Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut Undang-Undang keselamatan kerja dalam dokumen Binwasnaker
Kemenakertrans RI Nomer 1 tahun 1970 secara etimologi mengatatakan bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja adalah memberikan upaya perlindungan agar
tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat, sehat dan
sumber produksi dapat dipakai atau dioperasikan secara aman dan efisien. Secara
hakiki keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya pemikiran serta
penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya.
Bedasarkan pengertian umum, Keselamatan dan kesehatan kerja telah
banyak diketahui sebagai salah satu persyaratan dalam melaksanakan tugas, dan
suatu bentuk faktor hak asasi manusia. Dipandang dari aspek keilmuan,
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran peledakan,
pencemaran dan penyakit akibat kerja (Kuswana, 2014).
Dan menurut Kartawidjaja (2011) keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebuah konsep yang dimaksudkan untuk memberikan rasa perlindungan kepada
pekerja atas keselamatan dan kesehatannya dalam melaksanakan pekerjaan.

2.1.1 Keselamatan kerja


Keselamatan kerja adalah keadaan terhindar dari akan bahaya selama
melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus
dilakukan selama melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja sangat bergantung pada
jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. (Buntarto, 2015).
Sedangkan merurut Sucipto (2014), keselamatan kerja merupakan suatu
usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko

4
5

kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap


pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.

2.1.2 Kesehatan kerja


Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani
rohani maupun sosial dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit
atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum (Buntarto, 2015).
Sedangkan menurut Kurniawidjaja (2010) kesehatan kerja merupakan
upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat fisik, kesejahteraan sosial dan
mental semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kondisi pekerja, melindungi pekerja dari faktor resiko
pekerjaan yang merugikan kesehatan. Tiga alasan pokok mengapa suatu organisasi
atau perusahaan melaksanakan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Diwajibakan oleh perundang-undangan
2. Pemenuhan hak asasi manusia
3. Pertimbangan ekonomi

Sumber: Kurniawidjaja (2010)

Gambar 2.1 Tiga alasan pokok pelaksanaan kesehatan kerja


6

2.1.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2013) Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja


adalah sebabagi berikut:

a. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik fisik,
psikologis dan sosial.
b. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif
mungkin.
c. Agar semua produksi dipelihara keamanannya.
d. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi terhadap
pegawai.
e. Meningkatnya akan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.
f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja atau
kondisi kerja.
g. Setiap pegawai akan merasa aman dan terlindungi dalam melakukan pekerjaan.

Sedangkan menurut S.Gotto (2002) adapun yang menjadi tujuan


keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan


untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
c. Memelihara sumber produksi dan menggunakan secara aman dan efisien.

2.1.4 Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Landasan hukum penerapan K3 Layaknya sebuah program, maka program
kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan harus memiliki landasan hukum
yang kuat. Ada banyak dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain:
1. Undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 “setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan”. Pengertiannya adalah bahwa yang dimaksud
7

dengan perkerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi dan


memungkinkan tenaga kerja tetap sehat dan selamat sehingga dapat hidup
dengan layak sesuai martabat manusia.
2. Undang-undang (uu) no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja undang-undang
ini memuat antara lain ruang lingkup pelaksanaan keselamatan kerja, syarat
keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan tentang kecelakaan, kewajiban dan
hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja, kewajiban pengurus dan
ketentuan penutup (ancaman pidana) dan lain-lain.
3. Uu no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan khususnya alinea 5 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja, pasal 86 dan pasal 87. Pasal 86 ayat 1: setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 86 ayat 2: untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 87: setiap
perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Peraturan menteri
tenaga kerja ri no. Per05/MEN/1996 tentang sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja. Permenakertrans ini adalah landasan pedoman penerapan
sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3), mirip OHSAS
18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
4. Peraturan pemerintah (pp) no. 50 tahun 2012 tentang sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja.

2.1.5 Sasaran Keselamatan Dan kesehatan Kerja


Menurut UU No.1 tahun 1970 dalam dokumen binwasnaker kemenakertrans
RI, sasaran keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Work Life Safe melindungi buruh dan orang lain di temapat kerja (lingkungan
kerja) upaya mencegah kecelakaan.
2. Property Safe menjamin setiap sumber produksi dipakai secara aman dan efisien
upaya mencegah terjadinya kebakaran, peledakan, kerusakan, kerugian, dan
lain-lain.
8

3. Environmental Safe menjamin proses produksi tidak menimbulkan pencemaran


lingkungan.

