Anda di halaman 1dari 10

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DALAM KEPERAWATAN

Dewi Meylinta Sembiring Dewimeylinta7@gmail.com

LATAR BELAKANG

Setiap pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat risiko bahaya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana
bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-
tingginya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah
dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi.

Perawat merupakan petugas kesehatan yang bertugas dalam melayani pasien secara
langsung sehingga dapat mengetahui perkembangan kesehatan pasien. K3RS merupakan salah
satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
sehingga dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan bagi pasien, pendamping pasien,
pengunjung , tenaga ksehatan rumah sakit serta lingkungan rumah sakit dan terciptanya
lingkungan aman dan nyaman. Pada dasarnya, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Rumah Sakit yang selanjutnya di singkat degan K3RS, tidak hanya sekedar pengendalian infeksi
tetapi juga penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang dapat meminimalisir terjadinya penyakit
menular terutama bagi tenaga kesehatan, pengelolaan limbah Rumah Sakit, sampai manajeman
bahan berbahaya dan beracun.Perawat merupakan tenaga kesehatan yang bekerja 24 jam penuh
untuk berinteraksi dan melayani pasien agar mencapai kesembuhan yang maksimal. Tindakan
seorang perawat berhasil dapat ditandai dengan durasi kesembuhan pasien yang cepat dan juga
kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan Rumah Sakit terutama perawat. Sebagai
tenaga kesehatan, perawat juga disarankan mampu dalam memahami dan menerapkan ruang
lingkup K3RS yang mencakup prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS, standar
pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS, pengelolaan barang berbahaya,
standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan.
Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemukan di lapangan terjadinya kecelakaan akibat
kerja yang dilakukan oleh perawat sehingga dapat berefek pada pasien, lingkungan Rumah Sakit,
citra Rumah Sakit, dan tenaga kesehatan termasuk juga perawat itu sendiri. Maka dari itu,
diperlukan pemahaman dan penerapan secara nyata bagi perawat. Perawat perlu mengetahui
peran apa saja yang dapat diterapkan ketika bekerja di Rumah Sakit. Pengetahuan ini perlu
diberikan sejak dini dan secara berkelanjutan mengingat zaman teknologi yang semakin canggih
dan semakin banyak pula penyakit yang timbul akibat mikroba pathogen seperti virus, jamur,
dan bakteri.

METODE

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan metode literature review , yaitu
dengan mengumpulkan data, membaca, mengkaji dan menganalisis data tersebut dari berbagai
sumber seperti buku teks, e-book,jurnal,buku referensi yang berhubungan dengan tema yaitu
Kebijakan K3 yang berkaitandengankeperawatan di Indonesia, K3 dalam keperawatan:
pentingnya, tujuan, manfaat, &etika, Ruanglingkup K3 dalam keperawatan. Literature yang
digunakan adalah sebanyak 11 dari berbagai sumber dengan ketentuan tahun terbit terakhir
adalah tahun 2012 atau paling lama diterbitkan 8 tahun terakhir.

HASIL

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk mengendalikan,


meminimalisasi dan meniadakannya bahaya di rumah sakit dapat dilakukan melalui sistem
K3RS. Dan K3 juga seharusnya dan wajib dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan
agar meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan terjadi, baik itu kecelakan dalam bekerja
ataupun tindakan yang bisa mendatangkan penyakit. Perawat menjadi salah satu profesi yang
harus menerapkan dilakukan melalui sistem K3RS. Dan K3 juga seharusnya dan wajib dilakukan
dalam memberikan asuhan keperawatan agar meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan
terjadi, baik itu kecelakan dalam bekerja ataupun tindakan yang bisa mendatangkan penyakit.
Perawat menjadi salah satu profesi yang harus menerapkan K3 ini sendiri dalam melakukan
tindakan keperawatan kepada pasien ketika berada di rumah sakit. Dalam dunia kesehatan
sendiri Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan, dan rehabilitasi.

Sistem Manajemen K3-RS, Merupakan bagian dari sistem manajemen RS secara


keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
dan pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam rangka pengendalian resiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang sehat, aman, efisien,
dan produktif. Tujuan SM-K3RS Menciptakan suatu sistem kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit dengan melibatkan unsur manajemen, karyawan, kondisi dan lingkungan kerja yang
terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tahap Penerapan K3-RS Tahap persiapan, Tahap pelaksanaan, Tahap pemantauan dan evaluasi

. Peranan perawat dalam pelaksanaan K3RS di Rumah Sakit juga berpengaruh pada
kepuasan pasien, terutama pada pelaksanaan tindakan perawatan kepada pasien. Salah satu
komponen dari peningkatan kepuasan pasien yaitu keandalan yang termasuk di dalam nya
tindakan pemeriksaan perawat. Salah satu contohnya yaitu, tidak terjadinya kecelakaan kerja
pada saat melakukan injeksi pada pasien. Namun sampai saat ini, meskipun pengendalian infeksi
sedang digencarkan demi peningkatan kualitas keselamatan pasien di Rumah Sakit. Sayangnya,
beberapa perawat yang merasa tindakan K3 seperti misalnya penggunaan APD tidak lah perlu
dilakukan pada pasien yang memiliki risiko infeksi yang rendah. Perawat saat ini hanya merasa
waspada pada pasien yang memiliki risiko infeksi yang tinggi saja. Maka diperlukan pemberian
informasi kepada perawat dalam upaya mengendalikan risiko infeksi di Rumah Sakit. Apa saja
peran perawat dalam k3 di rumah sakit, Bagaimana perawat melindungi diri dari risiko
kecelakaan, dan bagaimana pengendalian dan pencegahan infeksi bagi perawat? Berikut akan
dibahas pada bagian pembahasan.

PEMBAHASAN

Peran perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Pelayanan kesehatan kerja memerlukan pula ilmu terapan berbagai disiplin seperti
kesehatan masyarakat, toksikologi industri, psikologi kerja, gizi, ergonomic, hygiene perusahaan
dan peraturan mengenai ketenagakerjaan.Perawat yang melayani pelayanan kesehatan kerja,
memiliki kebebasan professional dalam melaksanakan tugasnya, bebas memasuki tempat kerja
untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan keterangan yang diperlukan. Secara umum
perawat perlu mengenal dan mengetahui proses produksi, peralatan dan bahan yang digunakan
dalam produksi, system dan cara kerja di perusahaan, lingkungan kerja seta beberapa aspek
lainnya.Tugas yang dilakukan oleh seorang perawat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
kerja antara lain berupa tugas administrasi dan pelaporan, tugas pemeliharaan dan perawatan
kesehatan serta tugas penyuluhan/ pelatihan/ pendidikan kesehatan, keselamatan kerja yang
diberikan kepada seluruh tenaga kerja. Perawat memberikan keterangan tentang pelaksanaan
pelayanan kesehatan kerja kepada pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja bila
diperlukan. Disamping itu perawat perlu mengetahui arah dan tujuan perusahaan secara umum,
merencanakan dan menerapkan program beserta evaluasinya, dan dapat mengembangkan
kemampuan menajerialnya, selaras dengan pengetahuan kedokteran yang tlah dimilikinya.

Dengan demikian, perawat yang memimpin suatu unit pelayanan kesehatan kerja harus
mampu menjalin kerja sama dengan pihak pengurus perusahaan, tenaga kerja, dinas atau
instansi terkait dan tetap berpedoman pada etika profesinya. Peranan perawat pada program
Kesehatan dan Keselamatan Kerja bisa dikatakan sangat bermakna,mengingat tugas fungsional
perawat dalam K3 begitu luas. Bisa dikatakan bahwa fokus utamaperawatan kesehatan kerja
adalah kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja denganpenekanan pada pencegahan
terjadinya penyakit dan cidera. Hal ini senada dengan tujuan K3.Hanya saja perawatan
kesehatan kerja di Indonesia belum seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi/antara lain karena
perkembangan yang sangat pesat dari industri di Indonesia dan perkembangan fasilitas
pendidikan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja yang ada diIndonesia. Pengaruh
lain adalah hambatan jenjang pendidikan dasar perawat yang berbeda-beda.Peranan profesi
dalam mengembangkan tingkat profesi-onalisme belum terlihat bermakna. Untukmenjaga mutu
profesionalisme, sudah saatnya kita semua memikirkan upaya yang perlu dilakukan.Salah
satunya diharapkan organisasi profesi meningkatkan peranannya dalam membina
danmemantau anggotanya, serta menerus aktif dalam meningkatkan kemampuan dan
ketrampilananggotanya
Penggunaan APD sebagai Pencegahan Risiko Kecelakaan Bagi Perawat

