Anda di halaman 1dari 10

HAL YANG DAPAT DILAKUKAN PERAWAT UNTUK MENCEGAH

PENULARAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DI RUMAH SAKIT

Dialusi Manalu

Dialusi.Manalu@gmail.com

LATAR BELAKANG

Pekerja di RS adalah orang yang sangat rentan mempunyai beragam persoalan mengenai
masalah kesehatan akibat penularan penyakit pasien terhadap tenaga kerja RS. Dalam Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diatur tentang : Keselamatan Kerja
yang di dalamnya antara lain memuat tentang istilah-istilah, ruang lingkup, syarat-syarat
keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
kecelakaan; kewajiban dan hak tenaga kerja; kewajiban bila memasuki tempat kerja; dan
kewajiban pengurus. Dalam undang-undang ini tidak menghendaki sifat kuratif atau korektif
atas kecelakaan kerja, melainkan kecelakaan kerja harus di cegah dan jangan sampai terjadi.
Lingkungan kerja juga harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Tuntutan pengelolaan program
kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja,
pengunjung pasien, dan masyarakat sekitar RumahSakit ingin mendapatkan perlindungan dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian
pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak
memenuhi standar (Kemenkes No. 1078/2010). Pada tenaga kesehatan di rumah sakit kasus yang
sering terjadi di antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir, sakit pinggang,
Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3 Juli 2020 20
tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain.

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Penerapan K3 dapat
mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan
kerja. Selain itu,penggunaan APD juga sangat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja.
Penggunaan APD secara benar akan menghindarkan tenaga kesehatan dari penularan penyakit
pasien terhadap tenaga kesehatan. Sebaliknya,jika tenaga kesehatan mengabaikan APD maka
akan berdampak buruk bagi mereka sendiri,tidak hanya itu mereka juga dapat sebagai carier bagi
pasien,tenaga kesehatan,atau bahkan keluarganya nanti. Contoh kecil yang bisa terjadi kesalahan
penggunaan APD adalah hanscone. Saat perawat sudah selesai melakukan tindakan kepada
pasien perawat mendokumentasikan hasil tindakan ke buku dokumentasi tanpa melepas
hanscone terlebih dahulu,hal itu sudah merupakan salah satu penyalahgunaan APD yang bisa
berdampak panjang. Selain itu dengan pengalaman,pengetahuan,prosedur,cara kerja,juga umur
yang sesuai dengan yang diharapkan akan berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja para
perawat dari penularan penyakit.

METODE

Metode yang digunakan oleh penulis adalah Pengumpulan data dengan menggunakan
literature review dan pendekatan artikel non ilmiah dengan cara menganalisis kajian dan
eksplorasi jurnal dan sripsi yang relevan dan membahas hal yang dapat dilakukan perawat untuk
mencegah penularan penyakit akibat kerja di rumah sakit yang bertujuan untuk mengetahui hal-
hal apa saja yang dapat dilakukan perawat untuk mencegah tertularnya ataupun penuaran
penyakit saat bekerja di rumah sakit yang dikembangkan dengan bahasa sendiri,menyatakan
ide,bahkan pendapat namun tetap berpacu pada literature yang ada. Adapun literature jurnal yang
digunakan pada literature review ini adalah jurnal yang diterbitkan dari kurun waktu minimal
tahun 2012, literature yang digunakan ada sebanyak 9 jurnal nasional dan 1 skripsi.
HASIL

Hasil kajian menunjukkan bahwa dengan meningkatkan K3RS dan penggunaan APD
dengan baik akan mengurangi risiko penularan penyakit dari pasien ke petugas kesehatan. Selain
itu prosedur kerja juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kecelakaan kerja perawat.
Pengawasan prosedur kerja perlu dilakukan,pengawasan tersebut ada berupa pengawasan
pergantian sift. Sebelum melakukan pergantian sift maka harus dilakukan pengarahan terlebih
dahulu,pengawasan juga dilakukan saat perawat memberikan pelayanan kepada pasien,
pengawasan kinerja berdasarkan SOP dan juga pengawasan terhadap posisi pada saat bekerja
melayani pasien. Prosedur kerja merupakan rangkaian langkah yang dilaksanakan untuk
menyelesaikan kegiatan atau aktivitas, sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan secara
efektif dan efisien serta dapat dengan mudah menyelesaikan suatu masalah yang terperinci
menurut waktu yang telah ditetapkan. Perawat juga memiliki prosedur kerja yang sudah
ditetapkan dimana prosedur tersebut digunakan untuk melindungi perawat dan juga melindungi
pasien. Berdasarkan OR perawat harus memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan yang baik
agar terhindar dari dari resiko kecelakaan kerja termasuk penularan penyakit. Perawat yang
memiliki pengetahuan cukup memiliki resiko 12 kali terhadap kejadian kecelakaan,perawat yang
memiliki sikap negative memiliki resiko 17 kali terhadap kejadian kecelakaan kerja,perawat
yang tidak lengkap mengikuti pelatihan memiliki resiko 6 kali terhadap kejadian kecelakaan
kerja,untuk perawat yang tidak mendapatkan sosialisasi promosi K3 secara lengkap akan
memiiki resiko tinggi terhadap kejadian kecelakaan kerja yaitu sebanyak 19 kali,dan untuk
perawat yang memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan K3 dengan baik akan memliki
resiko yang rendah terhadap kecelakaan penularan penyakit saat bekerja di rumah sakit. Selain
itu umur para tenaga kerja juga berpengaruh pada kecelakaan kerja perawat. Kemampuan kerja
perawat yang muda akan lebih baik dari pada tenaga kerja perawat yang sudah tua hal ini terjadi
karena perawat golongan muda lebih gesit disbanding dengan perawat dengan golongan umur
tua. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyebaran penularan penyakit di RS adalah
keyakinan, Keyakinan diri dapat dikatakan sebagai kemampuan yang dirasakan untuk
membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi yang khusus. Keyakinan diri dapat
bersumber dari pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan
keadaan fisiologis individu
PEMBAHASAN

Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan (1) pengamatan resiko bahaya di
tempat kerja, (2) pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja, (3) pengendalian faktor bahaya
di tempat kerja, (4) peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja dan (5)
pemasangan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja. Selain itu upaya pencegahan
kecelakaan kerja juga perlu disediakan sarana untuk menanggulangi kecelakaan di tempat kerja
seperti penyediaan P3K, penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat Usaha yang
dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko gangguan keselamatan dan kesehatan kerja dari
aktivitas pekerjaan yang dilakukan perawat yaitu pengelolaan risiko atau dikenal dengan
manajemen risiko. Menurut standard Australia/New Zealand (2004), pada dasarnya manajemen
risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun kecelakaan kerja. Tujuan dari
manajemen risiko itu sendiri adalah meminimalkan kerugian dengan urutan terdiri dari
penentuan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, pengendalian risiko,
monitor dan evaluasi, serta komunikasi dan konsultasi (Zamroni dan Iksan, 2016). Prosedur
Kerja K3 di rumah sakit digunakan untuk melindungi perawat. Manfaat jika perawat menerapkan
prosedur kerja dengan baik akan mengurangi kesalahan atau kegagalan dalam proses kerja.
Prakteknya perbuatan tidak aman pada perawat antara lain pada saat setelah menyuntik pasien,
jarum suntik ditutup kembali dengan cara menutup langsung nal dengan menggunakan tangan,
tidak menggunakan sarung tangan, tidak menggunakan sepatu safety, dan posisi salah saat
bekerja. Hal ini tentu saja berbahaya bagi perawat dan perawat beresiko tertular penyakit pasien.
Perilaku tidak aman perawat saat bekerja tanpa menggunakan alat peindung diri sesuai dengan
standart dapat mengakbatkan kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Untuk itu
perawat selalu diharapkan mematuhi semua prosedur kerja termasuk pengguanaan APD secara
benar. Kepatuhan perawat dalam melaksanakan prosedur kerja sangat diharapkan untuk
menghindari hal-hal yang tidak dinginkan,peningatan kepatuhan perawat dalam melaksakan
prosedur kerja dapat dilakukan dengan cara meningkatan kesadaran perawat untuk bertindak
aman dalam upaya meningkatkan keselamatan dan kesehatan saat bekerja. Hal itu dapat
ditumbuhkan dengan cara pelatihan-pelatihan mengenai K3 juga pengetahuan mengenai bahaya
kerja pada perawat
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang diselenggarakan
dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja di Rumah Sakit satu dengan Rumah Sakit lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan
dan kondisi petugas kesehatan (Ramli, 2010). Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat
penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja
secara selamat. Direkomendasikan kepada perawat untuk mengikuti pelatihan dan
mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam melaksanakan tugas yang mengacu pada prosedur K3
terutama untuk pencegahan kejadian kecelakaan kerja. Atas rekomendasi tersebut perlu
dilaksanakan pelatihan K3 oleh komite K3RS yang lengkap dan secara berkala bagi seluruh
perawat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas sesuai prosedur.
Perawat harus dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja maka diupayakan media sosialisasi
untuk memberikan promosi K3 yang mudah diakses seluruh perawat sehingga promosi K3 dapat
terlaksana dengan baik. Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial Variabel sikap merupalan variabel yang paling
dominan berhubungan dengan kejadian kecelakan kerja. Perawat yang memiliki sikap negative
berisiko 22 kali mengalami kejadian kecelakaan kerja dibandingkan dengan perawat yang
bersikap positif. Sebagian besar perawat yang bersikap baik dalam menjaga kesehatan dan
keselamatan dirinya selama melayani pasien akan terhindar dari tertulanya penyakit pasien ke
perawat.

Adanya hubungan persepsi keselamatan dan kesehatan kerja dengan perilaku K3


berdasarkan hasil penelitian, memberikan bukti bahwa peran kesadaran pekerja dalam menilai
dan memberikan makna terhadap kondisi lingkungan kerja di area produksi terkait bahaya-
bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, sangat penting agar terwujudnya perilaku
keselamatan yang semakin baik. Tindakan yang baik terhadap penerapan K3 rumah sakit,
sebanyak 56,7%, hasil pengamatan dilapngan yaitu pada saat bekerja responden menggunakan
APD seperti handskun, masker dan penutup kepala bagi setiap tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan di dalam ruangan, dan responden sebagai oetugas kebersihan
menggunakan sarung tangan, topi sebagai penutup kepala, sarung tangan dan masker, hal itu
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi nosocomial di lingkungan rumah sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu terdapat hubungan umur dengan kejadian Kecelakaan Kerja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan umur, masa kerja, pelatihan K3, APD,
sikap kerja, pelindung mesin, kondisi jalan dengan kejadian kecelakaan. Alat pelindung diri
adalah alat yang digunakan untuk melindungi pekerja agar dapat memproteksi dirinya sendiri.
pengendalian ini adalah alternatife terakhir yang dapat dilakukan bila kedua pengendalian
sebelumnya belum dapat mengurangi bahaya dan dampak yang mungkin timbul. Alat pelindung
diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuh dari kemungkinan adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja
terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja .Selanjutnya adalah Kebijakan/peraturan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Health and safety) merupakan persyaratan penting dalam
penerapan sistem manajemen K3 dalam rumah sakit. Kebijakan K3 ini merupakan bentuk nyata
dari komitmen manajemen terhadap K3 yang dituangkan dalam bentuk peryataan tertulis yang
memuat pokok-pokok kebijakan rumah sakit tentang pelaksanaan keselamatan kerja dalam
perusahaan. Kebijakan tertulis ini secara tegas mengandung sikap dan komitmen manajemen K3.
Penyusunan kebijakan K3 dilakukan dengan mempertimbangkan hasil tinjauan awal yang telah
dilakukan sebelumnya. Selanjutnya adalah pelathan,Pelatihan adalah bagian pendidikan yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem
pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan
keselamatan dan kesehatan kerja . Faktor penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor
manusia (unsafe human acts), berupa tindak perbuatan manusia yang tidak mengalami
keselamatan seperti tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), bekerja tidak sesuai prosedur,
bekerja sambil bergurau, menaruh alat atau barang tidak benar, sikap kerja yang tidak benar,
bekerja di dekat alat yang berputar, kelelahan, kebosanan dan sebagainya. Selain faktor manusia
juga disebabkan faktor lingkungan (unsafe condition), berupa keadaan lingkungan yang tidak
aman, seperti mesin tanpa pengaman, peralatan kerja yang sudah tidak baik tetapi masih dipakai,
penerangan yang kurang memadai, tata ruang kerja tidak sesuai, cuaca, kebisingan, dan lantai
kerja licin. Pengendalian risiko yang dapat dilakukan pada risiko terjadinya kecelakaan kerja
adalah inspeksi K3 harian untuk pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, memperketat
pengawasan manajemen terhadap pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri, menyediakan
dan melengkapi rambu–rambu keselamatan di proyek konstruksi (Sepang, 2013). Hal ini sesuai
dengan undang-undang No. I tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Pemberian APD pada
karyawan harus diikuti dengan prosedur dasarnya dan diinformasikan akan bahaya yang
diakibatkan serta dilatih bagaimana cara memakai serta merawat yang benar.

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan cara terakhir yang harus dilakukan untuk
mencegah kecelakaan apabila program pengendalian lain tidak mungkin dilaksanakan, artinya
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja hendaknya dianalisis sedemikian rupa sehingga
sistem kerja tidak mendatangkan akibat negatif terhadap para pekerja. Namun jika pencegahan
lainnya tidak dapat diefektifkan maka alat pelindung dirilah yang akan dilakukan, Suma’mur
(1992). Alat pelindung diri yang sering digunakan antara lain: 1. Helm, melindungi kepala
terhadap kemungkinan tertimpa benda jatuh atau menghindari cedera kepala akibat benturan
benda berat. 2. Earplug/earmuff, sebagai alat pelindung telinga karena bekerja di daerah
kebisingan akibat penggerindaan dan pemukulan. 3. Sarung tangan, melindungi jari dan tangan
pekerja dari goresan, benturan dan pengaruh sinar las. Sarung tangan terbuat dari kain yang
nyaman serta memungkinkan jari dan tangan bergerak bebas. Untuk melindungi dari pengaruh
sinar las maka sarung tangan terbuat dari kulit. 4. Masker, untuk melindungi pernafan dan wajah
dari pengaruh sinar pada saat bekerja. 5. Apron, baju panjang dari bahan karet timbal dengan
daya serap radiasi. 6. Safety belt, berguna untuk melindungi diri dari kemungkinan terjatuh,
biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler.
Harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg. 7. APD untuk tugas khusus, terdiri dari: a. Alat
pelindung kepala b. Topi pelindung/pengaman (safety helmet): melindungi kepala dari benda
keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus listrik. c. Tutup kepala: melindungi kepala
dari kebakaran, korosif, uap-uap, panas/dingin. d. Hats/cap: melindungi kepala dari kotoran debu
atau tangkapan mesin-mesin berputar.

cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yakni sebagai berikut: 1. Peraturan
Perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada
umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan/pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara
kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, dan
pemeliharaan kesehatan. 2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi
atau tidak resmi, misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis peralaan
industri tertentu, praktik keselamatan, atau peralatan perlindugan diri. 3. Pengawasan, tentang
dipatuhinya ketentun perundangan yang diwajibkan. 4. Penelitian bersifat teknis, yang meliputi
sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat
perlindungan diri. 5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek fisiologis dan
patologis faktor lingkungan, teknologis, dan keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan. 6.
Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola kejiwaan yang meyebabkan terjadinya
kecelakaan. 7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis kecelakaan yang terjadi, dalam
pekerjaan apa dan sebab-sebabnya. 8. Pendidikan, yang menyangkut tentang pendidikan
keselamatan dalam kurikulum teknik sekolah perniagaan atau kursus pertukangan. 9.
Pengarahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan
sikap untuk selamat. 10. Asuransi, yaitu insentif financial untuk mningkatkan pencegahan
kecelakaan kerja, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 11. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan,
yang merupakan ukura utama efektif tidaknya peneraapan keselamatan kerja. Pada perusahaan
kecelakaan terjadi, sedangkan pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada
tingkat kesadaran atau keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

PENUTUP

Berdasarkan analisa data dalam penelitian yang telah dilakukan,maka ada hubungan yang
signifikan antara pengawasan dengan kecelakaan kerja perawat, prosedur kerja dengan
kecelakaan kerja perawat, kondisi fisik dengan kecelakaan kerja perawat, adanya hubungan yang
signifikan pelatihan dengan kejadian kecelakaan kerja, adanya hubungan yang signifikan
promosi dengan kejadian kecelakaan kerja, faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan
kerja adalah variabel umur, RS diharapkan agar memberikan sosialisasi tentang manajemen K3
rumah sakit kepada semua pegawai di RS agar pegawai rumah sakit mengetahui risiko
kecelakaan kerja di RS, hubungan penggunaan APD dengan kejadian Kecelakaan Kerja pada
perawat di RS, hubungan peraturan dengan kejadian Kecelakaan Kerja pada perawat. Cara untuk
meminilisir terjadinya kecelakaan kerja pada perawat yakni pihak manajemen bertanggung
jawab mengembangkan dan mempertahankan suatu program pencegahan terjadinya kecelakaan
kerja dan meningkatkan pratik-pratik kerja dan kondisi-kondisi yang aman sedangkan perawat
mempunyai tanggung jawab untuk melindungi keselamatan dan kesehatan diri sendiri serta
orang lain yang kemungkinan mendapat akibat dari tindakan atau kelalaian yang dilakukannya,
termasuk hal-hal berikut. a. Mematuhi semua perintah dan peraturan keselamatan kerja. b.
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) perseorangan. c. Ikut merawat dengan baik semua
peralatan safety yang berfungsi untuk melindungi keselamatan bersama. d. Menginformasikan
kepada pihak manajemen apabila ingin mencabut peralatan keselamatan kerja di tempat kerja. e.
Memasang kembali peralatan keselamatan kerja di tempat kerja apabila telah selesai melakukan
pekerjaan.

DAFTAR PUSAKA

Ardenny(2015) FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA


PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PEKANBARU TAHUN 2015.
(volume 6 no 1) hal 2-6

Azizah.N , Setiawan ,Silaban.G2018)HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN, PROSEDUR


KERJA DAN KONDISI FISIK DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA
PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKITPERMATA BUNDA MEDAN
TAHUN 2017(volume 3 no 2)

Mantiri.E.Z.R.A, Pinontoan.O.R, Mandey.S(2020) FAKTOR PSIKOLOGI DAN PERILAKU


DENGAN PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
RUMAH SAKIT(VOLUME 1 NOMOR 3)

Mauliku.N.E.(2020) KAJIAN ANALISIS PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN K3RS DI


RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Munthe.H.J.K(2018) LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN PERAWAT DALAM


MELAKUKAN PENERAPAN K3 DI RUMAH SAKIT

P.Maria.S, WiyonO.J , Candrawati.E(2015) KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PERAWAT


BERDASARKAN TINDAKAN TIDAK AMAN(VOLUME 3 NO 2)
Putri.s , Santoso, Rahayu.E.P(2018) PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA TERHADAP KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PERAWAT RUMAH SAKIT.
(271-277)

Salmawati.L , Muh. Rasul , Muh. Napirah.R(2019). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PERAWAT DI RUANG IGD RSU
ANUTAPURA KOTA PALU(VOLUME 10 N0M0R 2

Simamora, R. H. (2020). Pelatihan Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Efikasi diri Perawat
dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien. JURNAL ILMIAH KESEHATAN MASYARAKAT: Media
Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(1), 49-54.

Simamora, R. H. (2011). ROLE CONFLICT OF NURSE RELATIONSHIP WITH


PERFORMANCE IN THE EMERGENCY UNIT OF HOSPITALS RSD DR. SOEBANDI
JEMBER. The Malaysian Journal of Nursing, 3(2), 23-32.

Sintong Haidir.P.(2018) Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja pada Perawat
IRI dan Rehabilitasi di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan Tahun 2018

WARUWU.S,YUAMITA.F(2016)ANALILIS FAKTOR KESEHATAN DAN


KESELAMATAN KERJA(K3) YANG SIGNIFIKAN MEMPENGARUHI KECELAKAAN
KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN APARTMEN STUDENT CASTLE(VOLUME 14
NO 1)

Anda mungkin juga menyukai