2.2 Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan kerja,
termasuk termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula
kecelakaan yang terjadi didalam perjalanan ke dan dari tempat kerja. Secara umum,
terjadinya kecelakaan disebabkan oleh faktor fisik dan manusia. Faktor fisik,
misalnya kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman, lantai licin,
pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya. Sedangkan faktor manusia, misalnya
perilaku pekerja yang tidak memenuhi keselamatan, karena kelelahan, rasa kantuk,
kelelahan dan sebagainya. (Buntarto, 2015)
Menurut Sucipto (2014) pada dasarnya kecelakaan kerja disebabkan oleh
tiga faktor yaitu faktor manusia, pekerjaan dan faktor lingkungan ditempat kerja.
1. Faktor Manusia
a. Umur, mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat
kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami kecelakaan kerja dibandingkan golongan umur muda.
b. Tingkat pendidikan, pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir
seseorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercaya kepadanya, selain itu
pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan
yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja.
c. Pengalaman kerja, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan akibat kerja. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara
dalam seluk-beluk pekerjaannya.
2. Faktor pekerjaan
a. Giliran kerja (shift), giliran kerja adalah pembagian kerja dalam waktu 24jam.
Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran yaitu
ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan sistem shift.
b. Jenis (Unit) pekerjaan, mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya resiko
kecelakaan akibat kerja.
9

Sedangkan menurut (Suardi, 2007) faktor-faktor penyebab terjadinya


kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja,
dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:
a. Faktor fisik, yaitu meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat
udara, suara, vibrasi, mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
b. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda-
benda padat.
c. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuhtumbuhan.
d. Faktor fisologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
e. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja hubungan di antara pekerja atau
dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan sebagainya.

2.3 Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan Kerja


Sucipto (2014) Berpendapat bahwa untuk mencegah kecelakaan kerja
sangatlah penting di perhatikannya “Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja pada
hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang
berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif dan pengaman
terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja.
Kecelakaankecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan hal berikut, yakni
peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi kerja pada umumnya, perencananaan, konstruksi, perawatan, dan
pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas
pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.
Sedangkan menurut Gotto (2002) pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja Penga resiko bahaya di tempat kerja
merupakan basis informasi yang berhubungan dengan banayaknya dan tingkat
jenis kecelakaan yang terjadi ditempat kerja.
2. Pelaksanaa SOP (Standar Operasional Prosedur) secara benar ditempat kerja
Standar Operasioanal Prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi dan
dilakukan dengan benar dan berurutan sesuai intruksi yang tercantum dalam
10

SOP, perlakuan yang tidak benar dapat menyebabkan kegagalan proses


produksi, kerusakan peralatan dan kecelakaan.
3. Pengendalian faktor di tempat kerja Sumber pencemaran dan faktor bahaya
sangat ditentukan olehn proses produksi yang ada. Dengan mengukur tingkat
resiko bahaya yang terjadi, maka dapat diperkirakan pengendalian yang
mungkin dapat mengurangi resiko bahaya kecelakaan.
4. Peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja Tenaga kerja
adalah sumber daya utama dalam proses produksi yang harus dilindungi, untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan perlu memberikan
pengetahuan kepada tenaga kerja tentang pentingnya pelakasanaan keselamatan
kerja saat melakukan aktivitas kerja agar mereka dapat melaksanakan budaya
keselamatan kerja ditempat kerja.
5. Pemasangan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja Banyak sekali faktor
bahaya yang ditemui ditempat kerja, pada kondisi tertentu tenaga kerja atau
pengunjung tidak menyadari adanya faktor bahaya yang ada ditempat kerja.

2.4 Resiko
Pada saat ini istilah resiko memiliki beberapa pengertian menurut beberapa
ahli. Menurut Ir. Imam Soeharto (1999), secara umum resiko di artikan dengan
kemungkinan (probabilitas) terjadinya peristiwa di luar yang di harapkan. Menurut
John Ridley (2008), resiko juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara
probabilitas dan tingkat keparahan, kerusakan/kerugian. Definisi konseptual
mengenai resiko menurut Charette (1989):
1. Resiko berhubungan dengan kejadian di masa yang akan datang.
2. Resiko melibatkan perubahan (seperti perubahan pikiran, pendapat, aksi, atau
tempat).
3. Resiko adalah ketidak pastian (risk is uncertainty) berarti bahwa resiko
berhubungan dengan ketidak pastian.
11

2.5 Usaha-Usaha Dalam Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Mangkunegara (2013) yang diperlukan untuk meningkatkan keselamatan
dan kesehatan kerja, yakni:
a. Mengurangi dan mencegah kecelakaan kebakaran dan peledakan.
b. Pekerja diberi peralatan perlindungan diri yang bekerja pada lingkungan yang
menggunakan peralatan yang berbahaya.
c. Mengatur kelembaban, suhu, penerangan yang cukup terang dan menyejukan,
kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja dan mencegah kebisingan.
d. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
e. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.
f. Menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja pegawai.

2.6 Hazzard Identification and Risk Assesment (HIRA)


Hazzard Identification and Risk Assesment (HIRA) merupakan suatu
metode atau teknik untuk mengidentifikasikan kejadian atau kondisi yang
berpotensi memiliki resiko bahaya dengan melihat karakteristik bahaya yang
mungkin terjadi dan mengevaluasi resiko yang terjadi melalui penilaian resiko
dengan menggunakan matriks penilaian resiko (Susihono & Akbar, 2013).
Lebih lanjut lagi cara melakukan identifikasi bahaya dengan
mengidentifikasi proses dan area yang ada dalam segala kegiatan, mengidentifikasi
sebanyak mungkin aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap proses atau
area yang telah diidentifikasi sebelumnya dan identifikasi K3 dilakukan pada semua
kondisi baik itu kondisi norma, abnormal, darurat, maupun perawatan (Rizki dkk.,
2014).
Berikut ini adalah tabel yang akan digunakan pada penelitian ini, tabel 2.1
adalah template dari tabel HIRA, tabel 2.2 adalah keterangan nilai dari tingkat
frekuensi atau peluang tejadinya resiko, tabel 2.3 menerangkan tentang tingkat
keparahan dari resiko, dan tabel 2.4 adalah matriks dari level resiko.
12

Tabel 2.1 contoh table HIRA


Nilai
Level
keparahan peluang resiko
Jenis Potensi keterangan resiko
No. bahaya
kegiatan bahaya penilaian
kategori Nilai
Nilai Kategori

Sumber: Kurniawati, dkk. (2013)

Tabel diatas berisikan jenis kegiatan yang menerangkan kegiatan-kegiatan


dan kondisi lapangan yang mengandung potensi kecelakaan kerja. Potensi
kecelakaan kerja berisikan potensi resiko terjadinya kecelakaan dari kegiatan atau
kondisi lapangan. Keparahan dan frekuensi terdiri dari kategori dan nilai, yang
nantinya memberikan nilai terhadap potensi bahaya yang ada seberapa parah jika
hal itu terjadi dan seberapa sering terjadinya. Nilai resiko bahaya itu sendiri
merupakan hasil perkalian antara nilai keparahan dengan nilai frekuensi dan
nantinya pada kolom level resiko akan dilihat nilai resiko bahaya tersebut masuk
pada kategori rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrem.
13

Tabel 2.2 Tingkat Frekuensi atau Peluang

Frekuensi/peluang

DESKRIPSI

KATEGORI
SEMI
LEVEL KUALITATIF
KUALITATIF

Dapat dipikirkan tetapi tidak hanya Kurang dari 1 kali


1 Jarang terjadi
saat keadaan ekstrem dalam 10 tahun

Kemungkinan Belum terjadi tetapi bisa Terjadi 1 kali dalam


2
kecil muncul/terjadi pada suatu waktu 10 tahun

Belum terjadi tetapi bisa 1 kali per 5 tahun


3 Mungkin muncul/terjadi pada suatu waktu sampai 1 kali
pertahun

Dapat terjadi dengan mudah, Lebih dari 1 kali


Kemungkinan
4 mungkin muncul dalam keadaan pertahun hingga 1
besar
yang paling banyak terjadi kali perbulan

Sering terjadi, diharapkan muncul Lebih dari 1 kali


5 Hampir pasti dalam keadaan yang paling banyak perbulan
terjadi

Sumber: Kurniawati, dkk. (2013)

Pada tabel, kolom kategori terdiri dari 5 kondisi yaitu jarang terjadi,
kemungkinan kecil, mungkin, kemungkinan besar, dan hampir pasti. Pada kolom
berikutnya yaitu deskripsi yang terdiri dari kualitatif dan semi kualitatif. Kualitatif
menjelaskan perkiraaan pengertian dari masing-masing kategori, sementara untuk
semikualitatif terdapat jarak waktu dan seberapa sering kejadian berlangsung.
14

Tabel 2.3 Tingkat Keparahan

Tingkat keparahan

DESKRIPSI
LEVEL KATEGORI
KEPARAHAN CIDERA HARI KERJA

Kejadian tidak menimbulkan Tidak menyebabkan


Tidak
1 kerugian dan cidera pada kehilangan hari keja
signifikan
manusia

Menimbulkan cidera ringan Masih dapat bekerja


kerugian kecil dan tidak pada hari/shift yang
2 Kecil
menimbulkan dampak serius sama
terhadap kelangsungan bisnis

Cidera berat dan dirawat Kehilangan hari kerja di


dirumah sakit, tidak bawah 3 hari
3 Sedang
menimbulkan cacat tetap,
kerugian financial sedang

Menimbulkan cidera parha dan Kehilangan hari kerja 3


cacat tetap dan kerugian hari atau lebih
4 Berat financial besar serta
menimbulkan dampak serius
terhadap kelangsungan usaha

Mengakibatkan korban Kehilangan hari kerja


meninggal dan kerugian parah selamanya
5 Bencana
bahkan dapat menghentikan
kegiatan usaha selamanya

Sumber: Kurniawati, dkk. (2013)

Pada kolom kategori terdiri dari 5 kondisi yaitu tidak signifikan, kecil,
sedang, berat dan bencana. Untuk kolom selanjutnya menerangkan keparahan
15

cidera dan kerugian yang dialami oleh masing-masing kategori, dari yang kejadian
tidak menimbulkan kerugian untuk manusia hingga mengakibatkan kematian.
Disusul kolom berikutnya menerangkan hari kerja yang hilang dari masing-masing
kategori.

Tabel 2.4 matriks penilaian resiko

Sumber: Risk Management AS/NZS 4360

Tabel matriks ini merupakan hasil perkalian antara frekuensi terjadinya


dengan tingkat keparahan yang dialami, yang nantinya dari masing-masing nilai
hasil perkalian dapat dilihat masuk kategori level resiko yang mana sesuai dengan
keterangan warna yang telah diberikan.

2.7 HAZOP (Hazard Analysis and Operability study)


HAZOP (Hazard Analysis and Operability study) adalah metode untuk
menganalisa dan mengidentifikasi bahaya pada sebuah plant yang sekarang sering
digunakan di bidang industri. Analisis bahaya dengan metode HAZOP berdasarkan
penyimpangan dari keadaan normal dan sebuah proses. Selain meidentifikasi dan
penanggulangan terkait dengan keamanan suatu proses, maka diperlukan juga
manajemen resiko untuk meminimalkan kerugian jika bahaya yang sudah
16

terprediksi itu tetap terjadi. Manajemen resiko juga dapat bersifat pencegahan
terhadap terjadinya kerugian tersebut (Zulfiana & Musyafa’, 2013).
Menurut Kurniawati dkk. (2013) Hazard Analysis and Operability study
(HAZOP) Digunakan untuk mengidentifikasi suatu proses atau unit operasi baik itu
dalam tahap rancang bangunan, konstruksi, operasi ataupun modifikasi. Konsep
dalam menggunakan HAZOP (Kurniawati dkk. 2013) adalah sebagai berikut:
1. Deviation (Penyimpangan) Suatu keadaan atau hal-hal yang berpotensi memiliki
resiko bahaya
2. Cause (Penyebab) Adalah sesuatu hal yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan penyimpangan.
3. Consequence (Akibat/Konsekuensi) Akibat dari penyimpangan yang dialami
oleh sistem.
4. Action (Tindakan) Terbagi menjadi dua kelompok yaitu tindakan yang
mengurangi atau menghilangkan akibat (konsekuensi). Sedangkan untuk
keputusan awal yang telah direncanakan, hal ini tidak selalu memungkinkan
terutama ketika berhadapan dengan kerusakan peralatan. Namun pada langkah
awal harusnya menghilangkan penyebabnya.
5. Severity (keparahan) Merupakan tingkat keparahan yang diperkirakan dapat
terjadi.
6. Likelihood (kemungkinan) Adalah kemungkinan terjadinya konsekuensi dengan
sistem pengaman yang ada.
Tujuan penggunaan HAZOP sendiri adalah untuk melihat suatu proses atau
operasi pada suatu sistem secara sistematis yang kemudian menentukan apakah
proses penyimpangan dapat mendorong kearah kecelakaan yang tidak diinginkan.
HAZOP secara sistematis mengidentifikasi setiap kemungkinan penyimpangan dari
kondisi operasi yang telah ditetapkan dari suatu plant, mencari faktor penyebab
yang memungkinkan timbulnya kondisi yang tidak diinginkan, dan menentukan
konsekuensi yang menimbulkan kerugian sebagai akibat terjadinya penyimpangan
serta memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak dari potensi resiko yang telah berhasil diidentifikasi
17

(Munawir, 2010). Berikut adalah contoh tabel dari HAZOP yang ditunjukkan oleh
tabel 2.5
Tabel 2.5 contoh tabel HAZOP

No. Sumber bahaya penyimpangan Penyebab konsekuensi


tindakan

Sumber: Kurniawati dkk. (2013)

Kolom Sumber bahaya berisikan sumber dari bahaya-bahaya yang telah didapat,
penyimpangan ini menerangkan kegiatan-kegiatan menyimpang yang dapat
menyebabkan kecelakaan atau berpotensi merugikan, penyebab disini berbeda
dengan sumber bahaya karena penyebab ini berisikan penyebab dari
kegiatankegiatan menyimpang sebelumnya, konsekuensi atau akibat yaitu dampak
yang buruk yang didapat dari kegiatan penyimpang tadi,dan action berisikan
tindakan penanganan atau pencegahan yang harus dilakukan

Anda mungkin juga menyukai