Anda di halaman 1dari 12

Peran Perawat dalam Mencegah Hazard Fisik- Radiasi di Rumah Sakit

Cindy Minannisa

cindyminannisa01@gmail.com

Abstrak

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada 5
(lima) isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan
pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan dirumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green productivity). (Depkes RI, 2006). Tujuan: untuk mengetahui
definisi dari hazard dari beberapa sudut pandang para ahli dan mengetahui peran perawat dalam
mencegah terjadinya hazard di rumah sakit untuk memperluas pengetahuan para pembaca
terutama bagi perawat dan mahasiswa keperawatan. Metode: Tugas ini menggunakan metode
kualitatif dan analisis dari berbagai jurnal yang berhubungan dengan peran perawat dalam
mencegah terjadinya hazard di rumah sakit. Hasil: perawat mengetahui defenisi dari hazard dan
perawat mengetahui bagaimana cara mencegah terjadinya hazard di rumah sakit.

Kata Kunci: Hazard, kecelakaan, kerja, radiasi

Latar Belakang

Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Perawat merupakan salah satu tenaga medis yang memberikan pelayanan
kesehatan. Kesehatan dan keselamatan perawat perlu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan
komponen pelayanan kesehatan lainnya karena tiap harinya perawat bertemu langsung dengan
pasien dan bahaya-bahaya yang ada dirumah sakit.

Kecelakaan kerja yang tinggi di setiap bidang pekerjaan disebabkan oleh multifaktor.
Salah satu penyebab kecelakaan kerja yaitu tidak diterapkannya analisa potensi bahaya dan
penilaian risiko terhadap bahaya-bahaya yang ada sehingga tidak terdapat pencegahan yang
memadai terhadap bahaya yang kemungkinan dapat terjadi di perusahaan (Dualembang, 2017).
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Sebagai upaya pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, perlu dilakukan
identifikasi sumber bahaya yang ada di tempat kerja. Pengendalian risiko dilakukan pada seluruh
bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan mempertimbangkan peringkat
risiko untuk menentukan prioritas. (Dankis, 2015).

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat profesi dan
padat modal. Pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan,
penelitian dan juga mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Rumah Sakit adalah
tempat kerja yang memiliki potensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Bahan mudah terbakar,
gas medik, radiasi pengion, dan bahan kimia merupakan potensi bahaya yang memiliki risiko
kecelakaan kerja. Oleh karena itu, Rumah Sakit membutuhkan perhatian khusus terhadap
keselamatan dan kesehatan pasien, staf dan umum (Sadaghiani, 2001 dalam Omrani dkk., 2015).

Keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan melindungi pekerja atas keselamatannya agar
dapat meningkatkan produktifitas nasional. Menjamin semua pekerja yang berada di tempat kerja
menggunakan serta merawat sumber produksi secara aman dan efisien (MENKES, 2009).

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko


K3. Mengidentifikasi suatu bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya
yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, maka dapat
lebih berhati-hati dan waspada untuk melakukan langkah-langkah pengamanan agar agar tidak
terjadi kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dapat dikenali dengan mudah (Ramli,
2009).

Tingginya penggunaan radiasi untuk kegiatan medis merupakan kontribusi kedua terbesar
sumber radiasi yang kita terima, dimana selain memberikan manfaat , juga dapat menyebabkan
bahaya baik bagi pekerja radiasi, masyarakat, maupun lingkungan sekitar. Sehingga pelayanan
radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi menurut Peraturan Kepala
BAPETEN No.8 Tahun 2011.
Risiko bahaya yang mungkin terjadi pada pekerja radiasi yaitu efek deterministik dan
efek stokastik. Pengaruh sinar X dapat menyebabkan kerusakan haemopoetik (kelainan darah)
seperti: anemia, leukimia, dan leukopeni yaitu menurunnya jumlah leukosit (dibawah normal
atau < 6.000 m3). Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7.000 sel per microliter
darah (Mayerni dkk, 2013).

Metode

Metode ini menggunakan metode kualitatif analisis berlandaskan teori dari buku, jurnal,
e-book ataupun sumber informasi lainnya yang memuat informasi dengan pembahasan peran
perawat dalam mencegah terjadinya hazard di rumah sakit. Dengan metode ini informasi
pembahasan mengenai peran perawat dalam mencegah terjadinya hazard di rumah sakit bagi
seorang perawat dapat memahami dan mempelajari bagaimana cara mencegah terjadinya hazard
di rumah sakit.

