Puji syukur kami panjatkan kahadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Ekonomi mengenai Dampak Pemutusan
Hubungan Kerja atau PHK.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada guru pengampu mata pelajaran ekonomi
kelas XI IPS 1 yang telah ,membimbing kami dalam pengerjaan tugas ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu membantu dalam hal
mengumpulkan data-data dalam pembuatan tugas Makalah Ekonomi ini.
Mungkin dalam pembuatan tugas ini terdapat beberapa kesalahan yang belum kami
ketahui, maka dari itu mohon saran dari teman-teman maupun bapak ibu guru demi tercapainya
tugas kami yang lebih baik lagi.
1
DAFTAR IS
I
KATA PENGANTAR...................................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………2
BAB I.............................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
A. Latar belakang..................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
A. Penyebab terjadinya PHK...............................................................................5
BAB III..........................................................................................................................9
A. Analisis dampak PHK terhadap masyarakat................................................9
B. Analisis dampak PHK terhadap negara.......................................................10
BAB IV………………………………………………………………………………11
PENUTUP……………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13
Lampiran......................................................................................................................14
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia
ketenagakerjaan yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja / buruh
yang masih aktif bekerja. Pemutusan hubungan kerja merupakan berakhirnya hubungan
kerja antara karyawan dengan instansi, artinya karyawan sudah tidak lagi berkerja setelah
keluarnya surat pemutusan kerja dan tidak diperkerjakan lagi sebagai karyawan. Menurut
Sedarmayanti (2017) pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan suatu kondisi tidak
berkerjanya karyawan pada suatu instansi karena adanya pemutusan kerja antara
karyawan dengan instansi atau masa kontraknya habis. Menurut Kuncoro (2016)
pemutusan hubungan kerja diartikan sebagai adanya pemberhentian hubungan kerja
secara permanen antara instansi dengan karyawan. Perpindahaan karyawan dari instansi
satu ke instansi lainya atau diberhentikan karyawan dari instansi yang mengupayakan
dengan berbagai alasan.
Menurut Kresal (2006) model pemutusan hubungan kerja akan ditetapkan oleh hukum
dan kontrak kerja akan diakhiri jika: (1) berakhirnya periode yang disimpulkan; (2) kematian
pekerja; (3) kesepakatan bersama; (4) mencapai usia tertentu atau denga memenuhi syarat
unuk pensiun; dan (5) jika seorang karyawan sementara ketidakmampuan untuk berkerja.
Terdapat beberapa prosedur atau cara yang harus dilakukan dalam pemutusan hubungan kerja
karyawan yaitu: (1) diadakan musyawarah antara karyawan dengan instansi; (2) apabila tidak
dapat diselesaikan dengan musyawarah, maka akan dilakukan melalui pengendilan atau instansi
yang berwenang untuk memutuskan perkara; (3) untuk karyawan yang melakukan pelanggaran
berat dapat langsung diserahkan pada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa
meminta izin terlebih dahulu pada dinas terkait atau berwenang; dan (4) bagi karyawan yang
pensiun, bisa langsung diajukan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Maringan, 2015;
Gunawan dan Benty, 2017). Begitupun terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau
atas keinginan karyawan itu sendiri diatur sesuai dengan peraturan instansi dan peraturan
perundang-undangan.
3
Kehadiran Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah memberikan kepastian hukum kepada
para pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 1 angka 25 Undang-Undang RI No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. PHK diatur dalam Pasal 150
sampai dengan Pasal 172 Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, termasuk alasan-alasan melakukan PHK. Banyak pihak yang salah
dalam menafsirkan alasan-alasan melakukan PHK terutama ketentuan Pasal 164 ayat (3)
UndangUndang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup
bukan karena mengalami kerugian atau bukan karena keadaan memaksa (forceimajeur)
tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan serigkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Dalam
prakteknya, pihak perusahaan menggunakan pasal ini untuk melakukan PHK sekalipun
perusahaan dalam keadaan baik
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. PHK Sepihak
PHK sepihak ini dapat terjadi ketika salah satu pihak memutuskan untuk
memutuskan hubungan kerja secara sengaja. Dikutip dari hukumonline.com, salah
satu contoh PHK sepihak yaitu ketika pekerja/buruh yang dikualifikasikan
mengundurkan diri, misalnya tidak masuk 5 hari berturut-turut tanpa alasan.
Sehingga perusahaan berhak untuk memberlakukan PHK. Selain itu, PHK sepihak
5
juga bisa dilakukan oleh pihak perusahaan ketika pekerja melakukan pelanggaran
berat seperti, penipuan, penggelapan, hingga yang bertentangan dengan hukum.
Proses penggantian dari sisi sumber daya manusia dalam suatu perusahaan
merupakan hal yang biasa terjadi. Proses penggantian tersebut pun di aturan dalam tatanan
peraturan perundang-undangan Indonesia, yaitu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk mengimbangi peraturan ini, terdapat juga beberapa
peraturan lain yang akhirnya dibatalkan karena hal yang sama diatur secara berbeda oleh
UU Ketenagakerjaan, seperti Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor KEP-150/MEN/2000 Tahun 2000, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-78/MEN/2001 Tahun 2001, dan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-111/MEN/2001 Tahun 2001.
Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak boleh dilakukan secara sepihak dan
sewenang-wenang. UU Ketenagakerjaan menjamin perlindungan terhadap pekerja dengan
menjabarkan kondisi-kondisi apa saja yang memperbolehkan perusahaan melakukan PHK,
yaitu:
1. Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dana tau uang milik
perusahaan.
2. Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan.
3. Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat aktif lainnya, di lingkungan kerja.
4. Menyerang, menganiaya, mengancam, mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan di
lingkungan kerja.
5. Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan Undang-undang.
6. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan
7. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan
bahaya di tempat kerja.
8. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali
untuk kepentingan Negara.
6
9. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana
penjara 5 tahun atau lebih.
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat
memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili
kepentingan perusahaan secara langsung. Selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan
uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dana tau
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
7
berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali
ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.
1. Pekerja yang tidak bersedia melanjutakn hubungan kerjanya, pekerja yang bersangkutan
berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan
masa kerja 1 kali sesuai Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal
156 ayat (4) dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.
2. Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja tersebut
berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa
kerja Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan
tidak berhak mendapat uang pisah.
3. Pemutusan hubungan kerja karena alasan efisiensi.
8
BAB III
PHK memiliki beberapa dampak yang cukup berasa bagi masyarakat di berbagai aspek
sosial. Masyarakat yang terkategorikan ke dalam golongan menangah ke bawah dengan
kondisi perekonomian yang bisa dibilang sulit, akan sangat terdampak. Dampak-dampak
tersebut antara lain :
2. Pendapatan
Dengan adanya PHK tersebut karyawan menjadi kehilangan mata pencaharian
yang juga berdampak pada pendapatan yang diterima. Para eks karyawan yang pada
awalnya sudah terbiasa dengan pemasukan yang pasti setiap bulannya menjadi tidak
tetap dan serba tidak menentu, terlebih lagi pada saat masih bekerja karyawan setiap
tahun di beri bonus atau THR. Kondisi keuangan informan tidak stabil pasca di PHK
meskipun uang pesangon sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan komsumsi.
Adanya uang pesangon juga membantu eks karyawan bertahan hidup dalam proses
transisi dalam mencari pekerjaan baru.
3. Pendidikan
Pada aspek pendidikan keberadaan PT Lonsum memberikan dampak positif bagi
peningkatan pendapatan sehingga memungkinkan para orang tua untuk menyekolahkan
anak-anaknya. Seiring dengan berjalannya waktu tingkat kesadaran masyarakat akan
arti pentingnya pendidikan sudah cukup baik, meskipun para eks karyawan tingkat
pendidikannya yang rata-rata hanya Sekolah Dasar tetapi keinginan untuk
menyekolahkan anak mereka sampai jenjang yang lebih tinggi cukup baik.
9
Lonsum memfasilitasi pekerjanya dengan memberikan perumahan bagi yang
ingin bertempat tinggal di sekitar wilayah Lonsum. Sebelum akhirnya pindah dengan
membangun rumah pribadi hasil dari bekerja di PT Lonsum. Berdasarkan pengamatan
peneliti, jenis rumah yang di tinggali oleh para informan adalah rumah pribadi,
bermaterial batu serta cukup luas.
10
BAB IV
PENUTUP
11