Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain
di tempat kerja.
Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
3. Pada berbagai hal, tingkat keselamatan yang tinggi menciptakan kondisi-kondisi yang
mendukung kenyamanan serta kegairahan kerja, sehingga faktor manusia dapat
diserasikan dengan tingkat efisiensi yang tinggi pula.
Keselamatan proses produksi diawali dengan mengidentifikasi bahaya proses, menilai dan
mengelola resiko secara efektif dan efesien dengan pendekatan sistematis. Bagian terpenting
dari keselamatan proses adalah menjaga material yang sedang diproses agar selalu berada
dalam wadah utamanya dan keluar secara terkontrol melalui prinsip desain, pengoperasian,
inspeksi, dan pemeliharaan yang baik.
BAB 2. Dasar Teknik Keselamatan dan Kesehatan kerja di dunia industri
2.1. Dasar Dasar K3
K3 memiliki beberapa definisi dari berbagai perspektif, mulai dari filosofi, etimologi dan
keilmuan. Menurut Keilmuan, K3 adalah semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, ledakan dan
pencemaran lingkungan. Menurut OHSAS K3 adalah kondisi atau Faktor yang dapat
berdampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Tenaga Kerja maupun Orang Lain
(Tamu,Kontraktor, Buyer ataupun Pengunjung) di tempat kerja. Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3) Adalah Segala Kegiatan Untuk Menjamin Dan Melindungi Keselamatan Dan
Kesehatan Tenaga Kerja Melalui Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat
Kerja. (OHSAS 18001).
K3 merupakan elemen penting yang harus diterapkan perusahaan untuk melindungi tenaga.
Pemerintah pun telah menetapkan sejumlah aturan dan regulasi terkait pelaksanaan K3. K3
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok mengenai Pekerja. Pemerintah kemudian mengeluarkan UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Peraturan mengenai K3,
yang meliputi tempat kerja, hak dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat
kerja.
Ruang lingkup dari penerapan sistem K3 cukup lengkap dan luas, serta aspek-aspek yang
mendukung pelaksanaannya. Berikut cakupan dari penerapan ruang lingkup K3 :
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lokasi tempat para pekerja melakukan aktivitas kerjanya.
Lingkungan kerja harus dibangun dengan standar keamanan yang layak agar meminimalisir
potensi terjadinya kecelakaan kerja yang membahayakan semua orang dan aset di dalamnya.
Alat kerja dan bahan produksi sangat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja.
Kelengkapan dan kondisi alat kerja maupun bahan harus dicek secara berkala. Selain itu
bahan yang digunakan pada aktivitas kerja pun perlu diperhatikan dengan baik.
Metode Kerja
Ruang lingkup K3 juga meliputi prosedur kerja atau metode kerja agar sesuai dengan standar
keamanan dan kesehatan untuk para pekerja. Seperti prosedur penggunaan alat pelindung
diri, prosedur pengoperasian mesin. Pada sistem manajemen K3 bahkan harus diatur batas
jam kerja dalam sehari agar dapat meminimalisir potensi risiko pada kesehatan pekerja.
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan
dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Perusahaan atau
organisasi yang akan ataupun telah menerapkan SMK3 diharapkan dapat meningkatkan
efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur
dan terintegrasi, kemudian dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen dan pekerja, dan juga perusahaan dapat
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong produktivitas.
Gambar 2.2.3 Sabuk Pengaman Tanpa Tali Tambahan Gambar 2.2.4 Sabuk Pengaman Extra Tali
3. Sepatu Bot. Sepatu boot ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tertimpa
benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan kimia
berbahaya ataupun permukaan licin. edanya dengan safety shoes umumnya adalah
perlindungan yang lebih maksimal karena modelnya yang tinggi dan melindungi hingga ke
betis dan tulang kering.
Gambar 2.2.5 Sepatu Pengaman Maxi Ankle Boots Gambar 2.2.6. Pengaman Boot Viking
4. Sepatu Pelindung. Sepatu pelindung ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan
atau tertimpa benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas,
sepatu safety berkualitas juga memiliki tingkat keawetan yang baik sehingga bisa digunakan
5. Masker. Masker pernafasan ini berfungsi untuk melindungi organ pernafasan dengan cara
menyaring vemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel debu, aerosol, uap, asap,
ataupun gas. Jadinya, udara yang dihirup masuk ke dalam tubuh adalah udara yang bersih
dan sehat. Masker ini terdiri dari berbagai jenis, seperti respirator, katrit, kanister, tangki
Gambar 2.2.7 Masker Anti Virus Kn95 Gambar 2.2.8 Masker Respirator Half Mask
Double
6. Penutup Telinga. Penutup telinga ini bisa terdiri dari sumbat telinga (ear plug) atau
penutup telinga (ear muff), yang berfungsi untuk melindungi telinga dari kebisingan ataupun
tekanan.
8. Sarung Tangan. Sarung tangan ini berfungsi untuk melindungi jari-jari tangan dari api,
suhu panas, suhu dingin, radiasi, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan, tergores benda
tajam ataupun infeksi dari zat patogen seperti virus dan bakteri. Umumnya, sarung ini terbuat
dari material yang beraneka macam, tergantung dari kebutuhan. Ada yang terbuat dari logam,
kulit, kanvas, kain, karet dan sarung tangan safety yang tahan terhadap bahan kimia.
10. Pelampung. Pelampung ini digunakan oleh pekerja yang bekerja di atas air atau di
permukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam. Alat ini terdiri dari life jacket, life vest
atau bouyancy control device untuk mengatur saat kita sedang terapung di air.
2.3. Peran K3 Terhadap Upaya Kesehatan Masyarakat
Peranan kesehatan lingkungan dan K3 dalam bidang kesehatan masyarakat sangat erat
hubungannya. Secara umum, K3 berperan melindungi pekerja dan sistem perusahaan dari
gangguan keselamatan dan penyakit akibat kerja. Sedangkan kesehatan lingkungan berperan
melindungi masyarakat dari gangguan penyakit akibat lingkungan yang tidak bersih atau
tidak sehat.
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita
gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kecelakaan kerja. Melihat ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah
sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan
dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Peranan K3 terhadap upaya kesehatan masyarakat adalah :
1. Agar dalam menangani korban kecelakaan kerja lebih cepat.
2. Untuk mencegah kecelakaan dan sakit pada pekerja di tempat mereka bekerja.
3. Menunjukan cara yang lebih baik untuk selamat menghilangkan kondisi kelalaian.
4. Memperbaiki kesadaran terhadap masyarakat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
5. Mengurangi kerugian bagi pekerja dan pengusaha
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
BAB 3. Faktor-faktor Kecelakaan kerja dan pencegahannya.
3.1. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula
yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan Menteri Tenaga Kerja
(Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Kecelakaan kerja menurut OHSAS (Occupational
Health and Safety Assessement Series) adalah kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan
dan menyebabkan cidera atau kesakitan, dan kejadian yang dapat menyebabkan kematian
(Syarif, 2007). Adapun Kecelakaan kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1) Kecelakaan kerja adalah kecelakaan dan atau penyakit yang menimpa tenaga kerja karena
hubungan kerja di tempat kerja (Ervianto, 2005).
2) Menurut Suma’mur (1981) dalam (Pratiwi, 2012) kecelakaan akibat kerja adalah
kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja yang
dimaksud adalah kecelakaan yang terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan.
3) Menurut Rachman (1990) dalam (Pratiwi, 2012)kecelakaan akibat kerja adalah suatu
kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa
maupun harta benda.
1. Kondisi kerja,
2. Kelalaian manusia,
3. Tindakan tidak aman,
4. Kecelakaan, dan
5. Cedera.
Kelima faktor ini tersusun seperti kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka
kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini
mirip dengan efek domino, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa
beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain. Jika dianalogikan dengan kartu
domino, maka jika kartu nomor 3 tidak ada lagi, seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh maka
tidak akan menyebabkan jatuhnya semua kartu. Dengan adanya jarak antara kartu kedua
dengan kartu keempat, maka ketika kartu kedua terjatuh tidak akan sampai menimpa kartu
nomor 4. Akhirnya kecelakaan pada poin 4 dan cedera pada poin 5 dapat dicegah.
Teori Frank E. Bird Petersen, mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak
dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya
terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas
atau struktur. Teori ini memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori
manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain :
4. Kontak peristiwa
1. Host, yaitu tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Dalam hal ini yang dimaksudkan
dengan host yaitu tenaga kerja yang mempunyai resiko terpapar oleh berbagai potensi
bahaya yang ada,
2. Agent, yaitu pekerjaan yang meliputi jenis pekerjaan, beban kerja, dan jam kerja yang
potensi penyebab terjadinya kecelakaan kerja,
3. Environment, yaitu lingkungan yang terdapat di tempat kerja yang meliputi
lingkungan fisik, kimia dan biologi yang dapat memaparkan bahaya yang dapat meny
Faktor Teknis.
Faktor pertama yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja adalah faktor teknis. Faktor ini
berhubungan dengan sesuatu di luar manusia. Biasanya erat kaitannya dengan peralatan,
mesin yang digunakan, serta berbagai fasilitas penunjang dalam pekerjaan. Beberapa
peralatan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Jangan hanya mementingkan
hasil yang diberikan, namun perlu dipastikan apakah alat atau fasilitas tersebut layak
digunakan atau tidak.
Faktor teknis yang pertama terkait dengan kondisi mesin. Kondisi suatu mesin berperan
penting dalam menjaga keselamatan di dunia pekerjaan. Tidak hanya merugikan dari segi
produk, mesin yang tak layak pakai juga dapat merugikan kepada para pekerja. Dalam
penggunaannya, mesin harus selalu dirawat dan dipastikan kelayakannya sebelum
digunakan. Selain itu, masalah umur dan batasan penggunaan harus selalu diperhatikan.
Pasalnya, semakin tua dan semakin sering digunakan tentu akan membuat produktivitas
mesin mengalami penurunan yang menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan.
Tidak hanya mesin, alat penunjang lain seperti bahan juga memiliki peranan penting pada
keselamatan. Jika tidak dipersiapkan dengan baik maka bahan-bahan ini dapat
menyebabkan potensi utama terjadinya kecelakaan kerja sehingga penting untuk
memastikan segala hal dalam pekerjaan dilakukan sesuai dengan prosedurnya.
Bangunan beserta desainnya akan sangat berpengaruh pada kecelakaan kerja. Meskipun
semua tempat kerja memiliki motto telah didesain dengan aman namun tetap saja bangunan
akan menjadi faktor kecelakaan dalam pekerjaan.
4. Lokasi Kerja
Lingkungan sangat berpengaruh pada kecelakaan kerja. Misalkan saja ketinggian atau
tempat akan memiliki pengaruh besar pada kecelakaan sehingga penting untuk melakukan
mitigasi risiko sebanyak-banyaknya sebelum membangun tempat kerja di suatu lokasi
tertentu.
Faktor Non Teknis
Selain Faktor teknis masih terdapat Faktor non teknis yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja. Faktor ini berhubungan dengan sifat para pekerja dan dapat dihindari dengan adanya
pemberian keterampilan sebelum bekerja. Berikut merupakan Faktor teknis yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja :
1. Ketidaktahuan
Faktor pertama adalah pengetahuan pekerja dalam menjalankan serangkaian tugasnya. Hal
ini menjadi penting karena jika tidak tahu apa yang harus dilakukan maka dapat
membahayakan karena pekerja melakukan segala hal sesukanya. Faktor ini dapat dikurangi
dengan adanya pelatihan yang menjelaskan mengenai hal-hal apa saja yang harus mereka
lakukan. Jangan sampai hanya karena kekurangan pelatihan membuat malapetaka yang
sangat merugikan.
2. Keterampilan
engetahui saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Bagaimana tidak,
jika tahu tapi tidak terampil dan lihai dalam pengoperasian maka akan menyebabkan
kesalahan fatal sehingga penting untuk mengimbangi antara bekal pengetahuan dan
keterampilan bagi para pekerja.
3. Disiplin
Banyak kecelakaan kerja terjadi hanya karena masalah sepele yaitu disiplin. Pekerja yang
tergesa-gesa, kurang sadar, bermain, dan hanya mementingkan dilakukan akan membuat
kondisi yang sangat bahaya. Pasalnya dari ketidakdisiplinan inilah yang menjadi Faktor
utama terjadinya kecelakaan kerja.
4. Mengabaikan Keselamatan
Faktor lain yang juga kerap ditemukan adalah banyaknya petugas yang masih mengabaikan
keselamatan diri dan lingkungan sekitar. Mereka akan menganggap remeh setiap prosedur
perusahaan. Bahkan diantara mereka akan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
prosedur.
Faktor Alam
Faktor alam adalah faktor dimana tidak ada satupun orang yang akan akan mengetahuinya
kapan terjadi. Seperti diketahui kecelakaan faktor alam akan sangat sulit dicegah karena
memang tidak dapat dikendalikan.
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara & proses kerja.
1. Penyuluhan/ Promosi
Program pengembangan K3 merupakan proses yang terus menerus dan berkesinambungan.
Untuk mempromosikan pentingnya K3 dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan berikut :
Pemasangan bendera K3
Pemasangan spanduk K3
Sosialisasi K3
Pemasangan poster-poster K3
Pemutaran video K3
2. Safety Talk ( toolbox meeting )
Safety talk adalah sebuah cara untuk mengingatkan karyawan/pekerja bahwa K3 bagian
yang sangat penting dalam pekerjaan. Safety talk merupakan pertemuan yang dilakukan rutin
antara karyawan / pekerja dan supervisor untuk membicarakan hal-hal mengenai K3. Tujuan
utama safety talk adalah untuk mengingatkan karyawan/pekerja kan potensi-potensi bahaya
ditempat kerja dan membantu karyawan/pekerja untuk mengenali dan mengendalaikan
bahaya tersebut. Dimana safety talk merupakan cara termudah untuk melindungi
karyawan/pekerja dari cidera atau kecelakaan kerja.
3. Safety Training/Pelatihan
Safety Training atau pelatihan K3 adalah program pembinaan dalam bentuk pelatihan yang
terprogram sesuai dengan kebutuhan pengembangan K3 organisasi. Tema pelatihan K3
diantaranya :
Formal Inspections,
Daily/Weekly Inspections,
Special Function Inspections
Langkah-langkah utama dalam Safety Inspection
5. Safety Investigasi
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat
cidera, gangguan kesehatan hingga kemaitan pada manusia, kerusaan property, gangguan
terhadap pekerjaan ( kelancaran terhadap proses produksi ) atau pencemaran. Investigasi
kecelakaan kerja harus dilaksanakan oleh personel atau team investigasi yang kompeten
untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu,investigator kecelakaan kerja harus
mendapat pelatihan tentang prosedut inversigasi kecelakaan kerja, teknik investigasi
kecelakaan dan analisis akar penyebab kecelakaan kerja. Tujuan dari dilakukannya infestigasi
yaitu untuk mendapat kronologi kecelakaan yang benar dan menetapkan kritikal faktor, untuk
menentukan akar penyebab kejadian kecelakaan kerja, dan menetapka rekomendasi tindakan
perbaikan.
