Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan dibawah supervisi

dinas kesehatan kabupaten atau kota. Puskesmas mempunyai tugas pokok

memberikan pembinaan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar.

Upaya kesehatan wajib puskesmas yang disebut juga sebagai basic six meliputi

usaha promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak

serta keluarga berencana. Disamping itu upaya perbaikan gizi masyarakat,

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, serta pengobatan (Sulaeman,

2011).

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang ada di Puskesmas

sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes 75 tahun 2014 terdiri dari dua

bagian yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial dan Upaya Kesehatan

Masyarakat (UKM) Pengembangan. Masing-masing memiliki kegiatan yang

berbeda dengan tujuan umum yang sama yaitu mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang optimal, namun secara prinsip ada hal mendasar yang

membedakan kedua upaya kesehatan tersebut.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi kewajiban puskesmas untuk

melaksanakan upaya kesehatan yang ada didalamnya (Depkes, 2014).

UKM Pengembagan merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan

dipuskesmas berdasarkan prioritas masalah kesehatan, ketersediaan sumber daya,

1
anggaran, dan keadaan geografis yang ada di puskesmas tersebut. Jumlah UKM

Pengembangan dapat menyesuaikan dengan keadaan puskesmas sebagaimana di

atas. Jadi UKM Pengembangan antara satu puskesmas dengan puskesmas yang

lain bisa saja berbeda. Salah satu program UKM Pengembangan yang ada di

Puskesmas Telaga yaitu Kesehatan dan keselamatan kerja (Alamsyah, 2011).

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian aplikasi kesehatan

masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat di lingkungannya.

Kesehatan dan keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan

yang setinggi- tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi masyarakat pekerja

dan masyarakat lingkungan perusahaan atau organisasi melalui usaha- usaha

preventif, promotif, dan kuratif terhadap gangguan kesehatan akibat kerja atau

lingkungannya (Notoatmodjo, 2012).

 Hambatan terbesar untuk memperbaiki pelayanan kesehatan yang lebih

aman adalah budaya dari organisasi kesehatan (Cooper, 2010). Upaya

membangun budaya Keamanan pasien yang telah dilakukan adalah seperti oleh

Joint Commission on Accreditation of Health Care Organization (JCHO) di

Amerika sejak tahun 2007, yaitu menetapkan penilaian tahunan terhadap budaya

kesehatan dan keselamatan kerja sebagai target keselamatan pasien (KP);

National Patient Safety Agency (NPSA) di Inggris mencantumkan budaya

keselamatan sebagai langkah pertama dari ”Seven Steps to Patient Safety” dalam

penanganan perawat terhadap pasien (Phillips, 2015).

Perawat adalah salah satu dari tenaga kesehatan yang memiliki peran

yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan

2
penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Perawat menjalankan

fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat

keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus,

rehabilitator, komunikator dan pendidik.

Menurut Wijaya (2010) mengatakan bahwa perawat bertanggung jawab

meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta

pemeliharaan kesehatan dengan penekanan kepada upaya pelayanan kesehatan

utama sesuai wewenang, tanggung jawab dan etika profesi keperawatan. Dalam

memberikan pelayanan kesehatan perawat dituntut untuk lebih profesional agar

kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan semakin meningkat. Dalam

pernyataan Alimul yang dikutip oleh Selvia (2013) Bahwa di dalam etika

keperawatan terdapat beberapa unsur yang terkandung didalamnya antara lain

pengorbanan, dedikasi, pengabdian dan hubungan antara perawat dengan pasien,

dokter, sejawat maupun diri sendiri (Selvia, 2013).

Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia secara

umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2015 Indonesia menempati

posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.

Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing Indonesia di dunia

internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global

karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja

yang rendah). Sebagaimana yang tertuang pada PMK RI No 52 tahun 2018 pada

pasal 1 ayat 2 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan yang selanjutnya disebut K3 di Fasyankes adalah segala kegiatan untuk

3
menjamin dan melindungi sumber daya manusia fasilitas pelayanan kesehatan,

pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar

lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan agar sehat, selamat, dan bebas dari

gangguan kesehatan dan pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan,

lingkungan, dan aktivitas kerja.

Risiko pekerja kesehatan tertular HIV semakin besar dalam dua dekade

terakhir. Observasi dan wawancara terhadap 58 orang bidan di Iran ditemukan

bahwa 82,8% mengalami pajanan jarum suntik (Simbar, 2011). WHO pada tahun

2009 mengestimasikan sekitar 5% kasus HIV baru di negara berkembang

menimpa petugas kesehatan yang mengalami kecelakaan jarum suntik dan

paparan darah mengandung HIV, estimasi tersebut akan lebih tinggi pada wilayah

Asia jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di dunia. Survei yang dilakukan

pada bidan di Amerika selama enam bulan menunjukkan bahwa 74% bidan

pernah menyentuh darah pasien dengan tangan telanjang, 51% pernah mengami

percikan darah atau cairan tubuh di wajah, 24% mengami pajanan jarum suntik,

dan hanya 55% bidan yang memiliki perilaku kesehatan dan keselamatan kerja

yang baik (Mondiwa, 2010).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi tahun 2018

tentang Hubungan Tindakan Tenaga Perawat dengan Pengetahuan dan Sikap

Terhadap Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit USU Tahun

2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional study. Teknik

pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan jumlah

sampel sebanyak 100 orang. Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang terdiri

4
dari 27 item pernyataan. Hasil penelitian didapatkan tenaga perawat perempuan

lebih dominan dari laki-laki dengan usia 26-35 tahun sebanyak 81 orang

(0,81%),tingkat pendidikan yang paling banyak dijumpai adalah D3 Keperawatan

sebanyak 69 orang (0,69%) dan mayoritas tenaga perawat telah bekerja >5 tahun

sebanyak 73 orang (0,73%). Tidak ada hubungan signifikan antara tindakan

tenaga perawat dengan pengetahuan terhadap aspek K3 (p =0,324) dan ada

hubungan signifikan antara tindakan tenaga perawat dengan sikap terhadap aspek

K3 (p = 0,016).

Berdasarkan pengambilan data awal yang dilakukan oleh peneliti dimana

pada tanggal 20 Agustus 2019 didapatkan jumlah perawat di Puskesmas Telaga

sebanyak 20 orang, terdapat 4 perawat yang melakukan tindakan belum sesuai

SPO Kesehatan dan Keselamatan Kerja sehingga hal tersebut melandasi penulis

untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Peran Perawat terhadap

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Puskesmas Telaga Kabupaten

Gorontalo.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Berdasarkan pengambilan data awal yang dilakukan oleh peneliti dimana

pada tanggal 20 Agustus 2019 didapatkan jumlah perawat di Puskesmas

Telaga sebanyak 20 orang, terdapat 4 perawat yang melakukan tindakan

belum sesuai SPO Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

2. Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia secara umum

diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2015 Indonesia menempati

posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina

5
dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya

saing Indonesia di dunia internasional masih sangat

rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami

ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang

rendah).

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka dapat dirumusukan

masalah “Apakah ada Hubungan Peran Perawat terhadap Pelaksanaan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Puskesmas Telaga Kabupaten

Gorontalo”?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Peran Perawat terhadap Pelaksanaan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Puskesmas Telaga Kabupaten

Gorontalo

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Peran Perawat di Puskesmas Telaga Kabupaten

Gorontalo

2. Untuk mengetahui Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di

Puskesmas Telaga Kabupaten Gorontalo

3. Untuk mengetahui Hubungan Peran Perawat terhadap Pelaksanaan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Puskesmas Telaga Kabupaten

Gorontalo

6
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan.

1.5.2. Manfaat praktis

1. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan nantinya bagi

pihak puskesmas dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan

Kerja.

2. Bagi Perawat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan / evaluasi

terhadap perawat dalam mengimplementasikan intervensi keperawatan

khususnya pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini mampu memberikan wawasan dan pengalaman yang

baru bagi peneliti dalam menyusun laporan mengenai Hubungan Peran

Perawat terhadap pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Anda mungkin juga menyukai