Anda di halaman 1dari 8

Risiko Psikososial Dalam Kinerja Perawat

Awina Milla Shilmy Sitorus

awinashilmy@gmail.com

Latar Belakang

Salah satu pekerjaan yang memerlukan perhatian dalam beban kerja adalah keperawatan.
Orang-orang yang terlibat dalam sistem keperawatan dikenal sebagai perawat. Secara lebih
lengkap perawat didefinisikan sebagai seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik di dalam maupun luar negeri yang diakui pemerintah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Perawat merupakan
petugas kesehatan terbanyak dengan komposisi hampir 60% dari seluruh petugas kesehatan
di rumah sakit dan yang melakukan kontak terlama dengan pasien. Perilaku keselamatan
yang baik di kalangan perawat akan berdampak baik bagi kejadian cedera yang terjadi pada
perawat.

Perilaku perawat dalam bekerja dipandu melalui pedoman kerja. Selain standar operasional
prosedur (SOP) dan standar asuhan keperawatan (SAK) sebagai pedoman perawat dalam
bekerja, panduan keselamatan perawat diperlukan untuk memandu perawat berperilaku aman
dan selamat dalam bekerja. Oleh karena itu, protokol keamanan untuk perawat dan pasien
harus diikuti dan dipraktikkan dengan baik.

Profesi keperawatan diketahui telah menjadi suatu profesi yang semakin kompleks dan
memiliki tuntutan untuk tetap memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Komponen yang
berkontribusi terhadap kompleksitas keperawatan adalah kebutuhan untuk merawat pasien
yang memiliki kebutuhan kompleks, seperti diagnosis penyakit yang perlu dilakukan dengan
ketajaman tinggi. Hal tersebut mengharuskan perawat memiliki fokus dalam proses
perawatan dan keterampilan koordinasi (Potter, dkk., 2005). Data Kementrian Kesehatan
2018 menyatakan bahwa perawat merupakan tenaga kesehatan tertinggi di Indonesia yaitu
345.276 orang.6 Kelelahan pada perawat dapat mempengaruhi dimanapun mereka bekerja.
Selain menyebabkan kecelakaan kerja, kelelahan dapat menyebabkan perawat melakukan
kesalahan dalam prosedur kerja. Canada Nurses Association melaporkan 38% dari perawat
mengalami kelelahan yang hampir melakukan kesalahan dalam bekerja.7 Akibatnya
kelelahan pada perawat dapat berdampak negatif pada pasien, mengurangi penilaian terhadap
layanan kesehatan yang diberikan, meningkatkan risiko kesalahan, pasien jatuh, cidera,
asuhan keperawatan yang tidak teratur, komunikasi yang buruk dan kurangnya kontinuitas
dalam perawatan.

Hazard psikososial dapat terjadi karena kelebihan beban kerja dan stress sehingga akan
menyebabkan burnout dan kelelahan (Alavi, 2014). Faktor-faktor yang menyebabkan
kelelahan yaitu faktor kerja seperti waktu kerja, shift kerja, waktu istirahat, insentif, kondisi
lingkungan fisik, beban kerja, tuntutan pekerjaan, psikososial, budaya organisasi, peran
individu dan faktor gaya hidup seperti gangguan tidur, kehidupan sosial, tanggung jawab
keluarga, pekerjaan lain, kondisi kesehatan, gizi dan, olahraga.9,10Pada beban kerja fisik
diperlukan kerja otot, jantung, dan paru, sehingga jika beban kerja fisik tinggi maka kerja
otot, jantung, dan paru akan semakin tinggi juga, begitu pula sebaliknya.

Faktor penting lainnya dalam lingkungan kerja yang memerlukan perhatian adalah faktor
psikososial dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja psikososial secara umum
dipertimbangkan sebagai salah satu dari banyak masalah mengenai lingkungan kerja dalam
masyarakat modern (Kristensen, Hannerz, Hogh, dan Borg, 2005). Jumlah pasien yang harus
dilayani sangat berpengaruh terhadap kondisi dan faktor psikososial para perawatnya. Untuk
menunjang kondisi beban kerja dan faktor psikososial tentunya diperlukan penilaian khusus
terhadap para pegawainya, termasuk perawat di tingkat pelaksana.

Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif yang dimana penulis
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk dianalisis. Tulisan ini didasarkan dengan
menganalisis berbagai jurnal atau karya tulis ilmiah yang berfokus pada “Risiko Psikososial
Dalam Kinerja Perawat”. Adapun tinjauan literatur yang digunakan dalam penulisan ini
adalah buku teks, jurnal atau karya tulis ilmiah yang bersal dari E-book atau Google Scholar
dengan syarat literatur yang digunakan terbitan 10 tahun terakhir. Metode dari penulisan ini
dilakukan untuk menjelaskan bagaimana psikososial yang dihadapi seorang perawat di
sebuah instansi seperti rumah sakit saat melakukan tindakan keperawatan melalui analisa
materi yang dikumpulkan dari sumber buku teks, jurnal atau karya tulis ilmiah. Penulisan ini
dilakukan menggunakan metode kajian bebas terhadap pokok bahasan yang dikumpulkan
dari beberapa sumber yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pengolahan ini dilakukan
dengan metode membandingkan 10 jurnal atau karya tulis ilmiah yang digunakan dan
berhubungan dengan risiko psikososial dalam kinerja perawat.
Hasil

Hasil dari pengkajian menggunakan metode penulisan kualitatif adalah menghasilkan suatu
pembelajaran apa saja risiko psikososial yang dihadapi seorang perawat di dalam instansi
seperti rumah sakit saat menghadapi pasien, dokter atau teman seprofesi dengan berbagai
macam karakter dan macam-macam beban kerja yang dihadapi seorang perawat dalam
menyelesaikan tugasnya dengan benar melalui pengumpulan data berdasarkan buku teks,
jurnal atau karya tulis ilmiah. Diharapkan juga agar perawat dapat mengontrol atau
menghindari hal-hal yang menggangu psikososialnya akan berdampak pada kinerjanya dalam
melakukan asuhan keperawatan.

Risiko psikososial berjalan seiring dengan pengalaman stress terkait pekerjaan. Stress yang
berhubungan dengan pekerjaan adalah tanggapan yang mungkin dimiliki orang ketika
disajikan dengan tuntutan pekerjaan dan tekanan yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuan mereka dan yang menantang kemampuan mereka untuk mengatasi (WHO,
2003).

Peran perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Rumah Sakit adalah :

a. Mengkaji masalah kesehatan


b. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan
c. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah dilakukan
d. Memelihara fasilitas kesehatan Rumah Sakit
e. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
f. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3
g. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
h. Mengoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3
Upaya K3 di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan result dari
tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Komitmen dan
kebijakan komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan tertulis, jelas dan mudah dimengerti
serta diketahui oleh seluruh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Pembahasan

Perawat merupakan tenaga profesional di rumah sakit yang mempunyai peranan penting
terlaksananya pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keberadaan perawat di rumah sakit
menempati urutan pertama dari segi jumlah dan segi pelayanan. Tingginya jumlah perawat
merupakan kekuatan rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Tetapi jika
sebaliknya, maka justru akan memberikan kontribusi rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan. Seorang perawat harus memiliki keterampilan dalam menyuntik pasien, merawat
luka, dan sebagainya. Ketika tidak terampil, maka akan memiliki resiko dalam bekerja.
Dengan arti kata keterampilan kerja justru diperlukan oleh para penggunanya. Karena
pengguna dapat lebih mudah sepanjang belajar dari instruktur yang juga terampil dan
berpengalaman, disamping dibantu dengan peralatan yang lengkap (Elfindri, dkk, 2009).

Untuk memperoleh keterampilan yang memadai, maka seseorang mesti mengasah


keterampilan kerja dari dosen, instruktur atau tutornya. Sering memanfaatkan labor dan
perangkat pembantu, agar kelak semakin lama dan terbiasa menjadi terampil (Elfindri, dkk,
2009).

Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan 24 jam dan terus-menerus dengan jumlah


tenaga keperawatan yang cukup banyak, berada di berbagai unit kerja rumah sakit. Dalam
memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, perawat melakukan prosedur / tindakan
keperawatan yang banyak dan menimbulkan resiko salah begitu besar. Keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman,
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Menurut Tarwaka (2013), bahwa beban kerja fisik melibatkan penggunaan otot atau
memerlukan usaha fisik untuk melakukan pekerjaan tersebut.30 Seorang perawat di rumah
sakit menanggung beban fisik, sosial dan mental. Masing-masing orang memiliki
kemampuan yang berbeda dalam hubungan pekerjaan dan beban yang ia terima. Namun,
secara umum pekerja sebenarnya dapat memikul beban dalam batas tertentu. Oleh karena itu,
setiap pekerja harus ditempatkan sesuai dengan beban optimum yang dapat ditanggungnya
juga dilihat dari pengalaman, keterampilan dan motivasi.
Tingginya beban kerja mental yang di alami perawat dapat disebabkan oleh adanya aktivitas
berkelanjutan dari sistem saraf simpatik (Schuetz, dkk., 2008). Tingginya beban kerja mental
juga dapat menyebabkan penurunan kineja (Mazur, dkk., 2012). Menurut Wickens dkk.,
kinerja seseorangberada di bawah tingkat beban kerja yang tinggi dapat menurun dan
disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan keterampilan, kompleksitas sistem,
rancangan manusia mesin yang kurang sesuai, kekurangan kesadaran situasi, komunikasi
interpersonal yang tidak sesuai, proses informasi dan pembuatan keputusan yang tidak
sempurna (Mazur, dkk., 2012).

