Anda di halaman 1dari 12

Apa Yang Dimaksud Dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Artinya harus adanya hal/alasan tertentu yang mendasari pengakhiran
hubungan kerja ini.
Dalam aturan perburuhan, alasan yang mendasari PHK dapat ditemukan dalam pasal 154A
ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo. Undang-undang
No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2021) dan peraturan pelaksananya yakni pasal
36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021).

Undang–Undang Mengatur Mengenai PHK?


Ketentuan dalam aturan perburuhan Nasional pada prinsipnya mengenai PHK
menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan
pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK (pasal 151 ayat (1) UU 13/2003 jo.
pasal 37 ayat (1) PP 35/2021)
Lebih lanjut PP 35/2021 pada Bab V, khusus mengatur pemutusan hubungan kerja, dengan
rincian:

Pasal 36 mengenai berbagai alasan yang mendasari terjadinya PHK. Alasan PHK mendasari
ditentukannya penghitungan hak akibat PHK yang bisa didapatkan oleh pekerja.

Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 mengenai Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja sejak
tahap pemberitahuan PHK disampaikan hingga proses PHK di dalam perusahaan dijalankan.
Lebih lanjut bila PHK tidak mencapai kesepakatan tahap berikutnya dilakukan melalui
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 40 sampai dengan Pasal 59 mengenai Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja yakni
berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah.
Penghitungannya berdasarkan alasan/dasar dijatuhkannya PHK.

Standar Perburuhan Internasional Mengatur Mengenai PHK


Instrumen hukum perburuhan internasional juga mengakui perlindungan dari PHK
yang sewenang-wenang. Konvensi ILO No. 158 tahun 1982 tentang Pemutusan Hubungan
Kerja, menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan pada tindakan PHK, Yakni:
Pada dasarnya mengenai PHK harus dilakukan sehati-hati mungkin karena keputusan
PHK terhadap pekerja berpengaruh pada anggota keluarga (yang menjadi tanggungan
pekerja). Oleh karena efek sosial PHK berdampak sangat luas bagi kehidupan pekerja dan
keluarganya, maka diperlukan prinsip kehati-hatian.
Seorang pekerja tidak dapat diputus hubungan kerjanya kecuali ada alasan yang sah untuk
pemutusan tersebut dan diatur dalam perundang-undangan masing-masing Negara.
Selain itu masing-masing Negara harus mengatur pula aturan PHK yang mencakup prosedur
dalam melakukan PHK, alasan PHK, dan kompensasi yang berhak diterima pekerja menurut
jenis alasan PHK yang dijatuhkan.
Apa Yang Menyebabkan Hubungan Kerja Dapat Berakhir?
Menurut pasal 61 UU 13/2003 jo. UU 11/2021 perjanjian kerja dapat berakhir, atau artinya
hubungan kerja berakhir, apabila:

1. Pekerja meninggal dunia


2. Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir
3. Selesainya suatu pekerjaan tertentu
4. Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Lebih lanjut pasal 154A ayat (1) UU 13/2003 jo. UU 11/2021 dan pasal 36 PP 35/2021
juga mengatur berbagai alasan PHK dapat dilakukan/diperbolehkan.

Bagaimana Jika PHK Tidak Dapat Dihindari Oleh Pengusaha?


Dalam hal PHK tidak dapat dihindari, berdasarkan pasal 37 PP 35/2021, pengusaha
diwajibkan untuk memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada Pekerja/Buruh dan/atau
Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan
merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pemberitahuan PHK dibuat dalam
bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada
Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sebelum PHK. Bila PHK dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum PHK.

Bagaimana Jika Pekerja Tidak Menerima Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh
Pengusaha?
Apabila pekerja yang telah diberitahu mengenai PHK, menolak atas putusan tersebut,
maka pekerja harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 hari kerja setelah
diterimanya surat pemberitahuan PHK. Dan kemudian harus melalui mekanisme
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal ini perselisihan PHK, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 39 PP 35/2021)
Apakah Pekerja Dapat Mengajukan PHK Atau Mengundurkan Diri? Bagaimana
Prosedurnya?
Ya, Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri. Mengundurkan diri merupakan salah
satu alasan PHK yang diperbolehkan, dengan ketentuan pekerja mengundurkan diri atas
kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat (pasal 36 ayat (1) huruf i PP 35/2021):
1. Pekerja mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30
hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
2. Pekerja tidak sedang berada dalam ikatan dinas.
3. Pekerja tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Berdasarkan ketentuan di atas, bila pekerja telah memenuhi persyaratan, selanjutnya
perusahaan harus menerima pengunduran diri tersebut, menyelesaikan proses pengakhiran
hubungan kerja dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal mulai pengunduran
diri, serta memenuhi kompensasi pekerja yang mengundurkan diri yakni: uang penggantian
hak yang diatur dalam pasal 40 ayat (4) PP 35/2021 dan uang pisah yang besarannya diatur
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (pasal 50 PP
35/2021).

Apa Saja Alasan-Alasan Yang Memperbolehkan Perusahaan Untuk Melakukan Pemutusan


Hubungan Kerja?
Jawabannya dapat dilihat di halaman “Alasan-alasan PHK Diperbolehkan dan Dilarang”

Kapan Perusahaan Dilarang Untuk Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja?


Jawabannya dapat dilihat di halaman “Alasan-alasan PHK Diperbolehkan dan Dilarang”

Apa Saja Kompensasi Yang Berhak Diterima Oleh Pekerja Apabila Perusahaan Melakukan
PHK?
Apabila terjadi PHK, pengusaha wajib membayar kompensasi yang besarannya sesuai
dengan alasan PHK yang dijatuhkan. Adapun kompensasi tersebut berupa: uang pesangon,
uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah, dengan ketentuan
sebagai berikut:

Uang pesangon, diberikan dengan ketentuan:


masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.
masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.
masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.
masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.
masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.
masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.
masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.
masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Uang penghargaan masa kerja, diberikan dengan ketentuan:

masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
Uang penggantian hak, berupa:

cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja,hal-hal lain yang ditetapkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Uang pisah yang
besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama

Apakah Kompensasi Phk Ini Berlaku Juga Bagi Pekerja Pada Usaha Mikro Dan Usaha Kecil?
Tidak. Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil memang wajib membayar uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi
Pekerja/Buruh yang mengalami PHK namun besarannya ditentukan berdasarkan kesepakatan
antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan Pekerja/Buruh.
Undang-Undang Tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta.
Pasal 1.

(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan


hubungan kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:

a. selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan


sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua
belas) bulan terus-menerus;
b. selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau
Pemerintah atau karena menjalankan ibadat yang diperintahkan
agamanya dan yang disetujui Pemerintah.

Pasal 2.
Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk
memutuskan hubungan kerja dengan organisasdi buruh yang bersangkutan
atau dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari
salah-satu organisasi buruh.

Pasal 3.
1. Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak
menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh
izin Panitia Penyelsaian Perselisihan Perburuhan Daerah (Panitia
Daerah), termaksud pada pasal 5 Undang-undang No. 22 tahun
1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran-
Negara tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerja
perseorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat (Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-
undang tersebut di atas bagi pemutusan hubungan kerja secara
besar-besaran.

2. Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi


jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan, pengusaha
memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau
mengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang
dapat menggambarkan suatu itikad untuk mengadakan pemutusan
hubungan kerja secara besar-besaran.

Pasal 4.
Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan, bila pemutusan hubungan
kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
Lamanya masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa
percobaan harus diberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang
bersangkutan.

Pasal 5.

(1) Permohonan izin pemutusan hubungan kerja beserta alasan alasan


yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia
Derah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan
pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perseorangan dan kepada
Panitia Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Permohonan izin hanya diterima oleh Panitia Daerah/ Panitia Pusat
bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah
dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2, tetapi perundingan ini
tidak menghasilkan persesuaian paham.

Pasal 6.
Panitia Darah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan
hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata-cara yang
berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.

Pasal 7.

(1) Dalam mengambil keputusan terhadap permohonan izin pemutusan


hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusat disamping
ketentuan-ketentuan tentang hal ini yang dimuat dalam
Undangundang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 42), memperhatikan
keadaan dan perkembangan lapangan kerja serta kepentingan buruh
dan perusahaan.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan izin maka
dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan
kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa dan ganti
kerugian lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian
lainnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itu diatur pula pengertian
tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon, uangjasa
dan ganti kerugian tersebut di atas.

Pasal 8.
Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Daerah, atau pemberian
izin dengan syarat, tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu empat belas
hari setelah putusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik
buruh dan/atau pengusaha maupun organisasi buruh/atau organisasi
pengusaha yang bersangkutan dapat minta banding kepada Panitia Pusat.

Sumber:

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/jaminan-kerja-1/pemutusan-hubungan-kerja

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.dpr.go.id/dokjdih/
document/uu/1432.pdf&ved=2ahUKEwjo7-
Kxyor7AhVc4HMBHRCiBrIQFnoECA4QAQ&usg=AOvVaw2ZSIMH5TAtJObBYFTIaqQ
H
Masa Orde Reformasi

• Perkembangan hukum perburuhan ditandai oleh lahirnya 4 undang-undang yaitu:

 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;


 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri.

PEMBERHENTIAN KARYAWAN
(Pemutusan Hubungan Kerja)
Menurut UU No 13 Tahun 2003

Pemberhentian Adalah Pemutusan Hubungan Kerja


Seseorang Karyawan Dengan Suatu Organisasi Perusahaan

 PASAL 150/UU KETENAGAKERJAAN NO. 13/2003


Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi
pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak,
milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.

ATAS DASAR UNDANG-UNDANG (UU No 13/2003)


Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu
perusahaan. Misalnya karyawan anak-anak, WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi
terlarang.
• KEINGINAN PERUSAHAAN
Keinginan perusahaan dpt menyebabkan diberhentikannya seorang karyawan baik secara
terhormat ataupun dipecat. Biasanya disebabkan hal-hal berikut :
1. Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
2. Perilaku dan disiplinnya kurang baik
3. Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan.
4. Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain.
5. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan
PASAL 158 UU PERBURUHAN NO 13/2003
Perusahaan dpt melakukan PHK bila karyawan/buruh melakukan kesalahan sbb:
1. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
3. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
4. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
5. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
6. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya
barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
8. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
9. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara; atau
10. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih.

KEINGINAN KARYAWAN
1. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua
2. Kesehatan yang kurang baik
3. Untuk melanjutkan pendidikan
4. Ingin berwiraswasta.

Pasal 162 Ayat 1 :

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), antara lain :
 Cuti yang belum diambil atau belum gugur
 Biaya atau ongkos pulang karyawan atau keluarganya ke tempat di mana dia diterima
bekerja.
 Penggantian perumahan dan pengobatan/perawatan minimal 15% dari pesangon
Pasal 156 ayat 1
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima“

Pasal 156 ayat 2


Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
paling sedikit sebagai berikut :

 Masa kerja (MK) < 1 tahun, 1 bulan upah


 1 tahun < MK < 2 tahun, 2 bulan upah.
 tahun < MK < 3 tahun, 3 bulan upah.
 tahun < MK < 4 tahun, 4 bulan upah
 tahun < MK < 5 tahun, 5 bulan upah
 tahun < MK < 6 tahun, 6 bulan upah
 tahun < MK < 7 tahun, 7 bulan upah
 tahun < MK < 8 tahun, 8 bulan upah
 Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Pasal 156 ayat 3


Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yaitu :

 tahun < Masa kerja (MK) < 6 tahun, 2 bln upah.


 6 tahun < MK < 9 tahun, 3 bln upah
 9 tahun < MK < 12 tahun, 4 bln upah
 12 tahun < MK < 15 tahun, 5 bln upah
 15 tahun < MK < 18 tahun, 6 bln upah
 18 tahun < MK < 21 tahun, 7 bln upah
 21 tahun < MK < 24 tahun, 8 bln upah
 MK > 24 tahun, 10 bulan upah
Pasal 156 ayat 4
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi :

 Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;


 biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
 penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
 hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

Pasal 159
“Apabila pekerja/buruh tidak menerima PHK sebagaimana dimaksud dalam
pasal 158 ayat 1, pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan
ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial”

Pasal 162

 Ayat 1 : Pekerja/buruh yg mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang


penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4
 Ayat 2: Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas
dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain
menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang
pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
 Ayat 3 : Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
harus memenuhi syarat :
1 mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambatlambatnya 30 hari
sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
2 tidak terikat dalam ikatan dinas/kontrak
3 tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

 Ayat 4 : PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Anda mungkin juga menyukai