waktu
(sesuai dengan jadwal penerbangan). Apabila suatu perusahaan penerbangan
melaksanakan keempat fungsi jasa angkutan secara efektif serta mencapai ketiga
sasaran dalam menghasilkan jasa angkutan udara, maka daya saing dan pendapatan
perusahaan penerbangan akan meningkat.
Untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut, jasa angkutan yang dihasilkan harus
memenuhi kualitas pelayanan, yaitu dalam bentuk :
a. kecepatan, indikatornya km per jam ;
b. keselamatan, indikatornya jumlah kecelakaan dibandingkan dengan jumlah
penerbangan;
c. Kenyamanan;
d. Kapasitas angkutan, indikatornya seat km tersedia dan ton km tersedia;
e. Frekuensi penerbangan;
f. Keteraturan penerbanagan;
g. Terjangkau, indikatornya tarif yang relatif rendah.
2.7.2 Penerapan Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Masalah keselamatan kerja, merupakan masalah yang selalu menarik untuk
dibicarakan. Perlu adanya kesadaran mengenai keselamatan kerja sebab pada
kenyataannya tidak sedikit karyawan yang belum menyadari pentingnya keselamatan
kerja. Bahkan masih banyak pengusaha yang beranggapan bahwa penyediaan alat
keselamatan kerja bagi pekerja hanya sekedar pemenuhan peraturan saja, tanpa
mempertimbangkan segi ketepatan penggunaannya bagi pekerja konstruksi di

Indonesia. Selain dari faktor pelaku konstruksi, ternyata masih banyak pekerja yang
tidak memakai alat pelindung diri dalam kerja dengan alasan faktor kenyamanan alat.
Menurut Aditama, oleh karena itu dengan mempelajari ketepatan produk
peralatan K3 yang ada di Indonesia dengan baik, kesesuaian antara produk tersebut
dengan kondisi fisik pekerja Indonesia dapat lebih diperhatikan. Kebijakan
DEPNAKER di bidang K3 menganjurkan bahwa pendekatan preventif dari aspek K3
dapat dimulai dari pemilihan teknologi dan prosedur penerapan yang baik.
2.7.3 Komitmen Manajemen
Komitmen Manajemen adalah faktor yang sangat penting untuk dapat
terlaksanannya K3 di perusahaan dengan wujud adanya ketentuan tertulis mengenai
kebijakan (policy) perusahaan terhadap K3.

Daftar Pustaka
(http://www.ohsas-18001-occupational-health-and-safety.com ).
(http://ohsas-18001-occupational-health-and-safety. com).
http://fuadmahpudin2.blogspot.com/2013/07/keberadaan-kesehatan-dankeselamatan.html
http://thesis.binus.ac.id/asli/Bab2/2006-2-01096-TI%20BAB%202.pdf
http://angkasasena.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-pelayanan-jasapenerbangan.html
( http://www.buletin12.co.id ). (Forum, 2008, edisi no.11)

Anda mungkin juga menyukai