K3LH yaitu mengenai program kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan hidup suatu
instansi atau perusahaan yang memiliki banyak kesehatan kerja atau karyawan. K3LH juga
dapat diartikan sebagai upaya untuk melindungi karyawan atau tenaga kerja agar selalu dalam
keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja.
Keselamatan untuk ketenagakerjaan tidak hanya tempat kerjanya saja, tetapi proses produk
dapat secara aman dalam memproduksinya. Sehingga tidak membahayakan kesehatan para
pekerja. Tempat yang digunakan untuk bekerja pun bersih, sehat, aman dan nyaman dimanah
mampu meningkatkan semangat ketika bekerja.
Secara keilmuan, K3LH adalah ilmu pengetahuan dan penerapan dalam upaya mencegah
kecelakaan ketika sedang bekerja. K3 juga dapat didefinisikan sebagai bidang yang
berhubungan dengan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan seseorang yang bekerja pada
sebuah perusahaan, instansi maupun proyek.
Secara filosofis, K3LH diartikan sebagai upaya atau pemikiran untuk menjamin keutuhan dan
kemampuan jasmani serta rohani ketika sedang bekerja. Upaya ini sangat baik untuk tenaga
kerja dan masyarakat agar mampu menghasilkan karya yang bagus dan berkualitas.
Banyak keuntungan yang didapat dengan hadirnya K3LH dimanah para karyawan akan lebih
aman dalam melakukan pekerjaannya. Keuntungannya yaitu mampu mencegah terjadinya
kecelakaan saat bekerja, terserang penyakit, cacat tetap hingga kematian.
Keuntungan lain yang didapat yaitu material konstruksi pemakaian dalam kerja merupakan
material yang aman. Adanya K3LH juga mampu meningkatkan konsiditas kerja tanpa
memeras tenaga kerja dan mencegah terjadinya pemborosan modal, alat, sumber produksi
dan tenaga kerja.
Ciri Ciri K3LH :
1. Memberikan fasilitas kerja seperti seragam dan sepatu keselamatan. Kedua fasilitas
ini untuk dipakai seluruh karyawan atau pekerja yang terlibat dalam produksi, bengkel
dan lapangan.
2. Memasang atribut K3LH di perusahaan atau pabrik. Misalnya membuat tulisan yang
berisi peringatan pekerja agar selalu sadar tentang keselamatan, kesehatan, dan
kebersihan lingkungan perusahaan. Atau bisa juga sebelum memasuki area produksi,
security memeriksa perlengkapan yang dibawa karyawan.
Maksud dari adanya atribut K3LH bertujuan untuk menghindari bahaya atau
kesalahan yang mungkin berakibat fatal. Selain itu, kebersihan lingkungan perusahaan
juga menciptakan suasana yang lebih nyaman, bersih dan sehat.
3. Menerapkan K3LH dalam prosedur dan sistem kerja. Seorang manajemen dari
perusahaan tentu akan mengupayakan atau mengusahakan para karyawannya sesuai
dengan K3LH. Yaitu dengan memberikan petunjuk tentang K3LH agar pekerja lebih
memahami pengertian K3LH dan menerapkannya.
4. Memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Contoh sampah organik
yaitu sampah yang terbuat dari tumbuhan dan kertas. Sedangkan anorganik seperti
sampah plastik.
Dasar Hukum K3LH :
Dasar Hukum K3LH telah diatur dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Yang diatur dalam UU tersebut adalah segala tempat
kerja baik di darat, tanah, air, permukaan air, dan udara yang berada di wilayah kekuasaan
hukum RI.
Prinsip ketiga adalah tanggung jawab pengusaha. Prinsip tersebut diatur dalam Pasal
1602w kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut: “si majikan diwajibkan
untuk mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, piranti-piranti atau perkakas-perkakas
dalam mana atau dengan mana ia menyuruh melakukan pekerjaan”
Terdapat juga beberapa teori yang membahas mengenai prinsip tersebut, diantaranya teori
Risk Profesionelle, Employer`s Liability, Reasonable Care, maupun derivasi analog
doktrin Vicarious Liability. Pokok bahasan dalam teori-teori tersebut adalah bahwa
pengusaha selaku pemberi kerja, bertanggungjawab dalam konteks profesionalismenya
sebagai pengusaha, atas kesehatan dan keselamatan kerja pekerja yang dipekerjakannya.
Pengusaha harus melakukan upaya-upaya preventif untuk melindungi pekerja dari
kecelakaan kerja yang diperkirakan akan berisiko mengalami cedera, penyakit, kecacatan,
sampai pada kematian. Apabila upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut gagal,
pengusaha tetap bertanggungjawab atas timbulnya risiko-risiko, dalam bentuk
kompensasi/ganti kerugian.
Adapun sub prinsipnya mencakup tanggung jawab pengusaha untuk memastikan bahwa
pekerja memahami adanya risiko, memastikan bahwa cara kerja yang akan dilakukan
aman bagi pekerja (alat kerja dan cara mengoperasionalkannya aman), memastikan
bahwa pekerja memahami langkah-langkah pencegahan timbulnya risiko dan bahwa
sarana dan prasarana pencegahannya tersedia dengan memadai dan dalam kondisi baik.
Sub prinsip berikutnya adalah bahwa tanggung jawab-tanggung jawab tersebut di atas
tidak terwakilkan/tidak dapat dialihkan.
Prinsip keempat adalah prinsip campur tangan negara atau intervensi pemerintah.
Perlindungan hukum dalam perburuhan, khususnya bidang kesehatan, merupakan campur
tangan negara atas kemungkinan perlakuan eksploitasi pengusaha sebagai pihak ekonomi
kuat terhadap pekerja sebagai pihak ekonomi lemah. Perlindungan oleh negara umumnya
termaktub dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat publik, sebagai
pembatasan yang bersifat memaksa terhadap asas kebebasan berkontrak antara pengusaha
dan buruh.
b. Teknologi
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya dapat
diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang
pengendalian bahaya.
c. Sosial budaya
Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya disiplin dan kesadaran
masyarakat terhadap masalah keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak berorientasi
pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti terhadap
bahaya-bahaya yang terdapat pada industri dengan teknologi canggih serta adanya budaya
“santai” dan “tidak peduli” dari masyarakat atau dengan kata lain belum ada “budaya”
mengutamakan keselamatan di dalam masyarakat / pekerja
2. Hambatan mikro
Masalah yang bersifat mikro yang terjadi di perusahaan antara lain terdiri dari :
a. Kesadaran, dukungan dan keterlibatan
Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi terhadap usaha pengendalian
bahaya dirasakan masih sangat kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis bawah
sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran keselamatan yang rendah, disamping itu
pengetahuan mereka terhadap bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja juga sangat
terbatas. Ditambah lagi anggapan bahwa K3 adalah cost center yang padahal sebenarnya
justru sebaliknya.