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) merupakan badan pembantu di
tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk
mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja.
P2K3 sebagai wadah forum rembuk K3 dapat membawa pengurus dan perwakilan tenaga
kerja bersama-sama untuk mempertimbangkan isu-isu umum K3 di tempat kerja secara luas,
merencanakan, melaksanakan dan memantau program-program K3 yang telah dibuat.
1. P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak
kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Untuk melaksanakan tugas, P2K3 mempunyai fungsi:
a. Bahan Bakar (yang harus menjadi / berbentuk uap) Bahan bakar dapat berupa padat, cair
dan gas. Bahan bakar yang dapat terbakar yang bercampur dengan oksigen dari udara .
b. Oksigen (yang cukup untuk menentukan titik penyalaan) Oksigen merupakan kebutuhan
dasar yang mutlak diperlukan oleh makhluk hidup, kendaraan bermotor, maupun industri.
Sumber oksigen adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar 15% volume
oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Tanpa adanya oksigen maka proses kebakaran
pun tidak dapat terjadi.
c. Panas Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat
mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari, permukaan
yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis, energi listrik, dan percikan api
listrik, api las / potong.
1. Pengembangan sistem pangkalan data kecelakaan lalu lintas yang mudah diakses oleh
instansi pemerintah, akademisi atau pun masyarakat sebagai masukan dalam
mempersiapkan langkah peningkatan keselamatan lalu lintas.
2. Melakukan koordinasi antar instansi dalam rangka meningkatkan keselamatan lalu
lintas
3. Menciptakan suatu sumber pendanaan keselamatan lalu lintas yang
berkesinambungan
4. Merencanakan dan merekayasa langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan
lalu lintas
5. Melakukan perbaikan terhadap lokasi-lokasi rawan kecelakaan
6. Ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan keselamatan bagi anak sekolah
7. Meningkatkan kualitas pengemudi
8. Melakukan program penyuluhan keselamatan
9. Meningkatkan standar keselamatan kendaraan
10. Penyempurnaan peraturan perundangan lalu lintas dan angkutan jalan
11. Peningkatan pelaksanaan penegakan hukum
12. Pengembangan sistem pertolongan pertama pada kecelakaan
13. Pengembangan penelitian keselamatan jalan
Untuk melindungi pejalan kaki dalam berlalu-lintas, pejalan kaki wajib berjalan pada bagian
jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki.
Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan ( UU no. 22 th. 2009
tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan ).
BAB 8. Keselamatan Kerja Bidang Alat Mekanik dan Mesin.
8.1. Pengertian Pengawasan K3 Mekanik
K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua tindakan yang dilakukan
oleh pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
terhadap objek pengawasan K3 mekanik ditempat kerja.
Beberapa pengertian dalam Pengawasan K3 Mekanik adalah :
Pengawasan K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua
tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap obyek pengawasan K3
mekanik di tempat kerja.
Turbin adalah mesin penggerak dimana energi fluida kerja dipergunakan langsung
untuk memutar roda turbin yang selanjutnya akan menggerakkan generator,
pompa, compressor, baling-baling atau mesin lainnya. Macam-macamnya adalah
turbin air, turbin uap dan turbin gas.
Mesin perkakas adalah mesin-mesin yang dijalankan dengan peralatan transmisi
tenaga mekanik seperti ban mesin dengan puli atau dengan motor listrik yang
digunakan untuk membuat produk dari logam meliputi mesin pemotongan logam
(mesin bor, mesin gerinda, mesin bubut, mesin potong dll), mesin pembentukan
logam (mesin press, mesin tempa, mesin bengkok dll.)
Mesin Gerinda adalah mesin yang digunakan untuk memotong logam menjadi
bentuk tertentu dengan menggunakan roda gerinda yang padat
Mesin Pres (pon) adalah mesin yang digerakkan secara mekanis atau dengan
bantuan kaki dan tangan operator dan digunakan untuk memotong, melubangi,
membentuk atau merangkaikan bahan-bahan logam atau bukan logam dengan
menggunakan stempel-stempel yang dipasang pada batang-batang luncur atau
gisiran-gisiran.
Tanur /dapur adalah tempat untuk mengolah besi dengan menggunakan suhu
pemanasan yang tinggi untuk mencairkan dan mengolahnya. Terdapat beberapa
macam tanur :
Tanur tinggi : dapur untuk mengolah bijih besi menjadi besi kasar
Dapur baja seperti dapur elektro dapur cawan dll adalah dapur untuk mengolah
besi kasar menjadi baja.
Pondasi mesin adalah bagian mesin yang berfungsi sebagai penyangga mesin yang
berada di atasnya. Sehingga pondasi mesin harus mampu menahan beban dinamis
dan statis dari mesin.
Pesawat angkat dan angkut adalah mesin yang digunakan untuk mengangkat atau
mengangkut manusia ataupun barang.
Peralatan angkat terdiri atas:alat dongkrak (roisting machinery), keran angkat
(crane) dan elevator (lift), pita transport, pesawat angkutan di atas landasa dan
permukaan, alat angkutan jalan ril
Oleh karena itu, Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat di perlukan Sekali oleh
sebuah Instansi baik itu Perusahaan maupun Koperasi untuk mengurangi tingkat Kecelakaan
dalam bekerja yang akhirnya dapat memengaruhi Kinerja dan Produktivitas. (Hamzah &
Sari, 2019). Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi di
bidang perkebuanan dan bidang perkebunan dan bidang perkebunan dan pertanian adalah
memiliki sisi dependent health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah
teknologi, secara implisit akan terjadi perubahan faktor risiko kesehatan. Penerapan teknologi
baru di bidang perkebunan dan bidang perkebunan dan pertanian memerlukan adaptasi
sekaligus keterampilan.
Adaptasi yang dialami tentunya adalah adaptasi terhadap interaksi petani dan lingkungan
serta kondisi kesehatannya. Sebagai contohnya teknologi mencangkul kini digantikan dengan
traktor, hal ini jelas mengubah faktor risiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi
oleh petani. Demikian pula dengan penggunaan pestisida, seperti indikasi penggunaan dalam
upaya pemberantasan hama, takaran penggunaan, teknik penyemprotan, dan lain-lain.
Ironisnya teknologi baru ini memiliki potensi bahaya kesehatan akut dan kronik. Pestisida
merupakan bahan kimia untuk membunuh hama tanaman. Apabila tidak tepat dalam
penggunaannya, bisa menyebabkan keracunan. Perilaku K3 yang tepat dalam penggunaan
pestisida sangat penting sebagai upaya pencegahan keracunan, sehingga perilaku K3 petani
pengguna pestisida perlu disosialisasikan secara terintegrasi.
Bidang perkebunan dan bidang perkebunan dan pertanian dan perkebunan dapat dianggap
sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usaha-usaha kesehatan pun harus disesuaikan
dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri dan untuk
kebutuhan sendiri. Dalam hal ini sesuai pula dengan luas lahan bidang perkebunan dan
bidang perkebunan dan pertanian atau perkebunan yang sudah sepatutnya ada usaha-usaha
meliputi bidang preventif dan kuratif, baik mengenai penyakit umum, kecelakaan kerja, dan
penyakit akibat kerja (Kurnia, 2017). Penggunaan mesin-mesin dan alat-alat berat seperti
traktor, mesin pemanen, alat tanam dan sebagainya di sektor bidang perkebunan dan
pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat mengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja
fatal. Selain itu, penggunaan pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang
serius, serta debu binatang dan tumbuhan hasil bumi dapat mengakibatkan alergi dan
penyakit pernafasan.
Selain itu penggunaan alat dan mesin bidang perkebunan dan pertanian yang didesain untuk
melaksanakan beberapa pekerjaan sekaligus, mengakibatkan dituntutnya operator untuk
memiliki tingkat keterampilan dan konsentrasi yang tinggi yang dapat mengakibatkan
kelelahan yang berujung pada kecelakaan. Boswell mengatakan adanya pola kecelakaan yang
unik di bidang bidang perkebunan dan pertanian, mengingat biasanya keluarga petani tinggal
di sekitar lahan bidang perkebunan dan pertanian di mana anak kecil bebas bermain atau
bahkan terlibat di dalam pekerjaan bidang perkebunan dan pertanian tersebut yang bisa
mengakibatkan terjadinya kecelakaan akibat kecerobohan. Sebagaimana negara lain,
penggunaan alat-alat berat pada lahan bidang perkebunan dan pertanian di Indonesia juga
dilakukan, misalnya penggunaan traktor, alat penyiang gulma, alat pemanen, dan sebagainya.
Dalam penggunaan alat-alat berat ini, risiko timbulnya kecelakaan dapat terjadi.
Selain itu, risiko lain kegiatan bidang perkebunan dan pertanian yang umum dilakukan
adalah penggunaan pestisida yang mengandung bahan kimia berbahaya (Haerani, 2017).
Pemerintah Indonesia telah mengatur perangkat hukum K3 untuk bidang bidang perkebunan
dan pertanian, namun perangkat hukum ini hanya terbatas pada penggunaan pestisida saja,
yaitu PP. No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan distribusi, penyimpanan, dan penggunaan
pestisida12 dan Peraturan Menteri No. 3 tahun 1986 tentang pemakaian pestisida di tempat
kerja13. Perangkat hukum yang secara spesifik mengatur penggunaan alat dan mesin bidang
perkebunan dan pertanian (alsintan) secara aman (safety) tidak ditemukan. Adapun PP
Republik Indonesia No. 81 tahun 2001 tentang alat dan mesin budidaya tanaman hanya
memberikan penjelasan umum tentang kewajiban memperhatikan K3 dalam penggunaan
alsintan dan kewajiban pengawasan penggunaan alsintan untuk menjamin tercapainya K314.
Mengingat Indonesia merupakan Negara agraris dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari
daerah pedesaan dan bidang perkebunan dan pertanian, maka konvensi ILO No. 184 tahun
2015 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di bidang bidang perkebunan dan pertanian
dianggap sebagai perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas, Indonesia
dianggap tidak siap meratifikasi konvensi ini karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di
antara pekerja bidang perkebunan dan pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja bidang
perkebunan dan pertanian juga rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di Sekolah Dasar.
Oleh karena itu, sebelum meratifikasi konvensi ini, terlebih dahulu perlu dilaksanakan
program pendidikan dan pelatihan tentang penerapan K3 di bidang bidang perkebunan dan
pertanian (Haerani, 2017).
BAB 10. Bahan Berbahaya dan Keselamatan Kerja.
10.1. Penggunaan Bahan Kimia
Bahan kimia merupakan suatu zat yang memiliki potensi menimbulkan bahaya baik terhadap
kesehatan maupun dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. MSDS (Material Safety Data
Sheet) adalah dokumen yang dibuat khusus tentang suatu bahan kimia mengenai pengenalan
umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan, penyimpanan, pemindahan dan pengelolaan
limbah buangan bahan kimia tersebut. Kimia secara langsung sangat berhubungan dengan
kehidupan kita seharihari (Irwansyah, et al., 2017:1). Penggunaanya merupakan hal yang
sangat lazim dilakukan oleh setiap orang di dunia karena kita bisa bertahan hidup di bumi ini
tidak terlepas dari bahan kimia didalamnya. Namun demikian, dibalik banyaknya
kemanfaatan yang bisa diambil, banyak juga dampak negatif yang dapat ditimbulkan
(Hjeresen, et al., 2000:1543).
Jumlah produk kimia yang tersebar di masyarakat sangat besar dan produk-produk kimia
tersebut telah memberikan kontribusi yang tidak ternilai bagi peningkatan kualitas hidup
manusia sehingga tidak dapat dipungkiri proses pembuatan produk-produk tersebut pun
menyebabkan jutaan ton limbah yang nantinya akan mencemari lingkungan. Pengurangan
atau penghapusan limbah sekarang ini menjadi isu utama bagi industri, pemerintah, dan
masyarakat umum (Clark, 1999:1). Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan
salah satu aplikasi bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki banyak manfaat
bagi kehidupan manusia. Ditengah banyaknya manfaat dari penggunaan BBM, banyak juga
kerugian yang ditimbulkan. Contohnya adalah pencemaran udara yang nantinya akan
berdampak lebih lanjut terhadap kesehatan manusia dan kelestarian bumi kita. Hal tersebut
menimbulkan berbagai kecemasan di masyarakat luas mengingat penggunaannya yang terus
mengalami peningkatan (Nugroho,2003).
Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) saat ini
sering ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan tambahan pada makanan
adalah pengawet bahan kimia yang berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan, baik
yang disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat,
mencegah, menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan (Winarno
dan Jenni, 1983). Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan diperbolehkan
sepanjang masih berada dalam batas tingkat ambang batas toleransi. Akan tetapi, sering
dikeluhkan adanya bahan pengawet makanan yang ditambahkan ke dalam makanan dalam
jumlah yang melebihi ambang batas yang diperbolehkan sehingga dapat mengakibatkan
permasalahan terhadap kesehatan.
Berikut simbol simbol bahan kimia yang berbahaya adalah sebagai berikut :
1. Irritant (iritasi)
Bahan atau senyawa kimia dengan lambang “Xi”
adalah bahan yang dapat menyebabkan inflamasi
apabila kontak langsung dengan selaput lendir atau
kulit. Meskipun dapat menyebabkan inflamasi tetapi
bahan kimia ini tidak bersifat korosif. Efek yang
ditimbulkan seperti gatal-gatal hingga luka bakar kecil pada kulit. Oleh karena itu,
diperlukan pencegahan dengan menggunakan masker dan sarung tangan. Contoh
bahan kimia dalam irritant adalah kalsium klorida, natrium hidroksida, toluena,
isobutanol, isopropilamina.
2. Harmfulsness (Berbahaya)
Bahan kimia berlambangkan “Xn” memiliki
formula yang dapat merusak kesehatan pada tingkat
sedang apabila masuk ke dalam tubuh melalui
mulut, sistem inhalasi, dan kontak dengan kulit.
Hindari kontak langsung dan jangan sampai
terhirup, tertelan, atau tersentuh kulit. Adapun contoh-contoh bahan kimia Harmful
adalah Ethanolamine, Methenamine, Asam sulfat.