Hasil

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432/MENKES/SK/IV/2007, Kesehatan


Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial
yang setinggitingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan
kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi
dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap
manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.

Kebijakan K3RS adalah Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
dan kesehatan bagi sumber daya manusia di rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja di rumah sakit. Jika kebijakan keselamatan pasien di pelayanan kesehatan
dirancang maka kegiatan untuk melindungi keselamatan pasien dapat terlaksana. Dengan
membuat suatu kegiatan kepada seluruh tim kesehatan untuk membudidayakan kebijakan yang
dibuat dengan sebaik-baiknya agar rumah sakit dapat menajdi fasilitas pelayanan
kesehatanyangaman.
Data statistik menunjukkan bahwa sekitar 50% keputusan medis harus didasarkan pada
diagnosis sinar- X, bahkan untuk beberapa negara maju angka tersebut bisa lebih besar.
Tingginya penggunaan radiasi untuk kegiatan medis menjadikan kegiatan medis merupakan
kontribusi kedua terbesar sumber radiasi yang kita terima, yaitu sebesar 20%.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion


dan Keamanan Sumber Radioaktif. Berdasarkan peraturan tersebut setiap instansi yang
menggunakan radiasi pengion wajib menerapkan Keselamatan Radiasi sabagai usaha
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan radiasi.

Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti
serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan
semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di RS.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2012 tentang


penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Depnakertans, 2012).

Menurut Ridley (2008), sasaran pencegahan kecelakaan dan hazard adalah mencegah
terjadinya keecelakaan dan jika kecelakaan terjadi, maka mencegahnya agar tidak terulang.
Adapun prosedurnya adalah :
1) Mengidentifikasi bahaya
2) Menghilangkan bahaya
3) Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat
dilakukan
4) Melakukan penilaian resiko residual
5) Mengendalikan resiko residual

Pembahasan

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau
memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang
mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan / asuhan
keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.

Asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang


mempukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan. Standar asuhan
keperawatan tercantum dalam Praktik Klinis Keperawatan yang terdiri dari 5 fase asuhan
keperawatan: Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasu dan Evaluasi. Salah satu
manfaat dari penerapan asuhan keperawatan yang baik adalah meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan dalam bidang keperaawtan (Koziwe, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu usaha untuj menciptakan
perlindungan dan keamanan dari berbagai resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental
maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan
dan kesehatan sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan rumah sakit.

Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat 1, bahwa "Rumah
Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan", persyaratan-persyaratan tersebut salah satunya harus memenuhi
unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalamnya. Rumah Sakit yang tidak memenuhi
persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang
izin operasional Rumah Sakit (pasal 17) (MENKES RI, 2009).

Kecelakaan yaitu suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak
terduga, semua yang dapat menimbulkan kerugian pada manusia (menyebabkan orang cidera),
kerusakan property, lingkungan ataupun kegiatan proses kerja, sebagai akibat dari kontrak
dengan sumber energy mekanis, kimia, kinetic dan fisik yang melebihi batas kemampuan tubuh,
alat atau struktur.

Menurut dari beberapa ahli kecelakaan kerja adalah suatu hal yang tidak diinginkan
karena dapat mengakibatkan kerugian berupa cidera, kerusakan property, kerugian materi,
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja bahkan dapat menyebabkan kematian.

Menurut Ridley (2008), Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan
kerugian atau keluakaan. Bahaya pekerjaan adalah sesuatu yang dapat menghasilkan efek
negative terhadap kesehatan masyarakat, baik langsung atau dari waktu ke waktu. Bahaya
pekerjaan adalah factor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan
(Suma’mur 1987).

Hazard adalah aktivitas,obyek, komponen yang dianggap dapat menimbulkan kerusakan


atau terganggunya proses/aktivitas didalamnya hingga kecelakaan kerja (Cooling,1990).

Hazard adalah potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Dari sudut
pandang kesehatan kerja, sistem kerja mencakup empaat komponen kerja yaitu pekerja,
lingkungan kerja, pekerjaan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Setiap komponen
kerja dapat menjadi sumber atau situasi yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi kesehatan
pekerja. Kerugian kesehatan dapat berupa cidera atau gangguan kesehatan baik fisik maupun
mental.

Bahaya atau hazard dapat digolongkan menjadi bebera jenis, yaitu:

1. Hazard Tubuh Pekerja (somatic hazard)


Yaitu hazard yang berasal dari dalam tubuh pekerja yaitu kapasitas kerja dan status
kesehatan pekerja.
2. Hazard Perilaku Kesehatan (behavioral hazard)
Yaitu hazard yang terkaid dengan perilaku pekerja.
3. Hazard Lingkungan Kerja (environmental hazard)
Dapat berupa factor fisik, kimia dan biologi.
a. Bahaya fisik, dapat menimbulkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK).
1) Bahaya mekanik, berupa terbentur, tertusuk, tersayat, terktekan dll.
2) Bising
3) Getar atau Vibration
4) Suhu ekstrim Panas
5) Suhu ekstrim Dingin
6) Cahaya
7) Radiasi
Berasal dari sinal alfa, sinar beta, sinar gamma atau sinar-X, pekerja yang beresiko yaitu
radiographer dibagian radiologi disuatu rumah sakit, operator pembangkit tenaga nuklir atau
lainnya.
Penggunaan teknologi nuklir sekarang semakin meningkat di berbagai bidang, bidang
industri dan kesehatan adalah dua bidang utama pemanfaatan teknologi nuklir tersebut.
Penggunaan radiasi untuk diagnostik, terapi, dan penggunaan radiofarmaka untuk kedokteran
merupakan aplikasi teknik nuklir di bidang kesehatan sedangkan aplikasi teknik nuklir di bidang
industri adalah penggunaan radiasi untuk radiografi, gauging, dan logging.
Salah satu penerapan teknologi nuklir dalam bidang kesehatan atau medik adalah pelayanan
radiologi. Unit Pelayanan Radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang medik,
menggunakan sumber radiasi pengion (sinar-X) untuk mendiagnosis adanya suatu penyakit
dalam bentuk gambaran anatomi tubuh yang ditampilkan dalam film radiografi.
Kegiatan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi. Sinar X
merupakan jenis radiasi pengion yang dapat memberikan manfaat (diagnosa) dengan radiasi
suatu penyakit atau kelainan organ tubuh dapat lebih awal dan lebih teliti dideteksi (Suyatno,
2008).
Beberapa efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena terpapar oleh sinar-X
akan segera teramati tidak berselang lama dari penemuan sinar-X. Efek merugikan itu berupa
kerontokan rambut dan kerusakan kulit (Ahmad & Abidin, 2013). Cedera Akibat Radiasi adalah
kerusakan jaringan akibat radiasi (penyinaran). Radiasi adalah gelombang atau partikel berenergi
tinggi yang berasal dari sumber alami atau sumber yang sengaja dibuat oleh manusia. Cedera
jaringan bisa terjadi akibat pemaparan singkat radiasi tingkat tinggi atau pemaparan jangka
panjang radiasi tingkat rendah. Beberapa efek yang merugikan dari radiasi hanya berlangsung
singkat, sedangkan efek lainnya bisa menyebabkan penyakit menahun. Efek dini dari radiasi
dosis tinggi akan tampak jelas dalam waktu beberapa menit atau beberapa hari. Efek lanjut
mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian.
Mutasi (pergeseran) bahan genetik dari sel-sel organ kelamin akan tampak jelas hanya jika
korban pemaparan radiasi memiliki anak, dimana anaknya mungkin terlahir dengan kelainan
genetik (Supriyono, Rahim, & Murni, 2018).
Mengingat potensi bahaya radiasi yang besar dalam pemanfaatan sinar X, faktor
keselamatan merupakan hal yang penting sehingga dapat memperkecil risiko akibat kerja di
instalasi radiologi dan dampak radiasi terhadap pekerja radiasi. Untuk mencegah hal tersebut
dapat dilakukan dengan menerapkan aspek manajemen keselamatan radiasi dimana keselamatan
radiasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, dan anggota
masyarakat dari bahaya radiasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi
Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, setiap orang atau badan yang akan memanfaatkan
tenaga nuklir seperti tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion wajib memiliki izin
pemanfaatan tenaga nuklir dan memenuhi persyaratan keselamatan radiasi. Persyaratan
keselamatan radiasi meliputi (1) persyaratan manajemen; (2) persyaratan proteksi radiasi; (3)
persyaratan teknik; dan (4) verifikasi keselamatan yang bertujuan untuk mencapai keselamatan
pekerja dan anggota masyarakat.
Menurut Ridley (2008), sasaran pencegahan kecelakaan dan hazard adalah mencegah
terjadinya keecelakaan dan jika kecelakaan terjadi, maka mencegahnya agar tidak terulang.
Adapun prosedurnya adalah :
6) Mengidentifikasi bahaya
7) Menghilangkan bahaya
8) Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat
dilakukan
9) Melakukan penilaian resiko residual
10) Mengendalikan resiko residual
Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 165 “pengelola
tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pihak pengelola
rumah sakit sangat perlu menerapkan upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di rumah
sakit, untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan (Undang-Undang RI, 2009).
Menurut permenkes RI No. 161 tahun 2010 tentang tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Dalam pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan ada prosedur yang
harus dijalankan pada setiap pekerja yakni dengan melaksanakan SUP (standard universal
precaution). SUP saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar. Kewaspadaan standar tersebut
dirancang untuk mengurangi resiko infeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari
sumber terinfeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Kewaspadaan standar adalah upaya-upaya yang diambil untuk mencegah penularan
infeksi dalam memberikan pelayanan kesehatan, dalam hal penanganan produk-produk limbah
kewaspadaan universal juga dilaksanakan untuk mencegah pajanan terhadap darah atau cairan
tubuh lain, yang dilakukan terhadap semua pasien tanpa memandang diagnosis mereka.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau
mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat pekerja (Pane & Astuti, 2009). Seorang tenaga kesehatan atau perawat harus
mengetahui tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Dan
seorang perawat juga harus mengetahui Komitmen dan Kebijakan Komitmen diwujudkan dalam
bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh
karyawan RS, agar tenaga kesehatan khususnya perawat terhindar dari risiko bahaya kerja di
rumah sakit.

Penutup
Menurut WHO/ILO (1995) dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
432/MENKES/SK/IV/2007, Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan
derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) yaitu segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya
pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi
RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain:
1) Advokasi sosialisasi program KB RS.
2) Menetapkan tujuan yang jelas.
3) Organisasi dan penugasan yang jelas.
4) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan
RS.
5) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak,
6) Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif.
Jika kebijakan keselamatan kerja di pelayanan kesehatan dirancang maka kegiatan untuk
melindungi keselamatan pasien, pegawai dan tenaga kesehatan dapat terlaksana. Dengan
membuat suatu kegiatan kepada seluruh tim kesehatan untuk membudidayakan kebijakan yang
dibuat dengan sebaik-baiknya agar rumah sakit dapat menajdi fasilitas pelayanan kesehatan yang
aman.
Daftar Pustaka

Agnes Ferusge, A. B. (2018, Desember). Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Keselamatan


Radiasi Sinar-X di Unit Radiologi Rumah Sakit Putri Hijau Medan. Journal of Borneo
Holistic Health, 1(2), 264-270.

Al Asyhar Wahyu Azady, E. W. (2018). Penggunaan Job Hazard Analysis dalam identifikasi
Risiko Keselamatan Kerja pada Pengrajin Logam. HIGEIA, 2(4), 510-519.

Firawati. (2012). Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien di RSUD Solok. Jurnal


Keselamatan Pasien, 6(2), 74-77.
Ginting, D. (2019). Kebijakan Penunjang Medis Rumah Sakit (SNARS). Yogyakarta:
Deepublish.

Julianna Simanjuntak, A. C. (2013, November). Penerapan Keselamatan Radiasi pada Instalasi


Radiologi di Rumah Sakit Khusus (RSK) Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013.
Juenal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 4(3), 245-253.

Kamil, H. (2017). Patient Safety. Idea Nursing Journal, 1(1).

Kemenkes RI. (2011). Permenkes RI No. 1691/Menkes/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien


Rumah Sakit.

Oktaviana Zahratul Putri, T. M. (2017, Juni). Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Petugas Kesehatan Instalisasi Gawat Darurat Rumah Sakit Akademik UGM. Jurnal
Kesehatan, 10(1), 1-12.

Permenkes RI. Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.

Pertiwi, Y. N. (2019). Hazard Identification, Risk Assesment and Risk Mapping pada Rumah
Sakit Hewan Prof. Soeparwi Universitas Gadjah Mada. Berita Kedokteran Masyarakat,
35(2), 55-64.

Simamora, R. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan Menggunakan Media


Audiovisual terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal Keperawatan Silampari,
3(1), 342-351.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs Through


Clinical Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Surika Martalina, H. Y. (2018). Identifikasi Bahaya dan Risiko Keselamatan Kerja Pada Saat
Overhaul di Area Kiln PT. X tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1), 14-18.

Triwibowo, C., Yuliawati, S., & Husna, N. A. (2016). Hardover sebagai Upaya Peningkatan
Keselamatan Pasien (Patient safety) di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Soedirman,
11(2), 77-79.
Wulan F. H. 2019. Analisis Faktor Risiko dan Hazard dalam Implementasi Keperawatan.
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai