Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2.1.1Definisi

Keselamatan kerja juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan

kepada tenaga kerja, yang menyangkut aspek keselamatan, kesehatan,

pemeliharaan moral kerja, perlakuan sesuai martabat manusia dan moral

agama. Hal tersebut dimaksudkan agar para tenaga kerja secara aman dapat

melakukan pekerjaannya guna meningkatkan hasil kerja dan produktivitas

kerja. Dengan demikian, para tenaga kerja harus memperoleh jaminan

perlindungan keselamatan dan kesehatannya di dalam setiap pelaksaan

pekerjaannya sehari-hari (Tarwaka, 2014).

Sedangkan syarat dalam keselamatan dan kesehatan kerja dalam

peraturan perundangan No. 1 tahun 1970 Pasal 3 sebagai berikut:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran

c. Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran

atau kejadian - kejadian lain yang membahayakan

d. Memberi pertolongan pada kecelakaan

e. Memberi alat pelindung diri pada para pekerja.

f. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu,

kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar

radiasi, kebisingan dan getaran.

10
g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik

maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan

h. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

i. Menyelenggarakan suhu dan kelembapan udara yang baik

j. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

k. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

l. Menerapkan ergonomi di tempat kerja

m. Mengamankan dan mengamankan pengangkutan orang dan barang

n. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpananan barang

p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi

Menurut Chaidir Situmorang (2012) keselamatan adalah keadaan

selamat. Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dideskripsikan secara

filosofis dan keilmuan. Secara filosofis yaitu suatu pemikiran dan upaya untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani dan rohaniah tenaga kerja,

hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan

secara keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan ilmu

pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

11
Menurut Suma’mur (2009) keselamatan kerja merupakan suatu

rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi

para karyawan yang berkerja di perusahaan yang bersangkutan. Kesehatan

kerja (Occupational Health) sebagai suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat

berkaitan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan yang secara langsung

maupun tidak langsung dapat mempengaruhi defisiensi dan produktivitas kerja

(Tarwaka, 2014).

Menurut Lidya dalam Sayuti (2013) pengertian kesehatan kerja adalah

hal yang menyangkut kemungkinan ancaman terhadap kesehatan seseorang

yang bekerja pada sesuatu tempat atau perusahaan selama waktu kerja yang

normal. Sedangkan menurut Santoso dalam Sayuti (2013) pengertian kesehatan

kerja adalah kesehatan jasmani dan rohani.

Secara filosofi K3 didefinisikan sebagai upaya dan pemikiran untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani diri

manusia pada umumnya dari tenaga kerja pada khususnya beserta hasil

karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Secara keilmuan K3 didefinisikan sebagai ilmu dan penerapannya secara

teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang

dilakukan. Sedangkan dari sudut ilmu hukum, K3 didefinisikan sebagai salah

satu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain memasuki

tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamatn serta sumber-

12
sumber proses produkasi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif

(Tarwaka, 2014).

Dari beberapa definisi dan konsep di atas peneliti menyimpulkan bahwa

penerapan dan keselamatan kerja adalah suatu cara untuk menerapkan diri atau

mengatur diri sendiri pada suatu pekerjaan agar bisa bekerja dengan aman dan

sehat baik secara jasmani dan rohani yang berhubungan dengan proses kerja

dan lingkungan kerjanya.

2.1.2Tujuan

Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan

produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Suma’mur, 2009),

agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan

sehat dan selamat serta agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara

lancar tanpa adanya hambatan.

2.1.3Ruang Lingkup

Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Suma’mur,

2009): a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja

yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya

akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. b. Aspek perlindungan dalam hyperkes

meliputi: 1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian, 2) Peralatan

dan bahan yang dipergunakan, 3) faktor-faktor lingkungan fisik, biologi,

kimiawi, maupun sosial, 4) Proses produksi, 5) Karakteristik dan sifat

pekerjaan serta 6) Teknologi dan metodologi kerja. c. Penerapan hyperkes

dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga  perolehan hasil dari

13
kegiatan industri barang maupun jasa.d. Semua pihak yang terlibat dalam

proses industri/perusahaan ikut bertanggung  jawab atas keberhasilan usaha

hyperkes.

2.1.4 Undang-undang Kesehatan Kerja

UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai

rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai

rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak.

Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam

melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional. UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia

sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-

undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar

atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam

tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI. Dasar hukum

UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun

1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap

warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan

tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit.UU No. 14 tahun 1969

a. Undang-undang Nomor  14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga kerja

merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan. Adanya

undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah lainya dalam prakte

14
Hygine perusahaan dan kesehatan kerja adalah keperluan yang tak bisa

ditawar tawari lagi atas kekuatan undang-undanglah pejabat-pejabat

departemen tenaga kerja Transkop atau departemen kesehatan dapat

melakukan inspeksi dan memaksakan segala sesuatunya yang diataur oleh

undang-undang atau peraturan-peraturan itu kepada perusahaan. Apa bila

nasehat-nasehat atu peringatan-peringatan tidak dihiraukan, maka atas

kekuatan undang-undang pula dipaksakan sangsi-sangsi menurut undang-

undang pula.tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja

mengatur hygene perusahaan dan kesehatan kerja sebagai berikut: Tiap

tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,

kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan

martabat manusia dan moral agama (pasal 9). Pemerintah membina

perlindungan yang mencakup:

1. Norma kesehatan kerja dan hygene perusahaan.

2. Norma keselamatan kerja.

3. Norma kerja.

4. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal

kecelakaan keraja.

b. Undang-undang kerja (1948-1951)

Undang-undang kerja diundangkan pada tahun 1948 dan dinyatakan

berlaku, walaupun tidak untuk seluruh pasal-pasalnya, dengan peraturan

pemerintah tahun 1951 NO.1. Undang-undang ini mengatur tentang jam

kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja-pekerja wanita,

15
perturan tentang kerja bagi anak-anak, orang muda, dan wanita persyaratan

tempat kerja, dan lain-lain. Tapi ditinjau dari sudut higene  perusahatan

dan kesehatan kerja yang menjadi wewenan dan tanggung jawab

kerja  Transkop adalah pasal 16 ayat 1 yang menetapkan, bahwa majikan

harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-

syatat kebersihan dan kesehatan, yang syarat-syarat tersebut akan diperinci

dalam peraturan-peraturan lainnya. Perlu diketahui, bahwa pasal 16 ayat 1

tersebut belum lagi dinyatakan berlaku.

2.1.5 APD (Alat Pelindung Diri)

     Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang

digunakan oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi

lingkungan. APD dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Personal

Protective Equipment (PPE). Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE

terebut, maka setiap peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi si

pemakainya. Sebagai contoh, proteksi telinga (hearing protection) yang

melindungi telinga pemakainya dari transmisi kebisingan, masker dengan filter

yang menyerap dan menyaring kontaminasi udara, dan jas laboratorium yang

memberikan perlindungan pemakainya dari kontaminisasi bahan kimia.

APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap, seperti

baju yang menutup seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker

khusus dan alat bantu pernafasan yang dikenakan dikala menangani tumpahan

bahan kimia yang sangat berbahaya. APD yang sering dipakai proteksi kepala

(helm), proteksi mata dan wajah (pelindung muka, kacamata pelindung),

16
respirator ( masker dengan filter), pakaian pelindung (baju atau jas yang tahan

terhadap bahan kimia), dan proteksi kaki (sepatu tahan bahan kimia yang

menutupi kaki hingga mata kaki).

a. Perlindungan Mata dan Wajah.

Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang

harus dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini

dimaksud untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat

dari tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan

mata terdiri dari :

1. Kacamata pelindung dan Goggle

2. Pelindung mata special

    Yaitu goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi

mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser. Walaupun telah banyak model,

jenis, dan bahan dari perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini,

Anda tetap harus berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok

dan tidak cukup aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi

bahan kimia yang berbahaya.

b. Perlindungan Badan

Baju Lab jas pengaman. Baju yang dikenakan selama bekerja di

laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas laboratorium ini, merupakan

suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas

laboratorium yang kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia

ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu

17
diperhatikan ketika Anda menggunakan jas laboratorium, kancing jas

laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak terpasang dan ukuran

dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya.

Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan

bahan kimia dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium

Anda terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut

secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron

dan Jumpsuits. Apron sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan

yang bersifat korosif dan mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti

celemek ini biasanya terbuat dari karet atau plastik.Untuk apron yang terbuat

dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak dikenakan pada area larutan yang

mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu oleh

elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik

statis. Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur ulang. Bahan

dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan

kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap

lembab, dan radiasi.

c. Pelindungan Tangan 

Hanscoon pelindung tangan. Kontak pada kulit tangan merupakan

permasalahan yang sangat penting apabila Anda terpapar bahan kimia yang

korosif dan beracun. Sarung tangan menjadi solusi bagi Anda. Tidak hanya

melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung

tangan juga dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau

18
rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau

dingin.    

Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang Anda

pakai jika tidak dipilih bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang

ditangani. Selain itu, kriteria yang lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan

rata-rata daya tembus atau terobos bahan kimia ke kulit tangan. Sarung tangan

harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan

permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering

dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan

pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi.           

Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah

karet butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis

sarung tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani.

Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat dari karet alam baik apabila Anda

bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik bila bekerja dengan

Dietil eter.

d. Perlindungan Pernafasan

Masker pelindung pernafasan.  Kontaminasi bahan kimia yang paling

sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat pernafasan. Banyak sekali

partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat membahayakan

pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan

kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para

pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal

19
dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan

pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis

perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi

untuk menyaring udara yang masuk. Filter masker tersebut memiliki masa

pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang terkontaminasi lagi, maka

filter tersebut harus diganti.

e. Pelindung kaki

Sepatu yang dipakai selama bekerja merupakan suatu perlengkapan

yang wajib dikenakan untuk melindungi kaki dari bahaya – bahaya yang dapat

membahayakan kaki.

Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna

bahan kimia haruslah mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum

bekerja dengan bahan kimia. Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai

dengan jenis bahan kimia yang ditangani. Semua hal tersebut tentunya

mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium.

Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati".

APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam

kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah

APD sebelum bekerja dengan bahan kimia (Sumakmur, 2014).

2.1.6Kesehatan dan Keselamatgan Kerja dalam Pelayanan Kesehatan


Puskesmas

Puskesmas merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang-

orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga

puskesmas merupakan tempat yang mempunyai resiko kesehatan mapun

20
kecelakaan kerja resiko tertinggi. Berdasarkan Kepmenkes Nomor

128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan Dasar Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit

pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaken/kota yang bertanggung jawab

dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah

kerjanya (Silalahi, 2014).

Risiko petugas puskesmas terhadap kesehatan dan kecelakaan kerja

dapat digambarkan sebagai hasil penelitian di Jakarta Timut thn 2004,

menunjukkan bahwa rendahnya perilaku petugas kesehatan di puskesmas

terhadap kepatuhan melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan

universal dengan benar hanya 18,3% status vaksinasi Hepatitis B petugas

kesehatan puskesmas masih rendah sekitar 12,5% riwayat pernah tertusuk

jarum bekas sekitar 84,2 %.  Dalam puskesmas terdapat beberapa kerugian

yang didapat jika tidak terlalu memperhatikan Kesehatan dan  keselamatan

Petugas ataupun pasien. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja dalam Puskesmas

antara lain Kerugian Langsung  yaitu Penderitaan pribadi, rasa kehilangan dari

anggota keluarga korban dan Kerugian Tak langsung (tersembunyi)  

yaitu Kerusakan mesin dan peralatan, terganggunya produksi serta

terganggunya waktu kerja petugas Kesehatan (Silalahi, 2014).

a. Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas

Upaya Kesehatan Kerja Di Puskesmas  Ditujukan untuk melindungi

pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh

buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud

21
meliputi pekerja disektor fomal dan informal dan berlaku bagi setiap orang

selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja. Berdasarkan Kepmenkes

Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas

menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan

pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya termasuk upaya kesehatan kerja.

Menurut International Labaour Organisation (ILO) diketahui bahwa 1,2 juta

orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat

hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3000.000 orang meninggal

dan sisanya meninggal karena PAHK oleh sebab itu diperkirakan ada 160 juta

PAHK baru setiap tahunnya. Melihat data tersebut maka sangat perlu diberikan

perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di

wilayah kerja puskesmas dengan tujuan meningkatkan kemampuan pekerja

untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi peningkatan status kesehatan

dan akhirnya peningkatan produktivitas kerja . Adapun sasaran dari program

ini adalah pekerja di sektor kesehatan antara lain masyarakat pekerja di

puskesmas, balai pengobatan/poliklinik, laboraturium kesehatan, Pos Upaya

Kesehatan Kerja (Pos UKK), Jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan

kerja, masyarakat pekerja diberbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan

lembaga swadaya masyarakat.

Untuk menerapkan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas, secara

umum kita dapat melihat langkah-langkah yang dapat diterapkan sebagaimana

yang tertuang dalam pedoman pelayanan kesehatan kerja yang meliputi

22
perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi serta memperhatikan aspek indikator

yang harus dipenuhi. Strategi yang dikembangkan adalah dengan cara terpadu

dan menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan puskesmas dan rujukan,

dilakukan melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan. Serta peningkatan pelayanan kesehatan

kerja dilaksanakan melalui peran serta aktif masyakarat khususnya masyarakat

pekerja (Suma’mur, 2014).

b. Sebab-sebab kecelakaan di Puskesmas

1. Tindak perbuatan manusia baik pasien, pengunjung ataupun ptugas

kesehatan yang tidak memenuhi standar keselamatan (unsafe human acts).

2. Keadaan- keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)

3. 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia

Suatu pendapat: Langsung atau tidak langsung semua kecelakaan

disebabkan oleh semua manusia yang terlibat dalam suatu

kegiatan (Suma’mur, 2014).

4. Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa prinsip yang

harus diperhatikan yaitu :

a)  Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban

pengawasan;

b) Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;

c) Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;

d) Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;

23
e) Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;

f) Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap

peraturan;

g) Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;

h) Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan  kondisi yang

berubah;

i) Pembagian tugas tepat.

Standar Oprasional di Puskesmas. Prosedur yang berkaitan dengan

keamanan (SOP, Standards Operation Procedure) di Puskesmas wajib

dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan

kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja adalah

melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari

kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International Labour Organization)

menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah

terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu antara lain:

1. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul

dari pekerjaan dan lingkungan kerja.

2. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

3. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial

para pekerja.

4. Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah

helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung

pada profesinya.

24
5. Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation

Procedure) di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain

adalah penggunaan peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari

peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan

kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja.

 Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan

bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan

kerja. Pedoman itu antara lain:

1. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin

timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja.

2. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

3. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun

sosial para pekerja.

4. Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja

adalah helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga

tergantung pada profesinya.

Fungsi Dan Tujuan Standard Operating Procedure (SOP)  di Puskesmas

adalah untuk mendefenisikan semua konsep dan teknik yang penting serta

persyaratan dibutuhkan, yang ada dalam setiap kegiatan yang dituangkan ke

dalam suatu bentuk yang langsung dapat digunakan oleh petugas dalam

pelaksanaan kegiatan di Puskesmas SOP yang dibuat harus menyertakan

langkah kegiatan yang harus dijalankan oleh semua  petugas dengan cara yang

sama. Berikut beberapa manfaat dari SOP  di Puskesmas:

25
1. Menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang

dijalankan diPuskesmas.

2. Standarisasi semua aktifitas yang dilakukan pihak yang

bersangkutan diPuskesmas.

3. Membantu untuk menyederhanakan semua syarat yang diperlukan

dalam proses pengambilan keputusan

4. Dapat mengurangi waktu pelatihan karena kerangka kerja sudah

distandarkan.

5. Membantu menganalisa proses yang berlangsung dan memberikan

feedback bagi pengembangan SOP.

6. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang

jelas.

7. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait,

terutama pekerja dengan pihak manajemen.

2.2 Konsep Perawat

2.2.1 Definisi

Perawat merupakan salah satu tenaga medis di rumah sakit yang

memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, oleh sebab itu

peran perawat di rumah sakit sangatlah dibutuhkan. Beradasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK. 02.02/MENKES/148/1/2010

tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, definisi perawat adalah

seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar

negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seorang perawat dituntut

26
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Selvia,

2013).

Menurut Wijaya (2010) mengatakan bahwa perawat bertanggung jawab

meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta

pemeliharaan kesehatan dengan penekanan kepada upaya pelayanan kesehatan

utama sesuai wewenang, tanggung jawab dan etika profesi keperawatan. Dalam

memberikan pelayanan kesehatan perawat dituntut untuk lebih profesional agar

kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan semakin meningkat. Dalam

pernyataan Alimul yang dikutip oleh Selvia (2013) Bahwa di dalam etika

keperawatan terdapat beberapa unsur yang terkandung didalamnya antara lain

pengorbanan, dedikasi, pengabdian dan hubungan antara perawat dengan pasien,

dokter, sejawat maupun diri sendiri (Selvia, 2013).

2.2.2 Peran Perawat

Peran perawat dapat diartikan sebagai tingkah laku dan gerak gerik

seseorang yang diharap oleh orang lain sesuai dengan kedudukan dalam system,

tingkah laku dan gerak gerik tersebut dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial di

dalam maupun di luar profesi perawat yang bersifat konstan (Potter & Perry,

2010).

a. Peran perawat menurut Potter & Perry (2010)

1. Pemberi perawatan, perawat membantu klien untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya dan mendapatkan kesehatannya kembali melalui proses

penyembuhan dengan pemberian asuhan keperawatan.

27
2. Pembuat keputusan klinis, perawat membuat keputusan sebelum mengambil

tindakan keperawatan dan menyusun rencana tindakan yang berhubungan

dengan pengkajian, pemberian perawatan, evaluasi hasil, dengan

menggunakan pendekatan terbaik bagi pasien. Pembuatan keputusan dapat

dilakukan secara mandiri, ataupun kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

dan keluarga klien.

3. Pelindung dan advokat klien, perawat bertugas mempertahankan lingkungan

yang aman, mencegah terjadinya kecelakaaan dan hal yang merugikan bagi

klien. Sebagai advokat, perawat membantu klien mengutarakan hak-haknya,

melindungi hak-hak klien sebagai manusia dan secara hukum.

4. Manajer kasus, perawat beperan mengkoordinasi aktivitas anggota tim,

mengatur waktu kerja serta sumber yang tersedia di lingkungan kerjanya.

5. Rehabilitator, perawat dengan segenap kemampuan membantu klien kembali

meningkatkan fungsi maksimal dirinya setelah mengalami kecelakaan, sakit

ataupun peristiwa lain yang menyebabkan klien kehilangan kemampuan dan

menyebabkan ketidakberdayaan.

6. Pemberi kenyamanan, kenyamanan serta dukungan emosional yang diberikan

perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan secara utuh kepada klien,

dapat memeberikan pengaruh positif berupa kekuatan untuk mencapai

kesembuhan klien.

7. Komunikator, perawat bertugas sebagai komunikator yang menghubungkan

klien dan keluarga, antar perawat maupun tenaga kesehatan lainnya. Faktor

28
terpenting dalam memenuhi kebutuhan klien, keluarga dan komunitas adalah

kualitas komunikasi.

8. Penyuluh, dalam hal ini perawat menjelaskan kepada klien tentang

pentingnya kesehatan, memberi contoh prosedur perawatan dasar yang dapat

digunakan klien untuk meningkatkan derajat kesehatannya, melakukan

penilaian secara mandiri apakah klien memahami penjelasan yang diberikan

dan melakukan evaluasi untuk melihat kemajuan dalam pembelajaran klien.

9. Peran karier, perawat berkarier dan mendapatkan jabatan tertentu, hal ini

memberikan perawat kesempatan kerja lebih banyak baik sebagai seorang

perawat pendidik, perawat pelaksana tingkat lanjut, dan tim perawatan

kesehatan.

Peran perawat menurut Hidayat (2012) adalah sebagai berikut :

1. Pemberi asuhan keperawatan

Perawat bertugas memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang

dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan.

2. Advokad pasien

Perawat membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan

berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya

dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien.

29
3. Educator

Perawat membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan

kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi

perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

4. Koordinator

Perawat mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan

kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat

terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

5. Kolaborator

Perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis,

ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan

keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam

penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Konsultan

Perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan

keperawatan yang tepat untuk diberikan.

7. Pembaharu

Perawat mengadakan kerja sama, perencanaan, perubahan yang sistematis

dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.2.3 Fungsi Perawat

Fungsi perawat merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

perawat sesuai dengan perannya dan dapat berubah mengikuti keadaan yang ada

(Hidayat, 2012). Tindakan perawat yang bersifat mandiri tanpa instruksi dokter

30
dan dilakukan berdasarkan pada ilmu keperawatan termasuk dalam fungsi

independen, dalam hal ini perawat bertanggung jawab terhadap tindakan dan

akibat yang timbul pada klien yang menjadi tugas perawatannya, sedangkan

tindakan perawat yang dilaksanakan dibawah pengawasan dan atas instruksi

dokter, yang seharusnya tindakan tersebut dilakukan dan menjadi wewenang

dokter termasuk dalam fungsi dependen. Menurut Kusnanto, 2004 (dalam

Hidayat, 2012), selain fungsi dependen dan independen, perawat memiliki fungsi

interdependen yaitu perawat melakukan aktifitas yang dilaksanakan dan

berhubungan dengan pihak lain atau tenaga kesehatan lainnya.

2.2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Perawat

a. Tugas perawat berdasarkan lokakarya tahun 1983 adalah sebagai berikut;

1. Since interset, yaitu perawat menyampaikan rasa hormat dan perhatian

pada klien.

2. Explanation about the delay, yaitu perawat bersedia memberikan

penjelasan dengan ramah kepada kliennya apabila perawat terpaksa

menunda pelayanan.

3. Perawat memperlihatkan kepada klien sikap menghargai (respect) yang

tercermin melalui perilaku perawat. Misalnya tersenyum, mengucapkan

salam, bersalaman, membungkuk, dan sebagainya.

4. Subject the patients desires, perawat saat melakukan komunikasi kepada

klien, harus berorientasi pada perasaan klien bukan pada keinginan atau

kepentingan perawat.

31
5. Derogatory, perawat tidak membicarakan klien lain dihadapan pasien

dengan maksud menghina.

6. See the patient point of view, perawat mencoba memahami klien dari

sudut pandang klien serta menerima sikap kritis klien.

b. Tanggung jawab perawat bersumber dari kebutuhan individu terhadap

perawatan. Sedangkan menurut Kusnanto, 2004 (dalam Hidayat, 2012),

tanggung jawab perawat kepada klien mencakup aspek biologi, psikologi,

sosial, kultural, dan spiritual dalam memenuhi kebutuhan dasar klien,

dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi;

1. Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya.

2. Membantu klien yang sehat untuk memelihara kesehatannya.

3. Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima

kondisinya.

4. Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara

manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal dengan tenang.

2.3 Konsep Puskesmas

2.3.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan

dasar, menyeluruh, dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di

wilayah kerjanya. Kunjungan masyarakat pada suatu unit pelayanan kesehatan

tidak saja dipengaruhi oleh kualitas pelayanan tetapi juga dipengaruhi oleh

faktor lain diantaranya: sumber daya manusia, motivasi pasien, ketersediaan

bahan dan alat, tarif dan lokasi. Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan

32
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit

pelaksana teknis dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes,

2011).

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata

dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif

masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa

mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 2009).

Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi

sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta

masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat

pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu yang

berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalarn suatu

wilayah tertentu (Azrul Azwar, 2010).

Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab memberikan

pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat yang secara administrative

berdomosili di wilayah kerjanya. Bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan

puskesmas bersifat menyeluruh (comprehensive health care service) yaitu

pelayanan kesehatan yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif (Efendi, 2009). Dan setelah itu puskesmas memberikan prioritas

33
pelayanan dalam hal pelayanan kesehatan dasar (basic health care service )

khususnya upaya promosi dan pencegahan (public health service).

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas

adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang

yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2010).

2.1.3 Fungsi Puskesmas

Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau

sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan

geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan

dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan

pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan

kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan

puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu

juta jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan.

Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau

lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan

bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.

Menurut Effendi (2009) ada beberapa proses dalam melaksanakan

fungsi tersebut yaitu:

34
1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan

dalam rangka menolong dirinya sendiri.

2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali

dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

3. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan

medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan

bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan memberikan

pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

4. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program puskesmas.

2.1.4 Peran Puskesmas

Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi

pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh

ke depan untuk eningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut

ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah

melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan

yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada

masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan

teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara

komprehensif dan terpadu (Effendi, 2009).

2.1.5 Pemanfaatan Puskesmas

Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan hasil dari perilaku atau

proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok.

35
Respon anggota masyarakat apabila sakit beragam, adapun respon-respon yang

muncul ketika seesorang mengalami sakit adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apapun (no action).

Dengan alasan yaitu:

a. Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan

ataukerja mereka sehari-hari.

b. Bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang

dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukan

bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan

kehidupannya.

c. Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh,

petugasnya tidak simpatik, judes dan tidak ramah.

d. Takut dokter, jarum suntik dan disuntik dan karena biaya mahal.

2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang seperti

telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang

atau masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa

bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri

sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan

pencarian obat keluar tidak diperlukan yaitu:

a. Mencari pengobatan kefasilitas pengobatan tradisional (traditional

remedy), seperti dukun atau orang pintar.

b. Mencari pengobatan dengan membeli obat obat ke warung-warung

obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

36
c. Mencari pengobatan kefasilitas-fasilitas modern yang diadakan

oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang

dikategorikan ke dalam pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

d. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang

diselenggarak an oleh dokter praktek (private medicine).

(Notoatmodjo,2010).

Menurut Notoatmodjo (2012), ada tiga faktor-faktor penting dalam

mencari pelayanan kesehatan yaitu:

1. Mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia.

2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang

ada.

3. Adanya kebutuhan pelayanan kseshatan.

Adapun untuk Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik

menurut Azwar (2010) adalah :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah

pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat

berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh

masyarakat.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa

yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar

37
(appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan

dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat

dan bersifat wajar.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang

mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian

yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk

mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana

kesehatan menjadi sangat penting.

4. Mudah dijangkau

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah

dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di

sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama

dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus

dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya

kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang

bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang

menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan

kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

38
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi tahun 2018 tentang

Hubungan Tindakan Tenaga Perawat dengan Pengetahuan dan Sikap

Terhadap Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit USU

Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional

study. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling

dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Alat pengumpulan data berupa

kuesioner yang terdiri dari 27 item pernyataan. Hasil penelitian didapatkan

tenaga perawat perempuan lebih dominan dari laki-laki dengan usia 26-35

tahun sebanyak 81 orang (0,81%),tingkat pendidikan yang paling banyak

dijumpai adalah D3 Keperawatan sebanyak 69 orang (0,69%) dan

mayoritas tenaga perawat telah bekerja >5 tahun sebanyak 73 orang

(0,73%). Tidak ada hubungan signifikan antara tindakan tenaga perawat

dengan pengetahuan terhadap aspek K3 (p =0,324) dan ada hubungan

signifikan antara tindakan tenaga perawat dengan sikap terhadap aspek K3

(p = 0,016).

Penelitian yang dilakukan oleh Dzulfikar tahun 2011 tentang

Analisis Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Perawat

Dalam Penanganan Kecelakaan Kerja Di Beberapa Perusahaan Di

Kabupaten Gresik. Penelitian berdesain observasional analitis dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan terhadap seluruh perawat

di beberapa perusahaan di Kabupaten Gresik dengan jumlah sampel sama

dengan jumlah populasi, yaitu keseluruhan perawat sebanyak 40

39
responden. Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, jenis

kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan, motivasi kerja, dan pengetahuan

perawat. Sementara, variabel dependennya adalah peran perawat dalam

kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan. Data dikumpulkan dengan

kuesioner. Hubungan antara variabel independen dan dependen diuji

dengan Odds Ratio (OR) tabel kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan

95 % (α=0,05). Perawat yang berusia ≥ 30 tahun, berjenis kelamin

perempuan, tingkat pendidikan tinggi, motivasi kerja tinggi, dan memiliki

pengetahuan yang baik cenderung mempunyai peran yang lebih baik

dalam penanganan kecelakaan kerja. Variabel motivasi kerja secara umum

merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan peran

perawat.

2.5 Kerangka Berfikir

2.5.1 Kerangka Teori

Pelaksana K3 Puskesmas
Perawat
Tenaga Kesehatan Lain

Baik Kurang Baik

Tenaga kerja aman, nyaman Kecelakaan Akibat Kerja


dan sehat

Program K3 Berjalan sesuai


SOP

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori

40

Anda mungkin juga menyukai