Anda di halaman 1dari 4

Rubrik Konsultasi Hukum

Saya adalah karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja di tempat saya bekerja.
Upaya hukum apakah yang dapat saya tempuh untuk memperoleh hak-hak saya?

Pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat melakukan beberapa upaya
hukum apabila ia tidak menerima adanya PHK tersebut. Namun, apa saja upaya hukum yang
dapat dilakukan pekerja tersebut?

Dengan hormat, Konsultan Hukum JSP Law Firm

Saya Mirna, saya merupakan salah satu karyawan pada perusahaan startup di Jakarta. Saya sudah
bekerja selama kurang lebih 1, 5 tahun. 1 minggu yang lalu, saya menerima surat pemberitahuan
bahwa saya di PHK dan harus meninggalkan kantor satu hari setelah saya menerima surat
tersebut. Saya merasa bahwa surat pemberitahuan PHK tersebut terlalu cepat dan sangat
mendadak. Sebagai pekerja saya merasa sangat dirugikan akibat hal tersebut. Adakah upaya yang
dapat saya lakukan untuk memperoleh hak-hak saya tersebut?

Mohon untuk penjelasan Bapak/Ibu. Terima kasih

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudari Mirna sampaikan. Kami akan mencoba membantu
Saudari untuk menjawab pertanyaan Saudari.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha. Berdasarkan praktik yang terjadi di lapangan, seringkali PHK yang dilakukan oleh
pengusaha, tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan, sehingga PHK yang dilakukan oleh pengusaha tersebut merugikan para pekerja. Hal
ini yang kemudian menimbulkan sengketa atau perselisihan antara pengusaha dan pekerja.
Perselisihan PHK merupakan salah satu jenis Perselisihan Hubungan Industrial sebagaimana
terdapat dalam Pasal 1 Angka 1 dan 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, menjelaskan bahwasannya setiap pihak yakni
Pengusaha, Pekerja, Serikat Pekerja, dan Pemerintah, harus melakukan segala daya upaya untuk
mencegah terjadinya PHK. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pengusaha dapat melakukan PHK kepada para
pekerjanya dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan


perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan kerja;
2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak
diikuti dengan penutupan perusahaan namun perusahaan mengalami kerugian;
3. Perusahaan tutup yang disebabkan kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua)
tahun
4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);
5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU);
6. Perusahaan pailit;
7. Adanya permohonan PHK yang diajukan oleh Pekerja;

Lebih lanjut, berdasarkan PERPU Cipta Kerja, menjelaskan bahwa pengusaha dilarang
untuk melakukan PHK kepada pekerja nya dengan alasan-alasan berikut, yakni:

1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Pekerja menjalankan ibadah sesuai perintah agamanya;
4. Pekerja menikah;
5. Pekerja hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/
Buruh lainnya dalam satu Perusahaan;
7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam
jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
8. Pekerja mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan
Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9. Pekerja berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
Hubungan Kerja yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apabila alasan pemutusan hubungan kerja yang diberikan oleh perusahaan tempat Saudari
bekerja bertentangan dengan ketentuan di atas, maka Saudari dapat melakukan beberapa upaya
hukum sebagai berikut, yaitu:

1. Melakukan Perundingan Bipartit. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
menerangkan bahwa perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan terlebih dahulu
melalui perundingan bipartite. Oleh karena itu, perundingan bipartit merupakan langkah
pertama yang harus dilakukan oleh Saudari untuk menyelesaikan perselisihan PHK
tersebut. Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerja
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan PHK dengan sistem musyawarah
untuk mencapai kesepakatan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha.
Perundingan bipartit tersebut, harus diselesaikan maksimal 30 (tiga puluh) hari sejak hari
dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
2. Melakukan Perundingan Tripartit. Perundingan ini dilakukan apabila perundingan
bipartit gagal. Perundingan ini dilakukan dengan cara salah satu pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang berwenang, selanjutnya perundingan dilakukan oleh
pekerja, pengusaha, dan pihak ketiga, seperti pihak dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
Perundingan dilakukan dengan beberapa metode yang dapat dipilih yakni arbitrase,
konsiliasi, maupun mediasi.
3. Mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Apabila perundingan
tripartit gagal, maka langkah selanjutnya yang dapat Saudari tempuh adalah dengan cara
mengajukan Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pengadilan
Hubungan Industrial yang berwenang.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai