Anda di halaman 1dari 25

Hukum Ketenagakerjaan

Kelas A
Semester 4
Dosen Pengampu : John Terson, S.H., M.Hum
Kelompok 6
1. Nicolas Jakaria Saputra 1930 2060 1058
2. Andha Panglima Kurnia 1930 1060 1027
3. Ni Wayan Darmita Anjani 1930 2060 1059
4. Rahmah1930 2060 1044
5. Yundari 1930 2060 1052
6. Nia Wulandari 1930 1060 1002
7. Mery Crismas Sitompul 1930 2060 1055
8. Febi Wulandari 1930 2060 1060
9. Heldi 1930 1060 1013
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
A. Pengertian PHK

B. Jenis PHK

C. Prosedur PHK

D. Penetapan PHK
A. Pengertian PHK
• Dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 25 Undang-undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta ketentuan
umum Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah No. 35
Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat dan Pemutusan
Hubungan Kerja, yang dimaksud dengan pemutusan
hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
• Selain pengertian dari undang-undang, ada pengertian
pemutusan hubungan kerja menurut beberapa ahli, yakni
sebagai berikut.
1. Menurut Manullang dalam buku Manajemen Sumber Daya
Manusia (2001:195) mengatakan Pemutusan hubungan kerja
adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja dan pengusaha.
2. Menurut Susilo Martoyo dalam buku Manajemen Sumber
Daya Manusia (2000:199) mengatakan Pemutusan hubungan
kerja atau pemberhentian beraarti lepasnya hubungan kerja
secara resmi dari satu kesatuan atau organisasi di mana
mereka bekerja.
3. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo dalam buku
Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2001:305)
mengatakan Pemutusan hubungan kerja adalah
suatu proses pelepasan keterikatan kerja sama
antara perusahaan dengan tenaga kerja, baik atas
permintaan tenaga kerja yang bersangkutan
maupun atas kebijakan perusahaan yang
karenanya tenaga kerja tersebut dipandang sudah
tidak mampu lagi atau karena perusahaan tidak
memungkinkan.
a) PHK Oleh
Pengusaha

b) PHK Atas Keinginan


Pekerja
B. Jenis-Jenis PHK
c) PHK Demi Hukum

d) PHK Oleh
Pengadilan
a) PHK Oleh Pengusaha
1. PHK karena Pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
2. PHK karena Perubahan status, penggabungan, peleburan,
atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pengusaha
tidak bersedia menerima pekerja/Buruh di perusahaannya.
3. PHK karena Perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun.
4. PHK karena perusahaan tutup bukan karena perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun
tetapi karena efisiensi.
5. PHK karena perusahaan pailit
6. PHK karena pekerja mangkir
7. PHK Karena Pekerja/Buruh melakukan kesalahan berat.
8. PHK Karena pekerja/Buruh (setelah) ditahan pihak
berwajib selama 6 bulan berturut-turut disebabkan
melakukan tindak pidana di luar perusahaan.
9. PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan
dilaporkannya pengusaha (kepada pihak yang berwajib)
melakukan “kesalahan” dan (ternyata) tidak benar.
10. PHK Karena Pengusaha (orang-perorangan) Meninggal
Dunia
1. PHK karena perubahan status, penggabungan,
peleburan, atau perubahan kepemilkan
perusahaan pekerja/Buruh tidak Bersedia
melanjutkan Kerja

2. PHK atas permohonan pekerja ke lembaga


penyelesaian perselisihan hubungan industrial
b) PHK Atas
Keinginan Pekerja
3. PHK atas permohonan pekerja karena sakit,
cacat, atau tidak dapat melakukan pekerjaan

4. PHK karena pekerja mengundurkan diri atas


kemauan sendiri
1. Berakhirnya Hubungan Kerja karena
pekerja/buruh meninggal dunia

2. Berakhirnya Hubungan Kerja karena


c) PHK Demi Hukum
pekerja/buruh memasuki usia pensiun

3. PHK karena perusahaan tutup likuidasi


yang disebabkan mengalami kerugian
Hubungan kerja berakhir demi hukum
jika habisnya waktunya yang ditetapkan
dalam perjanjian atau dalam peraturan
4. PHK Karena Berakhirnya PKWT
perundang-undangan atau peraturan
majikan atau jika semuanya itu tidak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
ada, menurut kebiasaan (Pasal 1603
1. PHK karena Perusahaan Pailit
(Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga)

d) PHK Oleh
Pengadilan
2. PHK terhadap anak yang tidak
memenuhi syarat untuk bekerja yang
digugat melalui lembaga PPHI

PPHI : Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Kerja
C.Prosedur (Mekanisme) PHK
Proses PHK harus berdasarkan etika dan juga
dilakukan dengan komunikasi dua arah. Setidaknya
ada 5 Tahapan prosedur yang harus dilalui oleh
perusahaan dalam melakukan PHK.
1. Musyawarah
2. Media dengan Disnaker
3. Mediasi Hukum
4. Perjanjian Bersama
5. Memberikan Uang Pesangon
1) Tahap Pertama: Musyawarah
Apabila terjadi PHK, Prosedur yang pertama
harus dilakukan adalah melakukan
musyawarah oleh pihak perusahaan dengan
karyawan. Disini musyawarah bertujuan
guna mendapatkan permufakatan yang
dikenal dengan istilah bipartit. Dengan
adanya musyawarah ini kedua belah pihak
akan melakukan pembicaraan untuk
menemukan solusi terbaik untuk perusahaan
maupun karyawan
2) Tahap Kedua: Media dengan Disnaker

• Jika permasalahan yang terjadi tidak dapat


diselesaikan melalui musyawarah, maka
diperlukannya bantuan dari dinas tenaga kerja
(disnaker) setempat. Dengan tujuan untuk
menemukan cara penyelesaian apakah melalui
mediasi atau rekonsiliasi.
3) Tahap Ketiga: Mediasi Hukum
Ketika pada tahap bantuan Disnaker tidak mampu
menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak, maka
selanjutnya upaya hukum dapat dilakukan hingga pengadilan.
Jika pada hasil akhir PHK tetap dilakukan, maka diajukan dengan
melakukan permohonan secara tertulis kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan disertai
dengan alasan kenapa PHK dilakukan. Lembaga ini biasa disebut
dengan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
4) Tahap Keempat: Perjanjian Bersama
Jika ternyata dalam proses musyawarah di tingkat
bipartit telah mencapai suatu kesepakatan maka hal ini
dapat ditulis dalam perjanjian bersama. Di dalam surat
perjanjian tersebut harus ditandatangani oleh kedua
belah pihak dan didaftarkan ke PHI setempat. Hal yang
sama juga perlu dilakukan jika ada kesepakatan pada
tingkat mediasi dan konsiliasi dengan bantuan Disnaker.
5) Tahap Kelima: Memberikan Uang Pesangon

Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, maka


perusahaan wajib memberikan uang pesangon
atau uang penghargaan masa kerja pada karyawan.
Aturan dalam pemberian pesangon dan uang
penghargaan serta Uang Penggantian Hak ini sudah
diatur dalam Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
D. Penetapan Pemutusan Hubungan Kerja
• Penetapan ada di dalam Pasal 151 ayat (3), Pasal 152, Pasal 154
dan Pasal 155 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
• Dalam Pasal 151 ayat 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
benar- benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya
dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.”
• Perundingan di dalam Pasal 151 ayat 3 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 dimaksudkan sebagai
upaya yang diusahakan untuk mempertahankan
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh
untuk menemui suatu kesepakatan. Di dalam pasal
ini pengusaha hanya bisa memPHK pekerja/buruh
setelah memperoleh penetapan dari lembaga
perselisihan hubungan industrial.
Pasal 152 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan mengenai
permohonan penetapan PHK, yang berbunyi sebagai berikut.
Pasal 152
(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai
alasan yang menjadi dasarnya.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila
telah dirundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 (ayat (2).
(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat
diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika
ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan,
tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Sementara itu, Pasal 154 UU No. 13 Tahun 2003 menjelaskan mengenai yang tidak
diperlukan Penetapan, yang berbunyi sebagai berikut.
Pasal 154
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal:
a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;
b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan mengundurkan diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali;
c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-
undangan; atau
d. Pekerja/buruh meninggal dunia.
Lalu, Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003
menjelaskan mengenai apabila PHK tanpa adanya
penetapan adalah batal demi hukum. Pasal tersebut
berbunyi sebagai berikut “Pemutusan Hubungan
Kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”
Sekian
&
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai