Anda di halaman 1dari 8

Manajemen Risiko Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

dengan HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and


Determining Controls) di Puskesmas Kedawung 1 Kabupaten Sragen
Rosita Alifa P, Dwi Bhakti P, Sheila Rahmi IF, Agya Ghilman F, Hanugroho, Sumardiyono*

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret

*E-mail: Sumardiyono99@yahoo.com

Abstrak

Pendahuluan: Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi
dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Puskesmas
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus mengedepankan peningkatan mutu pelayanan kepada
masyarakat tanpa mengabaikan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja, pasien,
dan pengunjung Puskesmas. Potensi bahaya di Puskesmas antara lain penyakit-penyakit infeksi, kecelakaan,
radiasi bahan-bahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya dapat
mengancam jiwa dan kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengendalikan dan
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya. Manajemen risiko (potensi bahaya) pada K3L dapat
dilakukan melalui 3 hal yaitu Hazard Identification (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko),
dan Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan HIRADC.

Metode: Sumber data yang digunakan berupa data primer. Pengambilan data dilakukan dengan studi
pustaka, studi lapangan, dan wawancara yang dilaksanakan tanggal 19 September sampai dengan 8 Oktober
2016.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas kegiatan petugas kesehatan dan pasien sudah tertata sesuai
alur pelayanan pasien. Potensi bahaya di Puskesmas Kedawung 1 antara lain: 1) Belum adanya tempat
sampah medis dan pengelolaan limbah medis, 2) Bed pasien tanpa pengaman, 3) Letak APAR berada di
dekat rak penyimpanan obat dan sulit untuk dijangkau karena tempat yang sempit, 4) Adanya instalasi listrik
yang terbuka dan tanpa pengaman, 5) Ketinggian pintu yang tidak ideal, 6) Terdapat benda tidak terpakai
yang diletakkan di lorong Puskesmas

Simpulan: Implementasi Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) di Puskesmas Kedawung 1
masih belum ideal.

Saran: Penulis menyarankan perlu adanya petugas K3L dan SOP khusus untuk memanajemen aspek K3L di
lingkungan puskesmas, sosialisasi dan pelatihan terhadap petugas medis mengenai K3L, kecelakaan kerja,
dan penggunaan Alat Pelindung Diri saat bekerja.

Kata kunci : HIRADC, Puskesmas Kedawung 1


Risk Management of Occupational Health, Safety, and Environment
using HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and
Determining Controls) in Kedawung 1 Community Health Center,
Sragen
Rosita Alifa P, Dwi Bhakti P, Sheila Rahmi IF, Agya Ghilman F, Hanugroho, Sumardiyono*

Public Health Division, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University

*E-mail: Sumardiyono99@yahoo.com

Abstract

Introduction: Implementation of the Occupational Health and Safety (K3) is one of the efforts to create a
workplace that is safe, healthy, free from environmental pollution, so as to reduce and or free of workplace
accidents and occupational diseases that can ultimately improve efficiency and productivity. In the
explanation of the law number 23 of 1992 on Health has mandated, among others, every workplace must
implement occupational health efforts, in order to avoid health problems in workers, families, communities
and the surrounding environment. PHC as health-care facilities must prioritize improving the quality of
service to the community without undermining the efforts of Health and Safety (K3) for all workers, patients,
and visitors to the health center. Potential hazards in health centers among other infectious diseases,
accidents, radiation, chemicals that are harmful, psychosocial disorders and ergonomics. All potential
hazards can be life-threatening. Therefore, it is necessary to control and minimize and if possible abolish
them. Risk management (potential hazard) on K3L can be done through three things: Hazard Identification
(Hazard Identification), Risk Assessment (Risk Assessment), and Determining Control (Determination
Control) or often referred to HIRADC.

Methods: This study used primary data. Data was collected by literature studies, field studies, and interviews
held from 19 September to 8 October 2016.

Results: The results of this study indicate their activity health workers and patients has been arranged in
accordance flow of patient care. Potential hazards in Puskesmas Kedawung 1 include: 1) The absence of a
medical waste and medical waste management, 2) Bed patients without security, 3) Location of fire
extinguisher located near the storage shelves drugs and hard to reach because of a narrow, 4) There is
electrical installations are open and unprotected, 5) The height of the door which is not ideal, 6) Unused
objects placed in the hallway Puskesmas

Conclusions: Implementation of Occupational Health, Safety, and Environment in Kedawung 1 Community


Health Center is still not ideal.

Recommendations: The authors suggest the need for officers and law specifically to manage Occupational
Health, Safety, and Environment aspect in health centers, sosialization and training for medical personnel
about Health and Safety, workplace accidents, and the use of personal protective equipment while working.

Keywords : HIRADC, Kedawung 1, Community Health Center


Pendahuluan menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan dapat mengurangi dan atau bebas dari
korban jiwa maupun kerugian materi bagi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
mengganggu proses produksi secara produktivitas kerja (Sumamur, 2009).
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada
Potensi bahaya di Puskesmas, selain
akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi
Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan
dan kondisi di Puskesmas, yaitu kecelakaan
non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang
terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab,
berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sering terjadi karena kurangnya kesadaran
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi bahan-
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
bahan kimia yang berbahaya gas-gas, gangguan
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
psikososial dan ergonomi. Semua potensi
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
bahaya tersebut di atas, dapat mengancam jiwa
menggunakan alat-alat pengaman walaupun
dan kehidupan.
sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-
Dari berbagai potensi bahaya tersebut,
undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
maka perlu upaya untuk mengendalikan dan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
meminimalisasi dan bila mungkin
kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
meniadakannya, K3 di lingkungan puskesmas
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
perlu dikelola dengan baik. Manajemen risiko
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
(potensi bahaya) pada K3L dapat dilakukan
lingkungan disekitarnya. (Notoamodjo, 2003) melalui 3 hal yaitu Hazard Identification
Puskesmas merupakan Unit Pelaksana (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian
Teknis Dinas (UPTD) Kesehatan Risiko), dan Determining Control (Penetapan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam Pengendalian) atau sering disebut dengan
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di HIRADC.
wilayah kerjanya. Puskesmas
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat Metode Penelitian
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya Penelitian ini merupakan penelitian
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat deskriptif. Penelitian dilakukan di Puskesmas
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Kedawung 1 Kabupaten Sragen. Sumber data
di wilayah kerjanya (Kemenkes, 2014). yang digunakan yaitu data primer. Data primer
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan yang diperoleh dengan melakukan observasi
kesehatan tetap harus mengedepankan langsung mengenai pelaksanaan program
peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan.
dengan tanpa mengabaikan upaya Kesehatan Data yang digunakan sebagai bahan dalam
dan Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh laporan ini diperoleh melalui beberapa teknik
pekerja, pasien, dan pengunjung Puskesmas. pengambilan data yaitu: (1) Studi pustaka
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja penelusuran landasan teori yang kemudian
(K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk digunakan dalam mengambil keputusan
penyelesaian masalah, (2) Studi lapangan ruang pelayanan poliklinik sampai dipanggil
meliputi pencatatan secara sistematik kejadian- oleh petugas bagian poli. (3) Memasuki
kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan poliklinik. Apabila pasien sudah dipanggil oleh
hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan petugas poli maka segera memasuki salah satu
K3L di Puskesmas Kedawung 1, dan (3) ruangan yaitu poli umum, poli KIA ataupun poli
Wawancara kepada pihak terkait di Puskesmas gigi. Pasien akan diperiksa kemudian diberikan
Kedawung 1. Pengambilan data dilakukan pada surat pengantar laboratorium oleh dokter jika
tanggal 19 September sampai dengan 8 Oktober diperlukan pemeriksaan lab atau langsung
2016. Data yang dikumpulkan kemudian diberikan resep obat oleh dokter jika tidak
dianalisis dengan memperhatikan hasil studi diperlukan pemeriksaan laboratorium. (4)
pustaka untuk kemudian dilakukan pengambilan Melakukan pemeriksaan laboratorium. Setelah
keputusan penyelesaian masalah. dari poli pasien menuju laboratorium jika
diperlukan. Pada saat pemeriksaan penunjang di
Hasil dan Pembahasan laboratorium, pasien membawa surat pengantar
yang diberikan oleh dokter. Di ruang
Aktivitas Kegiatan. Puskesmas Kedawung 1 laboratorium pasien diambil sampel spesimen
Kabupaten Sragen memiliki beberapa pelayanan yang dibutuhkan. (5) Menebus resep di apotek.
yang meliputi pelayanan poli umum, poli gigi, Setelah keluar dari poli, pasien dipersilahkan
poli KIA, laboratorium, dan instalasi gawat menebus resep di apotek puskesmas. (6) Pasien
darurat (IGD). Kegiatan pelayanan yang pulang.
dilakukan di Puskesmas Kedawung 1
Kabupaten Sragen dapat terlihat pada bagan alur
Hazard Identification Risk Assesment and
pelayanan (Gambar 1).
Determining Controls. Risiko adalah gabungan
dari kemungkinan (frekuensi) dan akibat atau
konsekuensi dari terjadinya bahaya tersebut.
Penilaian risiko adalah penilaian menyeluruh
untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan
apakah risiko dapat diterima. Manajemen risiko
adalah pengelolaan risiko yang mencakup
identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko.
Manajemen risiko terdiri dari 3 langkah
pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian
risiko dan pengendalian risiko.
Gambar 1. Alur pelayanan Puskesmas Kedawung 1
Beberapa temuan identifikasi bahaya yang
terdapat di Puskesmas Kedawung 1 Kabupaten
Aktivitas kegiatan sehari-hari di Puskesmas
Sragen adalah sebagai berikut.
Kedawung 1 yang berhubungan dengan K3
meliputi: (1) Pasien datang. Pasien datang (1) Belum ada tempat sampah medis dan
langsung menuju ke bagian loket pendaftaran. pengolahan limbah medis. Dampaknya sampah
Jika pasien baru dibuatkan kartu pendaftaran medis yang bercampur dengan sampah biasa
yang baru, jika pasien lama menunjukkan kartu dapat menjadi sumber penyebaran penyakit.
berobat kepada petugas pendaftaran. (2) Penilaian risiko dari bahaya ini dengan
Menunggu antrian. Setelah mendaftarkan diri probability: 3, frequency: 3, severity: 2 dan
pada bagian loket, pasien menunggu antrian di tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya
tempat duduk yang sudah disediakan didepan dilakukan melalui metode eliminasi (membuang
sampah pada tempatnya dan mengolah limbah pengaman tidak digunakan lagi), substitusi
medis), substitusi (bekerja sama dengan pihak (mengganti dengan bed yang dilengkapi
lain yang mampu melakukan pengolahan pelindung samping) dan teknik (menjaga pasien
limbah), teknik (menimbun sampah sisa medis yang tidur di bed agar tidak terjatuh). Dengan
di tanah atau dibakar dengan incenerator), pengendalian bahaya yang telah dilakukan,
administrasi (dipasang tanda peringatan untuk maka bahaya ini termasuk dalam kriteria risiko
membuang sampah medis pada tempatnya, yang dapat diterima.
sosialisasi), dan APD (handscoon dan masker
bagi petugas kebersihan). Dengan pengendalian
bahaya yang telah dilakukan, maka bahaya ini
termasuk dalam kriteria risiko yang dapat
diterima.

Gambar 3. Bed pasien tanpa pengaman

(3) Letak APAR berada di dekat rak


penyimpanan obat dan sulit untuk dijangkau
karena tempat yang sempit. Dampaknya apabila
terjadi kebakaran ringan di Puskesmas, maka
akan sulit untuk memadamkan api karna APAR
yang sulit dijangkau. Penilaian risiko dari
bahaya ini dengan probability: 2, frequency: 3,
severity: 4 dan tingkat risiko medium.
Gambar 2. Belum adanya tempat sampah medis Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode
eliminasi (mencegah supaya tidak terjadi
(2) Bed pasien tanpa pengaman. Dampaknya kebakaran), substitusi (peletakan APAR di
risiko pasien untuk jatuh dari bed semakin tempat yang mudah terjangkau) dan teknik
tinggi. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan (pelatihan simulasi kebakaran bagi SDM
probability: 4, frequency: 2, severity: 4 dan Puskesmas). Dengan pengendalian bahaya yang
tingkat risiko high. Pengendalian bahaya telah dilakukan, maka bahaya ini termasuk
dilakukan melalui metode eliminasi (bed tanpa dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
(5) Ketinggian pintu yang tidak ideal.
Dampaknya dapat menciderai kepala
pengunjung atau pasien. Penilaian risiko dari
bahaya ini dengan probability: 3, frequency: 1,
severity: 2 dan tingkat risiko medium.
Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode
eliminasi (melewati jalan lain yang memiliki
ketinggian pintu ideal), administrasi (dipasang
tanda peringatan untuk melewati jalan umum
yang memutar). Dengan pengendalian bahaya
yang telah dilakukan, maka bahaya ini termasuk
dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
Gambar 4. Letak APAR yang sulit dijangkau
(4) Adanya instalasi listrik yang terbuka dan
tanpa pengaman. Dampaknya adalah berbahaya
apabila terjadi aliran arus pendek. Penilaian
risiko dari bahaya ini dengan probability: 4,
frequency: 1, severity: 5 dan tingkat risiko
ekstrim. Pengendalian bahaya dilakukan melalui
metode substitusi (mengganti dengan instalasi
listrik yang tertutup), teknik (mengganti dengan
instalasi listrik yang tertutup), dan administrasi
(merapikan rangkaian listrik yang terbuka,
melindungi dari air hujan), APD (memanggil Gambar 6. Pintu memiliki ketinggian yang tidak
ahli saat melakukan pembenahan aliran listrik ideal.
yang terbuka). Dengan pengendalian bahaya
yang telah dilakukan, maka bahaya ini termasuk (6) Terdapat benda tidak terpakai yang
dalam kriteria risiko yang dapat diterima. diletakkan di lorong Puskesmas. Dampaknya
adalah mengganggu arus jalan di lorong
puskesmas dan berpotensi melukai orang yang
lewat. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan
probability: 2, frequency: 1, severity: 2 dan
tingkat risiko low. Pengendalian bahaya
dilakukan melalui metode eliminasi
(memindahkan benda tersebut ke gudang),
teknik (memindahkan benda tersebut ke gudang
yang tidak beresiko melukai orang). Dengan
pengendalian bahaya yang telah dilakukan,
maka bahaya ini termasuk dalam kriteria risiko
yang dapat diterima.

Gambar 5. Instalasi listrik terbuka dan tanpa


pengaman
Gambar 7. Benda tidak terpakai yang terletak di
lorong puskesmas
Gambar 8. Obat di kulkas bercampur dengan
(7) Meletakkan obat di kulkas bercampur makanan
dengan makanan lain di ruangan IGD.
Dampaknya adalah resiko obat mengalami Simpulan
kontaminasi dan sudah tidak steril lagi.
Penilaian risiko dari bahaya ini dengan Implementasi Keselamatan, Kesehatan Kerja
probability: 2, frequency: 1, severity: 2 dan dan Lingkungan (K3L) di Puskesmas Kedawung
tingkat risiko low. Pengendalian bahaya 1 masih belum ideal.
dilakukan melalui metode eliminasi
(menyediakan kulkas khusus untuk Saran
penyimpanan obat di IGD), teknik
(menyediakan kulkas khusus untuk tempat Penulis menyarankan perlu adanya petugas K3L
penyimpanan obat di IGD). Dengan dan SOP khusus untuk memanajemen aspek
pengendalian bahaya yang telah dilakukan, K3L di lingkungan puskesmas, sosialisasi dan
maka bahaya ini termasuk dalam kriteria risiko pelatihan terhadap petugas medis mengenai
yang dapat diterima. K3L, kecelakaan kerja, dan penggunaan. Alat
Pelindung Diri saat bekerja, serta mengajukan
proposal ke pemerintah daerah untuk
melengkapi sarana dan prasarana K3L yang
belum tersedia.

Daftar Pustaka

1. Anwar Prabu Mangkunegara (2002).


Manajemen sumber daya manusia.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
2. Cipta Kridatama (2010). Prosedur
identifikasi bahaya penilaian dan
pengendalian risiko. Jakarta: PT Cipta 12. Tarwaka (2008). Keselamatan dan
Kridatama. kesehatan kerja. Surakarta: Harapan Press.
3. Depkes RI (2005). Pedoman pelaksanaan 13. Tarwaka, dkk (2004). Ergonomi untuk
upaya kesehatan kerja di puskesmas. keselamatan, kesehatan kerja dan
Jakarta. produktivitas. Surakarta: Uniba Press,
4. Kementerian Kesehatan RI (2014). cetakan pertama, hal. 35: 97-101.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik 14. Undang-undang No.1 tahun 1997 Tentang
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014. Tujuan Keselamatan Kerja.
http://www.dpkes.go.id/ - diakses pada
tanggal 2 April 2016. Implementasi Keselamatan, Kesehatan
5. Notoamodjo (2003). Prinsip-prinsip dasar Kerja dan Lingkungan (K3L) di Puskesmas
ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Gemolong masih belum ideal.
Cipta
6. Ramli, Soehatman (2010). Sistem Saran
manajemen keselamatan & kesehatan kerja
Penulis menyarankan perlu adanya petugas
OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
7. Sumamur PK (1993). Ergonomi untuk K3L dan SOP khusus untuk memanajemen
produktifitas kerja. Jakarta: CV Haji aspek K3L di lingkungan puskesmas,
Masagung. sosialisasi dan pelatihan terhadap petugas
8. Sumamur PK (1996). Higiene perusahaan medis mengenai K3L, kecelakaan kerja, dan
dan kesehatan kerja. Jakarta: PT Toko penggunaan Alat Pelindung Diri saat
Gunung Agung, cetakan ketiga belas, hal. bekerja, serta mengajukan proposal ke
82-93. pemerintah daerah untuk melengkapi sarana
9. Sumamur PK (2001). Keselamatan kerja dan prasarana K3L yang belum tersedia.
dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV
Haji Masagung.
10. Sumamur PK (2009). Higiene perusahaan
dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta:
Sagung Seto.
11. Syukri, Sahab (1997). Teknik manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta:
Bima Sumber Daya Manusia.

Anda mungkin juga menyukai