Berdasarkan hasil laporan National Safety Council menunjukkan bahwa terjadinya


kecelakaan kerja di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja industri lainnya. Kasus yang sering
terjadi adalah tertusuk jarum, tergores, dan penyakit infeksi (Sholihah, 2013). Pada salah satu
penelitian yang dilakukan pada salah satu Rumah Sakit di Cianjur menyebutkan bahwa jumlah
perawat yang mengalami luka tusuk jarum dan benda tajam lainnya cukup tinggi yaitu sebanyak
61,34% (Hermana, 2009). Petugas kesehatan berisiko terpajan penularan penyakit infeksi
melalui blood borne pada kecelakaan tertusuk jarum seperti infeksi HIV, Hepatitis B dan
Hepatitis C. Tidak hanya blood borne, tetapi juga air borne yang biasanya pada TB paru yang
pencegahannya dapat dilakukan dengan cara menggunakan masker.

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja
demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat
terjadi di tempat kerja. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja merupakan suatu upaya untuk
menghindari paparan risiko bahaya di tempat kerja. Penggunaan APD dapat mengurangi
kontaminasi penyakit yang terjadi karena adanya transmisi mikroorganisme yang dapat melalui
darah, udara baik droplet maupun airbone, dan juga kontak langsung. Infeksi dapat terjadi antar
pasien, dari pasien ke petugas kesehatan, dari antar sesama petugas kesehatan, dan dari petugas
kesehatan ke pasien. Kontaminasi penyakit ini dapat terjadi pada seorang perawat maupun dokter
apabila selama melakukan interaksi dengan pasien tidak memperhatikan tindakan
pencegahan (universal precaution) dengan cara menggunakan alat pelindung diri
(APD). Universal precaution merupakan upaya pencegahan penularan penyakit dari tenaga
kesehatan dan sebaliknya, hal ini didasari penyebaran penyakit infeksius melalui medium cairan
tubuh dan darah. Pemakaian alat pelindung diri merupakan upaya untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi perawat beberapa ruangan perawatan rumah sakit.

Jenis jenis APD yang dapat digunakan di Rumah Sakit, antara lain:
 Sarung Tangan
Sarung tangan dapat melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan perawat. Sarung tangan merupakan APD terprnting dalam
mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Penggunaan sarung tangan haruslah diganti dengan
setiap kontak pada satu pasien ke pasien lainnya dalam mencegah terjadinya infeksi silang.
 Masker
Masker merupakan APD yang digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu perawat
berbicara, mengurangi masuknya air borne yang masuk ke saluran pernapasan perawat, ketika
batuk dan bersin, dan juga menahan cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk
ke saluran pernapasan. Pada penggunaanya, masker digunakan untuk menutupi hidung sampai
dengan dagu.
 Respirator
Respirator merupakan masker jenis khusus yang digunakan untuk menyaring udara ( seperti pada
pasien TB paru).
 Pelindung Mata (Googles)
Googles merupakan pelindung berupa pengaman mata terbuat dari plastik jernih. Googles
digunakan untuk melindungi mata agar terhindar dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya
yang biasanya digunakan pada tindakan pembedahan.
 Cap
Cap digunakan untuk menutupi rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak masuk ke
dalam luka operasai sewaktu pembedahan. Cap harus menutupi seluruh rambut yang dapat
member sedikit perlindungan kepada pasien.
 Gaun
Gaun digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada abdomen dan
lengan petugas kesehatan sewaktu pembedahan. Gaun terbuat dari bahan tahan cairan berperan
dalam menhan darah dan cairan lainnya berkontaminasi dengan tubuh petugas kesehatan.
 Aphron
Aphron terbuat dari bahan karet atau plastic sebgai pelindung tahan air di bagian depan tubuh
perawat. Aphron digunakan ketika perawa melakukan tindakan dimana pasiennya dapat
mengeluarkan cairan tubuh dan darahnya sehingga mengenai perawat. Penggunaan aphron dapat
membuat cairan yang terkontaminasi tidak mengenai baju perawat.

Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Bagi Perawat


Pada salah satu penelitian didapat hasil bahwa 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara
Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial yang khususnya di
Asia Tenggara sebanyak 10% (WHO, 2008). Di Indonesia angka kejadian infeksi nosokomial
masih tinggi yaitu proporsi angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan
jumlah pasien sebesar 160.147 adalah 1.527 pasien (55,1%) (Depkes RI, 2008). Rumah Sakit
sebagai tempat pelayanan kesehatan yang banyak di dalamnya sumber sumber infeksi. Dalam
pengendaliannya, upaya yang dilakukan seluruh Rumah Sakit yaitu dengan adanya program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). PPI ini berguna dalam meminimalisir terjadinya
infeksi yang terjadi di Rumah Sakit. PPI merupakan program yang dibentuk berdasarkan kaidah
organisasi dengan memiliki banyak fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan
tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan
(Depkes RI, 2008) yaitu antara lain dilaksanakan oleh IPCO (infection prevention control
officer), IPCN (infection prevention control nurse), dan IPCLN (infection prevention control link
nurse). (Afandi, 2016)

Infeksi yang berada di rumah sakit dinamakan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial
adalah infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit, karena kerentanan terhadap invasif
agen pathogen atau infeksisus yang tumbuh dan menyebabkan sakit. Infeksi nosokomial paling
sering terjadi karena faktor petugas kesehatan dengan pengetahuan yang kurang, keterampilan
dan kurangnya kesadaran dari direksi untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta
masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir,
demikian juga dikalangan medis dan para medis banyak yang menganggap remeh atau acuh tak
acuh dalam memenuhi Standard Operational Prosedure (SOP) kerja. Sehingga para petugas
pelayanan kesehatan yang bekerja di fasilitas layanan kesehatan memiliki risiko terpapar infeksi
nosokomial yang berpotensi mengancam jiwa. Pada beberapa negara berkembang, risiko
perlukaan akibat jarum suntik dan paparan terhadap darah dan cairan tubuh pasien lebih tinggi
dibanding dengan negara negara maju. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dan
pengetahuan petugas kesehatan mengetahui cara mengendalikan infeksi.
Upaya yang dilakukan dalam penguatan pengendalian infeksi bagi perawat dapat
dilakukan dengan dilakukannya pelatihan terkait pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
terkhusus dalam hal ini yaitu penerapan pengendalian infeksi. Namun, pelatihan ini harus
didukung dengan adanya kesadaran seseorang dalam penerapan K3RS. Pelatihan dalam hal ini
merupakan komponen penting dalam upaya mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Pelatihan mengenai K3 harus diberikan secara berkala dan berkesinambungan bagi
perawat untuk meningkatkan kinerja, pengetahuan dan sikap perawat dalam pencegahan
terjadinya infeksi nosokomial. (Salawati, 2014). Selain dengan mengikuti pelatihan, upaan yang
dilakukan untuk menurunkan risiko infeksi yaitu dengan adanya penetapan kebijakan dan
pengawasan yang dilakukan oleh PPI dalam kewaspadaan infeksi pada program PPI seperti
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien,
pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Afandi (2016), dikatakan adanya hubungan antara
kinerja PPI dengan peran perawat dalam pengendalian infeksi. Semakin baik kinerja PPI
terutama dari segi pengawasan, maka semakin baik pula kinerja perawat dalam pengendalian
infeksi. Adanya hubungan pada kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial tentu dapat dilihat dari kinerja
anggota tim PPI yang memilliki fungsi seperti melakukan sosialisasi kepada seluruh tenaga
medis terutama perawat dalam melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial meliputi
tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan, pemakaian alat
pelindung diri, pengelolaan linen, penggolongan pembuangan sampah medis non medis, serta
pemrosesan alat perawatan sebelum dan sesudah penggunaan yang nantinya hal ini akan
diterapkan oleh perawat di masing-masing ruangan.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, upaya yang perlu dilakukan perawat dalam
pencegahan resiko infeksi adalah selalu menjaga kebersihan tangan, kebersihan diri petugas
kesehatan dan pasien, penanganan linen dan peralatan perawatan pasien dengan tepat,
pengontrolan lingkungan, penanganan benda-benda tajam, dan penempatan pasien selama dalam
fasilitas kesehatan, serta penggunaan alat pelindung diri (Personal Protective Equipments),
seperti sarung tangan, apron dan masker (WHO, 2008). Tindakan tindakan ini tentunya sesuai
deng SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan oleh Rumah Sakit sehingga perawat
yang bertugas dapat menerapkan program PPI dengan baik dan dapat memutus rantai infeksi
yang terdaat di Rumah Sakit.

PENUTUP
Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan meniadakannya bahaya di rumah sakit dapat dilakukan melalui sistem
K3RS. Dan K3 juga seharusnya dan wajib dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan
agar meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan terjadi, baik itu kecelakan dalam bekerja
ataupun tindakan yang bisa mendatangkan penyakit. Perawat menjadi salah satu profesi yang
harus menerapkan dilakukan melalui sistem K3RS.Penerapan K3RS secara keseluruhan
melibatkan perawat dalam meningkatkan kualitas keamanan dan kenyamanan pasien selama di
rawat di Rumah Sakit. Penerapan K3RS tentunya ditetapkan kebijakan oleh pihak Rumah Sakit
sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Rio. 2016. Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum
Daerah Ambarawa. Jurnal STIKES Ngudi Waluyo. 1(14)

Dermawan. (2013). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : Gosyen Publising.

Ivana,Azza,dkk.2014. Analisa Komitmen Manajemen Rumah Sakit (RS) Terhadap Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (K3) Pada RS PrimaMedika Pemalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol:
2(1).35-41
Khairiah. 2012. Faktor Faktor yang Berhubungan degan Kepatuhan Perawat untuk
Menggunakan Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Skripsi. Program
Studi Keperawatan UIN Alauddin Makassar

Pratiwi,Anggit,dkk.2016. Komitmen Manajemen Pengetahuan Perilakudalam K3 dan


Kecelakaan Kerja Perawat di Rumah Sakit di Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat (BKM
Journal of Community Medicine and Public Health). Vol: 32(11). 415-420.
Rista, S. P. (2013). Hubungan Antara Sikap Kerja Terhadap Penerapan Program K3 Dengan
Komitmen Kerja Di Instalasi Rawat Inap RS Siloam Kebun Jeruk Jakarta Barat. Skripsi. FIK :
Universitas Esa Unggul.

Salmawati,Lusia, Muh Rasul, Muh.Ryman Napirah.2019. Faktor Yang Berhubungan dengan


Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Perawat di Ruang IGD RSU ANURAPURA Kota Palu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol: 10(2).104-112

Simamora, R. H. (2018). Buku ajar keselamatan pasien melalui timbang terima pasien berbasis
komunikasi efektif: SBAR. Medan: USUpress.

Simamora, R. H. (2019). Buku ajar pelaksanaanidentifikasipasien. UwaisInspirasi Indonesia.

Tarwaka. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Manajemen dan Implementasi K3 di


Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press

Yuliandi, C.D.(2019) PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI


LINGKUNGAN KERJA BALAI INSEMINASI BUATAN (BIB) LEMBANG. Lembang :
Manajerial..

Yunita Ajeng Retno,dkk.2016. Analisis Faktor-Faktor Kebijakan dalam Implementasi Program


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol: 4(2).1-9

Anda mungkin juga menyukai