Anda di halaman 1dari 9

Pentingnya Upaya Memutus Rantai Infeksi Di Pusat Pelayanan Kesehatan

Sri Rezeki Silalahi

srisilalahi2604@gmail.com

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang padat profesi dan
padat modal. Pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan,
penelitian dan juga mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Rumah Sakit
adalah tempat kerja yang memiliki potensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Bahan
mudah terbakar, gas medis, radiasi pengion, dan bahan kimia merupakan potensi bahaya
yang memiliki risiko kecelakaan kerja. Pekerja rumah sakit juga mempunyai risiko lebih
tinggi dibanding pekerja industri lain untuk terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) dan
kecelakaan akibat kerja (KAK), sehingga perlu dibuat standar perlindungan bagi pekerja
yang ada di RS. Oleh karena itu, Rumah Sakit membutuhkan perhatian khusus terhadap
keselamatan dan kesehatan pasien, staf dan umum. Dalam pelayanan
keperawatan,masalah lainnya adalah terinfeksi. Terinfeksi merupakan masalah yang
sangat serius sehingga memerlukan perhatian yang sangat besar dalam penatalaksanaan.
Prinsip umum yang harus diperhatikan adalah menjaga agar pasien tidak terinfeksi,
pasien yang terinfeksi tidak tertular oleh mikroorganisme yang lain, pasien yang
terinfeksi tidak menjadi sumber penularan bagi pasien yang lain, dan menjaga infeksi
jangan sampai berkembang dan menjadi lebih parah
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa setiap
tenaga kerja memiliki hak untuk mendapat perlindungan bagi keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional. Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, menyatakan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Karena merupakan suatu institusi
yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan, maka rumah sakit juga termasuk
dalam kategori tempat kerja. Isi dalam pasal 23 undang-undang No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan kerja. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka rumah sakit sebagai salah satu
tempat kerja juga wajib untuk menyelenggarakan kesehatan kerja bagi para pekerjanya
agar terhindar dari potensi bahaya yang ada di rumah sakit.
B. METODE
Jurnal ini menggunakan metode literature review dari berbagai sumber seperti buku
referensi jurnal dan juga membandingkan beberapa jurnal yang berhubungan dengan
pentingnya upaya memutus rantai infeksi di pusat pelayanan kesehatan. Dari analisi
berbagai sumber yang digunakan untuk mengetahui pentingnya upaya memutus rantai
infeksi di pusat pelayanan kesehatan. Pengolahan jurnal dilakukan dengan metode
membandingkan beberapa jurnal yang berkaitan dengan pentingnya upaya memutus
rantai infeksi di pusat pelayanan kesehatan.
C. HASIL
Berdasarkan analisa dan eksplorasi serta kajian jurnal ebook. Penulis dapat
mengetahui bahwa Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal penting yang harus
diterapkan di semua tempat kerja, baik pada sektor formal maupun sektor informal.
Terlebih bagi tempat kerja yang memiliki risiko atau bahaya yang tinggi, serta dapat
menimbulkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja seharusnya diterapkan pada semua pihak yang terlibat dalam proses
kerja, mulai dari tingkat manager sampai dengan karyawan biasa. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) juga merupakan suatu upaya perlindungan kepada tenaga kerja
dan orang lain yang memasuki tempat kerja terhadap bahaya dari akibat kecelakaan kerja.
Tujuan K3 adalah mencegah, megurangi, bahkan menihilkan resiko penyakit dan
kecelakaan akibat kerja (KAK) serta meningkatkan derajat kesehatan para pekerja
sehingga produktivitas kerja meningkat. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan sehingga sudah seharusnya pihak
pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. K3 termasuk sebagai salah satu
standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi RS, disamping standar pelayanan
lainnya. Risk Management Standard AS/NZS 4360:2004 menyatakan bahwa analisis
risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun accident. Mengelola
risiko harus dilakukan secara berurutan langkah-langkahnya yang nantinya bertujuan
untuk membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan melihat risiko
dan dampak yang kemungkinan ditimbulkan. Penerapan kewaspadaan standar diharapkan
dapat menurunkan risiko penularan pathogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari
sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua
pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Bahaya dapat dikendalikan dari
berbagai cara yaitu dimulai dari administrasi, APD, dan penerapannya saat proses
produksi. Dengan cara ini diharapkan angka kecelakaan kerja dapat diminimalisir.
D. PEMBAHASAN
1. Upaya Memutus Rantai Infeksi Precaution, Medication Safety
Dalam pelayanan keperawatan, terinfeksi merupakan masalah yang sangat serius
sehingga memerlukan perhatian yang sangat besar dalam penatalaksanaan. Prinsip umum
yang harus diperhatikan adalah menjaga agar pasien tidak terinfeksi, pasien yang
terinfeksi tidak tertular oleh mikroorganisme yang lain, pasien yang terinfeksi tidak
menjadi sumber penularan bagi pasien yang lain, dan menjaga infeksi jangan sampai
berkembang dan menjadi lebih parah (Stevens, 2000). Pasien dalam lingkungan
perawatan kesehatan berisiko terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun,
meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan prosedur invasif. Dengan cara mempraktikkan teknik pencegahan
dan pengendalian infeksi, perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme
terhadap pasien (Potter & Perry, 2005). Kewaspadaan standar yang digunakan untuk
perawatan kesehatan pasien yang dirawat di rumah sakit termasuk memberikan perhatian
khusus pada penerapan teknik barier, meliputi; mencuci tangan, pakai masker dan sarung
tangan, cuci tangan dan permukaan kulit lain segera jika terkontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum, buang jarum ke
wadah benda tajam. Letakkan semua limbah dan material yang terkontaminasi dalam
kantung plastik, peralatan klien dibersihkan dan diproses ulang dengan tepat, alat sekali
pakai dibuang. Linen yang terkontaminasi diletakkan dalam kantong yang tahan bocor
dan ditangani untuk mencegah paparan terhadap kulit dan membrane mukosa. Penerapan
kewaspadaan standar diharapkan dapat menurunkan risiko penularan pathogen melalui
darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin
dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Pencegahan pertama yaitu dengan mencuci tangan. Teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan. Tangan
dapat membawa sejumlah organisme secara signifikan baik pathogen maupun flora
normal. Mencuci tangan yang tepat dapat menurunkan angka infeksi dan secara potensial
mengurangi transmisi ke pasien. Beberapa perawat pelaksana melakukan teknik cuci
tangan dengan enam langkah secara lengkap, tapi sebagian besar perawat hanya
melakukan cuci tangan dengan cara biasa hanya membasahi tangan dan dilakukan dalam
waktu yang sangat singkat. Public Health Service dan Centers of Disease Control
menganjurkan cuci tangan paling sedikit 10-15 detik dan jika tampak kotor maka
dibutuhkan waktu lebih lama, karena hal tersebut dapat memusnahkan mikroorganisme
dari kulit (Potter &Perry, 2005. Kemudian menggunakan sarung tangan, Sarung tangan
mengurangi risiko petugas kesehatan terkena infeksi bakterial dari pasien, mencegah
penularan flora kulit petugas kesehatan kepada pasien, dan mengurangi kontaminasi
tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien
ke pasien lainnya. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat dari Berman (2009) yang
menyatakan bahwa sarung tangan bersih disposible (sekali pakai) harus digunakan untuk
melindungi tangan saat perawat memegang objek atau material infektif, seperti; darah,
urine, feses, sputum, membran mukosa, kulit yang tidak utuh, dan alat-alat yang telah
digunakan). Namun pendapat Berman (2009) masih tidak sesuai untuk beberapa perawat
pelaksana di ruang rawat inap penyakit bedah yang tidak menggunakan sarung tangan
saat memegang alat-alat untuk melakukan tindakan ganti verban dan perawatan luka.
Muhardi (1999), menyebutkan bahwa dalam perawatan luka, sarung tangan harus dipakai
sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah dan cairan
tubuh lain). Gunakan sarung tangan steril untuk prosedur apapun yang akan
mengakibatkan kontak dengan jaringan di bawah kulit . Kemudian penggunaan masker,
masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dan mencegah penularan
pathogen dari saluran pernafasan pasien maupun sebaliknya. Masker yang digunakan
tepat menutupi hidung dan mulut, metal strip yang ada pada masker juga diatur tepat
diatas batang hidung. Penggunaan masker juga hanya untuk sekali pakai dan perawat
tidak membiarkan masker yang telah dipakai tergantung di leher tapi langsung
membuangnya ke dalam tong sampah. Dan yang terakhir penggunaan baju pelindung.
Baju pelindung dipergunakan untuk mencegah cipratan pada baju yang dikenakan oleh
petugas pelayanan kesehatan, baju pelindung melindungi petugas pelayanan kesehatan
dari kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Perawat mencegah
terjadinya infeksi dengan cara memutuskan rantai penularan infeksi (Craven & Hirnle,
2007). Kegiatan ini berkaitan dengan perilaku perawat. Perilaku perawat dalam
melakukan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dibentuk dengan
aktivitas dalam menampilkan peran dan fungsi kepala ruang sebagai pemimpin.
Kepemimpinan kepala ruang dapat memengaruhi perilaku bawahannya
2. Upaya Mencegah Hazard Fisik-Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan reaksi dan penyakit pada kulit berupa kerontokan
rambut dan kerusakan kulit, gangguan fungsi normal (seperti pneumonitis radiasi), efek
karsinogenesis, dan efek genetik. Efek tersebut dapat berupa radiation sicknes, penyakit
keganasan sampai timbul penyakit yang timbul pada keturunannya (akibat timbulnya efek
Genetik) yang disebabkan adanya penerimaan paparan radiasi eksterna dalam jumlah
kecil namun diterima dalam jangka waktu yang lama. Radiasi salah satu nya sering
terjadi di ruang radiologi. Beberapa upaya yang dilakukan dalam mencegah hazard
radiasi yaitu Pemantauan paparan radiasi dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap
fasilitas dan ruangan-ruangan pada instalasi radiologi kemudian identifikasi paparan
potensial dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan kecelakaan sumber atau
kegagalan peralatan yang mungkin terjadi serta kesalahan operasional dan memantau
kondisi kesehatan radiografer. pemeriksaan/pemantauan kesehatan terhadap radiographer.
Untuk menjamin keselamatan radiasi dari adanya kegiatan perlu adanya program
pengendalian daerah kerja dari paparan radiasi gamma yang intensif terhadap personil
dan daerah kerja berdasarkan atas prinsip ALARA (As Low Reasonably Achievable).
Menurut Tetriana,16 untuk menjamin keselamatan dalam penggunaan radiasi
pengion, perlu diterapkan sistem pengawasan kesehatan/keselamatan pekerja radiasi yang
ketat meliputi pengawasan dosis radiasi dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi
tahunan. Masih menurut Tetriana,16 pemeriksaan kesehatan ini pada prinsipnya sama
seperti halnya di tempat kerja lainnya, tetapi harus disertakan aspek-aspek yang
merefleksikan efek kesehatan spesifik pada pekerja radiasi. Pemeriksaan kesehatan
meliputi anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pendukung
antara lain rontgen dan pemeriksaan laboratorium. Riwayat kesehatan meliputi riwayat
penyakit keluarga, penyakit pekerja radiasi itu sendiri dan riwayat pekerjaan.
Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum seperti tekanan darah, nadi, pernafasan,
kesadaran, kulit, mata, mulut, THT, kelenjar tiroid, paru-paru, jantung, saluran
pencernaan, hati, ginjal, sistem genital serta pemeriksaan syaraf dan jiwa. Sedangkan
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin, kimiawi darah yang
bertujuan untuk mengetahui keadaan umum dan khusus dari metabolisme tubuh terutama
yang berhubungan dengan paparan radiasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium juga
mencakup pemeriksan kromosom, dan analisis sperma. Frekuensi uji berkala seharusnya
minimal sekali dalam setahun, bergantung pada umur dan kesehatan pekerja, sifat tugas,
dan tingkat pajanan terhadap radiasi. Hasil pemeriksaan dicatat dalam kartu kesehatan
yang merupakan catatan berisi informasi mengenai keadaan kesehatan pekerja radiasi
termasuk lampiran hasil pemeriksaan seperti rontgen dan hasil laboratorium.
3. Upaya Mencegah Hazard Kimia
Hazard kimia adalah bentuk lain dari agent kimia termasuk obat, larutan, gas yang
berinteraksi dengan jaringan dan sel tubuh yang berpotensi menjadi toksik atau
mengiritasi sistem tubuh. Inhalasi dan absorpsi melalui kulit merupakan rute kunci
masuknya bahaya kimia. Efek paparan kimia dapat berupa ruam kulit akut dan kesulitas
bernafas hingga penyakit kronis seperti kanker, gangguan reproduksi, gangguan
pencernaan, dan lain-lain (Hodgkinson and Prasher, 2006). Setiap kasus hipersensitivitas
saat kerja yang disebabkan karena bahan baku zat aktif obat dapat menjadi informasi
tambahan pada risiko kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan regular obat
dalam terapi (Milkovic, et al., 2007). Efek lain dari hazard kimia adalah sakit kepala dan
disfungsi sistem saraf pusat dan juga ataksia.
Pengendalian bahan kimia yaitu Alat pencegah yang tepat saat membuat obat,
area dan peralatan yang dibatasi dengan baik. Mengembangkan prosedur kerja termasuk
prosedur penanganan tumpahan pada produk tertentu, prosedur penanganan limbah,
pelatihan pekerja Pelindung mata dan wajah, pakaian pelindung dansarung tangan.
Masker berdasarkan penilaian risiko dibutuhkan saat menangani obat aerosol.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu usaha untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari berbagai risiko kecelakaan dan bahaya,
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Disamping itu, keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan dapat
menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja adalah melakukan pengendalian
terhadap risiko tersebut. Pengendalian yang harus dilakukan adalah menyediakan alat
pelindung diri berupa masker, sarung tangan, dan sepatu boot. Pelatihan K3 juga
sangat penting bagi bekerja di lingkungan kerja dengan risiko atau bahaya yang
tinggi.
2. Saran
Diharapkan Rumah Sakit lebih meningkatkan manajeman K3 khususnya bagi
perawat/petugas rumah sakit. Untuk identifikasi bahaya dapat mengkaji dan
mengevaluasi identifikasi potensi bahaya kerja dalam area kerja dan aktivitas kerja
agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
REFERENSI

Dewi Fitriana, Hanny Handiyani, Kuntarti.2016. Memutus Rantai Infeksi Melalui Fungsi
Pengorganisasian Kepala Ruang Rawat. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 19(2)

http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/465/560

Ferusgel Agnes, Anjelina Berutu.2018. Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Keselamatan


Radiasi Sinar X di Unit Radiologi Rumah Sakit Putri Hijau Medan. Journal of Borneo Holistic
Health, Volume 1 No. 2

http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borticalth/article/download/512/283

Finzia Pocut Zairiana, Nurul Ichwanisa. 2017. Gambaran Pengetahuan Radio Grafer Tentang
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Instalasi Radiologi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Jurnal Aceh Medika Vol 1(2)

http://jurnal.abulyatama.ac.id/index.php/acehmedika/article/download/146/146

Indragiri Suzana, Triesda Yuttya. 2018. Managemen Resiko K3 Menggunakan Hazard


Identification Risk Assesment And Risk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan Vol 9 No 1

http://jurnal.stikescirebon.ac.id/index.php/kesehatan/article/download/77/26

Ivana Azza, Baju Widjasena, Siswi Jayanti.2014. Analisa Komitmen Managemen Rumah Sakit
(RS) Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada RS Prima Medika Pemalang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 2(1)

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/download/6372/6150

Nurani Rr Rizqi Saphira, Atik Choirul Hidajah. 2017. Gambaran Kepatuhan Hand Hygine Pada
Perawat Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi,
Volume 5(2)

https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/4889/3884

Nur Syahidah Hasna, Ida Musfiroh.2017. Review: Aspek Keamanan dan Keselamatan Kerja
Dalam Produksi Sediaan Farmasi. Farmaka Volume 16 Nomor 1
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/15187/pdf

Putri Oktaviana Zahratul , Tengku Mohamed Ariff Bin Raja Hussin, Heru Subaris Kasjono. 2017
Analisis Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Akademik UGM. Jurnal Kesehatan Vol 10(1)

http://journals.ums.ac.id/index.php/JK/article/download/5522/3597

Simanjuntak Julianna, Anita Camelia, Imelda G. Purba.2013. Penerapan Keselamatan Radiasi


Pada Instalasi Radiologi Di Rumah Sakit Khusus (RSK) Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2013. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Vol 4

http://jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm/article/download/292/pdf

Simamora, R. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan Menggunakan Media


Audiovisual terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(1), 342-351.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs Through Clinical
Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Yuantari MG Catur, Hafizhatun Nadia.2018. Analisis Resiko Keselmatan Dan Kesehatan Kerja
Pada Petugas Kebersihan Di Rumah Sakit. Health Journal Vol 5 (3)

https://journal.lppm-stikesfa.ac.id/index.php/FHJ/article/download/20/15/

Anda mungkin juga menyukai