Anda di halaman 1dari 12

UPAYA MENJAGA KESELAMATAN PASIEN DAN MENCEGAH

PENYAKIT PASIEN AKIBAT KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT

Timaida Adelina Sianipar

timaidasianipar05@gmail.com

ABSTRAC

Rumah sakit adalah sebuah industri jasa tempat penyediaan layanan kesehatan untuk masyarakat.
Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang berpotensi menimbulkan bahaya. Dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 165 :pengelola tempat kerja
wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja. Berdasarkan pasal tersebut maka pengelola tempat
kerja di Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah
satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja.Pengetahuan perawat
mengenai pencegahan infeksi dengan melakukan tindakan septik dan aseptik serta kemampuan
untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit adalah tindakan pertama dalam pemberian
pelayanan yang bermutu. Hal ini dapat diupayakan melalui peningkatan sikap perawat tentang
kesadaran menggunakan APD dalam melakukan setiap tindakan keperawatan. Perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien harus mempunyai pengetahuan dan sikap yang
baik tentang penggunaan APD dalam setiap pemberian pelayanan kesehatan pada pasien.

Kata Kunci : Pasien, Mencegah Penyakit, Perawat ,Rumah Sakit


Latar Belakang

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak didugan dan tidak dikehendaki/diinginkan
dikarenakan tidak aman, sehingga menimbulkan masalah bahkan korban. Keadaan tidak aman
sangat membahayakan para pekerja bahkan orang lain yang dapat menyebabkan kecelakaa
seperti tidak mengikuti prosedur kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja, tidak
memakai alat untuk melindungi diri, dan sebagainya. Rumah sakit merupakan tempat berobat
orang-orang sakit (pasien) sehingga rumah sakit merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko
tinggi terhadap kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja, dan juga dikarenakan
kontak dengan agen penyakit menular.. Penularan infeksi yang terjadi pada perawat bedah dapat
disebabkan oleh tindakan keperawatan yang dilakukan sering kontak dengan darah, jaringan, dan
sekresi cairan yang yang masuk kedalam tubuh baik karena tertusuk jarum atau luka, mukosa
yang kepercikan oleh darah, cairan yang mengandung kuman dari pasien berpotensi
menimbulkan infeksi. Salah satu penyebabnya karena mereka bekerja tidak pakai alat pelindung
diri (APD) sarung tangan, mereka tidak patuh menggunakan APD. Perilaku tidak aman perawat
saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai standar dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Cedera akibat tusukan jarum pada
perawat merupakan masalah yang signifikan dalam institusi pelayanan kesehatan dewasa ini.
Ketika perawat tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum suntik yang sebelumnya
masuk ke dalam jaringan tubuh pasien, perawat beresiko terjangkit sekurang-kurangnya 20
patogen potensial. Dua pathogen yang paling menyebabkan masalah ialah hepatitis B (HBV) dan
Human Immunodeficiency Virus atau HIV. Hepatitis Badalah penyakit infeksi pada hati
(hepar/liver) yang berpotensi fatal yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) dan
merupakan salah satu penyakit yang sering ditemui dan menular.

Upaya untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan menghilangkan risiko atau
mengendalikan sumber bahaya dan usaha yang terakhir adalah mengunakan alat pelindung
diri(APD). Hierarki pengendalian bahaya terdapat 5 (lima) pengendalian bahaya yaitu eliminasi,
substitusi, engineering, administrasi dan alat pelindung diri (APD). Pencegahan tersebut lebih
diarahkan pada lingkungan kerja, peralatan, dan terutama adalah pekerja.Kecelakaan kerja tidak
saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga
dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya
akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja
(KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara
maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat
kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai
karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa
Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya
pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Metode

Metode yang digunakan pada penulisan ini menggunakan metode literature review dengan
menggunakan pendekatan jurnal, buku dan ebook yang akurat dan yang berfokkus pada
“Pengetahuan Dalam Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit”.
Adapun tinjauan literature yang digunakan seperti buku, jurnal print maupun jurnal online dan e-
book yang setiap referensi minimal 10 dengan tahun paling tua 2012. Penulisan ini juga
menggunakan metode kajian bebas terhadap pokok bahasan yang dikumpulkan dari beberapa
sumber yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pengolahan ini dilakukan dengan metode
membandingkan beberapa jurnal atau karya ilmiah lain yang berhubungan dengan pencegahan
penyakit akibat kerja pada perawat.
Hasil

