PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam segala aktifitas pekerjaan sebuah perusahaan, sering kali muncul
perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan pimpinan perusahaan. Dan
sering mendengar berbagai nama serikat pekerja/buruh salah satu diantaranya
Federasi
Serikat
Pekerja
Metal
Indonesia
(FSPMI)
yang
bisa
membantu
disiplin dan etos kerja. Hal ini sekaligus dapat menghilangkan pandangan negatif
terhadap serikat pekerja/buruh, tetapi kehadirannya membawa angin segar yang
sangat diperlukan dalam pertumbuhan usaha guna menumbuh kembangkan
hubungan industrial yang sehat dan dinamis, dibutuhkan serikat pekerja/buruh yang
bertanggungjawab, demokratis, dan dan dikelola oleh pimpinan perusahaan yang
professional. Dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing diharapkan agar
kedua belah pihak saling memahami dan menghormati kepentingan pihak lainnya.
Namun kenyataannya bahwa perselisihan antara pekerja/buruh dan perusahaan
yang tidak dapat dihindari. Perselisihan perburuhan yang terjadi antara pekerja/buruh
dengan pengusaha sering mengarah kepada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Gejala PHK perlu menjadi perhatian utama pemerintah karena hal ini dapat
memperbesar angka pengangguran dan menurunkan daya beli masyarakat. PHK
dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati bersama
atau diperjanjikan sebelumnya, dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan
perburuhan yang biasanya merugikan pekerja/buruh.
Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah dengan segala
upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi PHK, disadari atau tidak PHK
merugikan kedua belah pihak yaitu antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Bagi
pekerja/buruh dengan berakhirnya hubungan kerja berarti kehilangan mata
pencaharian dan merupakan permulaan dari segala kesengsaraan, bila tidak segera
mendapat pekerjaan kembali di tempat lain, sedangkan bagi perusahaan terjadinya
PHK merupakan suatu kerugian karena harus melepaskan tenaga kerjanya yang
selama ini sadar atau tidak sadar sudah dilatih dengan mengeluarkan ongkos yang
banyak dan sudah mengetahui cara-cara kerja yang dibutuhkan pengusaha. Apabila
segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK
wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan
pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota
serikat pekerja/buruh agar tidak merugikan semua pihak.
proses
Pemutusan
Hubungan
Kerja
(PHK)
terhadap
pekerja/buruh.
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui peranan serikat pekerja/buruh FSPMI cabang Kabupaten
Karawang dalam dalam proses pendampingan terhadap pekerja/buruh yang
mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
b. Untuk mengetahui hambatannya yang mempengaruhi serikat pekerja/buruh
FSPMI dalam proses pembelaan pekerja/buruh yang terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK)
c. Untuk mengetahui upaya seperti apa yang dilakukan serikat pekerja/buruh
FSPMI untuk mengatasi proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap
pekerja/buruh.
1
D. Mamfaaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun praktis.
Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi
secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan secara praktis berarti hasil
penelitian memberikan kontribusi dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan
kedepan
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi
ilmu hukum pada umumnya dan pada bidang hukum hukum ketenagakerjaan
khususnya.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi
kalangan akademisi dan praktisi dalam penjabaran mengenai Tanggung
Jawab Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Kabupaten
Karawang Dalam Pendampingan Pekerja/Buruh yang Terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. Selain itu juga memberikan masukan bagi
pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha dan pekerja/buruh, serta serikat
pekerja/buruh mengenai meminimalisir perselisihan hubungan industrial
dalam kasus PHK.
E. Kerangka Pemikiran
Partisipasi pekerja dalam hubungan industrial dapat dilakukan secara langsung
dan atau melalui sistem perwakilan dalam bentuk serikat pekerja. Sebab itu,
partisipasi pekerja dalam hubungan industrial, juga merupakan perwujudan hak dan
kebebasan pekerja berorganisasi dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh
Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang dan peraturan lainnya.
Indonesia telah dengan susah payah berjuang untuk merebut kemerdekaan dari
penjajah termasuk untuk memperoleh pengakuan atas hak-hak mengatur Negara
sendiri. Setelah berhasil merebut kemerdekaan tersebut, para pendahulu dan
pejuang bangsa dalam preambul dan pasal-pasal Undang-undang Dasar 1945,
secara tegas dan eksplisit menyatakan bahwa:
- Kemerdekaan adalah hak segala bangsa;
- Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan;
4
kemampuannya;
Tiap orang termasuk yang sudah bekerja, berhak mendapat pendidikan dan
pelatihan.
Keberhasilan
tergantung
dari
kesadaran
para
pekerja
untuk
mengorganisasikan dirinya, semakin baik organisasi itu, maka akan semakin kuat.
Sebaliknya semakin lemah, maka semakin tidak berdaya dalam melakukan
tugasnya. Karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam
suatu wadah atau organisasi.3
Pada dasarnya Hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha/majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja/buruh dengan
pengusaha/majikan, dimana pekerja/buruh menyatakan kesanggupannya untuk
bekerja
pada
pengusaha/majikan
pengusaha/majikan
menyatakan
dengan
menerima
kesanggupannya
upah
untuk
dan
dimana
mempekerjakan
yaitu
peraturan
yang
secara
sepihak
ditetapkan
oleh
Tahun
2003
tentang
Prof. Imam Soepomo, SH, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 2003),
hal. 70-71
Andrian Sutedi, SH., MH, Hukum Perburuhan , (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 45-48
Andrian Sutedi, SH., MH, Hukum Perburuhan , (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 56-66
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dan empiris
a. Jenis penelitian secara normatif dilakukan dengan mempelajari normanorma yang ada atau peraturan perundang-undangan yang erat
kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas
b. Jenis penelitian secara empiris dilakukan dengan melihat bagaimana
tanggung
jawab
serikat
pekerja/buruh
dalam
melakukan
proses
guna
BAB II
(PHK),
Jenis
Pemutusan
kompensasinya,Pengaturan
pelanggaran
hak-hak
Hubungan
mengenai
perkerja
yang
Kerja
kompensasi
Ter-PHK,
dan
(PHK)
PHK,
dan
Sanksi
penyelesaian
BAB III
: METODE PENELITIAN
Bab ini menggambarkan mengenai obyek yang diteliti meliputi : sejarah
serikat pekerja/buruh FSPMI, tugas dan wewenang serikat pekerja/buruh,
peranan serikat pekerja/buruh dalam suatu perusahaan, dan peranan
BAB IV
serikat
BAB II
LANDASAN TEORI DAN YURIDIS
A. HAK-HAK PEKERJA JIKA DI-PHK
a. Pengertian dan Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja (pemberhentian pegawai) adalah pemutusan
hubungan kerja baik untuk sementara maupun untuk selamanya yang dilakukan oleh
perusahaan atas permintaan pegawai atau karena kehendak pihak perusahaan,
yang bertujuan untuk mempertahankan efektivitas dan efisiensi organisasi
perusahaan.7
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketengagakerjaan memberikan
pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
7
Dr. A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Drs., M. Si. Psi, Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 165
10
lembaga
penyelesaian
tetap
Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang
ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.8
Para ahli memberikan pandangan tersendiri terkait PHK yaitu :
Menurut
Tulus
(1993),
pemutusan
hubungan
kerja
(separation)
adalah
8
9
11
menyebutkan
pengusaha
13
dilarang
Tahun
2003
melakukan
tentang
pemutusan
terhadap
Negara
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
10
Rocky Marbun,SH., MH, Jangan Mau di PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal.
76
12
perbuatan
pengusaha
yang
melakukan
tindak
pidana
kejahatan;
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Jika PHK dengan alasan seperti disebutkan pada pasal 153 ayat (1), PHK berarti
batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan. Namun, apabila pengusaha akan melakukan PHK, maka terlebih
dahulu harus merundingkannya dengan serikat pekerja/buruh atau dengan
pekerja/buruh yang bersangkutan jika tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh.
Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha
hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari lembaga peyelesaian perselisihan hubungan industrial
(pasal 151 ayat 3). Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan dari lembaga yang
berwenang batal demi hukum, kecuali alasan-alasan sebagaimana diatur dalam
pasal 154.11
c. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Undang-undang Ketenagakerjaan 2003 mengatur tata cara pelaksanaan PHK
sehingga ada acuan yang dapat digunakan oleh pekerja/buruh untuk mencermati
keputusan PHK yang dilakukan pehak pengusaha/perusahaan. Undang-undang
Ketengakerajaan 2003 mewajibkan kepada pihak pengusaha/perusahaan untuk
terlebih dahulu mengajukan permohonan izin melakukan PHK kepada Lembaga
Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI).
11
Lalu Husni, SH., M. Hum, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hal 177-179
13
kerja,
bilamana
telah
adanya
tekanan/intimidasi dari
di
PHK-kan
mengetahui
alasan-alasan
yang
dijadikan
dasar
oleh
perusahaan/pengusaha.
Berdasarkan Pasal 155 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003,
pengusaha dapat melakukan penyimpangan berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap
wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
Berdasarkan KEPMENAKER No. 78 Tahun 2001
ditegaskan bahwa
pekerja/buruh berhak paling sedikit sebesar 75% dari upah yang diterimanya dengan
jangka waktu paling lama enam bulan. Namun, setelah masa skorsing tersebut
14
kerja
untuk
memberhentikan
pekerjaannya
berdasarkan
sejumlah alasan dan pertimbangan. Namun ini harus terlebih dahulu melalui
berbagai upaya pencegahan dan pembinaan. Untuk melakukan PHK juga harus
melalui prosedur dan disertai alasann-alasan yang kuat. PHK yang dilakukan
pengusaha disebabkan oleh banyak faktor.
1. Pekerja melakukan pelanggaran/kesalahan berat
Pasal 158 ayat (1) UUKK menunjukkan pelanggaran atau kesalahan berat yang
dapat dijadikan alasan PHK. Ketentuan pasal 158 dan juga pasal 159 UUKK
sebenarnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan
dengan UUD 1945. Yang dimaksudkan dengan kesalahan berat yang semula diatur
dalam pasal ini adalah:
- Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang
-
milik perusahaan;
Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
Mabuk, minum-minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, spikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja;
12
Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010),
hal. 82-84
15
di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih
Kesalahan berat yang dipakai sebagai alasan dalam PHK harus didukung pula
oleh bukti-bukti sebagai berikut.
- Pekerja tertangkap tangan saat melakukan pelanggaran
- Pekerja mengakui perbuatannya tanpa tekanan
- Adanya laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di
perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya
dua orang saksi
Pekerja yang di PHK berdasarkan alasan tersebut berhak menerima uang
penggantian hak meliputi:
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke
tempat di mana pekerja/burh diterima bekerja;
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
15% dari uang pesangon dan/atau penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat; dan
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
dalam
perjanjian
kerja/PP/PKB.
Dalam
pasal
159
Undang-undang
Contoh:
Y sudah bekerja pada PT. Mandiri yang berkantor pusat di Jakarta. Ia ditempatkan di
cabang Banjarmasin. Upah pokok per bulan : Rp 3.000.000,-. Selain itu ia juga
diberikan tunjangan antara lain:
- Tunjangan jabatan
: Rp 500.000,-/bulan
- Tunjangan keluarga
: Rp 200.000,-/bulan
- Tunjangan masa kerja
: Rp 200.000,-/bulan
- Tunjangan makan dan transportasi
: Rp 40.000,-/hari
Jumlah
: Rp 3.900.000,Pada tahun ke-6, Y meminum minuman keras yang memabukan di lokasi
perusahaan. Tindakannya itu tertangkap tangan oleh petugas satpam perusahaan.
Atas kesalahan tersebut pihak perusahaan melakukan PHK terhadap Y. Apabila
terbukti di pengadilan bahwa yang bersangkutan melakukan hal yang dituduhkan
tersebut maka ia tidak berhak mendapat uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja kecuali uang penggantian hak yaitu sebesar:
- Cuti tahunan yang belum dibayar dan belum gugur
12/30 x Rp 3.900.000
= Rp 1.560.000,- Transportasi dari Banjarmasin ke Jakarta = Rp 600.000,Jumlah
= Rp 2.160.000,Sebaliknya bila tuduhan tersebut tidak terbukti maka pengusaha
wajib
pekerja/buruh
dinyatakan
tidak
bersalah,
pengusaha
wajib
17
Hak pekerja/ buruh yang ter-PHK, karena dijerat pidana tersebut mendapat
uang penghargaan masa kerja satu kali penentuan dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan
Pasal 160
1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka
pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan
kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima
perseratus) dari upah;
b. Untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima
perseratus) dari upah;
c. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima
perseratus) dari upah;
d. Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh
lima perseratus) dari upah.
2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling
lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh
ditahan oleh pihak yang berwajib.
3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan
pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6
(enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan
pekerja/buruh
dinyatakan
tidak bersalah,
maka pengusaha
wajib
18
19
Pasal 161 ayat (1) menunjukkan bahwa PHK dapat dilakukan pengusaha karena
pekerja/buruh yang bersangkutan melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja bersama, PP, PKB.
Langkah ini diambil setelah pengusaha memberikan surat penrinagatan pertama,
kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Inilah yang dimaksudkan dengan PHK
karena melakukan pelanggaran disiplin. Pekerja/buruh bersangkutan berhak
mendapat uang pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan
penggantian hak.
Pasal 161
1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua,
dan ketiga secara berturut-turut.
2) Surat peringatan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) masing-masing
berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar
1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuia ketentuan pasal 156 ayat (4).
Contoh :
Y telah diterima bekerja pada PT X di Batam. Upah pokoknya per bulan adalah Rp.
1.600.000,- selain itu juga diberikan tunjangan antara lain:
- Tunjangan jabatan (tetap)
: Rp. 300.000,- /bulan
- Tunjangan keluarga (tetap)
: Rp. 150.000,- /bulan
- Tunjangan masa kerja (tetap)
:`Rp. 200.000,- /bulan
- Tunjangan makan dan transportasi
: Rp. 15.000,- /hari
Total
: Rp. 2.250.000,-
20
Pada tahun ke-4 ia melakukan pelanggaran disiplin. Atas dasar itu pimpinannya
mem-PHK Y. sesuai ketentuan pasal 161 UUKK, kompensasi yang diterima Y adalah
berupa :
-
hubungan
kerja
sebagaimana
dimaksud
dala
ayat
(1)
21
Pada tahun ke-9 perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Semua pekerja kemudian di
PHK termasuk Y. sesuai ketentuan pasal 165 Undang-undang Ketenagakerjaan,
kompensasi yang diterima Y adalah sebagai berikut:
- Pesangon (1 x ketentuan) = Sembilan bulan upah 9 x Rp 9.650.000,= Rp 86.850.000,-
(9 x Rp 9.650.00,- + 4 x 9.650.000,-)
= Rp 18.817.500,Total
= Rp 148.127.500,-13
6. Perusahaan tutup disebabkan mengalami kerugian secara terus-menerus selama
dua tahun atau keadaan memaksa (force majeur)
Kadang-kadang pekerja kurang mengerti istilah keadaan memaksa (force
majeur) sehingga kenyataan ini sering dimamfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki
posisi yang kuat untuk menggunakan istilah tersebut.
Menurut Munir Fuady, keadaan memaksa (force majeur) adalah keadaan saat
seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau
peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa
tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara itu si debitur
tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.
Dalam pasal 61 huruf d Undang-undang Ketenagakerjaan 2003, yang dimaksud
keadaan memaksa adalah kejadian tertentu seperti bencana alam, kerusuhan sosial,
atau gangguan keamanan.
Pada keadaan memaksa, keadaan yang berubah membuat tidak mungkinnya
atau terhalangnya pemenuhan prestasi. Sementara itu, pada perubahan keadaan,
berubahnya keadaan menimbulkan keberatan untuk memenuhi perjanjian, karena
jika dipenuhi, salah satu pihak akan menderita kerugian.
13
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2008), hal. 63-74
23
Selain
keadaan
memaksa,
kondisi
keuangan
suatu
perusahaan
yang
kerja
terhadap
Rocky Marbun, SH., MH, Jngan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal.
98-100
24
Pada tahun ke-6 perusahaan tersebut mengalami kerugian. Semua pekerja di PHK,
termasuk Y. sesuai dengan ketentuan pasal 164 Undang-undang Ketenagakerjaaan,
kompensasi yang diterima Y adalah sebagai berikut
- Pesangon (1 x ketentuan)
7 x Rp 5.850.000,= Rp 40.950.000,- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)
3 x Rp 5.850.000,= Rp 17.550.000,- Uang penggantian hak :
Cuti yang belum diambil/belum gugur
12/30 x Rp 5.850.000,= Rp 2.340.000, Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x (7
x Rp 5.850.000,- + 3 x Rp 5.850.000,-) = Rp 8.775.000, Biaya transportasi dari batam ke Jakarta = Rp
750.000,Total
= Rp 70.365.000,7. Perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan
pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
Sesuai dengan pasal 163 pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja
karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan dan pekerja tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan
kerja. Bila keputusan ini diambil, maka pekerja bersangkutan berhak atas uang
pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan
uang penggantian hak.
Pasal 163 ayat 1
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia lagi melanjutkan
hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu)
kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156
ayat (4).
Contoh:
Enam tahun lalu Y direkrut oleh sebuah perusahaan di Cikarang sebagai manajer
keuangan. Pada tahun ke-6 upah pokoknya sudah mencapai Rp 4.000.000,-. Selain
itu ia juga diberikan tunjangan antara lain:
- Tunjangan jabatan
- Tunjangan keluarga
- Tunjangan masa kerja
25
: Rp 300.000,-/bulan
: Rp 200.000,-/bulan
: Rp 100.000,-/bulan
: Rp 40.000,-/hari
: Rp 4.600.000,-
= Rp 64.400.000,= Rp 13.800.000,-
Total
= Rp
255.430.000,-15
10. Pekerja sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja
Pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan, cacat akibat kecelakaan kerja
dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan bisa
mengajukan pemutusan hubungan kerja. Kempenaker No. 150 Tahun 2000 pasal 2
ayat (5) menjelaskan maksud keadaan sakit terus-menerus sebagai a. sakit
menahun atau berkepanjangan sehingga tidak dapat menjalankan, pekerjaannya
secara terus-menerus; b. setelah sakit lama kemudian masuk bekerja kembali tetapi
tidak lebih sari 4 (empat) minggu kemudian sakit kembali. Sementara itu mengenai
kecelakaan kerja dijelaskan dalam UU Jamsostek pasal 1 angka 6, yang
menyebutkan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung
demgam hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang
biasa atau wajar dilalui.
Pengertian cacat dijelaskan dalam UU Jamsostek pasal 1 angka 7, cacat adalah
keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau
tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurannya kemampuan untuk
menjalankan pekerjaan. Jika segala kriteria tersebut dimiliki oleh seorang pekerja,
pengusaha dapat mem-PHK-kan dan pekerja tersebut berhak mendapatkan uang
pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dua kali ketentuan, dan
uang penggantian hak. Jika pekerja diikutsertakan program jaminan kecelakaan
15
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2008), hal. 75-79
28
kerja (JKK) melalui jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK), pekerja juga berhak
untuk memperoleh santunan dari JAMSOSTEK. Prosedur memperoleh santunan
tersebut sebagai berikut.
- Jika terjadi kecelakaan kerja, pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3
(laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek
-
kerja/ahli waris.
From Jamsostek
3a
berfungsi
sebagai
pengajuan
permintaan
jamsostek 3b atau 3c
Kwitansi biaya pengobatan
dan
perawatan
serta
kwitansi
pengangkutan.
Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana
tercantum dalam iuran dan daftar santunan menurut peraturan pemerintah Nomor 76
Tahun 2007 sebagai berikut.
1. Biaya transpor (maksimum)
- Darat Rp 400.000,- Laut Rp 750.000,- Udara Rp 1.500.000,2. Sementara tidak mampu bekerja
- Empat (4) bulan pertama, 100% upah
- Empat (4) bulan kedua, 75% upah
- Selanjutnya 50% upah
3. Biaya pengobatan/perawatan
Rp 12.000.000 (maksimum)
4. Santunan cacat
- Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah
- Total-tetap
- Sekaligus: 70% x 80 bulan upah
- Berkala (2 tahun) Rp 200.000 per bulan
- Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah
29
5. Santunan kematian
- Sekaligus 60% x 80 bulan upah
- Berkala (2 tahun) Rp 200.000 per bulan
- Biaya pemakaman Rp 2.000.000
6. Biaya rehabilitasi harga berupa panggantian pembelian alat bantu (orthose)
dan/atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus
dengan patokan harga yang ditetapkan oleh pusat rehabilitasi rumah sakit
umum pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga
tersebut serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000 (dua
juta rupiah)
7. Penyakit akibat kerja, tiga puluh satu jenis penyakit selama hubungan kerja
dan tiga tahun setelah putus hubungan kerja
Iuran
Kelompok I : 0,24 % dari upah sebulan
Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan
Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan
Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan
Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan
Contoh:
Y adalah karyawan di PT X, memiliki satu orang istri dan dua orang anak, dan
telah bekerja selama lima tahun dua bulan. Selama bekerja, Y memperoleh upah
sebagai berikut.
- Gaji pokok
: Rp 5.000.000,- Tabungan jabatan
: Rp 500.000,- Tunjangan keluarga
: Rp 500.000,Gaji sebulan
: Rp 6.000.000,Pada saat melakukan pekerjaannya, Y mengalami kecelakaan yang berakibat
kehilangan kaki dari pangkal paha ke bawah (cacat tetap) sehingga dia selama
enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaanya, kemudian perusahaan
memutuskan untuk mem-PHK- kan Y. maka, Y berhak sebagai berikut.
Uang pesangon
2 x (masa kerja)x (gaji) pasal 156 ayat (2)
2 x 6 x Rp 6.000.000,= Rp 72.000.000,UMPK
1 x (masa kerja) x (gaji) pasal 156 ayat (3)
1 x 2 x Rp 6.000.000,= Rp 12.000.000,Uang panggantian hak
Pasal 156 ayat (4)
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
12/30 x Rp 6.000.000,= Rp 2.400.000,- Transportasi
= Rp 0
- Penggantian perumahan, pengobatan, dan perawatan
15% x (uang pesangon + UPMK)
= Rp 12.600.000,Total
= Rp 15.000.000,30
Sehingga total yang wajib dibayarkan kepada Y = 99.000.000,Santunan kecelakaan kerja yang diperoleh:
Santunan cacat tetap
70% x 80 bulan upah
70% x 80 x Rp 6.000.000
= Rp 336.000.000,Sehingga total keseluruhan
= Rp 435.000.000,-16
b) Pemutusan Hubungan Kerja inisiatif Pekerja
Pekerja memiliki hal yang sama dalam hal mengakhiri hubungan kerja. Dari segi
kompensasi, PHK yang dilakukan pekerja dapat dikelompokan menjadi dua jenis,
yaitu PHK dengan mendapat kompensasi dan PHK tanpa kompensasi. PHK oleh
pekerja dapat memperoleh kompensasi, apabila pengakhiran hubungan kerja
tersebut sesuai prosedur dan ditetapkan dalam UU Ketenagakerjaan, perjanjian
kerja, PP atau PKB.17
1. Pekerja mengajukan pengunduran diri
Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan
kerja
dengan
melakukan
pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pekerja yang mengundurkan diri atas
kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha
secara langsung akan memperoleh kompensasi berupa uang penggantian hak
sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4) dan uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud harus memenuhi
syarat sebagai berikut
- Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-
diri18
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan
sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial.
Pekerja yang mengundurkan diri murni atas kemauan sendiri maka pekerja
16
Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010),
hal. 106-111
17
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2008), hal. 80
18
Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010),
hal. 112
31
bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Untuk mendapatkan hak
tersebut, maka pekerja bersangkutan wajib menyampaikan permohonan PHK secara
tertulis kepada pengusaha satu bulan sebelum ia mengundurkan diri.
Contoh :
Y adalah karyawan PT Tambang Dunia di Bandung dan ditempatkan di Samarinda.
Upah pokoknya per bulan sebesar Rp 2.000.000,-. Selain itu kepadanya diberikan
tunjangan antara lain:
- Tunjangan jabatan
= Rp 500.000,-/bulan
- Tunjagan keluarga
= Rp 200.000,-/bulan
- Tunjangan masa kerja
= Rp 200.000,-/bulan
Total
= Rp 2. 900.000,Pada tahun ke-4 ia mengundurkan diri atas kemauan sendiri tanpa tekanan atau
paksaan dari pihak mana pun. Satu bulan sebelum mengundurkan diri Y
menyampaikan secara tertulis kepada pimpinannya. Dan ia juga melaksanakan
tugas dan kewajibannya hingga hari pengunduran dirinya tiba. Apa saja kompensasi
yang diterima Y dan berapa jumlahnya?
Y yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan proses pengunduran dirinya
sesuai ketentuan, maka ia berhak mendapat uang penggantian hak dan uang pisah .
besarnya kompensasi sebagai uang penggantian hak Y sebagai berikut:
- Cuti tahunan yang belum diambil & belum gugur
12/30 x Rp 2.900.000,= Rp 1.160.000,- Ongkos pulang dari Samarinda ke Bandung
= Rp 1.000.000,Jumlah
= Rp 2.160.000,Cacatan :
Apabila Y tidak membuat surat dan menyampaikan pengunduran dirinya kepada
perusahaan satu bulan sebelumnya ia tidak berhak mendapat kompensasi tersebut.
Kadang-kadang terjadi, pekerja mengundurkan diri di bawah tekanan/intimidasi
atau tindakan lain yang membuat pekerja pada akhirnya mengundurkan diri. Atau
menempatkan/memutasi pekerja pada bidang yang sama sekali tidak disukainya
atau ditempatkan pada bagian yang bukan menjadi bidangnya sehingga pekerja
merasa tidak kerasan lalu akhirnya mengundurkan diri. Keadaan demikian, dapat
diperselisihkan oleh pekerja. Jika terbukti bahwa pengunduran diri itu terjadi dengan
tekanan/intimidasi maka PHK tersebut tidak dapat digolongkan sebagai pengunduran
diri atas kemauan sendiri si pekerja. Bisa jadi hal tersebut dapat digolongkan sebagai
32
yang
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-
undangan;
c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama
3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
d. Tidak melakukan kewajiban yang
telah
dijanjikan
kepada
pekerja/buruh;
e. Memerintah pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar
f.
19
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2008), hal. 84-86
20
Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010),
hal. 113
33
ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
pasal 156 ayat (4).
3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
tanpa penetapan lembaga penyelesaian penyelisihan hubungan industrial
dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon
sesuai ketentuan pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan pasal 156 ayat (3)
Dan atas hal tersebut itu, pengusaha wajib memberikan pesangon dua kali
ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian
hak kepada pekerja yang melakukan PHK, apabila permohonan PHK tersebut
dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Indusrtial.
Bila pengusaha ternyata tidak terbukti di Pengadilan Hubungan Industrial
melakukan tindakan sebagaimana yang diajukan oleh pekerja, maka pengusaha
dapat mem-PHK pekerja bersangkutan tanpa penetapan Pengadilan Hubungan
Industrial dan juga kepada pekerja yang bersangkutan tidak diberikan uang
pesangon dan uang penghargaan masa kerja (pasal 169 ayat (3) Undang-undang
Ketenagakerjaan).
Contoh:
Y seorang pekerja yang sudah bekerja selama tujuh tahun pada PT Selalu Mandiri
menuntut/menggugat pengusaha ke Pengadilan Hubungan Industrial dengan alasan
pengusaha tidak membayar upahnya tepat waktunya selama tiga bulan berturutturut. Gugatan Y tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial dan
putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukam yang tetap. Selama bekerja, Y
mendapat uapah pokok sebesar Rp 2.500.000,- setiap bulan. Selain itu Y juga
mendapat tunjangan antara lain:
- Tunjangan jabatan
- Tunjangan keluarga
- Tunjangan masa kerja
- Tunjangan makan & transportasi : Rp
Total
34
: Rp
250.000,: Rp
200.000,: Rp 100.000,30.000,: Rp 3.050.000,-
21
: Rp
750.000,: Rp
400.000,: Rp
400.000,40.000,: Rp 9.550.000,-
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2008), hal. 81-82
35
kerja
berakhir.
Sesuai
ketentuan
pasal
166
Undang-undang
Pesangon (2 x ketentuan)
2 x 9 x Rp 9.550.000,= Rp 171.900.000,Uang penghargaan masa kerja (1 x ketentuan) 6 bulan upah
6 x Rp 9.550.000,= Rp 57.000.000,Uang penggantian hak:
Cuti tahunan yang belum diambil/belum gugur
12/30 x Rp 9.550.000,= Rp 3.820.000, Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x
pekerja bersangkutan telah bekerja di perusahaan dalam jangka waktu tertentu yang
di atur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian bersama. Jika pekerja di-PHK
dapat memasuki masa pensiun ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
- Pasal 167 ayat (1 dan 2) dikatakan apabila pekerja memasuki masa
pensiun dan pengusaha telah mengikut-sertakan pekerja tersebut pada
program pensiun yang iurannya di bayar penuh oleh pengusaha, maka
pekerja tidak berhak memdapatkan pesangon, uang penghargaan masa,
tetapi tetap berhak mendapatkan uang penggantian hak sesuai
ketentuan. Namun, bila ternyata uang dari program pensiun tersebut lebih
kecil dari pada jumlah uang pesangon dua kali ketentuan dan uang
penghargaan dan uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan, dan
uang
-
penggantian
hak
sesuai
ketentuan
maka
selisihnya
pensiun
36
: Rp 270.000.000,-
: Rp 105.000.000,: Rp 6.000.000,-
: Rp 56.250.000,Jumlah
: Rp 437.250.000,Catatan :
- Karena jumlah premi pensiun yang distor oleh pengusaha hanya sebesar
Rp 200.000.000,-, maka pengusaha harus menambah Rp 237.250.000,-
lagi
Total kompensasi yang diterima oleh komosaris pada saat memasuki
masa pensiun adalah Rp 437.250.000,- + Rp 50.000.000,- (premi pensiun
yang distor pekerja) = Rp 487.250.000,Contoh 2: PHK dengan tersedianya dana pensiun yang iurannya ditanggung oleh
pengusaha
Y diterima sebagai satpam bekerja di Karawang untuk ditempatkan di Banjarmasin.
Setiap bulan ia mendapat upah pokok sebesar Rp 30.000.000,-. Selain itu ia juga
diberikan tunjangan antara lain:
- Tunjangan jabatan
: Rp 200.000,-/bulan
- Tujangan keluarga
: Rp 100.000,-/bulan
- Tunjangan masa kerja
: Rp 500.000,-/bulan
- Tunjangan makan & transportasi : Rp 30.000,-/hari
Gaji sebulan
: Rp 3.800.000,Setelah bekerja selama 25 tahun ia memasuki masa pensiun. Dan perusahaan
tersebut telah menyediakan jaminan pensiun bagi pekerja bersangkutan. Yang
dihitung terlebih dahulu adalah total kompensasi PHK andai kata ia tidak
diikutsertakan dalam program pensiun. Dari upah Y maka kompensassnya adalah
sebagai berikut:
- U.pesangon 2 x 9 x Rp 3.800.000,= Rp 68.400.000,- U.penghargaan 1 x 10 x Rp 3.800.000,= Rp 38.000.000,- U.penggantian hak tdd:
Cuti 12/30 x Rp 3.800.000,= Rp 1.520.000, Penggantian perumahan/pengobatan
15% x Rp 106.400.000,= Rp 15.960.000,Jumlah
= Rp 123.880.000,Ternyata setelah dihitung total storan dan pengembangan uang pensiun juga
sebesar Rp 123.880.000,- maka perusahaan hanya menambah uang penggantian
hak yang terdiri dari
- Cuti tahunan yang belum
38
12/30 x Rp 3.800.000,= Rp 1.520.000,15% dari uang pesangon + uang penghargaan masa kerja
= Rp 15.960.000,- Tranportasi dari Banjarmasin ke Karawang
= Rp 800.000,Total
= Rp 18.280.000,Contoh 3: pensiun dengan tidak tersedianya jaminan pensiun.
Bila di perusahaan tersebut ternyata tidak tersedia jaminan pensiun maka sesuai
-
Total
= Rp 124.680.000,-
39
undangan lainnya
PHK karena pekerja meninggal dunia. Kepada pekerja yang meninggal
dunia pengusaha wajib mamberikan santunan kepada ahli waris yang sah
yakni berupa uang pesangon (dua kali ketentuan, uang penghargaan
masa kerja dan uang penggantian hak). Yang perlu juga dicatat bahwa
meninggalnya pengusaha tidak berakibat berakhirnya hubungan kerja
yang sah dan telah dipanggil pengusaha dua kali secara patut.
Pasal 154
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam
hal:
a. pekerja/buruh
masih
dalam
masa
percobaan
kerja,
bilamana
telah
adanya
tekanan/intimidasi dari
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2010), hal 86-94 Jakarta:2010.
40
23
41
6. Masa kerja lima tahun atau lebih tetapi kurang dari enam tahun berhak
mendapatkan enam bulan upah.
7. Masa kerja enam tahun atau lebih tetapi kurang dari tujuh tahun berhak
mendapatkan tujuh bulan upah.
8. Masa kerja tujuh tahun atau lebih tetapi kurang dari delapan tahun berhak
mendapatkan delapan bulan upah.
9. Masa kerja delapan tahun atau lebih berhak mendapatkan sembilan bulan
upah.
Perhitungan untuk uang penghargaan masa kerja diatur dalam pasal 156
ayat (3) sebagai berikut.
1. Masa kerja tiga tahun atau lebih tetapi kurang dari enam tahun, berhak
mendapatkan dua bulan upah.
2. Masa kerja enam tahun atau lebih tetapi kurang dari sembilan tahun berhak
mendapatkan tiga bulan upah.
3. Masa kerja sembilan tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun berhak
mendapatkan empat bulan upah.
4. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun berhak
mendapatkan lima bulan upah.
5. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun berhak
mendapatkan enam bulan upah.
6. Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun berhak
mendapatkan tujuh bulan upah.
7. Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari dua puluh empat tahun
berhak mendapatkan delapan bulan upah.
8. Masa kerja 24 tahun atau lebih berhak mendapatkan 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagai berikut.
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat
pekerja/buruh diterima bekerja. Pasal ini maksudnya jika ada pekerja yang
bekerja di luar wilayah domisilinya, misalnya A berdomisili di Jakarta dan
diterima di perusahaan yang berdomisili di Sumatera Utara. Tentu saja A
harus berangkat ke Sumatera Utara untuk bekerja dan membawa serta
keluarganya. Jika kemudian terjadi PHK terhadap A, biaya transportasi dari
Sumatera Utara ke Jakarta keseluruhannya ditanggung oleh perusahaan.
42
dapat dijatuhkan
melakukan
pelanggaran, tergantung jenis pelanggarannya. Dari segi hukum ada tiga jenis sanksi
yang dapat dijatuhkan, bila terjadi pelanggaran terhadap hak dalam hubungan
industrial, yaitu sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Berikut
sebagian dari sanksi yang ada hubungannya dengan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) atau hak-hak mendasar lainnya.
1. Sanksi Administratif
Pasal 190 Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUKK) Tahun 2003 mengatur
tentang sanksi administratif apabila pengusaha melakukan pelanggaran-pelanggaran
antara lain :
a) Melakukan diskriminasi kesempatan kerja kepada pekerja;
b) Penyelengaraan pelatihan kerja yang tidak memenuhi syarat;
24
Rocky Marbun,SH,MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal.
128-130
43
tenaga
kerja
yang
memungut
biaya
44
digunakan
oleh
pemberi
kerja
untuk
melaksanakan
tugas
dianggap
sebagai
melakukan
kesalahan
berat.
Pekerja
3) Sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling singkat satu tahun
dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang
membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum (Pasal 90
ayat 1 Pasal 185 ayat 1 UUKK).
4) Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun
dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp.
400.000.000,- bagi pengusaha yang tidak membayar kepada pekerja
yang mengalami PHK yang setelah enam bulan tidak dapat melakukan
pekerjaan sebagaiman mestinya, karena dalam proses perkara pidana,
uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan (Pasal 185 UUKK)
5) Sanksi pidana pelanggaran dengan ancaman penjara paling singkat satu
bulan dan paling lama empat bulan dan atau denda paling sedikit Rp.
10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi peengusaha
yang:
a) Tidak membayar upah dalam hal pekerja tidak dapat melakukan
pekerjaan karena sakit;
b) Tidak membayar upah pekerja perempuan yang sakit pada hari
pertama dan kedua masa haid;
c) Tidak membayar upah kepada pekerja yang tidak masuk kerja
karena
pekerja
menikah,
mengkitankan/membaptiskan
anak,
menikahkan
atau
karena
anak,
istri/anak/
46
yang
dimaksud
dengan
perundingan
bipartit
adalah
perundingan
hubungan
industrial.27
Penyelesaian
pada
tahap
ini
lebih
Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat,
2010), hal. 97-102
26
Juanda Pangaribuan, SH., MH, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial Edisi Revisi, (Jakarta : PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal. 23
27
Pasal 1 butir 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
28
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
29
Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
47
48
membuka apa saja yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara. Hasil akhir dari
proses pemeriksaan melalui konsiliasi berupa anjuran yang wajib dijalankan oleh
para pihak.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak
mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak
yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah
Agung. Perlu diingat adalah keberatan terhadap putusan arbitrase ketenagakerjaan
yang diajukan adalah gugatan pembatalan bukan upaya banding atau kasasi. Hal
tersebut perlu menjadi perhatian serius agar gugatan yang diajukan tidak ditolak atau
tidak dapat diterima oleh majelis hakim. 34 Kelebihan menggunakan arbitrase adalah
rahasia para pihak dilindungi, wajib membayar biaya arbitrase, hubungan antara
para pihak dapat terjaga dengan baik, prosedur lebih sederhana, waktu memutus
lebih cepat, putusan Final dan binding, lebih fleksibel. Namun, karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.35
3. Pengadilan Hubungan Industrial
Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi
putusan terhadap suatu perselisihan hubungan industrial.36 Peran sentral pengadilan
adalah memberikan keadilan. Tujuan masyarakat menyampaikan tuntutan melalui
pengadilan adalah untuk mendapatkan keadilan. Yang memeriksa dan memutus
perselisihan pada PHI adalah majelis hakim yang terdiri dari satu orang sebagai
ketua majelis dan dua orang hakim anggota. Ketua majelis berasal dari hakim karir
dan anggota majelis masing-masing berasal dari organisasi buruh atau pengusaha
Dua hakim anggota disebut Hakim ad-hoc. PHI tidak mengenal upaya hukum
banding untuk jenis perselisihan tertentu hanya dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Dan dalam PHI dikenal dengan adanya petitum adalah uraian
tuntutan yang diinginkan sebagai konsekuensi dari terjadinya perkara. Dalam
perselisihan tentang PHK petitum pilihannya adalah:
-
34
Rocky Marbun, SH.,MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal.
148-150
35
Juanda Pangaribun,SH,MH, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, (Jakarta : PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal. 90
36
Pasal 1 butir 17 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
49
mencapai
Kemerdekaan
Indonesia,
mewujudkan
kemakmuran
dan
50
bagian tak terpisahkan dari gejolak pilitik untuk merebut kemerdekaan. Gerakan
buruh pada periode ini timbul dan tenggelam, maju dan mundur bersama dengan
perjuangan politik. Ciri ini sama halnya dengan pertumbuhan gerakan buruh di Asia
pada umumnya atau negeri-negeri yang pernah terjajah oleh bangsa lain. Inspirasi
perjuangannya
dipengaruhi
oleh
aspirasi
nasional
bangsanya
untuk
mempertahankan harkat dan martabat sebagai suatu bangsa yang merdeka dan
berdaulat
Berbeda dengan hadirnya kebangkitan gerakan buruh di Eropa, yang terkait erat
dengan perubahan yang dahsyat dan dramatis di sector perindustrian yang terjadi di
Inggris tahun 1750 s/d 1840, dikenal dengan revolusi industri (industrial revolution).
Periode ini ditandai oleh karakteristik terjadinya arus urbanisasi, mekanisme
pertanian, kemajuan di bidang transportasi dan telekomunikasi, dan pengembangan
sistem pabrikasi secara besar-besaran. Ditindak lanjuti dengan pembagian kerja dan
percepatan mekanisme secara simultan yang mencirikan perubahan-perubahan
industrial, hasilnya adalah berupa produksi masal yang berlipat ganda. Mengiringi
perubahan industrial yang cepat ini timbul pengangguran, kesengsaraan, dan
kemiskinan yang melanda sejumlah tenaga kerja terutama yang tergantikan oleh
mekanisme mesin di pabrik-pabrik terjadi pergolakan sosial ekonomi dan benturan
antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh. Dengan hasil produksi yang
melimpah ruah, menyebabkan perusahaan memperoleh keuntungan yang berlipat
ganda. Sebaliknya, pihak pekerja/buruh
yang diterimanya jauh dari memadai. Pembagian keuntungan ini secara alamiah
menimbulkan
benturan
kepentingan
antara
pihak
pengusaha
dan
pihak
pekerja/buruh, hal yang mana menjadi factor utama kehadiran serikat pekerja/buruh
di Eropa yang terorganisasi secara modern.39
Pembentukan serikat pekerja di Indonesia sudah mulai sejak awal kolonialisme
Belanda. Serikat pekerja pertama didirikan adalah Nederland Indische Onderwijs
39
M.S Hidayat, Seabad Gerakan Buruh Indonesia, (Bandung: CV.Nuansa Aulia, 2012), hal.
1-2
51
memilih Pengurus Pusat yang terdiri dari: RP Suroso, Mr. Hendromartono, Mr.
Suprapto, Sukarto, Mr. Samsudin, SK Trimurti, dan lain-lain.
HA Salim sebagai anggota delegasi Indonesia menghadiri sidang ILO tahun 1929
di Geneva. Dalam kesempatan itu, HA Salim berkenalan dengan delegasi
Nederlandsche Vak Verbond (NVV) dari Belanda dan pejabat-pejabat ILO sendiri.
Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut wakil NVV pada bulan April 1931
berkunjung ke Indonesia dan mengadakan pertemuan dengan pimpinan beberapa
serikat pekerja seperti PPPB, PVPN, dan PSSI. Demikian juga pada bulan Oktober
1937, Direktur ILO, Harold B.Butler, berkunjung ke Indonesia, dan bertemu dengan
pimpinan beberapa serikat pekerja da partai politik. Pada tahun 1939 Dr. Soekiman
dari PPBB menjadi delegasi buruh menghadiri siding ILO di Genewa, dan pada
tahun 1941, Mr. Hendromartono dari GASPI delegasi Indonesia ke siding ILO di New
York.
Pada tanggal 21 Mei 1932 didirikan Gabungan Politik Indonesia yang mendapat
dukungan dari beberapa serikat pekerja. Bahkan tanggal 7 Oktober 1938 didirikan
Indische Partij van Werknemers (IPW). Dalam rangka mengantisipasi dan
mengakomodasikan tuntutan perlindungan pekerja. Pada tahun 1940 Pemerintah
Kolonial
Belanda
mengeluarkan
Peraturan
Ketenagakerjaan
dalam
bentuk
Madiun tanggal 21 Mei 1946, dan mendirikan Gabungan Serikat Buruh Indonesia
(GASBI) dengan tujuan meningkatkan taraf hidup para anggotanya. Namun
beberapa pengurus merasa tidak puas dengan organisasi GASBI dan pada bulan
Juli 1946 mendirikan Gabungan Serikat Buruh Vertikal (GASBEV).
Pada
tanggal
29
November
1946
GASBI
dan
GASBEV
menyatukan
karena syarat pembentukannya cukup ringan, yaitu hanya dengan memiliki Anggaran
Dasar, Susunan Pengurus dan Daftar Nama-nama Anggota tanpa menyebutkan
jumlah minimumnya, menurut perkiraan pada masa itu ada sekitar 150 Serikat Buruh
Nasional, ratusan Serikat Buruh Lokal dan tujuh Federasi Organisasi Buruh. Hampir
semua organisasi tersebut menitik beratkan kegiatan di bidang politik, kurang
menjalankan fungsi utamanya yaitu berusaha meningkatkan kesejahteraan pekerja
dan keluarganya
Tahun 1956 pemerintah mulai mengambil alih atau menasionalisasi perusahaanperusahaan milik pemerintah Belanda. Oleh karena itu kegiatan serikat pekerja perlu
dikoordinir. Lahir Badan Kerjasama Buruh dan Militer (BKS-BUMIL), sebagai bentuk
kerjasama tidak permanen, tetapi semangat persatuan di kalangan pemimpinpemimpin pekerja tetap terperihara.
Menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Sukarno membentuk Dewan
Perancang Nasional (Depernas) dan DPA sementara. Untuk kedua Lembaga
tersebut, wakil pekerja diikutkan sebagai golongan fungsional. Untuk Depernas
diangkat Runturambe dari SOBSI, Soetedjo Dirdjosubroto dari RKS, Kobarsik dari
SOBSI, serta Iskandar Wahono dan Faturhadi dari KBKI. Untuk DPA Sementara
diangkat Munir dari SOBSI dan Datuk dari KBKI.
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, para pimpinan serikat pekerja membentuk
Koordinasi Buruh Indonesia (KOBI) dengan ketua S.Narto dari SBII. Tahun 1960
timbul gagasan untuk mendirikan Organisasi Persatuan Pekerja Indonesia (OPPI)
sebaga wadah yang mempersatukan semua serikat pekerja yang ada. Usaha ini
tidak berhasil karena adanya tantangan dari SOBSI, yaitu organisasi pekerja
berafiliasi pada PKI. Namun demikian pada tahun 1961 terbentuk Sekretariat
Bersama Perjuangan Buruh Pelaksana Trikora (SEKBER BURUH), maksudnya
57
persatuan
ini
terwujud
kembali
dengan
berdirinya
Majelis
1970-an
pemerintah
terus
berikhtiar
untuk
ekonomi;
Serikat pekerja yang ada secara organisatoris harus ditata kembali dan
dipersatukan melalui pendekatan yang persuasive;
58
unitaris dengan hanya satu Dewan pimpinan pusat yang terdiri dari 9 Departemen
dan pada musyawarah nasional SPSI ketiga bulan November 1990 merubah
departeman menjadi 13 sektor.
Dalam rangka meningkatkan
pemahaman
pekerja
mengenai
hak
dan
Kembali dalam bulan April 1992, beberapa aktivis LSM dan hak asasi manusia
dengan beberapa kedutaan asing di Jakarta membentuk Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia (SBSI). Sejak didirikan hingga era Reformasi tahun 1998, SBSI terus
mendapat tekanan dari Pemerintah Orde Baru. ILO, beberapa serikat pekerja di
berbagai Negara serta Negara-negara maju terus menekan Pemerintah Indonesia
untuk memberikan kebebasan bagi SBSI.
4. Serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP)
Dalam rangka mendorong pertumbuhan organisasi pekerja dan keanggotaan
serikat pekerja, Menteri Tenagakerja menerbitkan peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. Per-01/MEN/1994 tentang serikat pekerja tingkat perusahaan.
Berdasarkan peraturan ini para pekerja di tiap perusahaan dimungkinkan
mendirikan serikat pekerja yang bebas dan berdiri sendiri, tanpa bergabung atau
berafiliasi dengan serikat pekerja lain. Dan langsung mendaftar ke Departemen
Tenagakerja dan lebih lanjut berunding dengan pengusaha untuk merumuskan
kesepakatan kerja bersama atau KKB. Hingga pertengahan tahun 1998 sudah
terbentuk di sekitar 1200 perusahaan dan sebagian sudah melakukan KKB.
5. Serikat pekerja pasca reformasi
Seperti dikemukakan diatas eufora reformasi yang dimulai pada awal tahun1998
dan ratifikasi Konvensi ILO No.87 mengenai kebebasan berserikat telah mendorong
pembentukan serikat pekerja baru di Indonesia, hingga akhir 2002 telah tumbuh dan
terdaftar 63 serikat pekerja berbentuk federasi; 76 serikat pekerja tingkat nasional
menurut jenis usaha yang non afiliasi di perusahaan swasta, dan 56 serikat pekerja
di BUMN. Disamping itu, sekitar 1200 serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP)
yang independen atau berdiri sendiri masih tetap terdaftar dan berfungsi. Jumlah
organisasi pekerja tersebut terus bertambah.
Sampai akhir tahun 2008, Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan
Hubungan
Industrial,
Departemen
Tenagakerja
dan
Transmigrasi
mencatat
perkembangan organisasi Serikat Pekerja, unit kerja atau Basis, serta jumlah
anggota sebagai berikut:
a. Jumlah yang terdaftar 90 Federasi Serikat Pekerja; 35 di antaranya
bergabung dalam 3 Konfederasi;
62
3.405.615 orang.
Dilihat dari perkembangannya, kondisi serikat pekerja Pasca Repormasi ini
tampaknya mundur kembali ke kondisi sebelum Deklarasi Buruh tahun 1973 . dan
struktur serikat pekerja yang demikian cenderung membuat mereka menjadi lemah
dan menjadi kurang menarik bagi pekerja untuk menjadi anggota serikat pekerja.
Oleg sebab itu para pimpinan serikat pekerja perlu duduk bersama menyusun
strategi perjuangan mereka ke depan.4041
b.
Pengertian serikat pekerja
Dalam pasal 1 angka 17 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
pengertian serikat pekerja sebagai berikut Serikat Pekerja adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung
40
63
yang bersangkutan
Serikat pekerja/buruh adalah organisasi yang didirikan oleh, dari dan untuk
pekerja di dalam atau di luar perusahaan, milik Negara atau pribadi, yang bersifat
tidak terikat, terbuka, independen dan demokratis dan dapat dipertanggungjawabkan
untuk memperjuangkan, membela dan melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja,
42
64
terbuka, mandiri,
harus
terbuka
dalam
menerima
anggota
dan
atau
kepada
masyarakat
termasuk
bertanggung
jawab
untuk
menjamin
43
44
65
kesejahteraan
anggotanya
atau
pekerja
secara
keseluruhan.
6. Mengisi cita cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, demi
terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil secara materi dan
spiritual, khususnya masyarakat pekerja berdasarkan pancasila ;
7. Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja;
8.
Terlaksananya hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
dan
berkeadilan;
9. Terhimpun dan bersatunya kaum pekerja di segala kelompok industrial
barang
dan
jasa
serta
mewujudkan
rasa
kesetiakawanan
dan
kepada
pengusaha
maupun
melalui
lembaga-lembaga
ketenagakerjaan;
7. Membantu menyelesaikan perselisihan industrial;
8. Meningkatkan disiplin dan semangat kerja anggota;
9. Aktif mengupayakan, menciptakan atau mewujudkan hubungan industrial
yang aman, harmonis, dinamis dan berkeadilan antara pekerja dengan
pengusaha; dan
10. Menyampaikan saran kepada manajemen baik untuk penyelesaian keluh
kesah pekerja maupun untuk penyempurnaan sistem kerja dan peningkatan
produktivitas perusahaan.45
d.
Nilai-nilai dan prinsip-prinsip serikat pekerja/buruh
1. Serikat pekerja/buruh harus bebas dan mandiri
Yang dimaksud dengan kemandirian serikat pekerja/buruh adalah bahwa
serikat
pekerja/buruh
wajib
bertanggung
jawab
dan
wajib
memberikan
terpenting
yang
harus
diperhatikan
serikat
pekerja/buruh.
Serikat
45
67
harus bebas mewakili kepentingan pekerja, sekalipun hal ini menimbulkan konflik
kepentingan dengan pihak manajemen.
2. Serikat pekerja/buruh menegakkan keadilan hukum dan moral
Serikat pekerja/buruh mengupayakan agar semua pihak diperlakukan dengan
adil, agar semua pihak menikmati kebebasan sepenuhnya dan agar semua pihak
menghormati hak-hak asasi manusia. Keadilan hukum dan keadilan moral harus
ditegakkan di tempat kerja dan ini merupakan hal yang secara khusus
diprioritaskan oleh serikat pekerja/buruh.
3. Serikat pekerja/buruh mewakili kepentingan anggotanya
Serikat pekerja/buruh memiliki kewenangan penuh untuk menyuarakan
kepentingan para anggotanya, dan mewakili pandangan, pendapat dan kemauan
mereka. Karena itu serikat pekerja/buruh harus menyupayakan agar ada
sebanyak mungkin pekerja mau menjadi anggotanya, membayar iuran dan ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan serikat pekerja/burur.
4. Serikat pekerja/buruh tidak memaksa pekerja menjadi anggotanya
Prinsip berserikat secara sukarela artinya adalah bahwa pekerja dengan
sukarela
mau
menjadi
anggota
serikat
pekerja/buruh
tanpa
dipaksa.
68
didengar dan dihargai. Hal ini penting agar keputusan dapat diambil secara
demokratis, sah dan dapat diterima oleh semua pihak.
7. Pertanggungjawaban dan keterbukaan pemimpin serikat pekerja/buruh
Para pemimpin serikat pekerja/buruh di semua tingkatan hendaknya dipilih
melalui suatu prosedur yang demokratis. Para pemimpin ini harus memberikan
pertanggungjawaban kepada para anggota serikat pekerja/buruh yang telah
memilih mereka dan harus mereka layani.
8. Kesatuan dan kekuatan serikat pekerja/buruh
Serikat pekerja/buruh berupaya memaksimalkan kekuatan suara pekerja dengan
memastikan bahwa para pekerja benar-benar bersatu dan tidak terpecah-belah.
Untuk itu diperlukan banyak kesabaran untuk menjelaskan posisi masing-masing,
berkonsultasi dengan para pekerja dan mengajak mereka menyetujui dan
mengambil sikap yang telah disetujui bersama
Hal ini sama sekali bukanlah persatuan palsu yang dipaksakan oleh seorang
diktator dan dipertahanankan secara paksa. kesatuan serikat pekerja/buruh
menuntut adanya demokrasi.46
D. DASAR HUKUM YANG MENDASARI SYARAT DAN PROSEDUR PENDIRIAN
SERIKAT PEKERJA/BURUH
Berdasarkan pasal 104 ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
jo pasal 5 ayat (1) UU No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/buruh. Setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh.
Serikat pekerja/buruh ini dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh (pasal 5 ayat (2) UU serikat pekerja/buruh).
Pada saat pembentukannya, suatu serikat pekerja/buruh (SP) harus memiliki
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hal ini berdasarkan pasal 11 serikat
pekerja/buruh, yang berbunyi:
1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga.
2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya harus memuat:
a. Nama dan lambang;
46
Proyek Pendidikan Untuk Pekerja Buku Pegangan Untuk Serikat Pekerja, ILO office
Jakarta.
69
b.
c.
d.
e.
f.
g.
tangga.
Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan yang harus dilakukan
berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah
Kabupaten atau walikotamadya dimana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan
pencatatan atas pembentuka SP tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 18 UU serikat
pekerja/serikat buruh, yang berbunyi:
1) Serikat pekerja/serikat buruh,
pekerja/serikat buruh yang telah
federasi
dan
konfederasi
serikat
secara
tertulis
keberadaannya
70
kepada
pihak
perusahaan
BAB III
GAMBARAN OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah serikat pekerja/buruh FSPMI
Pada era reformasi di Indonesia tahun 1998 telah membuahkan diratifikasinya
konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk
bernegosiasi dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tahun 1998
berdampak tumbuh dan kembangnya organisasi serikat pekerja/buruh, satu
diantaranya adalah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Pada waktu itu diselenggarakan suatu Musyawarah Nasional Luar Biasa Serikat
Pekerja Logam, Elektronika dan Mesin SPSI Reformasi tanggal 4-7 februari 1999 di
Garut-Jawa Barat, yang semangat dan idenya bermaksud mengkonsolidasi gerakan
buruh reformis untuk memurnikan kembali gerakan buruh di Indonesia sesuai citacita dan ciri universal gerakan buruh yang demokratis, independen, bebas dan
47
71
yang
demokratis,
bebas,
keluarganya.
Meningkatkan produktifitas kerja, syarat-syarat kerja, dan kondisi kerja.
Memantapkan Hubungan Industrial guna mewujudkan ketenangan kerja dan
ketenangan usaha.
Anggota
Membentuk dan mengoptimalkan fungsi team Audit sebagai prinsip dan
73
berkala dilaporkan
- Memfungsikan bendahara dalam mengelola keuangan secara efektif
- Mengkaji tentang PO keuangan Organisasi
7. Pengembangan Kemampuan Informasi & Komunikasi
- Mempromosikan seluruh perangkat organisasi memiliki perangkat keras
-
Federation (IMF)
Membangun dan membina kerjasama dengan serikat pekerja/buruh
74
Jumlah
Jumlah
Indonesia
PUK
Anggota
87
23.909
dan Komponen
2
83
52.857
100
18.949
62
15.163
271
110.940
Kapal
5
75
PIMPINAN
PUSAT FEDERASI
SERIKAT
dan dengan visi yang sama guna pertumbuhan perusahaan sangat penting dan
memegang peranan menentukan.
Faktor diluar itu pada dasarnya hanya merupakan pedoman dan faktor
pendukung dan pembantu. Pembinaan dan peningkatan kualitas SDM dapat
dirumuskan melalui LKS Bipartit. Program Quality Circle perlu dilakukan. Selain itu
peran serikat pekerja juga memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja itu
sendiri. Sebagai dasar dari kebebasan pekerja dapat dijumpai dalam pasal 28 UUD
1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti :
-
79
80