Faktor psikososial yang dirasakan oleh para perawat disebabkan banyaknya pekerjaan yang
harus dilakukan perawat dalam satu waktu sehingga fokus dan interaksi dalam melakukan
pekerjaan semakin berkurang. Adanya keterbatasan waktu dalam komunikasi dengan dokter
mengenai kondisi pasien dan kurangnya komunikasi dengan perawat pada shift sebelumnya
membuat para perawat merasa terhambat dalam melakukan pekerjaanya, terutama dalam
membaca data yang berkaitan dengan pasien. Jika komunikasi tidak diperbaiki, maka hal
tersebut dapat berdampak pada keputusan yang tidak maksimal terkait penanganan pasien.
Dalam waktu-waktu tertentu, tingkat stress yang di alami perawat dapat disebabkan oleh
adanya kegiatan lain bersifat resmi yang dilakukan sebelum bekerja (misalnya kegiatan
pelatihan untuk para perawat). Hal tersebut dapat berdampak pada kinerja perawat karena
perawat merasa tingkat fokusnya berkurang dan mengalami kelelahan setelah menjalani
pelatihan.

Kecepatan kerja tinggi yang dialami oleh perawat disebabkan oleh adanya keharusan perawat
yang melayani pasien secara tepat waktu, contohnya perawat harus memberi obat secara rutin
kepada pasien. Sebelum memberi obat kepada pasien, hal yang perlu dilakukan oleh para
perawat adalah memastikan ketersediaan obat di apotek dan memeriksa kembali obat
sebelum diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat.
Walaupun pekerjaan tersebut tidak dilakukan sepanjang hari dan tidak terus menerus, setiap
pekerjaan tersebut menuntut tingkat ketelitian yang tinggi dan dilakukan dalam satu waktu
yang bersamaan.

Semakin lama seorang tenaga kerja bekerja pada lingkungan kerja yang kurang nyaman dan
tidak menyenangkan maka kelelahan pada orang tersebut akan menumpuk terus dari waktu
kewaktu. Tingkat kelelahan lebih tinggi dialami oleh tenaga kerja dengan masa kerja yang
lebih lama oleh karena semakin lama ia bekerja maka perasaan jenuh akibat pekerjaan yang
monoton akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan yang dialaminya. Selain itu bahwa
tenaga kerja yang masa kerjanya lebih lama juga berarti bahwa semakin lama masa kerja,
maka semakin bertambahnya usia tenaga kerja. Tenaga kerja yang berusia lebih tua akan
mengalami penurunan kekuatan otot yang berdampak pada kelelahan dalam melakukan
pekerjaanya.

Sebagai salah satu jenis tenaga kesehatan, profesi perawat tidak lepas dari berbagai faktor
risiko yang memungkinkan terjadinya penyakit yang diakibatkan maupun yang berhubungan
dengan pekerjaan yang menimbulkan bahaya terhadap kesehatan kerja (Health Hazard)
maupun bahaya keselamatan kerja (Safety Hazard) yang dapat berakibat terjadinya
kecelakaan yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Pencegahan berbagai risiko
tersebut harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses
kerja dan lingkungan kerja. Pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan terhadap
penyakit akibat kerja yang terjadi pada perawat umumnya dilakukan hanya jika telah
diketahui besar masalah yang terjadi

Faktor lain yang menjadi hazard psikososial seorang perawat adalah saat menghadapi
berbagai macam karakter pasien dan dokter yang ditemui. Contohnya saat dokter sulit untuk
dihubungi dan dengan karakter yang berbeda-beda. Selain itu, saat menghadapi pasien ada
yang meminta buru-buru untuk bertemu dokter atau meminta untuk dibantu segera atau
pasien yang galak dan cerewet. Kondisi tersebut dapat menyebabkan beban psikososial yang
berkembang menjadi stres pada perawat, sehingga perawat menjadi mudah kesal dan marah-
marah terhadap pasien dan keluarganya yang kemudian dapat berdampak lanjut menjadi
gangguan mental emosional pada perawat

Faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja sampai kepada masalah
psikososial dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Faktor-faktor yang
tercakup didalamnya antara lain tuntutan di tempat kerja, organisasi kerja dan konten
pekerjaan, hubungan interpersonal dan kepemimpinan, bekerja antar muka individu, nilai-
nilai di level tempat kerja, kesehatan dan kesejahteraan, kepribadian dan perilaku ofensif.
Faktor tuntutan ditempat kerja merupakan pemicu yang dapat berdampak buruk terhadap
beberapa aspek di tempat kerja dan membuat kecemasan pada perawat, jika tidak dikelola
dengan baik.
Penutup

Kesimpulan dan Saran

Perawat merupakan petugas kesehatan terbanyak dengan komposisi hampir 60% dari seluruh
petugas kesehatan di rumah sakit dan yang melakukan kontak terlama dengan pasien.
Perilaku keselamatan yang baik di kalangan perawat akan berdampak baik bagi kejadian
cedera yang terjadi pada perawat. Perilaku perawat dalam bekerja dipandu melalui pedoman
kerja. Selain standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan keperawatan (SAK)
sebagai pedoman perawat dalam bekerja, panduan keselamatan perawat diperlukan untuk
memandu perawat berperilaku aman dan selamat dalam bekerja. Oleh karena itu, protokol
keamanan untuk perawat dan pasien harus diikuti dan dipraktikkan dengan baik. Faktor
psikososial yang dirasakan oleh para perawat disebabkan banyaknya pekerjaan yang harus
dilakukan perawat dalam satu waktu sehingga fokus dan interaksi dalam melakukan
pekerjaan semakin berkurang. Adanya keterbatasan waktu dalam komunikasi dengan dokter
mengenai kondisi pasien dan kurangnya komunikasi dengan perawat pada shift sebelumnya
membuat para perawat merasa terhambat dalam melakukan pekerjaanya, terutama dalam
membaca data yang berkaitan dengan pasien.

Referensi

Fathi, A., & Simamora, R. H. (2019, March). Investigating nurses’ coping strategies in their
workplace as an indicator of quality of nurses’ life in Indonesia: a preliminary study. In IOP
conference series: Earth and Environmental science (Vol. 248, No. 1, p. 012031). IOP
Publishing.

Handayani, L. T. (2017). Analisis Jalur Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kepuasan
Terhadap Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RS DI Jember. The
Indonesian Journal of Health Science, Vol. 9, No. 1.

Iridiastadi, H., dkk. (2020). Psikososial dan Beban Kerja Perawat – Sebuah Penelitian di
Salah Satu RS Militer di Indonesia. Jurnal Ergonomi Indonesia, Vol. 06, No. 01.

Permatasari, Henny. (2010). Tinjauan Teori Keperawatan Kesehatan Kerja. Jurnal


Keperawatan Indonesia, Volume 13, No. 2, hal 112-118.
Pitoyo, Joko dkk. (2017). Kepatuhan Perawat Menerapkan Pedoman Keselamatan Kerja dan
Kejadian Cedera pada Perawat Instrumen di Instalasi Bedah Sentral. Jurnal Pendidikan
Kesehatan, Volume 6, No.2.

Rahmawati, A. N. (2019). Kesejahteraan Keluarga pada Ibu yang Bekerja sebagai Perawat.
Viva Medika : Jurnal Kesehatan, Kebidanan, dan Keperawatan, Volume 11, Nomor 02.

Ramdan, I. M. & Rahman, A. (2017). Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
pada Perawat. JKP, Volume 5, Nomor 3.

Sandewa, Shyeila & Adhiwijaya, Ardian. (2014). Hubungan Perilaku dengan Resiko
Kecelakaan Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosisi, Volume 5, Nomor 4.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs


Through Clinical Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Surilena, dkk. (2015). Hubungan Antara Stres Kerja dan Psikopatologi pada Perawat Rumah
Sakit Atma Jaya. Damianus Journal of Medicine, Vol. 14, No. 1, hlm 28-36.

Suarniti, L. P. (2015). Risiko Ergonomi Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat Gigi. Jurnal
Kesehatan Gigi, Vol. 3 No. 2.

Zahroh, Abdillah. (2019). Hubungan Asupan Energi, Beban Kerja Fisik, dan Faktor Lain
dengan Kelelahan Kerja Perawat. Jurnal Kesehatan, Vol. 10 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai