OLEH:
KELOMPOK II
Kami menghaturkan segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan MAKALAH UU
PERTAMBANGAN TENTANG HUKUM KETENAGAKERJAAN UU NO. 13 TAHUN
2003. Undang-Undang Pertambangan merupakan merupakan salah satu matakuliah yang
diwajibkan di Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Papua.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka daripada itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan
penulisan laporan ke depannya. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami
secara khusus dan pembaca secara umumnya.
Kelompok I
A. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
1) PENGERTIAN PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja antara perusahaan
dengan pekerja yang terjadi karena berbagai sebab. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
buruh/pekerja dengan pengusaha. (Husni, 2003)
Sedangkan menurut Halim (1990: 136) bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal
tertentu. Menurut Pasal 1 ayat 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15A/MEN/1994,
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ialah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan
pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.(Khakim,2003)
Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
Dalam literatur Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan dikenal ada beberapa jenis PHK yaitu:
Selain pemutusan kerja oleh pengusaha, buruh/pekerja, hubungan kerja juga dapat
putus/berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya
dan kepada buruh/pekerja, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga
yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 154 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
sebagai berikut:
a) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bila mana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;
b) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan
kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam peerjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d) Pekerja/buruh meninggal dunia.
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan
hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan
(majikan/buruh) berdasarkan alasan penting. Alasan yang penting adalah disamping alasan
mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahan
keadaan di mana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak
untuk memutuskan hubungan kerja. (Husni, 2010)
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan
sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan.
Berikut adalah prosedur PHK menurut UU No 13 Th 2003:
1. Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia
Pusat, pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja/buruh dengan ketentuan
skorsing telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
2. Dalam hal pengusaha melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pengusaha wajib membayar upah selama skorsing paling sedikit sebesar 75% (tujuh
puluh lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja/buruh.
3. Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan
disampaikan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri.
4. Pemberian upah selama skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama
6 (enam) bulan.
5. Setelah masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir, maka
pengusaha tidak berkewajiban membayar upah, kecuali ditetapkan lain oleh Panitia
Daerah atau Panitia Pusat.
Pasal 17A Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001
menyatakan :
Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur perlindungan khusus pekerja/buruh perempuan, anak dan
penyandang cacat sebagai berikut :
1. Perlindungan pekerja/buruh Anak
a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).
b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai 15
tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dari
kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat( 1)).
c. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Ijin tertulis dari orang tua/wali.
Perjanjian kerja antara orang tua dan pengusaha
Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam
Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.
Keselamatan dan kesehatan kerja
Adanya hubungan kerja yang jelas
Menerima upah sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak
harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
e. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya (Pasal 73).
f. Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk, tercantum dalam Pasal
74 ayat (1). Yang dimaksud pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat
(2), yaitu :
Segala pekerjaan dalam bentuk pembudakan atau sejenisnya.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi
dan perdagangan minuman keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak untuk
pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, perjudian.
Segala pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.
C. PENGUPAHAN
D. KESEJAHTERAAN
Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
http://www.lutfichakim.com/2012/08/perlindungan-hukum-tenaga-kerja.html