Anda di halaman 1dari 11

Hak-Hak Karyawan dan Disiplin

Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Raja Ansani Bahari Tanjung J0314211054
2. Nada Septiandi J0314211182
3. Siti Aminah J0314211186
4. Yesha Shevandrea Respati J0314211247
5. Devi Anggun Lestari J0314211334
6. Angel Margareth Tetelay J0314211374
Kelas B Praktikum 2

AKUNTANSI
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak-hak seorang karyawan sangat perlu dilindungi baik itu oleh perusahaan tempat
seorang karyawan bekerja maupun oleh pemerintah. Hak-hak karyawan ini haruslah
dipenuhi semaksimal mungkin dengan sumber daya yang tersedia untuk mencapai
kesejahteraan, baik melalui aturan hukum maupun kebijakan. Jika hak karyawan dilindungi,
distribusi pendapatan pun akan terjamin serta mengantarkan mereka ke kehidupan yang
layak dan sejahtera bersama keluarga mereka.
Selain itu, tentunya seorang karyawan juga memiliki sebuah kewajiban sebagai
seorang pekerja, yaitu disiplin kerja. Disiplin kerja adalah suatu sikap yang menunjukkan
sikap/perilaku seseorang dalam menaati dan mematuhi segala peraturan yang ada di
perusahaan/organisasi tempat mereka bekerja. Tentunya dengan kedisiplinan ini, seorang
karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan menciptakan lingkungan
kerja yang produktif, yang mana hal ini juga akan memberikan dampak positif juga bagi
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu menegakkan kedisiplinan bagi
karyawan-karyawannya secara tegas agar tercipta lingkungan kerja yang efektif dan efisien.
Namun seringkali, banyak perusahaan yang tidak memperhatikan hak dan kewajiban
seorang karyawan sehingga hal itu akan merugikan perusahaan dan karyawan itu sendiri.
Maka dari itu, penyusun akan menjelaskan bagaimana implementasi perlindungan hak
seorang karyawan dan kewajiban mereka dalam sebuah perusahaan atau organisasi.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui macam-macam penyebab PHK yang terjadi di perusahaan;
2. Menjelaskan mekanisme/proses PHK di sebuah perusahaan;
3. Mengetahui hak-hak karyawan yang masih bisa diperoleh setelah PNK;
4. Mengetahui bagaimana prosedur penyampaian ketidakpuasan yang dialami oleh
karyawan;
5. Menjelaskan bagaimana implementasi hak-hak perlindungan pekerjaan;
6. Menjelaskan bagaimana implementasi Hot Stove Approach untuk menekankan
peraturan kedisiplinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
pengertian pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja /
buruh dan pengusaha.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menurut Gouzali Saydam (2000:658)
dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan
Mikro menyebutkan bahwa PHK adalah suatu kondisi tidak bekerjanya lagi
karyawan tersebut pada perusahaan karena hubungan kerja antara yang
bersangkutan dengan perusahaan terputus, atau tidak diperpanjang lagi.

2.2 Pengertian Job Protection Rights


Job Protection Rights (Hak-hak Perlindungan Pekerjaan) adalah peraturan
undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi hak-hak karyawan
dari kesehatan dan keselamatan kerja serta keuntungan dan keadilan dalam pekerjaan.
Pekerja maupun pihak perusahaan harus memperhatikan job protection rights (hak-hak
perlindungan pekerjaan) atas pekerjanya.

2.3 Pengertian Hot Stove Approach


Hot Stove Approach menjelaskan implementasi yang tepat mengenai
kedisiplinan, diandaikan seperti “kompor panas”. Kompor yang panas memberikan
peringatan larangan untuk menyentuhnya.Maka, bagi yang melanggarnya akan
memperoleh peringatan langsung berupa “luka bakar”. Sanksinya terasa secara
langsung dan segera.

2.4 Jenis-Jenis Hak-Hak Perlindungan Pekerjaan


Lingkup perlindungan terhadap pekerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun
2003, secara garis besar meliputi:
1. Perlindungan Upah dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan ciri khas dari
suatu hubungan kerja bahkan dikatakan upah merupakan tujuan utama dari seorang
pekerja yang melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain.
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Dalam Pasal 86 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja atau buruh untuk itu
pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis dan terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
3. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja/Buruh untuk Membentuk dan Menjadi Anggota
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Perlindungan hukum berkaitan dengan hak pekerja/buruh untuk membentuk
dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh terdapat pada Pasal 104 UU No.13
Tahun 2003. Pasal 104 Ayat 1 menyebutkan “Setiap pekerja/ buruh berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh”. Pekerja/buruh yang
tergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh berhak untuk mengelola keuangan
serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
4. Perlindungan atas Hak-Hak Dasar Pekerja/Buruh untuk Berunding dengan
Pengusaha
Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan perorangan. Hubungan kerja yang
mengatur antara pekerja dan pengusaha pada dasarnya memuat hak dan kewajiban
dari berbagai pihak. Pengertian hak dan kewajiban selalu bersifat timbal balik antara
satu dengan yang lain. Hak pekerja atau buruh merupakan kewajiban bagi
pengusaha, demikian pula sebaliknya hak pengusaha merupakan kewajiban pekerja.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penyebab PHK


Alasan PHK menurut PP 35 Tahun 2021, yaitu:
1. PHK karena Keinginan Perusahaan
● Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
● Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak
diikuti dengan penutupan perusahaan karena perusahaan mengalami kerugian.
● Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 tahun.
● Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure).
● Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang.
● Perusahaan pailit.
2. PHK karena Keinginan Buruh
● Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja/buruh.
● Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
● Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu.
● Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja dan
memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan.
● Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
Perjanjian Kerja.
3. PHK karena Pelanggaran
Sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh buruh juga bisa menjadi alasan
PHK. Artinya, penyebab PHK juga bisa terjadi bukan hanya atas keinginan buruh
dan pengusaha, tetapi juga karena kondisi tertentu.Alasan lainnya, pekerja/buruh
melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku
untuk paling lama 6 bulan kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
4. PHK karena Sakit, Pensiun, dan Meninggal
Sakit dan meninggal dunia bisa menjadi alasan PHK oleh perusahaan. Ini
tertuang sebagai salah satu alasan PHK menurut PP 35 tahun 2021. Pekerja/buruh
mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan bisa jadi penyebab PHK.
Alasan PHK berikutnya bisa dilakukan karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun
atau pekerja/buruh meninggal dunia.

3.2 Mekanisme Proses PHK


Menurut Margina AR (2022), Ada enam langkah yang harus diikuti oleh
pemberi kerja saat menerapkan PHK, yakni:
1. Menyiapkan Data Pendukung yang Lengkap
Bukti memberikan alasan atau penyebab seorang pekerja diberhentikan.
Misalnya, bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja dan keadaan perusahaan
yang perlu diberhentikan.
2. Pemberitahuan kepada Tenaga Kerja yang Bersangkutan
Pengusaha wajib memberitahukan kepada pegawai yang bersangkutan
setelah menyerahkan dokumen pendukung. Hubungan kerja ini adalah sistem dua
pihak, sehingga pekerja tidak boleh diberhentikan secara tiba-tiba tanpa
pemberitahuan. Alternatifnya, jika serikat pekerja ada, majikan harus memberi tahu
serikat pekerja tentang rencana tersebut sebelum pemecatan.
3. Musyawarah
Dalam hal pemecatan, prosedur pertama adalah musyawarah antara para
pihak yaitu pekerja/buruh dan majikan. Musyawarah bertujuan untuk mencapai
mufakat yang dikenal dengan istilah dua arah. Dalam pembicaraan tersebut, kedua
perusahaan berbicara untuk mencari solusi terbaik bagi perusahaan.
4. Media dengan Dinas Ketenagakerjaan
Jika Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat memecahkan masalah
dengan cara yang ramah, Anda memerlukan bantuan dari kantor sumber daya
manusia setempat untuk menemukan cara untuk memecahkan masalah melalui
mediasi atau rekonsiliasi.
5. Melakukan Mediasi Hukum
Jika tidak ada bantuan dari Departemen Sumber Daya Manusia yang
ditemukan, banding dapat berlanjut ke pengadilan. Apabila hasil akhirnya tetap
terjadi pemecatan, maka akan dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis
kepada Pengadilan Tenaga Kerja dengan menyebutkan alasan pemecatan.
6. Persiapan Uang Kompensasi
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, perusahaan wajib membayar
santunan kecelakaan pekerja/buruh, dalam hal ini uang pesangon, santunan jasa
jangka panjang.

3.3 Hak-Hak Karyawan setelah PHK


Terdapat hak-hak karyawan PHK yang perlu dipenuhi oleh perusahaan. Pada
saat ini, berlaku beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang telah diubah oleh
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang
mengatur uang pesangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dan Uang
Penggantian Hak (UPH) yang seharusnya diterima.
Besaran uang pesangon yang harus diterima karyawan:
● masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
● masa kerja 1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
● masa kerja 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
● masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
● masa kerja 4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
● masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
● masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
● masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
● masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Besaran UPMK yang harus diterima karyawan:
● masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
● masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
● masa kerja 9 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
● masa kerja 12 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
● masa kerja 15 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
● masa kerja 18 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
● masa kerja 21 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
● masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
Ketentuan UPH yang harus diterima karyawan:
● cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
● biaya pulang untuk karyawan dan keluarganya ke tempat karyawan diterima bekerja;
● hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Pemberian hak kepada karyawan yang di-PHK kini tidak dibeda-bedakan
berdasarkan alasan-alasan PHK. Jadi, karyawan yang mengalami PHK dengan berbagai
macam alasan termasuk yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, sama-sama
berhak atas uang pesangon dan/atau UPMK dan UPH yang seharusnya diterima.
Selain itu, karyawan yang mengalami PHK berhak memperoleh jaminan
kehilangan pekerjaan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan dan pemerintah pusat. Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa
uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja yang diberikan paling
banyak 6 bulan upah, dan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
3.4 Prosedur Penyampaian Ketidakpuasan
1. Keluar (Exit)
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan
termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice)
Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk
memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah
dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect)
Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi
lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang,
kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty)
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai
kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar
dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk
memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan (Health)
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan,
hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang
tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan.
Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga
peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan
yang satu mempunyai akibat yang negatif.

3.5 Contoh Implementasi Job Protection Rights


Berikut ini terdapat beberapa contoh implementasi Job Protection Rights di
dalam perusahaan:
1. Membuat Perjanjian/Peraturan
Untuk melindungi pekerja terhadap kekuasaan yang tak terbatas dari
pengusaha, misalnya dengan membuat perjanjian atau menciptakan
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa agar penguasa tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.
2. Pengawasan Pada Ketenagakerjaan
Untuk mewujudkan perlindungan hak-hak pekerja dapat juga dilakukan
melalui pengawasan. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam
perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum
ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sistem
dengan mekanisme yang efektif dan vital dalam menjamin efektivitas penegakan
hukum ketenagakerjaan dan penerapan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan dalam rangka menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
bagi pengusaha dan pekerja, menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja,
meningkatkan produktivitas kerja serta melindungi pekerja.
3. Penegakan Hukum
Disamping itu juga sangat diperlukan adanya penegakan hukum dibidang
ketenagakerjaan. Penegakan hukum tidak hanya diartikan sebagai penerapan hukum
positif, tetapi juga penciptaan hukum positif. Apabila timbul masalah dibidang
ketenagakerjaan maka hakim yang menangani tidak mengeluarkan putusan yang
hanya didasarkan pada perjanjian semata yang telah didasari kebebasan berkontrak
dan konsensualisme, namun harus memperhatikan keselarasan dari seluruh
prinsip-prinsip yang ada dalam hukum perjanjian demi mewujudkan perlindungan
dan keadilan bagi para pihak.

3.6 Contoh Implementasi Hot Stove Approach


Ada 4 contoh implementasi Hot Stove Approach untuk menekankan peraturan
kedisiplinan di dalam perusahaan, di antara lain:
1. Membakar dengan Segera
Jika tindakan disipliner akan diambil, tindakan itu harus dilaksanakan segera
sehingga individu memahami alasan tindakan tersebut. Dengan berlalunya waktu,
orang memiliki tendensi meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang
cenderung sebagian menghapuskan efek-efek disipliner yang terdahulu.
2. Memberi Peringatan
Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman
akan mengikuti perilaku yang tidak dapat diterima. Pada saat seseorang bergerak
semakin dekat dengan tungku panas, maka diperingatkan oleh panasnya tungku
tersebut bahwa mereka akan terbakar jika mereka menyentuhnya. Oleh karena itu,
ada kesempatan menghindari terbakar jika mereka memilih demikian.
3. Memberikan Hukuman yang Konsisten
Tindakan disipliner haruslah konsisten ketika setiap orang melakukan
tindakan yang sama, akan dihukum sesuai dengan hukuman yang berlaku. Seperti
pada tungku panas, dan pada periode waktu yang sama, akan terbakar pada tingkat
yang sama pula. Disiplin yang konsisten berarti:
a. Setiap karyawan yang terkena hukuman disiplin harus menerimanya/
menjalaninya;
b. Setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapatkan
ganjaran disiplin yang sama;
c. Disiplin diberlakukan dengan cara yang sepadan kepada segenap karyawan.
4. Membakar tanpa Membeda-bedakan
Tindakan disipliner harusnya tidak membeda-bedakan. Tungku panas akan
membakar setiap orang yang menyentuhnya, tanpa memilih-milih. Penyelia
menitikberatkan pada perilaku yang tidak memuaskan, bukan pada karyawannya
sebagai pribadi yang buruk. Cara paling efektif mencapai tujuan ini adalah
melakukan konseling korektif. Penyelia lebih menekankan masalah disiplin tersebut
dapat dipecahkan. Penyelia mengambil tindakan disiplin dalam lingkungan yang
suportif, memuaskan pada perbaikan kinerja daripada penjatuhan hukuman.
Meskipun Hot Stove Approach memiliki beberapa kelebihan, pendekatan ini
juga memiliki kelemahan. Jika keadaan yang mengelilingi semua situasi disipliner
adalah sama, tidak ada masalah dengan pendekatan ini. Akan tetapi, situasi-situasi
sering berbeda dan banyak variabel yang mungkin ada dalam setiap kasus disipliner
individu. Situasi yang berbeda-beda itulah sehingga tindakan disipliner progresif
mungkin lebih realistik dan lebih menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hak dan kewajiban karyawan adalah hal yang sangat penting bagi karyawan itu
sendiri dan perusahaan di mana tempat karyawan itu bekerja. Hak dan kewajiban karyawan
juga perlu diimplementasikan dan dipenuhi sebaik-baiknya. Kewajiban karyawan salah
satunya adalah kedisiplinan dan kedisiplinan ini seringkali bersangkutan dengan penyebab
PHK oleh perusahaan, walaupun tidak semua PHK yang dilakukan oleh perusahaan itu
disebabkan oleh ketidakdisiplinan karyawan, tetap saja banyak PHK yang terjadi karena
ketidakdisiplinan karyawan itu sendiri. Namun, mereka yang di-PHK ini juga tetap
terlindung dengan hak-hak karyawan setelah PHK dengan pemberian uang pesangon,
UPMK, ataupun UPH sesuai dengan masa kerja mereka serta memperoleh jaminan
kehilangan pekerjaan yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, adapun
hak-hak karyawan lainnya yang dapat diperoleh adalah dengan penyampaian ketidakpuasan
yang bersangkutan dengan pekerjaan mereka mulai dari menyuarakannya hingga
meninggalkan pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain.
Hak-hak karyawan juga perlu dilindungi karena itu akan berdampak juga kepada
karyawan tersebut terkait pekerjaan mereka, implementasi yang dapat dilakukan di antara
lain dengan membuat perjanjian/peraturan, melakukan pengawasan kepada ketenagakerjaan,
serta penegakkan hukum yang seadil-adilnya bagi para karyawan. Tak hanya itu, karyawan
juga perlu meninjau dan melakukan segala kewajibannya sebagai karyawan dengan menaati
peraturan yang ada, bila ada yang melanggar, pihak perusahaan dapat melakukan penekanan
peraturan kedisiplinan dengan Hot Stove Approach, mulai dari tindakan disipliner dengan
segera, memberi peringatan, memberi hukuman yang konsisten, dan juga harus dilakukan
dengan tidak membeda-bedakan siapa yang melakukan tindakan indisipliner tersebut. Maka
dari itu, sangatlah penting bagi pihak perusahaan, karyawan, bahkan pemerintah dalam
pelaksanaan hak-hak dan kewajiban seorang karyawan.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar MC. 2022. Penyebab pemutusan hubungan kerja: alasan PHK menurut PP 35 Tahun
2021. Diakses dari kompas.com.
Amnestypedia. 2021. Kupas tuntas hak pekerja. Diakses dari
https://www.amnesty.id/kupas-tuntas-hak-pekerja/
Gouzali Saydam. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Mikro.
Jakarta: Djambatan. Hal. 658.
Margina AR. 2022. Pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 di kota
Mataram [skripsi]. Mataram: Universitas Muhammadiyah Mataram.
Riadi M. 2019. Disiplin kerja- pengertian, jenis, indikator, dan faktor yang mempengaruhi.
Diakses dari
https://www.kajianpustaka.com/2019/04/disiplin-kerja-pengertian-jenis-indikator.ht
ml.
Suhartyo. 2019. Perlindungan hukum bagi buruh dalam sistem hukum ketenagakerjaan
nasional. Administrative Law & Governance Journal. Vol. 2:2.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Anda mungkin juga menyukai