3. Toxic (Beracun)
5. Corrosive (Korosif)
Den gan lambang “C”, bahan kimia ini memiliki sifat korosif dengan
nilai pH sebesar < 2 atau > 12.5. Bahan kimia korosif mampu
mengiritasi kulit hingga gatal-gatal dan mengelupas serta
merusak jaringan hidup. Hindari bahan ini dari kontak
langsung dengan kulit. Contoh bahan kimia dengan
sifat korosif, yaitu asam klorida, natrium hidroksida >2%, asam sulfat, formic acid.
Bahan kimia dapat berubah keadaan fisikanya tergantung pada suhu atau tekanan. Dengan
demikian adalah penting untuk mengidentifikasi risiko kesehatan karena keadaan-keadaan ini
dapat menentukan rute potensial paparan bahan kimia. Misalnya, bahan kimia dalam keadaan
gas akan terhirup atau bahan kimia keadaan cair dapat diserap oleh kulit.
1. Cairan seperti asam, pelarut terutama jika mereka tidak memiliki label
2. Uap dan asap
3. Bahan yang mudah terbakar
Beberapa jenis bahan kimia telah dikaitkan dengan efek kesehatan yang merugikan. bahaya
kimia tersebut diantaranya:
iritasi kulit, cedera mata atau kebutaan yang disebabkan oleh produk kimia korosif
produk beracun, seperti uap dan asap, yang disebabkan oleh pencampuran bahan
kimia yang tidak kompatibel
luka bakar serius dari pelarut yang mudah terbakar yang terbakar
cedera dari wadah meledak, seperti kaleng semprot
keracunan dari menelan secara disengaja, terutama dengan anak-anak
1. Jas laboratorium
Jas laboratorium (lab coat) berfungsi melindungi badan dari percikan bahan kimia
berbahaya. Jenisnya ada dua yaitu jas lab sekali pakai dan jas lab berkali-kali pakai. Jas lab
sekali pakai umumnya digunakan di laboratorium bilogi dan hewan, sementara jas lab
berkali-kali pakai digunakan di laboratorium kimia.
Flame-resistant lab coat – Jas lab yang bahannya dilapisi material tahan api. Jas lab
jenis ini cocok digunakan untuk mereka yang bekerja dengan peralatan atau bahan
yang mengeluarkan panas, misalnya peleburan sampel tanah, pembakaran
menggunakan tanur bersuhu tinggi, dan reaksi kimia yang mengeluarkan panas.
100% cotton lab coat – Ini adalah jas lab yang biasanya digunakan di laboratorium
kimia umum (misalnya lab kimia pendidikan). Jas lab ini diperkirakan memiliki umur
pakai sekitar satu sampai dua tahun. Setelah melewati waktu pakai terebut, jas ini
rentan rusak karena pengaruh bahan kimia asam.
Synthetic/cotton blends – Jas lab ini bisa terbuat dari 100% poliester atau campuran
poliester/cotton. Seperti halnya cotton lab coat, jas lab ini digunakan di laboratorium
kimia umum.
Percikan larutan kimia atau panas dapat membahayakan mata orang yang bekerja di
laboratorium. Oleh karena itu, mereka harus menggunakan kaca mata khusus yang tahan
terhadap potensi bahaya kimia dan panas. Kaca mata tersebut terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu clear safety glasses dan clear safety goggles.
Clear safety glasses merupakan kaca mata keselamatan biasa yang digunakan untuk
melindungi mata dari percikan larutan kimia atau debu. Sementara itu, clear safety
goggles digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia atau reaksi kimia
berbahaya.
Peralatan pelindung mata ini terdiri dari tiga tipe, yaitu:
Direct vented goggles – Umumnya digunakan untuk melindungi mata dari debu,
namun tidak cocok untuk melindungi mata dari percikan atau uap bahan kimia.
Indirect vented goggles – Cocok digunakan untuk melindungi mata dari kilauan
cahaya dan debu, namun tidak cocok untuk melindungi mata dari percikan bahan
kimia.
Non-vented goggles – Baik digunakan untuk melindungi mata dari debu, uap, dan
percikan bahan kimia. Selai itu, kaca mata ini juga bisa digunakan untuk melindungi
mata dari gas berbahaya.
3. Sepatu
Sandal atau sepatu sandal dilarang digunakan ketika Anda bekerja di laboratorium.
Mengapa? Karena keduanya tidak bisa melindungi kaki Anda ketika larutan atau bahan kimia
yang tumpah.
Sepatu biasa umumnya sudah cukup untuk digunakan sebagai pelindung. Namun, di
laboratorium perusahaan besar, sepatu yang digunakan adalah sepatu keselamatan yang tahan
api dan tekanan tertentu. Selain itu, terkadang disediakan juga plastik alas sepatu untuk
menjaga kebersihan laboratorium jika sepatu tersebut digunakan untuk keluar dari
laboratorium.
4. Pelindung muka
Seperti namanya, pelindung muka (face shield) digunakan untuk melindungi muka Anda dari
panas, api, dan percikan material panas. Alat ini biasa digunakan saat mengambil alat
laboratorium yang dipanaskan di tanur suhu tinggi, melebur sampel tanah di alat peleburan
skala lab, dan mengambil peralatan yang dipanaskan dengan autoclave.
5. Masker gas
Bahan kimia atau reaksi kimia yang dihasilkan bisa mengeluarkan gas berbahaya. Oleh
karena itu, masker gas sangat cocok digunakan oleh Anda sehingga gas berbahaya tersebut
tidak terhirup. Dilihat dari jenisnya, masker gas bisa berupa masker gas biasa yang terbuat
dari kain dan masker gas khusus yang dilengkapi material penghisap gas.
Masker gas biasa umumnya digunakan untuk keperluan umum, misalnya membuat larutan
standar. Sementara itu, masker gas khusus digunakan saat menggunakan larutan atau bahan
kimia yang memiliki gas berbahaya, misalnya asam klorida, asam sulfat, dan asam sulfida.
6. Kaos tangan
Kaos tangan (glove) melindungi tangan Anda dari ceceran larutan kimia yang bisa membuat
kulit Anda gatal atau melepuh. Macam-macam kaos tangan yang digunakan di lab biasanya
terbuat dari karet alam, nitril, dan neoprena.
Terkait kaos tangan yang terbuat dari karet alam, ada yang dilengkapi dengan serbuk khusus
dan tanpa serbuk. Serbuk itu umumnya terbuat dari tepung kanji dan berfungsi untuk
melumasi kaos tangan agar mudah digunakan.
7. Pelindung telinga
Alat pelindung diri yang terakhir adalah pelindung telinga (hear protector). Alat ini lazim
digunakan untuk melindungi teringa dari bising yang dikeluarkan perlatatan tertentu,
misalnya autoclave, penghalus sample tanah (crusher), sonikator, dan pencuci alat-alat gelas
yang menggunakan ultrasonik.
Setiap orang yang terpapar kebisingan dibatasi dari sisi waktu dan tingkat kebisingan. Batas
kebisingan yang diperbolehkan menurut Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) adalah sebagai berikut:
8 jam = 90 dB
6 jam = 92 dB
4 jam = 95 dB
2 jam = 100 dB
1 jam = 105 dB
30 menit = 110 dB
15 menit = 115 dB
Peralatan Keselamatan Laboratorium
1. Pembasuh mata
Pembasuh mata (eye wash) berfungsi membasuh mata yang terkena cairan kimia. Cara
kerjanya, basuh mata Anda dengan air yang mengalir dari alat itu untuk beberapa saat. Saat
membasuh, pastikan tangan Anda bersih sehingga tidak mengganggu mata Anda.
2. Fire blanket
Cairan kimia yang tumpah bisa saja menghasilkan api. Untuk memadamkannya, Anda bisa
menggunakan selimut api (fire blanket). Pastikan Anda menggunakan kaos tangan saat
menggunakan atau membersihkan alat tersebut.
3. Safety shower
Apa yang harus dilakukan jika badan Anda terkena tumpahan cairan kimia dengan jumlah
relatif banyak? Segeralah menuju safety shower dan guyur badan Anda dengan air dari alat
tersebut. Ini untuk membersihkan badan Anda dari larutan kimia sehingga badan Anda
terhindar dari cedera parah.
4. Spill neutralizers
Meskipun sudah berkerja dengan hati-hati, terkadang larutan kimia tumpah ke lantai. Jika ini
terjadi, spill neutralizers digunakan untuk menetralkan cairan kimia tumpah tersebut.
Perlengkapan keselematan laboratorium ini dilengkapi material asam dan basa. Sebagai
contoh, bila cairan yang tumpah itu asam, gunakan material basa untuk menetralkannya.
Kotak obat untuk pertolongan pertama (first aid kits) berguna bila terjadi kecelakaan ringan,
misalnya tangan tergores oleh suatu benda tajam. Kotak ini biasanya berisi obat luka,
gunting, perban, dan alkohol.
Alat pemadam api ringan (fire extinguishers) berguna untuk memadamkan api ringan yang
terjadi karena kecelakaan kerja atau sumber lain. Sebagai contoh, Anda sedang menggunakan
tanur dan tiba-tiba tanur itu mengeluarkan api, cepatlah gunakan pemadam api untuk
memadamkannya. Dengan demikian, api tidak merembet ke mana-mana. Setelah api padam,
segera hubungi bagian keamanan atau bagian pemadam kebakaran di perusahaan Anda untuk
menginvestigasi lebih lanjut.
Laboratorium sebaiknya dilengkapi juga dengan pintu keluar untuk mengantisipasi keadaan
darurat, misalnya gempa bumi dan kebakaran. Pintu ini khusus untuk digunakan untuk
keadaan darurat saja dan tidak boleh digunakan untuk keperluan umum. Oleh karena itu,
pintu tersebut biasanya didesain untuk tidak bisa dibuka dari luar laboratorium.
8. Ruang asam
Ruang asam (fume hood) digunakan untuk mengambil larutan kimia yang memiliki gas
berbahaya (aseton, asam sulfat, asam klorida, dan sebagainya) atau mereaksikan larutan-
larutan tersebut. Ruang asam ini dilengkapi dengan penghisap sehingga gas berbahaya yang
dikeluarkan larutan kimia akan dihisap dan dinetralkan sebelum dibuang ke lingkungan.
BAB 11. Peralatan Perlindungan Diri, Desain produk, Ergonomi dan Penerapan
Teknologi Tepat Guna dalam Keselamatan Kerja.
11.1. Peralatan Perlindungan Diri dalam Keselamatan Kerja
Banyak jenis peralatan perlindungan yang dibutuhkan pekerja pada pekerjaannya. Untuk
tingkat kecelakaan tinggi dapat digunakan penutup muka yang lengkap. Helm sangat
diperlukan dimana sering terjadi masalah terhadap benda-benda yang jatuh. Penutup
rambut dapat digunakan wanita untuk mencegah masuknya rambut ke roda gigi, bar atau
tiang yang berputar. Penutup telinga dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan.
Sarung tangan dapat digunakan untuk melindungi tangan dari melepuh, terpotong, terkilir
dan zat kimia. Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang
digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. (Tarwaka, 2008)
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang dalam pekerjaan yang berfungsi mengisolasi tenaga kerja dari
bahaya di tempat kerja. (Nedved dan Khasani, 1991). Selain itu, Alat Pelindung Diri
(APD) yaitu alat yang digunakan untuk mencegah cedera dengan melindungi pekerja mulai
dari paparan yang disadari hingga bahaya yang potensial. Umumnya digunakan pada
tempat-tempat yang beresiko besar dengan kecelakaan dan gangguan untuk kesehatan
pekerjanya. Meliputi pakaian dan alat pelindung yang dipakai guna melindungi diri pekerja
dan orang lain yang berada disekitarnya dari bahan, proses kerja, mesin/alat, instalasi dan
lingkungan yang berbahaya sehingga dapat mencegah dan meminimalkan risiko
kecelakaan dan penyakit.
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan
lingkungan kerja adalah sangat perlu di utamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya
masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri.
Alat pelindung haruslah enak dipakai, tidak mengggangu kerja dan memberikan
perlindungan yang efektif. (Suma’mur, 2009)
Suma’mur (1996), menunjukkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat
pelindung diri, yaitu:
1) Pengujian mutu
Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin bahwa
alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai dengan yang diharapkan.
Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu mutunya.
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri harus memperhatikan beberapa aspek,
antara lain: (Tarwaka, 2008)
1) Aspek Teknis
Untuk aspek teknis, meliputi:
a) Pemilihan berdasarkan jenis dan bentuknya.
Jenis dan bentuk alat pelindung diri harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang
dilindungi.
b) Pemilihan berdasarkan mutu atau kualitas.
Mutu alat pelindung diri akan menentukan tingkat keparahan dan suatu kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri,
maka akan semakin tinggi tingkat keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja
yang terjadi. Adapun untuk menetukan mutu suatu alat pelindung diri dapat dilakukan
melalui uji laboratorium untuk mengetahui pemenuhan terhadap standar.
c) Penentuan jumlah alat pelindung diri.
Jumlah yang diperlukan sangat tergantung dari jumlah tenaga kerja yang terpapar
potensi bahaya di tempat kerja. Idealnya adalah setiap pekerja menggunakan alat
pelindung diri sendiri-sendiri atau tidak dipakai secara bergantian.
2) Aspek Psikologis
Di samping aspek teknis, maka aspek psikologis yang menyangkut masalah kenyamanan
dalam penggunaan alat pelindung diri juga sangat penting untuk diperhatikan. Timbulnya
masalah baru bagi pemakai harus dihilangkan, seperti terjadinya gangguan terhadap
kebebasan gerak pada saat memakai alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung diri
tidak menimbulkan alergi atau gatal-gatal pada kulit, tenaga kerja tidak malu memakainya
karena bentuknya tidak cukup menarik.
Menurut Tarwaka (2008), ketentuan dari pemilihan alat pelindung diri, meliputi antara
lain:
1) Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat (memenuhi syarat)
terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2) Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
3) Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
4) Bentuknya harus cukup menarik.
5) Alat pelindung tahan lama untuk pemakaian yang lama.
6) Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang dikarenakan
bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.
7) Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
8) Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakaiannya.
9) Suku cadangnya mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut diatas, maka perlu diperhatikan pula beberapa kriteria
dalam pemilihan alat pelindung diri, antara lain (Tarwaka, 2008) :
1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas
potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja.
2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak
menjadi beban tambahan bagi pemakainya.
3) Bentuknya cukup menarik, sehingga tenaga kerja tidak malu memakainya.
4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis
bahayanya maupun kenyamanan dan pemakiannya.
5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.
6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan
lainnya pada waktu dipakai dalam wktu yang cukup lama.
7) Tidak mengurangi persepsi sensoris dalam menerima tanda-tanda peringatan.
8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.
9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
10)Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai dengan standar yang ditetapkan dan
sebagainya.
Terdapat beberpa jenis alat pelindung diri (APD) menurut jenis bahannya, antara lain:
1) Kain (fabric), melindungi diri dari debu, cat semprot, dsb.
2) Kain berlapis plastik, melindungi dari cuaca dingin, paparan caustiksoda, benda korosif,
dsb.
3) Kulit (leather), untuk melindungi diri dari percikan api, dsb.
4) Karet, agar kedap air, dsb.
Rencana produksi adalah seluruh aktivitas yang dilakukan untuk merancang strategi produksi
barang maupun jasa. Aktivitas tersebut meliputi perencanaan konsep bentuk barang, ukuran,
jenis barang, dan jumlah barang yang akan diproduksi. Selain itu, inovasi serta desain produk
juga menjadi aktivitas perencanaan. Sedangkan keselamatan kerja adalah segala upaya yang
dilakukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. Sehingga dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja, cedera, atau penyakit yang timbul akibat kelalaian
saat bekerja yang akan mengganggu produktivitas kerja.
Upaya yang dilakukan meliputi menyediakan alat perlindungan diri, memberikan pelatihan dan
pemahaman keselamatan kerja, serta menetapkan prosedur kerja yang aman. Rencana proses
produksi dan keselamatan kerja merupakan hal yang harus berjalan selaras. Proses produksi tidak
akan berjalan lancar jika keselamatan kerja bukan prioritas utama. Maka, keselamatan kerja
harus menjadi prioritas utama dalam proses produksi, perhitungkanlah risiko-risiko yang
mungkin terjadi dalam proses produksi.
Perencanaan
Tahapan perencanaan akan berfokus pada kapan waktu pengerjaan produksi akan selesai. Hal ini
dilakukan untuk memastikan seluruh proses produksi berjalan sesuai dengan durasi yang telah
direncanakan. Perusahaan akan menggunakan berbagai jenis penjadwalan yang berbeda sesuai
dengan kebutuhannya. Terdapat banyak jenis penjadwalan yang dapat digunakan oleh
perusahaan seperti Operation Schedule, Daily Schedule, dan Master Schedule.
Penjadwalan
Penjadwalan merupakan tahap yang akan menunjukkan dokumen waktu yang dibutuhkan untuk
dapat menyelesaikan proses produksi. Hal ini meliputi proses pengelolaan bahan baku hingga
menjadi produk jadi. Penjadwalan harus dibuat dengan cara yang efisien dan realistis dengan
memperhitungkan seluruh faktor. Faktor tersebut meliputi proses produksi, ketersediaan bahan
baku, dan kapasitas mesin. Jadwal produksi harus disusun dengan sederhana agar mudah
dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam proses produksi. Jadwal produksi yang jelas dan
terorganisir akan membantu perusahaan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mencapai
target produksi sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pelacakan merupakan langkah terakhir dari perencanaan proses produksi. Pelacakan merupakan
proses perangkat kontrol dan berhubungan dengan hasil evaluasi. Tujuan dilakukan pelacakan
adalah untuk menemukan dan memusnahkan produk yang cacat, mengalami keterlambatan,
keterbatasan, ataupun masalah lainnya yang terjadi dalam proses produksi. Tahap ini juga
berfungsi untuk mengukur kinerja yang aktual dan mencatat pekerjaan yang menjadi akar
penyebab masalah sehingga dapat menemukan solusi dengan cepat.
Seluruh proses perencanaan produksi akan berjalan dengan lancar jika diiringi dengan
keselamatan kerja. Setiap pekerja harus memiliki pengetahuan mengenai Keilmuan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3). Memiliki pengetahuan tentang K3 umum akan mengantisipasi
terjadinya kecelakaan kerja dan mengurangi kerugian materiil yang dapat terjadi akibat
kecelakaan kerja namun juga dapat mendorong produktivitas dan efisiensi kerja.
Arkademi merupakan kursus online yang dapat membantu kamu untuk lebih cepat memahami
K3 umum secara cepat. Kursus ini disajikan secara bertahap membahas K3 dari tahap teori
substantif hingga praktik, mulai dari dasar-dasar K3, pengendalian risiko, hingga investigasi
kecelakaan kerja.
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan
kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang
tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak
selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka
lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi
kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan
pengawasan yang ketat. (Nuraini, 2012).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
mengungkapkan sebabakibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat
dilakukan atau tidak. (Nuraini, 2012). Tujuan kesehatan kerja adalah :
• Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang
disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
• Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya. Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam
hubunganya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang
meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat
menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang. (Nuraini,
2012).
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut :
• Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
• Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
• Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
• Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
Systematic Cause Analysis Technique (SCAT) adalah sebuah alat atau metode yang
dikembangkan International Loss Control Institute (ILCI), yang digunakan untuk menyelidiki
dan mengevaluasi kecelakaan kerja dengan menggunakan bagan SCAT. Tahapan metode SCAT
meliputi:
1. Deskripsi atau gambaran suatu kejadian. Misalnya, keracunan gas, defisiensi oksigen, terjepit
mesin bergerak, atau jatuh dari ketinggian.
2. Faktor pemicu timbulnya kecelakaan atau berbagai hal yang menyebabkan kecelakaan.
Misalnya, pekerja (korban) kontak dengan gas beracun atau kontak dengan peralatan bertenaga.
3. Penyebab langsung, terdiri dari perilaku tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman
(unsafe condition).
4. Penyebab dasar, terdiri dari faktor individu, faktor pekerjaan, dan faktor manajemen.
5. Tindakan perbaikan/ pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kecelakaan.
Misalnya, menyediakan APD yang memadai, prosedur kerja diperjelas, atau menyediakan
peralatan kerja yang memadai.
Metode yang tepat dan sederhana untuk memeriksa efektivitas investigasi kecelakaan
Sebuah sistem untuk menganalisis dan mengevaluasi penyebab kecelakaan
Sebuah sistem untuk mengembangkan efektivitas pengendalian kecelakaan
Sebagai pengingat akan penyebab dan pengendalian terhadap kecelakaan.
maupun masyarakat. Sementara itu dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
Per-04/MEN/1994 tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja perusahaan yang belum wajib
mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepersetaan. Dari
kedua regulasi tersebut yang menjelaskan tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa tenaga
kerja adalah mereka yang bekerja di dalam perusahaan maupun diluar perusahaan yang sama-
sama menghasilkan barang dan jasa, baik untuk sekedar memenuhi kebutuhannya maupun untuk
kebutuhan orang lain. Perusahaan wajib untuk melindungi pekerjanya dengan pemberian
jaminan sosial kepada pekerjanya.
Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu:
1. Perlindungan sosial atau kesehatan kerja yaitu suatu perlindungan yang dengan usaha
kemasyarakatan, yang bertujuan untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan
mengembangkan kehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota
masyarakat dan anggota keluarga.
2. Perlindungan teknis atau keselamatan kerja yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang
ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
3. Perlindungan Ekonomis atau jaminan sosial, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup
guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya termaksud dalam hal
pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya.
Penjelasan lebih jauh dari ketiga jenis perlindungan diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perlindungan sosial atau kesehatan kerja
Bahwa kesehatan kerja termaksud dalam perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan
mengenai kesehatan kerja berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yang bertujuan untuk
melakukan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha dari tindakan sewenang-
wenang kepada pekerjanya, tanpa memperhatikan norma atau aturan yang berlaku. Dengan kata
lain bahwa adanya kesehatan kerja dimaksudkan untuk melindungi atau menjaga para
pekerja/buruh dari kejadian yang dapat merugikan kesehatan ataupun kesusilaan pekerja/buruh
ketika melakukan pekerjaannya.
2. Perlindungan teknis atau keselamatan kerja
Keselamatan kerja termaksud dalam apa yang di sebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan
terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau
bahan pekerjaan. Perlindungan teknis ini ditentukan bukan hanya untuk melindungi kepentingan
para pekerja/buruh saja, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah. Bagi pekerja, adanya
jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga
pekerja buruh dapat memusatkan perhatian pada pekerjaannya secara maksimal tanpa perlu
kwatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. Bagi pengusaha adanya pengaturan
keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang
dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. Sedangkan bagi pemerintah
dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang
direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya
produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.
3. Perlindungan ekonomis atau jaminan sosial
Program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk
memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi
kemampuan keuangan Negara. Para Negara berkembang seperti Indonesia pengembangan
program jaminan sosial berdasarkan funded social security yaitu jaminan sosial yang di danai
oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Jaminan sosial tenaga
kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin hari tua dan meninggal dunia.
Kita harus sadari bahwa kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan resiko yang
dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Oleh karena itu untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat
karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan
kerja. Demikian pula dengan tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja
akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial
ekonomi bagi keluarga yang di tinggalkan, oleh karena itu diperlukan jaminan kematian dalam
upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan
berupa uang.
Selain kecelakaan kerja dan meninggal dunia, hal lain yang mengakibatkan terputusnya atau
hilangnya penghasilan adalah faktor usia tua. Sebagai impact yang ditimbulkan dari usia tua
adalah munculnya kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenagakerjaan sewaktu
masih bekerja, khususnya bagi mereka dengan penghasilan rendah, sehingga dibutuhkan suatu
jaminan di hari tua. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan
sekaligus atau berskala pada saat pekerja mencapai usia 55 tahun . Hal terpenting lain dari
jaminan sosial tenaga kerja adalah berkenaan dengan jaminan pemeliharaan kesehatan. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja sehingga dapat dapat melaksanakan
tugas sebaik-baiknya dan hal ini juga merupakan bagian dari upaya kesehatan di bidang
penyembuhan.
Hak ini tentu penting untuk dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memberikan kepastian
kepada pekerja akan eksistensi pekerjaan mereka, sehingga dalam bekerja mereka tidak lagi
diliputi rasa cemas yang berlebihan karena faktor-faktor tentu yang dapat memnggangu
konsentrasi pekerja dalam berkarya, memproduksi suatu barang atau jasa. Mengingat selama ini
para pekerja senantiasa mengalami kecelakaan kerja, namun kurang mendapatkan jaminan yang
pasti dari pihak perusahaan. Hal lain juga yang menjadi point penting adalah bahwa dengan
adanya regulasi yang jelas serta kontrol yang baik dari pemerintah terhadap aktivitas perusahaan
dimana para pekerja berkarya, maka pihak perusahaan tidak akan bertindak sewenang-wenang
kepada para pekerja.
14.2. Penyuluhan dan Latihan Dalam Keselamatan Kerja
Ikatan profesi yang berhubungan dengan keselamatan kerja mengatur segala hak dan kewajiban
dari profesi yang dijalani oleh para pekerja terlebih para pekerja yang tergabung dalam
organisasi profesi. Hubungan stragis antara pemerintah dan ikatan profesi, sangat dibutuhkan
guna mengontrol dan meminimalisir terjadi kecelekaan kerja pekerja. Pemerintah sebagai
institusi yang berwenang untuk membuat regulasi ketenagakerjaan, patut pula untuk
memperhatikan rasa keadilan bagi pekerja dan perusahaan. Sebaliknya ikatan profesi dari
perusahaan sebagai institusi yang mempergunakan jasa para pekerja untuk mendorong
perusahaan dalam pencapaian tujuannya, hendaknya juga mempertimbangkan rasa keadilan bagi
pekerja.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua elemen tersebut akan mampu terwujudkan, mana kala
kedua institusi tersebut mampu bersinergi dan memahami secara benar dan mendatail apa yang
semestinya mereka jalankan, yaitu bagaimana kemudian sistem manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pekerja, mampu mereka pastikan bahwa berjalan (berlangsung)
sebagaimana yang telah direncanakan. Karena tanpa adanya komitmen yang baik antar elemen
tersebut, maka upaya-upaya yang ditawarkan hanya akan menjadi solusi biasa yang tidak
memiliki manfaat apa-apa bagi bagi perbaikan sistem manajemen K3.
Hubungan dalam keselamatan kerja terhadap ikatan profesi, disini akan diambil beberapa contoh
dari organisasi profesi.
a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) pada saat didirikannya, organisasi ini disamping
memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan
organisaris, dan misi kesejahteraan. Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu
guru sebagai penegak dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan
sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61
agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan profesinya.(Herdyka, 2018) Adapun ikatan profesi guru tersebut yang berkaitan
dalam keselamatan kerja berada pada “hak dan kewajiban guru” menurut UU No. 14 Tahun 2005
yaitu :
1. Kewajiban Guru Pasal 20 undang-undang ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban :
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta
menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
b. Mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran.
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru, serta nilai
agama dan etika
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Hak Guru Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berhak :
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan
sosial.
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang
kelancaran tugas keprofesionalan.
f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode
etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.
j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi
akademik dan kompetensi
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya
Peran stragis antara pemerintah dan perusahaan, sangat dibutuhkan guna mengontrol dan
meminimalisir terjadi kecelekaan kerja pekerja. Pemerintah sebagai institusi yang berwenang
untuk membuat regulasi ketenagakerjaan, patut pula untuk memperhatikan rasa keadilan bagi
pekerja dan perusahaan. Sebaliknya perusahaan sebagai institusi yang mempergunakan jasa para
pekerja untuk mendorong perusahaan dalam pencapaian tujuannya, hendaknya juga
mempertimbangkan rasa keadilan bagi pekerja. Apa yang menjadi hak para pekerja, hendaknya
ditunaikan oleh perusahaan, tidak terkecuali adalah hak asasi dasar akan keselamatan, kesehatan
dan kemanan yang baik dalam pekerjaan (Buton, 2015). Kolaborasi antar kedua institusi ini,
diharapkan mampu untuk menjembati hak para pekerja, tanpa mereka melupakan apa yang
menjadi tujuan dasarnya. Sebaliknya para pekerja juga harus mampu untuk menempatkan diri
pada kondisi ideal dalam bekerja, sebagai kosekuensi atas ditunaikannya hak asasi dasar mereka
oleh perusahaan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua elemen tersebut akan mampu
terwujudkan, mana kala kedua institusi tersebut mampu bersinergi dan memahami secara benar
dan mendatail apa yang semestinya mereka jalankan, yaitu bagaimana kemudian sistem
manajemen keselamatan dan Kesehatan kerja (K) pekerja, mampu mereka pastikan bahwa
berjalan (berlangsung) sebagaimana yang telah direncanakan. Karena tanpa adanya komitmen
yang baik antar elemen tersebut, maka upaya-upaya yang ditawarkan hanya akan menjadi solusi
biasa yang tidak memiliki manfaat apaapa bagi bagi perbaikan si stem manajemen K3