Hasil dari pengkajian menggunakan metode penulisan kualitatif menghasilkan suatu


pembelajaran yaitu dapat mengetahui pengetahuan apa saja yang perlu diketahui oleh perawat
dalam upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat dengan benar melalui pengumpulan
data berdasarkan buku teks, jurnal atau karya tulis ilmiah. Diharapkan juga agar perawat
mengetahui hal-hal terkait pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit.Peran
perawat dalam sebuah rumah sakit sangat penting karena perawat berinteraksi dan melakukan
penanganan langsung dengan pasien. Tidak hanya banyak berinteraksi dengan pasien, perawat
juga memiliki interaksi yang lama dengan keluarga pasien yang sedang dirawat. Pelayanan yang
diberikan oleh perawat ini tentunya akan mempengaruhi citra rumah sakit tempat ia bekerja.
Setiap hal yang dilakukan perawat juga akan berpengaruh pada kinerja dari rumah sakit
tersebut.Perawat yang puas dengan apa yang diperoleh dari rumah sakit akan memberikan
kontribusi dan akan terus memperbaiki kinerjanya. Hasil kinerja perawat dapat dilihat dari
berbagai segi yang disebut Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dilakukan oleh kepala bagian
SDM. IKU digunakan untuk membantu rumah sakit mengetahui tingkat perkembangan dan
merumuskan langkah kegiatan berikutnya. IKU dipakai dalam membuat arah tujuan, menentukan
target, dan kerangka waktu. Penggunaan IKU dapat mempengaruhi penilaian terhadap
perawat.Berdasarkan hasil pencarian analisis, eksplorasi dari berbagai sumber didapatkan bahwa
tingkat pengetahuan K3 perawat sangat penting dalam menjaga keselamatan pasien dan diri
perawat itu sendiri sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa didapatkannya hubungan bermakna
antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan keselamatan terhadap pasien.Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.432/MENKES/SK/IV/2007, Kesehatan Kerja bertujuan
untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi
tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan
pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan. perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya
dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja
dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya. Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, caralmetode kerja, alat
kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Pembahasan

Pengetahuan adalah domain yang cukup penting dalam terbentuknya perilaku. Salah satu bentuk
objek kesehatan seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) di dapatkan dari pengalaman
seperti mengikuti pelatihan, seminar atau workshop pentingnya penggunaan alat pelindung diri
(APD). Penggunaaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh perawat digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi bagi perawat saat dimulainya tindakan kepada pasien. Tidak hanya bagi
petugas kesehatan, tetapi juga bagi pengunjung yang dalam hal ini bagi yang mengunjungi
pasien seperti TB paru yang mengharuskan pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung
menggunakan masker. Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan APD baik dari internal
maupun eksternal.Kejadian infeksi yang tinggi di rumah sakit merupakan indikator pentingnya
suatu usaha pengendalian infeksi dengan menerapkan standar kewaspadaan infeksi (Standard
precaution). Standard Precaution pada dasarnya merupakan transformasi dari universal
precaution, yaitu suatu bentuk precaution pertama yang bertujuan untuk mencegah infeksi
nosokomial (Kathryn, 2004). Dalam meningkatkan upaya tindakan pencegahan infeksi,
diperlukan pengetahuan dan sikap perawat dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) agar
terhindar dari risiko penularan penyakit baik dari pasien ke perawat maupun sesama pasien.
Perawat juga mempunyai risiko yang tinggi untuk menerima pajanan penyakit akibat adanya
infeksi yang dapat mengancam keselamatannya saat berkerja.

Sebagai tempat pelayanan Kesehatan Rumah Sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat
untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan
peralatan kesehatannya. Rumah Sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja
menyediakan pelayananan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan
dan penelitian. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin
kompleks peralatan dan fasilitasnya.Sebagai konsekuensi dari fungsi Rumah Sakit maka potensi
munculnya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja tidak dapat dihindari, seperti : bahaya
pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya biologis, temperatur ekstrim, bising, debu, stress,
dan lain-lain.Dibandingkan dengan pekerjaan sipil lainnya, pekerjaan rumah sakit lebih banyak
mengalami masalah kesehatan dan keselamatan kerja, berdarkan klaim kompensasi yang
diajukan.Perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien harus mempunyai
pengetahuan dan sikap yang baik tentang penggunaan APD dalam setiap pemberian pelayanan
kesehatan pada pasien. mengingat fungsi APD memiliki peran yang penting dalam upaya
mengeliminir transmisi agent penyakit infeksi baik dari lingkungan rumah sakit, dari pasien ke
perawat maupun dari pasien ke pasien lainnya maupun infeksi yang terjadi pada pasien itu
sendiri. Untuk dapat menggunakan APD secara benar harus didukung oleh pengetahuan dan
sikap yang baik, dari segi pengetahuan perawat harus bisa memahami potensi risiko bahaya
infeksi dan pintu masuk dari transmisi agent infeksi tersebut sehingga dapat memilih jenis dan
bahan APD yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada. Sedangkan dari segi sikap perawat
harus didukung dengan perilaku yang baik terkait dengan penggunaan APD seperti kepatuhan
dalam menggunakan APD dengan benar pada saat melakukan tindakan keperawatan dan
kesadaran untuk merawat APD.Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan meliputi penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan bagian dari perilaku yang tidak
bisa diamati secara langsung oleh orang lain karena masih terjadi didalam diri manusia itu
sendiri (covert behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
(enam) tingkatan (Notoadmodjo, 2007) .

1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisi kan,
menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk


menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterfrestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.

3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satusama lain. Misalnya mampu membedakan, memisahkan, mengkelompokan dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari formulasiformulasi yang
ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan menyesuaikan dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat
membedakan antara anak yang gizi baik dengan gizi kurang.Menurut Tietjen dkk (2004),
Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia secara relatif murah,
yaitu : a. Mentaati praktek pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan
kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan, b.Memperhatikan dengan seksama proses yang
telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang
kotor, diikuti dengan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi; dan c. Meningkatkan keamanan
dalam ruang operasi dan area beresiko tinggi lainnya dimana kecelakaan perlukaan yang sangat
serius dan paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi. Tidak semua infeksi nosokomial
dapat dicegah. Contohnya, beberapa merupakan pengaruh bertambahnya usia, penyakit kronis
seperti diabetes yang tidak terkontrol, penyakit ginjal berat, kekurangan gizi berat, perawatan
dengan obat-obatan tertentu (separti antimikrobia, kortikosteroid, dan agen-agen lain yang dapat
menurunkan imunisasi), bertambahnya dampak AIDS (misalnya, infeksi oportunistik) dan
radiasi. Tietjen dkk (2004).

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan
dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK).Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization (ILO)
merupakan suatu organisasi yang menaungi permasalahan K3 di tingkat dunia. Menurut ILO
pelaksanaan K3 ditujukan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh
suatu pekerjaan. Permasalahan K3 juga diatur oleh Organisasi Kesehatan Duniaatau World
Health Organization (WHO).Penerapan K3 di Indonesia diatur oleh Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sedangkan K3 rumah sakit (K3RS)
diatur oleh KEPMENKES RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010. K3 pada umumnya
bertujuan melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja ataupun buruh dalam mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal. Tujuan diterapkannya K3RS adalah terciptanya cara kerja,
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
karyawan RS. Pengetahuan K3RS yang baik diharapkan mampu menekan angka kecelakaan
kerja karena individu tersebut dapat menerapakan tindakan yang sesuai dengan pengetahuan K3
yang dimilikinya. Keselamatan pasien indentik dengan kualitas pelayanan, semakin baik kualitas
layanan maka keselamatan pasien juga akan semakin baik.

Keselamatan kerja adalah perlindungan atas keamanan kerja yang dialami pekerja, baikfisik
maupun mental dalam lingkungan pekerjaannya. Kesehatan kerja adalah upaya untuk menjamin
dan menjaga kesehatan serta keutuhan jasmani dan rohani para tenaga kerja khususnya manusia,
menuju masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan keselamatan kerja adalah mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja, meningkatkan derajat kesehatan kerja dengan melakukan
promosi kesehatan, menjaga status kesehatan dan kebugaran pekerja pada kondisi yang optimal
menciptakan sistem kerja yang aman mulai dari input proses sampai output, mencegah terjadinya
kerugian (loss) baik moril maupun materil akibat terjadinya accident atau incident.

Melakukan pengndalian terhadap resiko yang ada ditempat kerja menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan sehat dari bahaya health hazard, menciptakan interaksi semua sub di perusahaan
dalam interaksi yang sehat dan tidak berdampak terhadap penurunan deajat kesehatan atau
adanya ketidaknyamanan.Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu alat yang di pakai untuk
melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja (perawat), dimana secara
teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi pada perawat atau
pasien.alat pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Alat
pelindung diri ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya yang dengan cara
penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya yang ada pada pasien dan bahkan
sebaliknya Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk dipakai oleh seorang perawat dalam
melaksanakan tugas. Alat Pelindung Diri (APD) meliputi penggunaan sarung tangan, kaca mata
pelindung masker, apron, gown, sepatu, dan penutup kepala.
Pemakaian APD merupakan upaya untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja yang
optimal. APD ini digunakan oleh petugas memiliki dua fungsi yaitu untuk kepentingan penderita
dan sekaligus untuk kepentingan petugas itu sendiri. Perlengkapan pelindung diri dalam praktek
kesehariannya lebih banyak berfungsi sebagai “pelindung penderita” daripada sebagai
“pelindung petugas”. Melindungi penderita dari kemungkinan terjadinya infeksi mikroba
merupakan tugas pokok yang dimulai saat penderita masuk rumah sakit untuk menjalani
prosedur tindakan medis serta asuhan keperawatan sampai tiba saatnya penderita keluar dari
rumah sakit Standard precaution khususnya penggunaan APD merupakan tindakan yang penting
dilakukan oleh perawat, karena perawat memiliki tanggung jawab untuk menjaga keselamatan
dan kenyamanan dalam menjalankan tindakan keperawatan.

Tindakan standard precaution diperlukan kemampuan perawat untuk mencegah infeksi ditunjang
oleh sarana dan prasarana serta standart operasional prosedur (SOP) yang mengatur langkah-
langkah standard precaution termasuk didalamnya penggunaan APD. Penyusunan prosedur tetap
atau SOP yang mengatur tentang APD di rumah sakit akan mengurangi resiko seorang perawat
tertular penyakit sehingga keselamatan kerja perawat akan lebih terjamin dan pemberian asuhan
keperawatan akan lebih bermutu karena dilakukan sesuai SOP yang ada. Sementara itu tanda
nonbiologis terdiri dari stress; kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan kekerasan verbal;
gangguan muskuloskeletal, terjatuh atau terpeleset, patah tulang; dan terpapar bahan kimia
berbahaya yang menyimpulkan tenaga kesehatan di rumah sakit terpapar bahaya biologis.
Memasang infus dan menjahit luka, potensi bahaya pada tindakan ini adalah tertusuk jarum infus
dan terpapar darah pasien yang terjadi karena ketika jarum ditusukkan ke vena, pasien bergerak
dan mengenai jari perawat atau yang melakukan pembendungan pada pembuluh darah yang akan
diinfus (stuwing) atau bisa juga karena setelah pemasangan, jarum tidak ditutup atau waktu
menutup menggunakan dua tangan. Bahaya dari pekerjaan yang menggunakan jarum ini sangat
signifikan, apabila pemasangan jarum dan tidak ditutup akan mengakibatkan tertusuknya tangan
oleh jarum tersebut.Ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya
Salah satu responden yang tidak mau diseputkan namanya mengatakan kekurangan APD itu
sendiri yang menjadi masalah diruangan pada umumnya. Jumlah pasien yang tidak perna sedikit
dirunangan, penjatahan yang dilakukan rumah sakit yang merupakan kebijakan guna
mengefisiensikan anggaran merupakan salah satu alasan. Pelaksanaan APD itu sendiri
merupakan hal wajib yang harus dilakukan perawat, guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja
maupun mencegah pasien tertular penyakit dari satu pasien lainnya, yang mana dapat
meningkatkan massa rawat pasien tersebut. Saling keterkaitan ini harus lebih diperhatikan lagi
bagi para pembuat kebijakan, keselamatan masyarakat yang dikedepankan, tak terlepas dari
keselamatan tenaga medis itu sendiri.

Kepatuhan. Ketersediaan alat pelindung diri di tempat kerja harus menjadi perhatian pihak
manajemen rumah sakit dan perawat untuk mendorong terjadinya perubahan sikap perawat.
Semua fasilitas alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kesehatan harus tersedia sesuai
dengan risiko bahaya yang ada di tempat kerja. Sarana APD yang lengkap dapat mendukung
pembentukan perilaku yang baik dalam menjalankan prosedur kewaspadaan universal, dalam
penelitian ini adalah penggunaan APD. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
pembentukan perilaku terjadi melalui 3 domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan psikomotor.
Walaupun pengetahuan dan sikap yang dimiliki responden sudah cukup baik, tapi tanpa
didukung ketersediaan sarana yang lengkap tidak akan terbentuk psikomotor berupa perilaku
kepatuhan (15).

PENUTUP

Kesimpulan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya perlindungan tenagakerja dari bahaya,
penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun lingkungan kerja.Penegakan diagnosis spesifik dan
sistem pelaporan penyakit akibat kerja penting dilakukan agar dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas.K3RS (Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia
rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui
upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. Pengertian tersebut
merupakan pengertian yang ada pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. K3RS sangat perlu untuk dilaksanakan
karena banyaknya risiko yang dialami oleh tenaga medis di fasilitas rumah sakit. Selain itu,
K3RS juga disyaratkan oleh alat pelindung diri (APD) sangat berpengaruh terhadap keselamatan
kerja perawat, dikarenaka rumah sakit merupakan tempat untuk berobat bagi orang-orang sakit.
egulasi-regulasi di Republik Indonesia.Serta

Saran

Penulis menyarankan agar perawat tetap memakai alat pelindung diri (APD) pada saatmelakukan
tindakan asuhan keperawatan pada pasien. Alat pelindung diri (APD) tidak hanyamelindungi
perawat tetapi melindungi pasien juga. Perawat dengan pengetahuan yang baik akan memiliki
tindakan K3 yang baik pula karena dengan tingkat pengetahuan yang baik mengetahui dan
memahami dampak negatif dari infeksi penyakit sehingga perawat akan meningkatkan
kinerjanya dalam pengendalian infeksi penyakit. Agar selalu memperhatikan faktor-faktor yang
menjadi risiko timbulnya penyakit akibat kerja dan Selalu memperhatikan aturan dan tata cara
setiap melakukan pekerjaan serta melakukan pelatihan dengan rutin dan tepat.

Daftar Pustaka

Arrazy,S., dkk. (2014). Penerapan Sistem manajemen keselamatan kebakaran di rumah sakit dr.
sobirin kabupaten musi rawas tahun 2013. Jurnal ilmu kesehatan masyarakat,5, 103-111.

Astono, S. & Wichaksana, A. (2002). Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan
Pencegahannya. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.

Azizah, N., Setiawan., & Gerry S.(2018). Hubungan AntaraPengawasan, Prosedur Kerja Dan
Kondisi Fisik Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada Perawat DiRuang Rawat Inap
RUMAH SAKITPERMATA BUNDA MEDAN TAHUN 2017. Jurnal Jumantik, 3(2), 125-134.

Bawelle, S.C. (2013). Hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien (patient safety) di ruang rawat inap RSUD liun kendage tahune. E-journal
Keperawatan. 1(1), 1-7.

Depkes. (2007). Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Jakarta:


Departemen Kesehatan RI. Available at: http://depkes.go.id.
Dita, F. N., & Anis, N. (2020). Pengaruh Modal Psikologikal Terhadap Persepsi Iklim
Keselamatan Kerja Yang Dimediasi Oleh Kepuasan Kerja Pada Tenaga Perawat RSUD Meuraxa
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen, 5(1), 38-51.

FERUSGEL, A. (2018). FAKTOR–FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN


ALAT PELINDUNG DIRI (APD) TENAGA KESEHATAN PERAWAT DI RSUD DR. RM.

PRATOMO BAGANSIAPIAPI KABUPATEN ROKAN HILIR. EXCELLENT MIDWIFERY


JOURNAL, 1(2), 85-92.

Simamora, R. H. (2020). Pelatihan Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Efikasi diri Perawat
dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien. JURNAL ILMIAH KESEHATAN MASYARAKAT:
Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(1), 49-54.

Simamora, R. H. (2011). ROLE CONFLICT OF NURSE RELATIONSHIP WITH


PERFORMANCE IN THE EMERGENCY UNIT OF HOSPITALS RSD DR. SOEBANDI
JEMBER. The Malaysian Journal of Nursing, 3(2), 23-32.

Anda mungkin juga menyukai